HIDUP KEBERAGAMAAN ORANG KRISTEN
Di Indonesia
masih banyak orang Kristen menilai hidup keberagamaan itu hanya dari aspek
kehidupan beribadah yang bersifat ritual dan juga kerajinan untuk mematuhi
aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh gereja itu seperti
memberi dukungan dan kontibusi yang
bersifat material untuk keperluan pelayanan-pelayanan di rumah ibadah yang
digiatkan oleh gereja. Artinya, siapa yang tekun beribadah di rumah-rumah
ibadah atau tempat-tempat ibadah, atau siapa yang aktif untuk membantu dan
mengikuti berbagai bentuk pelayanan yang digiatkan oleh gereja itulah orang yang
dianggap telah sungguh-sungguh menjalankan hidup keberagamaannya sebagai orang
Kristen. Sedangkan orang yang tidak tekun beribadah dan mengikuti kegiatan
gereja tidak lagi dianggap sebagai orang
yang baik menjalankan hidup keberagamaannya. Karena hidup beragama yang baik
itu cenderung dinilai hanya dari sudut ketekunan menjalankan ibadah atau
kegiatan gereja maka banyak orang Kristen Indonesia yang pada umumnya masih
tekun mengikuti ibadah-ibadah di gereja, dianggap sebagai orang Kristen yang
masih menjalankan hidup keagamaannya itu dengan baik, dibandingkan dengan
orang-orang Kristen di negeri lain. Pandangan seperti itu juga dianut oleh masyarakat
Indonesia yang beragama lain, sehingga dengan demikian masyarakat Indonesia
yang secara umum masih tekun menjalankan ibadah-ibadah ritual dianggap sebagai
masyarakat yang beragama atau religius, walaupun aspek yang lain dari hidup
keberagamaan itu sering diabaikan. Sedangkan orang lain yang tidak tekun lagi
menjalankan ibadah dianggap sebagai orang yang tidak beragama. Misalnya
orang-orang Indonesia sering menilai orang-orang Eropa yang sudah banyak
mengabaikan ibadah-ibadah di rumah ibadah bukan lagi orang beragama yang baik. Apalagi
semakin banyak diketahui bahwa orang-orang Kristen Eropa itu sudah banyak yang
tidak berminat lagi mengunjungi gereja untuk mengikuti ibadah-ibadah minggu dan
ibadah-ibadah lain, yang membuat banyak
gereja yang besar di sana menjadi kosong dan bahkan katanya dialih fungsikan
untuk tempat-tempat bisnis, sehingga mereka dianggap tidak lagi orang yang beragama.
Tetapi banyak
juga orang-orang Kristen di dunia ini diketahui, termasuk juga orang-orang
Kristen di dunia Eropa yang memang menunjukkan hidup keberagamaannya sebagai
orang-orang Kristen bukan dengan melalui ibadah-ibadah ritual, tetapi dengan
cara yang lain misalnya dengan melakukan kasih kemanusiaan seperti membantu
orang-orang yang mengalami kesusahan karena kemiskinan, keterbelanganan, penyakit,
bencana, dll, tanpa membedakan latar-belakang keagaman dan kebangsaan. Misalnya
ketika terjadi bencana tsunami besar di Aceh dan daerah lain di Indonesia beberapa tahun yang lalu,
yang pada umumnya yang tertimpa bencana itu adalah orang-orang yang beragama
non-Kristen, banyak orang Eropa yang masih diketahui sebagai penganut agama
Kristen yang datang mengulurkan tangannya untuk membantu, dengan memberi
bantuan yang mereka butuhkan. Tentu itu dilakukan dengan dorongan kasih kepada
sesama manusia yang sudah tertanam dalam diri mereka oleh pengajaran Kristen
yang mereka terima. Salah satu pokok pengajaran Yesus kepada murid-murid-Nya,
yang juga merupakan pokok pengajaran Allah Yahwe kepada umat Israel di
Perjanjian Lama adalah mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri
(Mat.22: 39; Imamat 19: 18).
Ada juga menjalankan
hidup kekristenan itu dengan cara mempraktekkan kehidupan yang baik di
lingkungan pekerjaannya, yakni kehidupan yang jujur dan bertangung- jawab, atau
dengan menjunjung nilai- nilai keadilan dalam kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat, sebagai cerminan dari nilai dan norma kehidupan yang baik
sebagai Kristen. Sebagai umat Allah,
kepada orang-orang Kristen sejak awal telah diajarkan bahwa manusia diciptakan
oleh Allah sebagai gambar-Nya (imago Dei) (Kejadian 2: 26 ff), yang berarti
dialah sebagai wakil Allah di dunia ini untuk meneruskan pekerjaan pemeliharaan
Allah atas dunia ciptaan Allah, termasuk pemeliharaan Allah atas bangsa-bangsa
supaya bisa hidup dalam damai sejahtera, yang hidup berkeadilan sebagaimana
diharapkan oleh Allah. Sejalan dengan
pemahaman itu, bagi orang-orang Kristen sejak awal juga telah diajarkan
bahwa manusia sebagai gambar Allah mempunyai harkat yang sama dalam pandangan
Allah, yang karna itu semua harus saling menghormati satu sama lain, tidak
boleh saling merendahkan, atau bahkan menghina. Karena manusia diciptakan
sebagai gambar Allah, maka menghina sesama manusia itu berarti menghina Allah
sendiri. Dengan
mempraktekkan hehidupan seperti itu maka orang Kristen dituntut ikut aktif membangun bangsa dan negaranya
menjadi bangsa dan negara yang maju. Banyak orang berpendapat bahwa negara dan
bangsa –bangsa di Eropa itu bisa menjadi bangsa dan negara yang lebih dulu maju
di bandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia ini, adalah karena ditopang
oleh warga dan masyarakatnya yang telah lama menghidupi nilai-nilai kekristenan
yang baik, seperti dengan cara kehidupan yang mau tekun bekerja keras , jujur,
penuh tanggung-jawab atas tugas pekerjaan yang diemban, dan tetap menjungjung
tinggi nilai-nilai keadilan, dan kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa dan
bermasyarakat.
Memang kalau
dikaji makna kehidupan beragama, ibadah pada dasarnya hanyalah salah satu aspek
dari kehidupan beragama itu sendiri. Itu hanya sebagai usaha untuk menjalin
hubungan yang baik dengan Allah yang dipercayai dan disembah, dengan menjalin
persekutuan dengan Allah dan sekaligus menjalin persekutuan dengan sesama umat
yang percaya kepada Allah. Melalui ibadah Allah dipuji dan disembah, sekaligus
Firman-Nya didengar untuk dipedomani. Tetapi masih banyak lagi tuntutan yang
lain yang harus dilakukan dalam hidup ini sebagai refleksi dari hubungan yang
baik kepada Tuhan Allah, yaitu hubungan kepada sesama dan lingkungan hidup.
Maka tidak benar kalau ada yang mengatakan bahwa hubungannya kepada Allah sudah
baik hanya karena dia sudah rajin beribadah, rajin berdoa kepada Tuhan, tetapi
mengabaikan hubungan yang baik kepada sesama manusia dan lingkungan hidupnya.
Dalam
kekristenan memang diajarkan bahwa cara
untuk menghayati hidup keberagamaan nampak dalam usaha untuk menjalankan “tri
tugas panggilan” dari Tuhan, yakni hidup berkoinonia ( bersekutu), hidup bermarturia
( bersaksi akan imannya) dan hidup berdiakonia
( melakukan pelayanan kepada sesama manusia). Semuanya harus dilakukan dalam
satu kesatuan, tidak bisa dipisah-pisah, dan tidak satupun dari antaranya yang
dianggap lebih penting atau lebih diprioritaskan dari pada yang lain. Ibadah
yang merupakan bagian dari hidup berkoinonia menjalin persekutuan yang erat
dengan Allah dan sesama orang percaya. Dengan melakukan ibadah yang baik,
seseorang bisa akan semakin mengenal Allah, semakin mempercayainya, sekaligus
semakin merasakan kedekatan dengan sesama orang percaya khususnya dan sesama
manusia pada umumnya.
Hidup marturia
ditunjukkan dalam perilaku yang baik seperti perilaku yang diajarkan dan
ditunjukkan Jesus Kristus, yakni: rendah hati, penuh kasih, suka menolong,
jujur, hidup dalam kebenaran dan keadilan, memelihara kedamaian dan kerukunan
terhadap semua orang, tanpa ada rasa benci dan dendam. Itulah inti dari pengajaran
Yesus dan inti dari berita Injil itu. Melalui perilaku yang baik inilah Kristus
disaksikan atau diberitakan dalam hidupnya kepada sesama manusia. Sehingga
melalui perilaku yang baik itu, Yesus Kristus bisa dikenal dan bahkan juga
dipercaya orang lain dan diterima sebagai Juru Selamatnya.
Para sejarawan
telah mencatat, bahwa dalam sejarah kekristenan banyak orang yang tertarik
kepada kekristenan dan akhirnya menjadi pengikut Kristus hanya karena melihat
perilaku yang baik dari orang-orang Kristen itu. Misalnya ketika terjadi wabah
Antonine ( diduga campak atau cacar) di kekaisaran Romawi sekitar tahun 165-180
M, yang membunuh hampir seperempat penduduk kekaisaran pada waktu itu, ternyata
telah mendorong penyebaran kekristenan pada waktu itu. Ini disebabkan
kepedulian komunitas kristen yang memperhatikan orang-orang sakit dan
menawarkan pengajaran bahwa wabah yang terjadi bukanlah karena dewa-dewi yang
tiba-tiba mengamuk, melainkan produk dari kerusakan ciptaan Allah karena dosa
manusia yang memberontak kepada Allah yang mengasihi. Tentu hal sepertti itu
bisa juga dilakukan oleh orang-orang Kristen dewasa ini terutama ketika terjadi
pandemi covid-19, yang melanda seluruh dunia. Orang-orang Kristen selain mendoakan sesama manusia, tetapi juga perlu
menunjukkan keteladanan dalam bersikap menghadapi pandemi ini, dan juga
menolong orang-orang yang mengalami banyak kesusahan dan penderitaan karena pandemi itu.
Jadi orang-orang
kristen itu menyaksikan atau memberitakan Kristus tidak harus dengan menjadi
penginjil yang pergi berkeliling memberitakan Injil itu kepada orag-orang yang
belum menerima Injil itu, atau
menceritakan berbagai kejaiban yang dialami dalam hidupnya, tetapi terutama adalah
dengan menunjukkan perilaku yang baik dalam hidup mereka. Tidak semua orang kristen mempunyai
kemampuan untuk pergi memberitakan Injil itu ke tempat-tempat
yang belum terjangkau oleh berita injil itu. Ada yang terpanggil secara khusus
untuk tugas seperti itu oleh Tuhan. Tetapi orang yang terpanggil memberitakan
injil secara khusus harus didukung oleh setiap orang kristen melalui doa dan
dana yang dibutuhkan. Jadi menjadi saksi Kristus orang-orang Kristen bisa
melalui perilaku hidup yang sesuai dengan perilaku yang diajarkan dan
ditunjukkan oleh Yesus Kristus.
Kehidupan berdiakonia, dilakukan melalui berbagai
pelayanan yang bersifat sosial, mulai dari kehidupan bermasyarakat yang baik
kepada semua orang tanpa membedakan latar-belakang keagamaan dan kebangsaannya,
peduli dan mendukung usaha- usaha pendidikan yang membangun manusia
agar menjadi manusia yang bisa hidup
berguna dan mandiri, membangun segi-segi kesehatan manusia agar menjadi manusia
yang sehat, kuat dan berkualitas, serta membantu
orang-orang yang dalam kesusahan, yang miskin, yang sakit, yang kena bencana,
dll, tanpa membedakan agama atau latar belakang kesukuan atau kebangsaannya.
Semuanya ini didasari atas kasih kepada sesama manusia. Seperti sudah
disinggung sebelumnya, inti dari pengajaran Kristus adalah kasih. Tuhan Yesus
mengajarkan, kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, segenap jiwamu ,
dengan segenap kekuatanmu, dan sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Mengasihi Allah dan sesama harus dilakukan secara serempak, di mana kasih
kepada Allah itu nampak dari kasih kepada sesama manusia. . Karena itu dalam
penyerapan hidup kasih itu kepada umat Kristen mula-mula, rasul Yohannes
mengatakan adalah tidak benar apabila ada yang mengatakan bahwa dia percaya
kepada Allah dan mengasihi-Nya tetapi dia tidak mengasihi sesama manusia, malah
sering membencinya atau juga menyakiti dan membuat kesusahannya. Orang seperti
itu disebut adalah pendusta, pendusta kepada dirinya sendiri dan pendusta
kepada Allah. ( bd. 1 Yoh. 4: 20). (Pdt. Mangontang SM Panjaitan)