Jumat, 08 Oktober 2021

DIRGAHAYU 160 TAHUN HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP)

 

DIRGAHAYU  160 TAHUN  HURIA KRISTEN BATAK PROTESTAN (HKBP)

 

Walaupun ada yang mempersoalkan di kemudian hari, HKBP semasa dalam kepemimpinan Rheinische Missionsgesellschaft (RMG) atau Zending Barmen telah menetapkan hari lahirnya pada 7 Oktober 1861 yang hari ini genap 160 tahun. Ketika itu empat orang missionar dalam naungan badan zending RMG  memulai usaha penginjilannya di Tanah Batak dengan mengadakan Rapat Kerja di Sipirok untuk membicarakan strategi penginjilan yang akan mereka lakukan di Tanah Batak. Keempat orang itu adalah Heine yang langsung diutus RMG dari Jerman, Klammer , adalah seorang penginjil RMG yang meninggalkan Kalimantan karena serangan Perang Hidayat tahun 1859,  Betz dan Klammer, dua orang Belanda yang telah bekerja sebelumnya di Tanah Batak sebagai penginjil dari Zending Jemaat Ermelo Belanda. Ke dua orang itu dengan rela bergabung dengan RMG demi memajukan penginjilan di Tanah Batak. Banyak orang Batak melihat bahwa huruf pertama dari nama keempat pendeta ini( Heine, Klammer, Betz, V(P)an Aseelt), nama gerejanya kelak  yakni HKBP dinubuatkan, walaupun itu sebenarnya hanya kebetulan saja.

Di kemudian hari ada yang mempersoalkan penetapan hari lahir HKBP pada 7 Oktober 1861 karena dianggap kurang tepat secara teologis, di mana sebelumnya  yakni 31 Maret 1861 telah ada dua orang Batak yang dibabptis oleh Van Asselt  menjadi Kristen yaitu  Yakobus Tampubolon dan Simon Siregar. Memang  ada berbagai cara gereja-gereja di Indonesia menetapkan hari lahirnya, ada  berdasarkan hari kedatangan misionar pertama di negeri itu, ada berdasarkan penetapan  gereja itu sebagai gereja yang berdiri sendiri, dan ada yang berdasarkan  hari pembatisan pertama atas penduduk daerah yang diinjili itu. Banyak orang berpendapat cara inilah yang paling tepat, karena dengan pembabtisan yang pertama itulah telah lahir sebuah gereja hasil dari penginjilan itu. Tetapi ini sebenarnya tidak perlu lagi dipersoalkan, karena HKBP dengan merayakan hari lahirnya pada 7 Oktober itu, tidak pernah juga melupakan untuk menyukuri pembaptisan yang pertama itu. Kebetulan missionar yang membaptiskan orang Batak pertama itu, yakni Van Asselt ikut juga bergabung dengan RMG, dan ikut dalam rapat 7 Oktber 1861 di Sipirok itu.

            Penginjilan yang dilakukan oleh RMG di Tanah Batak, termasuk penginjilan yang paling berhasil di Indonesia, karena hampir semua suku  Batak yang berdiam di bagian Utara Tanah Batak, termasuk daerah Simalungun, dan Dairi telah menganut Agama Kristen. Orang Batak yang berada di bagian Selatan, yakni Mandailing dan Angkola, jauh sebelum datangnya penginilan di Tanah Batak, sebagian besar telah menganut Agama Islam melalui usaha missi Islam dari daerah Minangkabau, mulai pada masa Perang Paderi awal abad 19.

            Walaupun sebenarnya banyak missionar yang diutus oleh RMG bekerja di Tanah Batak dan menghasilkan HKBP, tetapi sering orang mengertikan bahwa penginjilan IL. Nommensenlah yang menghasilkan HKBP itu. Nama Nommensenlah yang lebih diingat, bahkan sering disebut sebagai pendiri HKBP sedangkan missionar yang lain, walaupun sangat berperanan, hampir dilupakan. Pemahaman seperti itu kurang tepat, karena Nommensen  sendiri baru mulai bekerja di Tanah Batak, khususnya di daerah Silindung Tapanuli Utara, tahun 1864. Sebelum itu sudah berdiri beberapa Jemaat Kristen Batak  di daerah Angkola, dan di daerah Pahae. Nama Nommensen mungkin lebih dikenal, karena dia lah yang paling lama mengabdikan diri di tengah-tengah orang Batak, hingga dia meningal di Tanah Batak tahun 1918, sesuai dengan janjinya  kepada Allah dalam doanya di gunung Siatas Barita tahun 1863, ketika dia datang dari Sipirok pada waktu itu untuk meninjau daerah Silindung yang direncanakan akan diinjili. Tempat berdoanya itu di gunung Siatas Barita Silindung telah diabadikan oleh warga HKBP dengan membangun sebuah monumen yang kemudian dinamai Salib Kasih.  Memang karena melihat pengabdiannya yang sungguh-sungguh itulah maka Direktur Zending Barmen terus mempercayakan dia sebagai koordinator dan pengawas dari pekerjaan zending yang digiatkan oleh RMG di Tanah Batak, dan sejak tahun 1881 ditetapkan sebagai ephorus pertama untuk pekerjaan zending itu sekaligus untuk seluruh jemaat-jemaat Kristen Batak hasil penginjilan RMG itu.

Perkembangan HKBP dari segi jumlah anggota jemaatnya, termasuk cepat. Dalam masa sepuluh tahun (1871)jumlah orang Batak yang menjadi Kristen sebanyak, 1.250 orang, dalam masa 20 tahun (1881), 5.188 orang , dalam masa tiga puluh tahun (1891), 21.779 orang , dalam masa empat puluh tahun (1901), 47.784 orang , dan dalam masa 50 tahun ( 1911), 103.528 orang , yang sudah mulai tersebar di luar Tanah Batak, yakni di daerah Sumatera Utara, sampai ke Jawa.  Sekarang ini  dalam usia 160 tahun anggota jemaat HKBP diperkirakan sudah mencapai lebih dari empat juta orang (sampai sekarang belum ada perhitungan yang pasti), yang tersebar di dalam dan di luar negeri. Dari padanya sudah ada beberapa kali perpecahan (dengan tidak baik-baik), yakni  mulai dari HKI di Pematangsiantar tahun 1927, Gereja Mission Batak di Medan tahun 1927, Gereja Punguan Kristen Batak di Jakarta tahun 1927, Gereja Kristen Prostestan Indonesia tahun 1964 di Pematangsiantar, Gereja Kristen Lutheran Indonesia tahun 1964 di Tarutung, Gereja Kristen Persekutuan 1974 di Medan,  dan pemisahan secara baik-baik (manjae), yakni Gereja Kisten Prostestan Simalungun 1963, Gereja Kristen Prostestan Angkola (1974),  Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi  (1976).  Sekarang ini HKBP terdiri dari 3336 Jemaat (Huria), 107 parmingguan, 188 pos pelayanan, 8 persiapan Jemaat (Huria), 777 ressort, 15 persiapan ressort, 32 distrik, 1 persiapan distrik, di tambah dengan Jemaat-jemat yang ada di Amerika Serikat dan Daerah-daerah Zending. Semuanya dilayani oleh pelayan tahbisan (partohonan) pendeta, Guru Huria, Bibebvrow, Diakones, dan Evangelis, yang semuanya sudah hampir 3000 orang. Dan masih banyak lagi calon-calon pelayan tahbisan yang sekarang masih sedang menjalani masa pelatihan.

 

Kita doakan HKBP semakin maju dalam berbagai pelayanan yang digiatkan melalui Tri Tugas Panggilan Gereja ( Koinonia, Marturia dan Diakonia), di dalam kepemimpinan Ephorus yang sekarang Pdt Dr, Robinson Butarbutar, bekerja-sama dengan empat unsur pimpnan yang lain yakni Sekretaris Jenderal ( Pdt Dr. Victor Tinambunan), Kepala Departemen Koinonia  (Pdt Dr. Deonal Sinaga),  Kepala Departemen Marturia: mungkin akan segera diisi setelah Pdt Kardi Simanjuntak, STh, MMin, meninggal beberapa waktu yang lalu, dan Kadep Diakonia Pdt Debora Sinaga, MTh.  Kita doakan juga agar Ketua Rapat Pendeta yang baru pengganti Pdt Dr. Robinson Butarbutar, akan diperoleh dalam rapat pendeta yang direncanakan diadakan bulan Oktober ini, yang bisa  memberi motivasi bagi semua pendeta untuk sungguh-sungguh mengabdikan diri sepenuhnya dalam pelayanan di HKBP dan memperteguh persaudaraan para pendeta dalam tugas pelayanan itu.  Selamat Ulang Tahun ke  160 HKBP (Pdt MSM.Panjaitan).

Kamis, 07 Oktober 2021

GEREJA "SAMPAH" DI KAIRO MESIR

Gereja   “Sampah” di Kairo Mesir.

Salah satu gereja Orthodoks  Koptik di Kairo Mesir, yang banyak  dikunjungi  para wisatawan Kristen, dalam rangka kunjungan obyek wisata Kristen di daerah Mesir,  gunung Sinai sampai ke Yerusalem  ialah  Gereja  “Sampah”. Nama ini  sebenarnya tidak layak dikenakan kepada sebuah gereja. Tetapi orang-orang yang datang ke sana sering menyebut demikian, karena gereja itu terletak di sebuah bukit batu, di mana jalan menuju ke tempat itu,  terdapat  tempat penimbunan sampah dari seluruh kota Kairo. Hampir semua penduduk di sekitar lokasi itu yang berjumlah sekitar 50 ribu jiwa bekerja sebagai pemulung sampah. Mereka dilokaliser oleh pemerintah di tempat itu di mana  perumahan mereka juga disediakan oleh pemerintah kota Kairo. Gereja itu merupakan sebuah gua yang sangat besar di kaki sebuah bukit batu, sehingga gereja itu beratapkan batu gua itu juga. Tempat duduknya  juga dibentuk dari batu yang ada di gua itu, yang disusun seperti tribun, dan bisa menampung  10.000 orang pengunjung. Altar dan podiumnya juga terbuat dari batu, yang semuanya menyatu dengan gua tersebut.  Dinding gua itu penuh dengan gambar-gambar ukiran atau pahatan, yang merupakan   symbol-simbol kekristenan dan juga ayat-ayat Alkitab yang ditulis dalam bahasa dan tulisan Arab. Anggota gereja itu pada umumnya adalah para pemulung sampah yang berdiam di sekitar tempat itu, yang pada umumnya mereka tertarik menjadi Kristen melalui hasil pelayanan   dari gereja tersebut. Setiap hari Minggu gereja itu dipenuhi oleh pengunjung dan anggota Jemaat setempat untuk mengikuti kebaktian  minggu.

Gereja ini mempunyai sejarah yang sangat unik sekali, yang diyakini oleh warga gereja itu sampai sekarang.  Nama sebenarnya dari gereja itu adalah Gereja Samaan El-Kharas. Nama yang  sangat dikaitkan dengan sejarah berdirinya gereja ini ialah Simon The Tanner (Simon penyamak kulit). Ia adalah seorang rabi (guru) di gereja Orthodoks Koptik Kairo pada masa pemerintahan Muslim di Kairo yakni Khalifah Al-Muizz Li-Deenllah yang berkuasa dari tahun 953-975 M. Pada waktu itu Patriakh (Pemimpin) gereja Orthodoks Koptik adalah Abraham Suriah. Abraham ditantang oleh penguasa Muslim itu untuk membuktikan kebenaran dari perkataan Yesus yang tertulis dalam Injil Mat. 17:20, yang mengatakan: “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebiji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: pindahlah dari tempat ini ke sana – maka gunung itu akan pindah dan takkan ada yang mustahil bagimu”. Dalam masa tenggang waktu yang  diberi selama tiga hari untuk pembuktian ayat tersebut, maka Abraham  mengumpulkan sekelompok biarawan, imam dan tua-tua untuk bersamanya selama tiga hari tinggal di gereja mengadakan doa penebusan dosa. Pada pagi hari ketiga, saat Abraham berdoa di gereja Perawan Suci Al-Muallaqa (Gereja Gantung)  yang ada di kota Kairo, ia melihat  Sang Perawan Suci dan  menyuruhnya pergi ke pasar besar dan berkata: “Engkau akan menemukan seorang pria bermata satu dan ia membawa sebuah botol besar penuh dengan air. Engkau harus memintanya untuk menyelesaikan apa yang dituntut dari padamu, karena di tangannya keajaiban akan terwujud”. Segera setelah mendengar perkataan Perawan Suci itu maka Abrahampun pergi  dan bertemu dengan pria itu. Pria yang dimaksud ialah Sint Simon The Tanner (Simon penyamak kulit), yang satu matanya telah tercungkil sesuai dengan perkataan Yesus dalam Mat. 5: 29 (Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka). Pada waktu itu kebanyakan orang-orang Kristen Koptik di Mesir adalah pengrajin, termasuk Simon yang bekerja di salah satu usaha kerajinan penyamakan kulit (pembuatan sepatu) yang ada di Babel (Kairo Lama). Kerajinan tersebut masih di kenal di sana sampai sekarang.

Setelah menceriterakan maksud dan tujuannya, maka Simon mengatakan kepada Abraham untuk pergi dengan para imam dan semua umatnya ke gunung Muquattam, juga bersama dengan dia yang meminta Abraham untuk membuktikan ayat Alkitab (Mat. 17: 20) itu. Simeon juga meminta Abraham untuk menangis dan berdoa mengucapkan kalimat: “Ya, Tuhan, kasihanilah kami”, sebanyak tiga kali, serta membuat tanda salib di atas gunung  tersebut. Abraham mengikuti semua apa yang dimintakan oleh Simon dan “Bukit Muquattam pun terangkat dan bergeser sejauh tiga km, karena terjadinya gempa bumi yang sangat dahsyat”. Setelah mujizat dilakukan segeralah Abraham teringat akan Simon dan ketika Abraham mencarinya, Simon The Tanner telah menghilang dan tak seorang pun bisa menemukannya. Kemudian selama tahun 1989 – 1991, para pendeta gereja  Koptik dan para archeolog mencari peninggalan dari Simon Penyamak Kulit itu dan kerangkanya ditemukan di Gereja Sint Maria (Gereja Gantung) yang ada di kota Kairo, pada tanggal 4 Agustus 1991, tepat satu meter di bawah tanah permukaan gereja. Dalam gereja di mana kerangka Sint Simon ditemukan juga ditemukan sebuah lukisan yang menggambarkan Patriakh Koptik Abraham dan seorang lainnya yang berkepala botak membawa dua botol air untuk menyamak kulit. Sosok tersebut kemungkinan besar adalah Sint Simon The Tanner karena dia dikenal sebagai pembawah wadah air untuk masyarakat miskin. Wadah air juga ditemukan di bawah tanah gereja itu di mana tertera tanggalnya yang sudah lebih dari seribu tahun dan diyakini sebagai wadah air tanah liat yang digunakan oleh Simon The Tanner untuk membawa air bagi masyarakat miskin. Wadah itu sekarang ini disimpan di Gereja Sint Simon di bukit Muquattam yang sekarang ini  sering disebut sebagai “Gereja Sampah”.   (Pdt. M.S.M.Panjaitan, MTh, Pendeta HKBP Emeritus)

DSC06873

 

 

 

 

DSC06874

Tempat duduk pengunjung gereja  yang terbuat dari batu.

 

 

 

Gereja Sampah di mesir

Gereja tampak dari depan