Kamis, 19 September 2019

SEKILAS MENGENAI PESTA GOTILON

SEKILAS MENGENAI "PESTA GOTILON" ( HARI RAYA MENUAI )
                
                Peta “Gotilon” (Panen) telah menjadi salah satu tradisi di gereja HKBP atau barangkali di banyak gereja-gereja lain, yang dilakukan sekali setahun. Sejak awal  para missionar yang melakukan penginjilan di Tanah Batak dan menghasilkan  sebuah gereja yang kemudian diberi nama “ Huria Kristen Batak Protestan” (HKBP), telah menggiatkan pesta gotilon itu sebagai salah satu pesta gerejawi tahunan, yang dilakukan setelah selesai panen. Makna yang ditanamkan kepada orang-orang Kristen atau warga jemaat itu ialah untuk mensyukuri kepada Allah akan hasil panen yang diperoleh karena itu adalah bagian dari berkat Allah. Dalam pesta gotilon itu semua warga jemaat digiatkan untuk membahwa hasil dari tanamannya  terutama hasil dari sawah berupa beras atau padi,  dan juga ada yang membawa hasil dari bebun berupa buah-buahan sebagai persembahan kepada Tuhan. Biasanya itu dibawa oleh kaum ibu dalam “tandok” ( sumpit tradisonal Batak berbentuk lonjong yang dianyam dari pandan, yang khusus dipergunakan sebagai tempat beras atau padi bawaan dalam pesta adat atau budaya batak) Juga ada yang membawa berupa “lampet “ atau “sagusagu” ( berupa kueh tradisional batak yang terbuat dari tepung beras). Ini dimakan bersama oleh seluruh warga jemaat yang hadir setelah kebaktian minggu. Sedangkan beras atau padi itu disimpan dalam lumbung gereja atau diuangkan untuk keperluas kas gereja. Sedangkan kaum bapak dan “naposobulung” (muda-mudi) membawa persembahannya berupa uang yang dimasukkan dalam amplop.  Semua persembahan yang diberikan oleh warga jemaat itu  diperuntukkan untuk membantu dana keperluan gereja.  Tradisi ini terus dipertahankan oleh HKBP walaupun sudah berada di daerah perserakan, termaksuk di daerah perkotaan di mana warga jemaatnya tidak lagi hidup dari hasil pertanian. Walaupun tidak lagi hidup dari hasil pertanian, warga jemaat tetap dianggap mengalami “panen” yakni melalui berbagai lapangan pekerjaan yang ditekuni di berbagai tempat kedianan mereka. Dari hasil pekerjaan mereka itulah yang dibawa sebagai persembahan “gotilon” mereka melalui gereja.
  Dasar dari pelaksanaan “Pesta Goliton” itu adalah dari tradisi keagaamaan umat Israel yang diberitakan dalam Kitab Perjanjian Lama, yang kemudian dipadu dengan budaya Batak, yang juga mengenal ritual yang hampir sama, berupa pesta tahunan masyrakat Batak sehabis panen. Dalam umat Israel Pesta “Gotilon”  (Hari Raya menuai hasil) adalah suatu bentuk perayaan mengucapkan syukur dan terimakasih kepada Tuhan yang memberi berkat, anugerah berupa  hasil pertanian mereka. . Dalam Kitab Perjanjian Lama  kita melihat bahwa pada awalnya tradisi ini diaturkan kepada umat Israel yang mempunyai latar-belakang hidup sebagai petani, di mana pada  hari raya yang ditentukan mereka datang menghadap Tuhan untuk mempersembahkan hasil yang mereka kumpulkan dari hasil pertanian mereka. ( Kel. 23: 14-17). Ini adalah suatu kewajiban yang harus mereka lakukan, yang hasilnya dipergunakan untuk biaya keperluan pelayanan imam-imam dan kaum Lewi di Baith Allah. Tradisi ini kemudian juga diambil alih oleh orang-orang Kristen, termasuk gereja kita HKBP, walupun tidak semua lagi anggota jemaat itu hidup sebagai petani. Banyak anggota jemaat sudah hidup di perkotaan dengan berbagai bentuk pekerjaan dan penghasilan yang diberikan oleh Tuhan, seperti pegawai, pedagang, karyawan, pengusaha, dan lain-lain. Tetapi prinsipnya adalah bahwa makna pesta gotilon itu adalah suatu perayaan pengucapan syukur akan hasil pekerjaan yang telah dikumpulkan, melalui berbagai lapangan pekerjaan yang diberikan oleh Tuhan itu. Sehingga bagi umat kristiani sekarang ini makna pesta gotilon itu, adalah:
·         Memberi kesadaran bahwa begitu besar kasih karunia Tuhan yang memberi berkat kepada masing-masing orang, yang wajib disyukuri.
·         Memupuk  kesadaran saling membantu, saling tolong menolong, yang menerima banyak berkat menebar lebih banyak. (Gal. 6:2).
·         Memberi kesadaran  bahwa kelangsungan hidup gereja adalah tanggung-jawab bersama, sehingga dituntut peran masing-masing anggota jemaat sesuai dengan talenta atau berkat yang dirterima dari Tuhban, agar seluruh pelayanan dan program gereja itu bisa berjalan dengan baik.
Sebagaimana di aturkan bagi orang  Israel sebagai umat Tuhan, mereka menyampaikan persembahan syukur itu kepada Tuhan dengan bersukaria sambil membunyikan  Nafiri atau alat musik yang bisa membangkitkan sukacita, demikianlah pesta gotilon ini dilakukan oleh gereja dengan sukacita . Karena itu persembahan yang disampaikan juga harus disampaikan dengan sukacita dan sungguh-sungguh, tanpa menimbulkan rasa beban dan sungut-sungut, sebab seperti yang dikatakan oleh Firman Tuhan, Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. ( 2 Kor. 9: 7). Tidak diperkenankan membawa persembahan yang tidak sungguh-sungguh, karena persembahan yang tidak sungguh-sungguh baunya menjijikkan bagi Allah (Yes. 1: 13).  Karena itu untuk mengikuti perayaan-perayaan yang diaturkan oleh Tuhan, setiap orang harus mempersiapkan diri  (Ul. 14: 27-29).
                Perlu diingat bahwa mengikuti perayaan pengucapan syukur adalah merupakan keharusan bagi semua orang Kristen dengan perasaan senang. Setiap orang yang melakukan persiapan dengan sungguh-sungguh, akan diberkati oleh Tuhan di dalam segala pekerjaan dan usahanya. Karena itu perayaan ucapan syukur kepada Tuhan ini, kiranya dilakukan sebagai suatu kebiasaan hidup, sehingga membawa manfaat bagi yang melakukannya dan menumbuhkan kesadaran dalam dirinya  bahwa hidup ini semuanya adalah anugerah Tuhan. Umat Kristen baiklah juga mencamkan apa  yang dikatakan oleh Paulus ke jemaat Korintus: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga. Dan  orang yang menabur banyak akan menuai banyak juga. 2 Kor. 9: 6). (msm)
 ajiban yang harus mereka lakukan, yang hasilnya dipergunakan untuk biaya keperluan pelayanan imam-imam dan kaum Lewi di Baith Allah. Tradisi ini kemudian juga diambil alih oleh orang-orang Kristen, termasuk gereja kita HKBP, walupun tidak semua lagi anggota jemaat itu hidup sebagai petani. Banyak anggota jemaat sudah hidup di perkotaan dengan berbagai bentuk pekerjaan dan penghasilan yang diberikan oleh Tuhan, seperti pegawai, pedagang, karyawan, pengusaha, dan lain-lain. Tetapi prinsipnya adalah bahwa makna pesta gotilon itu adalah suatu perayaan pengucapan syukur akan hasil pekerjaan yang telah dikumpulkan, melalui berbagai lapangan pekerjaan yang diberikan oleh Tuhan itu. Sehingga bagi umat kristiani sekarang ini makna pesta gotilon itu, adalah:
·         Memberi kesadaran bahwa begitu besar kasih karunia Tuhan yang memberi berkat kepada masing-masing orang, yang wajib disyukuri.
·         Memupuk  kesadaran saling membantu, saling tolong menolong, yang menerima banyak berkat menebar lebih banyak. (Gal. 6:2).
·         Memberi kesadaran  bahwa kelangsungan hidup gereja adalah tanggung-jawab bersama, sehingga dituntut peran masing-masing anggota jemaat sesuai dengan talenta atau berkat yang dirterima dari Tuhan, agar seluruh pelayanan dan program gereja itu bisa berjalan dengan baik.
Sebagaimana di aturkan bagi orang  Israel sebagai umat Tuhan, mereka menyampaikan persembahan syukur itu kepada Tuhan dengan bersukaria sambil membunyikan  Nafiri atau alat musik yang bisa membangkitkan sukacita, demikianlah pesta gotilon ini dilakukan oleh gereja dengan sukacita . Karena itu persembahan yang disampaikan juga harus disampaikan dengan sukacita dan sungguh-sungguh, tanpa menimbulkan rasa beban dan sungut-sungut, sebab seperti yang dikatakan oleh Firman Tuhan, Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. ( 2 Kor. 9: 7). Tidak diperkenankan membawa persembahan yang tidak sungguh-sungguh, karena persembahan yang tidak sungguh-sungguh baunya menjijikkan bagi Allah (Yes. 1: 13).  Karena itu untuk mengikuti perayaan-perayaan yang diaturkan oleh Tuhan, setiap orang harus mempersiapkan diri  (Ul. 14: 27-29).
                Perlu diingat bahwa mengikuti perayaan pengucapan syukur adalah merupakan keharusan bagi semua orang Kristen dengan perasaan senang. Setiap orang yang melakukan persiapan dengan sungguh-sungguh, akan diberkati oleh Tuhan di dalam segala pekerjaan dan usahanya. Karena itu perayaan ucapan syukur kepada Tuhan ini, kiranya dilakukan sebagai suatu kebiasaan hidup, sehingga membawa manfaat bagi yang melakukannya dan menumbuhkan kesadaran dalam dirinya  bahwa hidup ini semuanya adalah anugerah Tuhan. Umat Kristen baiklah juga mencamkan apa  yang dikatakan oleh Paulus ke jemaat Korintus: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga. Dan  orang yang menabur banyak akan menuai banyak juga. 2 Kor. 9: 6). (msm)


Senin, 02 September 2019

DOA PERSEMBAHAN DI AGENDA KEBAKTIAN HKBP

Doa persembahan di Agenda Kebaktian HKBP Bahasa Indonesia

Kalau kita benar-benar memperhatikan Doa Persembahan (Tangiang Pelean) dalam Agenda HKBP bahasa Batak, ada yang tidak tepat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, sehingga maknanya menjadi berbeda sekali secara teologis. Hal ini sudah lama saya pergumulkan, dan sudah pernah mendapat pembahasan dalam Rapat Pendeta, sebagai rapat yang khusus dalam HKBP membicarakan masalah teologi, liturgi, tata disiplin dan tata gereja. Sudah ada juga usul pada waktu itu kepada Komisi Liturgi HKBP supaya terjemahan yang tidak tepat itu diperbaiki. Tetapi karena sampai sekarang belum ada diterbitkan revisi dan perbaikan Agenda yang memuat Tata Ibadah ( Liturgi) HKBP, sehingga usul seperti itu nampaknya belum tertampung. Satu kalimat dari Doa Persembahan itu yang bahasa Batak  berbeda makna dengan   Bahasa Indoensia, adalah  alinea kedua. Dalam bahasa Batak disebut “Hupasahat hami ma sian na nilehonMi tu hami, peleannami tu HO”. Ini berbeda maknanya dengan terjemahan bahasa Indonesianya yang mengatakan: “Sebahagian dari pada karunia itu, kami serahkan kembali sebagai persembahan kepada Tuhan”. Yang membuat berbeda adalah kata “sebahagian”. Secara teologis kita pahami bahwa , kita tidak mempersembahkan “sebahagian” dari karunia yang kita peroleh itu kepada Tuhan, tetapi keseluruhan. Jadi kalau dikatakan “sebahagian”, seolah-yang kita persembahkan hanya yang kita masukkan dalam kantong persembahan itu. Pada hal masih banyak persembahan yang lain yang kita sampaikan kepada Tuhan melalui “Huria” dalam satu minggu itu, seperti persembahan ucapan syukur, persembahan bulanan atau tahunan, persembahan ibadah-ibadah lain, dukungan untuk dana pembangunan atau-atau kegiatan-kegiatan khusus, dll. yang tentu ikut kita doakan dalam doa persembahan minggu tersebut. Pernah ada pimpinan gereja mengatakan bahwa doa persembahan kebaktian minggu tersebut, itulah juga saatnya mendoakan semua persembahan yang kita sampaikan kepada Tuhan, bukan hanya yang dipersembahkan melalui kantong persembahan tersebut. Lagi pula seperti nyanyian yang tertulis dalam Buku Ende HKBP no. 204: 2, yang dinyanyikan oleh jemaat sebagai respons terhadap doa persembahan itu, kata “sebahagian” dalam terjemahan bahasa Indonesia itu tidak sesuai. Nyanyian no. 204: 2  itu, dalam bahasa Batak  berbunyi: “Nasa na nilehonMi Tondi ro di pamatangku; hosa dohot gogongki,  ro di saluhut artangku. Hupasahat i tu Ho Na so unsatonku do”.. Ini mempunyai makna bahwa seluruh hidup dan harta kita, yang adalah karunia Tuhan, kita persembahakan kepada Tuhan. Dalam  terjemahan bahasa Indonseiapun, syair nyanyian itu juga mempunyai makna seperti itu: “Tuhan, karuniaMu, roh dan jiwaku semua. Nyawa juga hidupku, harta milikku semua. Kuserahkan padaMu, untuk selama-lamanya”.

Mungkin tidak banyak yang memperhatikan hal tersebut, dan mungkin itu hanya dianggap sepele saja,  yang tidak perlu dipersoalkan. Tetapi bagi saya hal tersebut sudah lama sangat mengganggu sekali. Bagi kita doa bukan hanya sekedar rumusan kata-kata saja. Kata-kata doa juga bisa membantu kita untuk memahami dan menghayati dengan benar  perlakuan kita kepada Allah. Karena itu supaya orang-orang percaya atau anggota jemaat tidak salah memahami makna dari persembahan, maka terjemahan dari Doa persembahan yang tersebut di atas perlu mendapat perhatian dari para pelayan yang memimpin tata ibadah HKBP pada  umumnya dan Komisi Liturgi HKBP pada khususnya. Tuhan memberkati kita semua. (Pdt  MSM Panjaitan, MTh – pendeta emeritus ).