MENGHAYATI
DOA BAPA KAMI
Kita sering mengucapkan Doa Bapa Kami,
tetapi tidak menghayatinya. Lalu bagaimana kita menghayatinya?
Saya tidak dapat mengatakan kepada Allah: “Bapa”, jika saya
tidak berusaha keras setiap hari untuk hidup seperti anak-Nya.
Saya tidak dapat mengatakan: “kami”, jika saya hidup hanya untuk diri saya sendiri.
Saya tidab dapat mengatakan: “ yang ada di sorga”, jika saya
tidak percaya bahwa Bapa Surgawi itu adalah Tuhan atas segala sesuatu yang
mempunyai kuasa untuk mengabulkan doa dari anak-anak-Nya.
Saya tidak dapat mengatakan: “dikuduskanlah namaMu”, jika saya tidak berusaha supaya nama-Nya
senantiasa kudus dalam kehidupan saya.
Saya tidak dapat mengatakan: “datanglah
KerajaanMu”, jika saya tidak memperlakukan Allah sebagai
Raja dalam kehidupan saya.
Saya tidak dapat mengatakan “jadilah
kehendakMu”, jika saya tidak membiarkan
kehendak-Nya terlakasana dalam hidup saya
dengan senantiasa patuh kepada FirmanNya.
Saya tidak dapat mengatakan: “di bumi
seperti di sorga”, jika saya tidak mau melayani Dia di sini dan sekarang.
Saya tidak dapat mengatakan: “berilah
kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya”, jika saya tidak jujur dan sering berusaha mencari
barang-barang keperluan saya dengan akal-akalan.
Saya tidak dapat mengatakan: “ampunilah
kesalahan kami”, jika saya masih
mengandung rasa dendam terhadap seseorang dan tidak mau berbuat baik kepada orang
yang berbuat salah kepada saya.
Saya tidak dapat mengatakan: “jangan
membawa kami ke dalam pencobaan”, jika
saya dengan sengaja masih mengikuti
langkah dan kemauan sendiri yang menyesatkan.
Saya tidak dapat mengatakan: “lepaskanlah
kami dari pada yang jahat”, jika saya
tidak mengenakan seluruh pakaian perlindungan dari Allah, yang melindungi saya
dari setiap kejahatan.
Saya tidak dapat mengatakan: “ karena engkau
yang punya kerajaan”, jika saya tidak
memberikan loyalitas dan kepatuhan yang sesungguhnya kepada Raja dari segala
raja itu.
Saya tidak dapat mengenakan kepadaNya: “yang punya kuasa”, jika saya takut akan apa yang dapat manusia
perbuat.
Saya tidak dapat menganggapNya “ yang
mulia”, jika saya mencari kemuliaan untuk diri saya sendiri.
Saya tidak dapat mengatakan: “sampai selamalamanya”, jika cakrawala hidup saya diikat sepenuhnya
oleh waktu yang terbatas.