SEKILAS MENGENAI "PESTA GOTILON" ( HARI RAYA MENUAI )
Peta “Gotilon”
(Panen) telah menjadi salah satu tradisi di gereja HKBP atau barangkali di
banyak gereja-gereja lain, yang dilakukan sekali setahun. Sejak awal para missionar yang melakukan penginjilan di
Tanah Batak dan menghasilkan sebuah
gereja yang kemudian diberi nama “ Huria Kristen Batak Protestan” (HKBP), telah
menggiatkan pesta gotilon itu sebagai salah satu pesta gerejawi tahunan, yang
dilakukan setelah selesai panen. Makna yang ditanamkan kepada orang-orang
Kristen atau warga jemaat itu ialah untuk mensyukuri kepada Allah akan hasil
panen yang diperoleh karena itu adalah bagian dari berkat Allah. Dalam pesta
gotilon itu semua warga jemaat digiatkan untuk membahwa hasil dari tanamannya terutama hasil dari sawah berupa beras atau
padi, dan juga ada yang membawa hasil
dari bebun berupa buah-buahan sebagai persembahan kepada Tuhan. Biasanya itu
dibawa oleh kaum ibu dalam “tandok” ( sumpit tradisonal Batak berbentuk lonjong
yang dianyam dari pandan, yang khusus dipergunakan sebagai tempat beras atau
padi bawaan dalam pesta adat atau budaya batak) Juga ada yang membawa berupa
“lampet “ atau “sagusagu” ( berupa kueh tradisional batak yang terbuat dari
tepung beras). Ini dimakan bersama oleh seluruh warga jemaat yang hadir setelah
kebaktian minggu. Sedangkan beras atau padi itu disimpan dalam lumbung gereja
atau diuangkan untuk keperluas kas gereja. Sedangkan kaum bapak dan
“naposobulung” (muda-mudi) membawa persembahannya berupa uang yang dimasukkan
dalam amplop. Semua persembahan yang
diberikan oleh warga jemaat itu
diperuntukkan untuk membantu dana keperluan gereja. Tradisi ini terus dipertahankan oleh HKBP
walaupun sudah berada di daerah perserakan, termaksuk di daerah perkotaan di mana
warga jemaatnya tidak lagi hidup dari hasil pertanian. Walaupun tidak lagi
hidup dari hasil pertanian, warga jemaat tetap dianggap mengalami “panen” yakni
melalui berbagai lapangan pekerjaan yang ditekuni di berbagai tempat kedianan
mereka. Dari hasil pekerjaan mereka itulah yang dibawa sebagai persembahan
“gotilon” mereka melalui gereja.
Dasar dari pelaksanaan “Pesta Goliton”
itu adalah dari tradisi keagaamaan umat Israel yang diberitakan dalam Kitab
Perjanjian Lama, yang kemudian dipadu dengan budaya Batak, yang juga mengenal
ritual yang hampir sama, berupa pesta tahunan masyrakat Batak sehabis panen.
Dalam umat Israel Pesta “Gotilon” (Hari Raya menuai
hasil) adalah suatu bentuk perayaan mengucapkan syukur dan terimakasih kepada
Tuhan yang memberi berkat, anugerah berupa
hasil pertanian mereka. . Dalam Kitab Perjanjian Lama
kita melihat bahwa pada awalnya tradisi ini diaturkan kepada umat Israel
yang mempunyai latar-belakang hidup sebagai petani, di mana pada hari raya yang ditentukan mereka datang
menghadap Tuhan untuk mempersembahkan hasil yang mereka kumpulkan dari hasil
pertanian mereka. ( Kel. 23: 14-17). Ini adalah suatu kewajiban yang harus
mereka lakukan, yang hasilnya dipergunakan untuk biaya keperluan pelayanan
imam-imam dan kaum Lewi
di Baith Allah. Tradisi ini kemudian juga diambil alih oleh orang-orang
Kristen, termasuk gereja kita HKBP, walupun tidak semua lagi anggota jemaat itu
hidup sebagai petani. Banyak anggota jemaat sudah hidup di perkotaan dengan
berbagai bentuk pekerjaan dan penghasilan yang diberikan oleh Tuhan, seperti
pegawai, pedagang, karyawan, pengusaha, dan lain-lain. Tetapi prinsipnya adalah
bahwa makna pesta gotilon itu adalah suatu perayaan pengucapan syukur akan
hasil pekerjaan yang telah dikumpulkan, melalui berbagai lapangan pekerjaan
yang diberikan oleh Tuhan itu. Sehingga bagi umat kristiani sekarang ini makna pesta
gotilon itu, adalah:
·
Memberi kesadaran bahwa begitu besar kasih karunia Tuhan yang
memberi berkat kepada masing-masing orang, yang wajib disyukuri.
·
Memupuk kesadaran
saling membantu, saling tolong menolong, yang menerima banyak berkat menebar
lebih banyak. (Gal. 6:2).
·
Memberi kesadaran
bahwa kelangsungan hidup gereja adalah tanggung-jawab bersama, sehingga
dituntut peran masing-masing anggota jemaat sesuai dengan talenta atau berkat
yang dirterima dari Tuhban, agar seluruh pelayanan dan program gereja itu bisa
berjalan dengan baik.
Sebagaimana di aturkan bagi orang Israel sebagai umat Tuhan, mereka menyampaikan
persembahan syukur itu kepada Tuhan dengan bersukaria sambil membunyikan Nafiri atau alat musik yang bisa
membangkitkan sukacita, demikianlah pesta gotilon ini dilakukan oleh gereja dengan sukacita . Karena
itu persembahan yang disampaikan juga harus disampaikan dengan sukacita dan
sungguh-sungguh, tanpa menimbulkan rasa beban dan sungut-sungut, sebab seperti yang
dikatakan oleh Firman Tuhan, Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. ( 2 Kor.
9: 7). Tidak diperkenankan membawa persembahan yang tidak sungguh-sungguh,
karena persembahan yang tidak sungguh-sungguh baunya menjijikkan bagi Allah
(Yes. 1: 13). Karena itu untuk mengikuti
perayaan-perayaan yang diaturkan oleh Tuhan, setiap orang harus mempersiapkan
diri (Ul. 14: 27-29).
Perlu
diingat bahwa mengikuti perayaan pengucapan syukur adalah merupakan keharusan
bagi semua orang Kristen dengan perasaan senang. Setiap orang yang melakukan
persiapan dengan sungguh-sungguh, akan diberkati oleh Tuhan di dalam segala
pekerjaan dan usahanya. Karena itu perayaan ucapan syukur kepada Tuhan ini, kiranya
dilakukan sebagai
suatu kebiasaan hidup, sehingga membawa manfaat bagi yang
melakukannya
dan menumbuhkan kesadaran dalam dirinya bahwa hidup ini semuanya adalah anugerah
Tuhan. Umat Kristen baiklah juga mencamkan
apa
yang dikatakan oleh Paulus ke jemaat Korintus:
“Orang yang menabur
sedikit, akan menuai sedikit juga. Dan
orang yang menabur banyak akan menuai banyak juga”. 2 Kor. 9: 6). (msm)
ajiban yang harus
mereka lakukan, yang hasilnya dipergunakan untuk biaya keperluan pelayanan
imam-imam dan kaum Lewi
di Baith Allah. Tradisi ini kemudian juga diambil alih oleh orang-orang
Kristen, termasuk gereja kita HKBP, walupun tidak semua lagi anggota jemaat itu
hidup sebagai petani. Banyak anggota jemaat sudah hidup di perkotaan dengan
berbagai bentuk pekerjaan dan penghasilan yang diberikan oleh Tuhan, seperti
pegawai, pedagang, karyawan, pengusaha, dan lain-lain. Tetapi prinsipnya adalah
bahwa makna pesta gotilon itu adalah suatu perayaan pengucapan syukur akan
hasil pekerjaan yang telah dikumpulkan, melalui berbagai lapangan pekerjaan
yang diberikan oleh Tuhan itu. Sehingga bagi umat kristiani sekarang ini makna pesta
gotilon itu, adalah:
·
Memberi kesadaran bahwa begitu besar kasih karunia Tuhan yang
memberi berkat kepada masing-masing orang, yang wajib disyukuri.
·
Memupuk kesadaran
saling membantu, saling tolong menolong, yang menerima banyak berkat menebar
lebih banyak. (Gal. 6:2).
·
Memberi kesadaran
bahwa kelangsungan hidup gereja adalah tanggung-jawab bersama, sehingga
dituntut peran masing-masing anggota jemaat sesuai dengan talenta atau berkat
yang dirterima dari Tuhan, agar seluruh pelayanan dan program gereja itu bisa
berjalan dengan baik.
Sebagaimana di aturkan bagi orang Israel sebagai umat Tuhan, mereka menyampaikan
persembahan syukur itu kepada Tuhan dengan bersukaria sambil membunyikan Nafiri atau alat musik yang bisa
membangkitkan sukacita, demikianlah pesta gotilon ini dilakukan oleh gereja dengan sukacita . Karena
itu persembahan yang disampaikan juga harus disampaikan dengan sukacita dan
sungguh-sungguh, tanpa menimbulkan rasa beban dan sungut-sungut, sebab seperti yang
dikatakan oleh Firman Tuhan, Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. ( 2 Kor.
9: 7). Tidak diperkenankan membawa persembahan yang tidak sungguh-sungguh,
karena persembahan yang tidak sungguh-sungguh baunya menjijikkan bagi Allah
(Yes. 1: 13). Karena itu untuk mengikuti
perayaan-perayaan yang diaturkan oleh Tuhan, setiap orang harus mempersiapkan
diri (Ul. 14: 27-29).
Perlu
diingat bahwa mengikuti perayaan pengucapan syukur adalah merupakan keharusan
bagi semua orang Kristen dengan perasaan senang. Setiap orang yang melakukan
persiapan dengan sungguh-sungguh, akan diberkati oleh Tuhan di dalam segala
pekerjaan dan usahanya. Karena itu perayaan ucapan syukur kepada Tuhan ini, kiranya
dilakukan sebagai
suatu kebiasaan hidup, sehingga membawa manfaat bagi yang
melakukannya
dan menumbuhkan kesadaran dalam dirinya bahwa hidup ini semuanya adalah anugerah
Tuhan. Umat Kristen baiklah juga mencamkan
apa
yang dikatakan oleh Paulus ke jemaat Korintus:
“Orang yang menabur
sedikit, akan menuai sedikit juga. Dan
orang yang menabur banyak akan menuai banyak juga”. 2 Kor. 9: 6). (msm)