Senin, 21 Desember 2020

HISTORIOGRAFI: PENDEKATAN-PENDEKATAN DAN METODE-METODE PENULISAN SEJARAH GEREJA

 

HISTORIOGRAFI:

PENDEKATAN-PENDEKATAN DAN METODE-METODE PENULISAN SEJARAH GEREJA

 

 

                Dari sudut etimologinya, perkataan “historiografi” berasal dari dua perkataan Yunani, yakni “historia” dan “grafe”. Historia berarti sejarah dan grafe berarti tulisan.  Jadi historiografe berarti tulisan sejarah atau penulisan sejarah. Sejarah sebaiknya memang harus dituliskan, agar bisa dipelajari dengan baik oleh setiap orang terus-menerus. Tetapi bagaimana caranya menuliskan sejarah itu agar benar-benar mengandung suatu makna dan faedah bagi setiap orang yang berminat untuk mempelajarinya, membutuhkan cara-cara pendekatan dan metode-metode yang tepat. Tetapi di dalam usaha untuk mencari cara-cara pendekatan dan metode-metode penulisan tersebut, penulis sejarah harus memahami lebih dahulu apa itu sejarah, hal-hal apa yang harus dituliskan dalam sejarah, barulah dicari langkah-langkah selanjutnya bagaimana untuk menyelesaikan penulisan itu.

                Seorang yang ahli di bidang pengetahuan dan penulisan sejarah disebut sejarawan. Tetapi untuk bisa menjadi sejarawan, seseorang akan menempuh proses perjalanan yang sulit dan perjuangan yang berat. Sejarawan juga mempunyai tanggung-jawab yang berat. Seorang sejarawan Kristen bernama McIntire pernah berkata, bahwa sejarawan itu harus sanggup menggali, mengumpulkan, menilai, menganalisa serta menyusun bahan-bahan sejarah yag ada menjadi satu tulisan sejarah yang bernilai, dan sekaligus juga harus sanggup untuk mengajarkannya.(1)  

                Namun walaupun disadari bahwa untuk menjadi seorangsejarawan itu berat, itu bukan alasan untuk tidak berusaha untuk memperolehnya. Ada semboyan mengatakan: “Tidak ada gunung yang tidak bisa didaki dan tidak ada lembah yang tidak bisa diseberangi”. Kalau pada diri seseorang ada ketekunan, ketabahan dan semangat untuk bisa berhasil. Sejalan dengan itu Tuhan Yesus pernah berkata: “...Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, -- maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu”. (Matius 17: 20).  Firman Tuhan Yesus itu, akan selalu bisa dijadikan pegangan untuk mengharapkan sukses dalam segala pekerjaan. Khusus dalam mempelajari seluk-beluk sejarah gereja, kalaupun itu termasuk suatu pekerjaan yang sulit, apabila berpegang kepada Firman itu, pasti akan bisa berhasil, walaupun menjadi sejarawan bukan menjadi tujuan. Namun bagi seorang pendeta yang telah mengabdikan diri dalam tugas-tugas pelayanan di tengah-tengah gereja,  pengetahuan sejarah itu pasti akan banyak memberi bantuan untuk bisa terus-menerus  meningkatkan tugas pelayanan itu.

 

1.       PENGERTIAN SEJARAH

 

1.1.  Sejarah sebagai asal-usul, silsilah, tambo atau badad

 

Salah satu pengertian sejarah yang berasal dari kata Arab “syajarah”, adalah sebagai asal-usul, silsilah, tambo atau babad.(2) Sejarah sebagai asal-usul berarti sejarah yang mengungkapkan asal-usul (mula-jadi) sesuatu tempat, benda, manusia atau sesuatu badan yang dibentuk oleh mansia. Bagi setiap orang, pengetahuan tentang asal-usul ini sangat penting untuk memperkaya pengetahuan atas dirinya, sesamanya ataupun sesuatu tempat atau benda yang selalu menjadi obyek perhatiannya.

Pengetahuan tentang asal-usul, biasanya meliputi pengetahuan tentang dari mana asalnya,  bagaimana terjadinya dan kapan itu terjadi (lahir). Adalah tidak mudah untuk mengetahui asal-usul dari sesuatu dengan tepat dan jelas, apalagi telah melewati waktu yang sangat lama. Misalnya sebagai contoh, mengenai asal-usul terjadinya Danau Toba, yang menurut perkiraan ilmuwan sudah ada sejak beratus ribu tahun yang lampau. Kalau dulu masyarakat Batak yang belum memahami pengetahuan tentang alam, menceritakan tentang asal-usul Danau Toba itu adalah dengan cerita-cerita mitos ataupun legenda. Tetapi dewasa ini dengan berkembangnya ilmu pengetahuan di segala bidang, pengetahuan tentang asal-usul ini sudah lebih mudah didekati dengan mempergunakan metode-metode ilmiah.

Sejarah sebagai silsilah (tambo dalam bahasa Minangkabau, babad dalam bahasa Jawa  atau tarombo dalam bahasa Batak), juga mempunyai arti yang hampir sama dengan pengertian asal-usul tersebut. Hanya pengertian silsilah lebih sering dipergunakan untuk menuturkan asal-usul manusia, lengkap dengan garis keturunan mulai dari nama nenek moyangnya sebagai asal-usulnya.

 

1.2.  Sejarah sebagai riwayat

 

Kata yang mempunyai pengertian yang sama dengan sejarah yang sering kita dengar adalah riwayat. Perkataan riwayat juga berasal dari bahasa Arab, yang berarti laporan tentang sesuatu kejadian. Bagaimana duduk persoalan sesuatu kejadian atau peristiwa akan dapat diketahui dengan jelas, bila laporan mengenai peristiwa itu dapat diperbuat dengan jelas.

 

1.3.  Sejarah sebagai hikayat

 

Dalam bahasa Indonesia sejarah sering juga disebut hikayat. Kata hikayat yang juga berasal dari bahasa Arab, berati cerita tentang kehidupan seseorang. Karena hikayat berhubungan dengan cerita tentang kehidupan seseorang, maka dalam ilmu sejarah, sejarah sebagai hikayat sering juga disebut biografi. Jadi kalau disebutkan misalnya: Hikayat Raja Salomo, maka yang diceritakan di situ adalah riwayat kehidupan (biografi) raja Salomo tersebut.  Biasanya yang diriwayatkan dalam kehidupan seseorang adalah mengenai: kelahirannya, asal-usulnya, pengalaman hidupnya, prestasi yang dicapai, suka-duka dan kelemahannya, sehingga dengan hikayat tersebut maka kehidupan seseorang dapat dikenal lebih dekat.

 

1.4.  Sejarah sebagai cerita atau kissah

 

Karena sejarah biasanya disampaikan dalam bentuk cerita atau kissah, maka sejarah sering juga disebut cerita atau kissah. Oleh orang yang bercerita, cerita sejarah itu akan diusahakan menjadi sebuah cerita yang bisa menarik perhatian banyak orang. Jadi sifat dari sejarah sebagai cerita bergantung kepada orang yang menceritakannya. Sifat-sifat dari orang yang menceritakan sejarah tersebut akan bisa nampak dalam sejarah yang dituliskannya. Yang dimaksud dengan sifat-sifat manusia yang bisa mempengaruhi jalan cerita sejarah yang diceritakanya ialah meliputi: keadaan pribadinya, cita-cita dan pergaulannya, kekayaan pengetahuannya akan sejarah dan suasana keadaan yang meliputinya.(3)  

Yang dimaksud dengan keadaan pribadi misalnya meliputi perbendaharaan gaya bahasa, sifat keterbukaan atau tertutup, penghumor atau tidak, dll.  Dan yang dimaksud dengan cita-cita dan pergaulannya adalah menyangkut pandangan hidup, kepercayaan atau dorongan-dorongan yang mempengaruhi jiwanya. Kekayaan pengetahuan seseorang akan sejarah jelas  sangat mempengaruhi jalannya sejarah yang diceritakannya, karena dengan pengetahuan yang dimiliki, maka dia akan mampu memberi ketarangan yang lebih lengkap. Demikian juga suasana keadaan yang meliputinya pada saat dia menceritakan sejarah itu juga sangat mempengaruhi jalan cerita sejarah yang diceritakannya, apalagi kejadian yang diceritkannya kena mengena dengan kejadian-kejadian yang baru terjadi di sekitarnya.

Karena sifat dan keadaan orang yang menceritakan memang sangat berpengaruh kepada cerita sejarah yang dituliskan, maka itulah sebabnya apabila diperhatikan, tidak akan ada dua buah kitab sejarah yang benar-benar sama isi ceritanya, walaupun judul buku itu sama, jika dituliskan oleh orang yang berbeda. Jadi penulis suatu sejarah, memang juga akan berfungsi memberikan arah dari cerita sejarah yang dituliskannya.

 

1.5.  Sejarah sebagai ilmu

 

Di atas sudah dicoba dikemukakan beberapa pengertian dari sejarah itu. Tetapi seluruh pengertian yang dikemukakan di atas masih merupakan pengertian yang sederhana, belum merupakan pengertian sejarah yang dimaksudkan. Adapun pengertian sejarah yang dimaksud untuk dituliskan adalah sejarah sebagai ilmu.

Latar-belakang pengertian sejarah sebagai ilmu diperoleh dari pemikiran Eropa. Pada masa-masa yang lampau bangsa kita memang sudah banyak bergaul dengan orang-orang Eropa, seperti Belanda, Jerman dan Inggris, sehingga oleh pengaruh pemikiran mereka, maka apa yang kita kenal sekarang  dengan istilah sejarah khususnya di perguruan-perguruan sudah diwarnai oleh pengertian orang-orang Eropa tersebut. Di dalam bahasa Belanda misalnya, istilah yang dipergunakan untuk sejarah ialah “Geschiedenis” dan di dalam bahasa Jerman “geschichte”, yang ke duanya berarti sesuatu yang sudah terjadi. Di dalam bahasa Inggris disebut “history”, yang berasal dari bahasa Yunani “historia”. Historia dalam bahasa Yunani berarti pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian alam, khususnya yang bersangkut paut dengan kehidupan manusia.(4) Sebagai pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap kejadian-kejadian alam, maka pengertian historia tidak jauh berbeda dari  pengertian “scientia” dalam bahasa Latin. Scientia dalam bahasa Latin berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap gejala=gejala alam. Beda pengertian historia dari scientia hanyalah dalam susunan khronologis. Historia biasanya disusun secara khronologis, sedangkan scientia tidak terikat kepada susunan khronologis.

Sesuatu hal baru bisa dikategorikan sebagai ilmu bila memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan itu menurut Walsh dalam bukunya: “An Introduction to Philosophy of History”(5), adalah sebagai berikut:

1.       Merupakan suatu kumpulan dari hal-hal yang diketahui yang diperoleh dengan suatu metode atau sistem.

2.       Mempunyai general propotition.

3.       Mempunyai kegunaan atau nilai yang praktis.

4.       Obyektif.

Persyaratan itu juga harus berlaku bagi suatu tulisan sejarah. Maka dengan mengikuti persyaratan itu, suatu sejarah dapat disebut sebagai suatu ilmu, jika pengetahuan sejarah itu diperoleh dengan mempergunakan metode-metode tertentu (metode ilmiah), dapat diterima oleh umum, mewariskan nilai-nilai yang berguna untuk pembaca, dan isinya harus obyektif, sehingga selalu mencerminkan kebenaran.

                Sejarah biasanya digolongkan kepada ilmu sosial. Ini berarti bahwa dengan fungsinya sebagai ilmu sosial, maka sejarah akan dapat menjawab masalah-masalah sosial yang bersangkut paut dengan kehidupan manusia zaman sekarang, dan sekaligus juga akan memberi arah kehidupan untuk masa yang akan datang.

 

2.       FAKTOR-FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN JIKA MENULIS SUATU SEJARAH

 

Di atas suadah dikemukakan bahwa sejarah yang akan ditulis adalah sejarah sebagai ilmu. Tetapi pertanyaan yang berhubungan dengan itu ialah: faktor-faktor apakah yang perlu diperhatikan di dalam penulisan sejarah itu  agar benar-benar merupakan suatu yang ilmu yang historis? Faktor-faktor tersebut ialah:

 

1)      Wujud dari peristiwa atau kejadian yang akan ditulis harus jelas.

2)      Manusia sebagai pelaku dari peristiwa itu.

3)      Tempat di mana peristiwa itu terjadi.

4)      Sebab-musabab terjadinya peristiwa itu.

5)      Waktu kapan peristiwa itu terjadi.

 

Keterangan untuk ke lima faktor ini biasanya diperoleh dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: apa, siapa, di mana, mengapa dan bila mana.(6) Kalau ke lima pertanyaan ini dapat dijawab dengan jelas, maka duduk perkara dari sesuatu peristiwa akan dapat diketahui dengan jelas.

 

2.1.  Apa wujud dari peristiwa itu?

 

Menulis sejarah adalah suatu usaha untuk menghidupkan kembali peristiwa-peristiwa yang sudah terjadi pada masa yang lampau. Tetapi harus disadari bahwa peristiwa-peristiwa itu sudah tidak terhingga lagi banyaknya. Semuakah peristiwa-peristiwa itu harus dicatat dan dihidupkan kembali? Jawabannya tentu tidak. Karena di samping usaha itu tidak mungkin bisa dikerjakan oleh manusia dengan keterbatasnnya, juga tidak ada gunanya untuk menghidupkan semuanya itu kembali.

Kalau demikian halnya, harus dipilih beberapa dari antaranya yang perlu sesuai dengan pokok yang akan dituliskan. Tugas memilih beberapa dari antara peristiwa-peristiwa yang banyak itu, di dalam ilmu sejarah disebut seleksi. Namun yang harus diseleksi juga sudah ada pembatasannya. Dalam ilmu sejarah, secara umum telah disepakati, bahwa peristiwa-peristiwa yang perlu dihidupkan kembali melalui suatu tulisan sejarah adalah peristiwa-peristiwa yang ada hubungannya dengan kehidupan manusia. (7)Ini berarti bahwa peristiwa-peristiwa alam yang tidak berhubungan dengan tata kehidupan manusia tidak perlu dicatat.  Dengan demikian perhatian tercurah kepada kegiatan-kegiatan manusia pada masa yang lampau. Namun kegiatan manusia saja pun juga tidak terhingga lagi banyaknya, dan tidak mungkin bisa dicatat seluruhnya.  Karena itulah sangat diperlukan penyeleksian.Di dalam usaha penyeleksian itulah maka wujud dari peristiwa-peristiwa yang akan dipilih harus berpedoman kepada kategori sebagai berikut:

 

1)      Peristiwa itu harus penting dan relevan.

Menentukan suatu peristiwa penting atau tidak, sangat tergantung kepada orang yang akan menulis sejarah itu. Tetapi sebagai patokan umum, biasanya yang disebut penting dilihat dari sudut besarnya faedah dari peristiwa itu untuk diketahui dan luasnya ruang lingkup dari peristiwa itu untuk kehidupan manusia. Misalnya peristiwa “coup de’tat” di pusat pemerintahan, sudah pasti lebih penting dari peristiwa perkelahian di kantor Camat, jika dilihat dari sudut sejarah nasional. Dan relevan dimaksudkan dalam hal ini ialah yang mempunyai kaitan dengan masalah kehidupan sekarang.

 

2)      Peristiwa itu harus merupakan kegiatan manusia yang bergerak ke arah perkembangan atau peningkatan taraf kehidupannya.

Manusia sebagai pelaku sejarah memang diciptakan oleh Tuhan dengan kesanggupan berfikir, yang membuat manusia itu mampu melahirkan kebudayaannya yang selalu berkembang sepanjang zaman. Adanya perkembangan kebudayaan itulah yang membuat gerak sejarah. Gerak sejarah itu misalnya mulai dilihat dari kesanggupan manusia untuk membentuk barang-barang yang sederhana yang diperlukan untuk mepertahankan kehidupannya, yang kemudian berkembang menjadi kesanggupan untuk membentuk ikatan persaudaraan, lembaga-lembaga kemasyarakatan dan bentuk-bentuk pemerintahan manusia, yang dalam proses perkembangan tersebut manusia akan banyak menghadapi tantangan-tantangan hidup, yang datangnya juga dari dunia ini.

 

2.2.  Siapa manusia pelaku peristiwa itu?

 

Dalam suatu tulisan sejarah tokoh-tokoh  manusia sebagai pelaku sejarah, harus jelas dicatat karena sebagaimana telah diterangkan di atas, suatu peristiwa tidak mungkin terjadi tanpa manusia terlibat di dalamnya. Perlunya menjelaskan siapa=siapa manusia pelakua peristiwa itu, adalah sesuai dengan salah satu maksud penulisan sejarah itu yakni bahwa dari sejarah akan dikenal banyak manusia dengan berbagai sifat dan tabiatnya. Semakin banyak  sifat manusia dikenal, maka semakin banyak pula kita mengenal diri kita sendiri, karena sifat-sifat manusia yang ditemukan itu sepanjang perjalan sejarah, juga mencerminkan sifat kita sendiri.

Secara garis besarnya bahwa dari sejarah dikenal adanya dua sifat manusia pada umumnya yang sangat menonjol, yakni pertama: keinginan untuk berkembang dengan kemampuan yang ada padanya, kedua: kecenderungan untuk menipu keadaan dirinya yang sebenarnya.(8) Adanya ke dua sifat itulah yang menimbulkan gelombang sejarah. Kalau manusia dengan sifatnya yang pertama akan mendorong dirinya untuk sanggup memperkembang kebudayaan,  maka tabiatnya yang ke dua mendorong dirinya untuk memperbesar dan meninggikan diri sendiri setara dengan Allah penciptanya. Dia yang seharusnya memperbesar nama Allah penciptanya melalui prestasi yang dicapai dan yang juga harus selalu sujud  di bawah telapak kaki-Nya, tetapi karena sifat yang ke dua  itu, maka manusia telah mengalihkan semuaya itu untuk dirinya sendiri. Inilah yang menimbulkan adanya persengketaan di antara manusia, karena masing-masing telah saling berlomba untuk diakui oleh sesamanya sebagai yang paling besar, yang paling berkuasa, yang paling benar, yang paling pintar, yang paling terpandang dan terhormat. Adanya persengketaan ini merupakan salah satu hambatan dari perkembangan sejarah tersebut, namun di pihak lain bisa sebagai pendorong untuk berjuang lebih maju  lagi dari yang sudah dicapai sekarang. Mencatat nama-nama orang di dalam sejarah adalah juga mencatat seluruh hal yang menyangkut kehidupannya, kelahirannya, latar-belakang kehidupannya, pendidikannya dan seluruh pengalaman hidup dan pergaulannya, yng membentuk  kepribadian atau sifat kemanusiaannya.

 

2.3. Di manakah peristiwa itu terjadi ? (faktor tempat)

 

Faktor tempat di mana suatu peristiwa terjadi harus jelas, karena sangat besar pengaruhnya dalam menentukan perjalanan sejarah tersebut. Yang dimaksud dengan tempat menyangkut geografis, termasuk keadaan alam atau iklimnya. Jika jelas diketahui di mana tempat suatu kejadian, maka akan lebih mudah diketahui sebagian latar-belakang dari peristiwa tersebut.

Keadaan daerah yang subur atau tandus misalnya, strategis atau terpencil, banyak penghasilan atau tidak, merupakan fator yang turut menentukan perkembangan sejarah manusia. Apabila diperhatikan daerah-daerah yang menjadi pusat peradaban manusia zaman dahulu adalah daerah yang subur dan strategis. Misalnya daerah Mesir, Mesopotamia, dan Tiongkok yang terkenal sebagai pusat peradaban pada zaman dulu adalah karena daerah itu dikenal sebagai daerah yang subur. Di samping itu daerah seperti Palestina (diapit oleh Mesir dan Mesopotamia) dan daerah Asia Tenggara (diapit oleh India dan Tiongkok) juga terkenal sebagai pusat perkembangan peradaban manusia, karena letak daerah-daerah tersebut yang strategis, yang diapit oleh dua daerah yang subur.

Maka dengan melihat contoh-contoh tersebut di atas, maka jelaslah, bahwa perkembangan pemikiran manusia, perkembangan kebudayaan atau bahkan perkembangan keagamaan, sangat banyak ditentukan oleh keadaan suatu tempat atau di mana manusia itu berdiam.

 

2.4.  Mengapa peristiwa itu terjadi? (faktor sebab-musabab)

 

Sejarah juga merupakan penjelasan mengenai sebab-musabab terjadinya suatu peristiwa. Apa yang menyebabkan terjadinya peristiwa itu, harus dijawab oleh sejarah. Di atas sudah dijelaskan, salah satu faktor pendorong gerakan sejarah manusia adalah sifat atau tabiat manusia itu. Namun sebagai orang beragama, harus diakui bahwa gerakan sejarah manusia juga tidak terlepas dari campur tangan Allah dari luar dirinya. Dalam sejarah manusia juga bisa dilihat adanya peristiwa-peristiwa ajaib, di luar jangkauan peikiran manusia, yang pada waktu-waktu tertentu dipergunakan oleh Allah untuk menyapa manusia itu sendiri.

Juga harus diakui bahwa Allahlah yang mengontrol jalannya sejarah manusia, sehingga setiap peristiwa sejarah manusia saling berkaitan satu sama lain. Namun kalaupun dikatakan bahwa Allah turut campur tangan mengontrol dan mengarahkan sejarah manusia, bukanlah berarti bahwa penyebab terjadinya sesuatu peristiwa sejarah yang dialami manusia adalah karena perbuatan Allah sendiri.

Peristiwa sebab-musabab yang mau diselidiki atas sesuatu peristiwa sejarah, adalah fator yang terdapat di dalam diri manusia itu,  yang didalamnya terpendam: kepentingan ekonomi, sosial, ideologi, politik, seksual, alam tidak sadar, dll. Kalau dilihat misalnya terjadinya suatu peperangan di tengah-tengah suatu bangsa, maka dalam hubungannya dengan faktor sebab-musabab yang ingin ditanyakan adalah: mengapa peperangan itu terjadi. Setelah dilakukan pnelitian maka peperangan itu pada satu pihak boleh saja terjadi karena seorang raja ingin mempertahankan kekuasaannya dari serangan musuh ataupun keinginan untuk memperluas daerah kekuasaannya, sehingga melibatkan rakyat untuk berperang melawan musuhnya itu. Tetapi di pihak lain peperangan itu boleh terjadi karena rakyat memberontak terhadap raja atau pemerintah yang dianggap bertindak sewenang-wenang, atau karena raja atau pemerintah tersebut tidak memperhatikan kepentingan rakyatnya.

 

2.5.  Kapan peristiwa itu terjadi? (faktor waktu).

 

Sejarah berjalan di dalam waktu. Karena itu faktor waktu sangat memegang peranan penting

di dalam perjalanan sejarah, bahkan merupakan sifat khas dari sesuatu tulisan sejarah. Istilah waktu berasal dari perkataan Arab “waqt”, yang salah satu pengertiannya dalam kehidupan sehari-hari adalah sekalian rentetan saat yang telah lampau, sekarang dan yang akan datang.(10) Pengertian lain dari waktu ialah merupakan ukuran lamanya saat tertentu, misalnya: satu jam, satu hari, satu minggu, satu bulan, satu tahun, satu dekade, satu abad, satu millenium, dll.

Timbulnya kesadaran tentang waktu adalah oleh abstraksi yang diperoleh dari pengalaman tentang gejala-gejala yang berhubungan kausal satu sama lain.(11) Umpamanya, kalau dalam pengalaman manusia diamati, A menyebabkan B, dan B menyebabkan C, secara sambung menyambung, maka timbullah kesadaran bahwa A timbul sebelum B, dan B terjadi sebelum C demikian seterusnya, sehingga proses itu merupakan garis lurus yang tidak putus-putusnya. Apabila di dalam garis yang panjang itu dibuat titik-titik yang mempunyai jarak yang sama, maka jarak-jarak itulah yang menjadi patokan untuk mengukur lamanya sesuatu saat dalam garis waktu itu. Misalnya lamanya satu hari dibagi atas 24 jam, satu bulan 30 hari, satu tahun sama dengan 12 bulan dan seterusnya.

Berbagai pandangan bangsa dan agama tentang waktu. Orang Hindu misalnya memandang waktu sebagai kuasa dewa, yang membuat manusia dan dunia ini binasa dan hancur  apabila saatnya telah tiba (matang).(12) Dan orang-orang Cina Purba memandang waktu yang bergerak terus, bagaikan suatu lingkaran, sehingga apa yang terjadi pada masa yang lampau, akan terulang juga pada saat tertentu. Kalau menurut tradisi mereka, pada zaman yang lampau pernah terjadi zaman emas, maka pada suatu saat, zaman yang sama akan terulang juga di permukaan waktu itu. Sehubungan dengan perulangan waktu tersebut, maka mereka juga mengajarkan, bahwa yang terjadi pada masa yang lampau harus menjadi suatu pelajaran untuk menentukan sikap pada masa sekarang.(13)

Orang Yunani juga memandang perjalanan waktu sebagai sesuatu perputaran lingkaran. Pandangan mereka itu didasarkan atas  pengamatan mereka terhadap peristiwa-peristiwa alam yang sering berulang-ulang terjadi. Apa yang sudah terjadi sebelumnya, pasti akan muncul lagi pada kesempatan berikutnya. Dengan menyadari akan kenyataan itu, maka mereka merasakan bahwa hidup mereka benar-benar  telah dibelenggu oleh lingkaran perputaran waktu tersebut. Karena itu mereka memandang waktu  sebagai kuasa yang telah memperhamba mereka. Sepanjang perputaran waktu itu mereka tidak mungkin mengharapkan adanya kehidupan yang baru, kecuali mereka dibebaskan dari waktu itu sendiri, ke alam yang tanpa waktu.(14)

Bagi orang Kristen, dan juga telah menjadi pandangan umum dari bangsa-bangsa di dunia sekarang ini, bahwa waktu itu berjalan terus bagaikan suatu garis lurus, bersama dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya. Sama seperti garis lurus itu yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, demikian jugalah  adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya adalah berkaitan satu sama lain. Apa yang terjadi pada masa sekarang tidak bisa dipisahkan dari apa yang terjadi pada masa yang lampau, dan seterusnya akan mempengaruhi apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Itulah sebabnya dalam menuliskan suatu sejarah, kapan waktunya terjadi peristiwa itu harus jelas diketahui. Dengan mengetahui kapan waktunya peristiwa itu terjadi, telah membantu untuk memahami sebagian latar-belakang dan duduk persoalan dari terjadinya peristiwa itu.

 

2.6.  Periodisasi dalam sejarah.

 

Membuat periodisasi sejarah, berhubungan dengan faktor waktu yang dibicarakan di atas. Waktu yang sudah dilewati oleh sejarah manusia adalah waktu yang sudah berkepanjangan, sehingga suatu cara yang bisa membantu untuk mendekatinya ialah dengan membuat periodisasi. Pembagian periodisasi itu biasanya didasarkan atas tahap-tahap perkembangan sejarah itu sendiri. Namun kalaupun periodisasi diperbuat, itu tidak berarti bahwa waktu itu bisa dipenggal-penggal, sehingga seolah-olah periode yang satu tidak berhubungan dengan periode yang lain. Harus selalu diingat, bahwa proses perjalanan waktu adalah saling berhubungan satu sama lain, sehingga pengadaan periodisasi hanya untuk memudahkan mendekatan terhadap peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam satu-satu periode tertentu.

Ada beberapa istilah yang sering dijumpai yang berhubungan dengan periodisasi ini. Istilah-istilah tersebut antara lain ialah: zaman, periode, abad dan epoh. Zaman adalah tahapan waktu yang lebih panjang sejalan dengan gelombang perjalanan sejarah itu sendiri. Periode ialah jarak waktu dari dua titik peristiwa sejarah yang sangat penting dan abad adalah ukuran waktu yang lamanya seratus  tahun. Sedangkan epoh adalah titik permulaan atau titik berangkat dari suatu zaman atau periode yang baru. Sebagai contoh bisa dilihat dari periodisasi sejarah dunia. Dalam periodisasi Sejarah Dunia, dikenal adanya zaman Pra-sejarah dan Zaman Sejarah. Yang dimaksud dengan zaman Pra-sejarah ialah mulai dari manusia pertama dan berakhir pada saat manusia mengenal tulisan yang pertama. Sedangkan Zaman Sejarah, mulai dari saat manusia mengenal tulisan itu dengan suatu bukti yang baru diketahui kemudian, sampai akhir zaman.

Zaman Sejarah biasanya dibagi lagi atas beberapa periode. Sistem yang lazim dipergunakan sampai sekarang untuk periodisasi sejarah umum ialah sistem periodisasi yang diciptakan oleh Cellarius (1638-1707). (15) Dia membagi sejarah dunia atas tiga bagian besar yaknI; Zaman Kuno (Purba), Zaman Pertengahan dan Zaman Modern. Batasan dari setiap zaman menurut Cellarius  adalah: Zaman Kuno mulai dari permulaan zaman sejarah manusia dan berakhir sampai runtuhnya kekaisaran Romawi tahun 473 M. Zaman Pertengahan mulai dari sejak itu, dan mengenai akhir dari zaman itu dikemukakan lima jenis tahun peristiwa dunia yang sama kuatnya, yakni tahun 1453, dengan direbutnya kota Konstantinope oleh bangsa Turki; tahun 1492 dengan penemuan benua Amerika oleh Colombus, 1517: perbuatan reformasi Martin Luther di gereja Witteberg Jerman, 1450: penemuan percetakan baru, dan tahun 1519: kaisar Karel V dilpilih menjadi kaisar.

Tetapi di kalangan pmikir-pemikir sejarah belakangan ini telah timbul suatu pemikiran baru, karena disadari sistem periodisasi Cellarius ini terlalu berorientasi terhadap perkembangan sejarah dunia Barat, sehingga sistem itu tidak bisa diterapkan terhadap sejarah bangsa-bangsa atau negara lain di dunia ini. Sutrasno misalnya, salah seorang pemikir sejarah dari bangsa Indonesia, tidak mengikuti sistem periodisasi yang dibuat oleh Cellarius. Dia berpendapat bahwa sistem periodisasi sejarah dunia yang lebih bersifat umum ialah jika periodisasi itu didasarkan atas gerak sejarah dan perkembangan manusia untuk saling berhubungan dengan sesama, dengan alam sekitar dan waktu.(16) Maka dengan dasar pemikiran itu maka dia membagi sejarah dunia sebagai berikut:

·         Sejarah Kuno (Permulaan Sejarah) berakhir sampai jatuhnya Konstantinopel oleh kekuasaan Turki pada tahun 1453.

·         Zaman Revolusi Industri dan Imperialis sampai akhir abad  19.

·         Zaman Neo Kolonialisme dan Perjuangan Nasional ( Asia, Afrika dan Amerika Latin) yang mulai sejak abad 20.

Pembagian periodisasi sedemikian menurut dia akan bisa diterapkan kepada setiap sejarah (regional, nasional) di dunia, misalnya sejarah Asia atau sejarah Indonesia. Apabila pembagian itu dikenakan kepada sejarah Indonesia, maka jadilah periodisasi sejarah Indonesia sbb:

·         Zaman Kuno: mulai dari kedatangan manusia pertama di bumi Indonesia, yang dengan kedatangan itu terbentuklah kebudayaan Melayu, Hindu dan Islam sampai akhir abad 16.

·         Zaman Imperialisme: mulai dari kedatangan Belanda menguasai Indonesia sampai timbulnya gerakan kebangkitan nasional awal abad 20.

·         Zaman gerakan nasional: mulai dari awal abad 20, hingga Indonesia memperoleh kemerdekaan sampai sekarang.

 Di sini tidak dimaksudkan memberikan tanggapan terhadap ke dua bentuk periodisasi di atas. Ke deua bentuk itu dikemukakan, hanya sekedar contoh untuk menerangkan apa itu periodisasi dalam sejarah, dan bagaimana kegunaannya dalam penulisan sejarah.

 

 

3.       PENULISAN SEJARAH GEREJA

 

3.1.  Sejarah Gereja sebagai salah satu disiplin teologia

 

Sejarah Gereja adalah salah satu disiplin teologia yang dikenal dalam perguruan-perguruan teologia Kristen. Disiplin teologia tersebut adalah: Biblika, Historika (Sejarah Gereja), Teologia Sistematika dan Teologia Praktika.  Biblika (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) merupakan sumber dari segala pengetahuan teologia, karena didalamnya Firman dan Perbuatan Allah terhadap manusia dinyatakan secara sepenuhnya. Metode pendekatan terhadap Alkitab adalah melalui eksegese dan pengetahuan tentang Sejarah Israel dan bangsa-bangsa sekitar Israel yang menjadi latar-belakang pemahaman terhadap Firman Allah yang terdapat di dalamnya.

Sejarah Gereja adalah pengetahuan tentang sejarah prtumbuhan, perkembangan dan pergumulan gereja di dunia ini sejak lahirnya hinga akhir zaman. Teologia Sistematika ialah teologia sebagai hasil pandangan orang Kristen dan gereja yang didasarkan atas Firman Allah dalam pergumulannya terhadap masalah-masalah yang dihadapi di tengah-tengah dunia, yang disusun secara sistematis.  Teologia Praktika ialah teologia yang menyangkut segala usaha-usaha praktis dari gereja dan orang Kristen dalam menghayati Firman Allah dan menjalin hubungan yang erat dengan Tuhannya.

Sebenarnya seluruh disiplin teologia tersebut adalah saling berhubungan secara erat satu sama lain. Maka dari itu, Sejarah Gereja sebagai ilmu pengetahuan yang mengungkapkan perkembangan kehidupan gereja di dunia ini sepanjang waktu adalah berhubungan erat dengan disiplin-dislipil  teologia yang lain. Hubungannya dengan Biblika sangat jelas, karena dari sejarah gereja akan diketahui bagaimana gereja dan orang-orang Kristen menghayati dan menafsirkan isi alkitab itu pada zamannya, yang bisa menjadi dasar perbandingan dalam memberikan penafsiran untuk kehidupan sekarang. Demikian juga dengan teologia Sistematika, bahwa teologia sitematika yang dipergunakan sekarang adalah berkembang dari warisan-warisan pengjaran teologia dari gereja pada masa yang lalu. Juga yang menyangkut teologia Praktika, bahwa melalui sejarah gereja akan diketahui bahwa usaha-usaha paraktis yang dijalankan oleh gereja pada masa sekarang, berkembang dari apa yang sudah dijalankan oleh gereja pada masa yang lampau.

Sebaliknya juga harus disadari bahwa  apabila mau mendalami sejarah gereja, maka  akan lebih mudah untuk mendekatinya jika telah menguasai disiplin-disiplin teologia yang lain.

 

3.2.  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memahami sejarah gereja

 

3.2.1.        Sejarah Gereja sebagai sejarah kehidupan gereja

 

Sejarah Gereja adalah kissah tentang semua peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan gereja di dunia ini, yang meliputi: kelahiran, pertumbuhan, perkembangan dan pergumulannya di tengah-tengah dunia. Pengertian gereja ialah persekutuan dari pengikut-pengikut Kristus, yang dipanggil keluar dari dunia ini melalui kuasa Roh Kudus. Kata gereja yang berasal dari bahasa Portugis “igreja” diterjemahkan dari bahasa Yunani “ekklesia”.

Di dalam Perjanjian Lama (PL), pengertian gereja juga sudah ada, yakni “qahal”, yang pada dasarnya sama pengertiannya dengan “ekklesia”. Ke duanya meghunjuk kepada umat Allah yang dipanggil keluar dari dunia ini, dan dipersiapkan menjadi satu persekutuan yang kudus. Di dalam PL, kata qahal itu dikenakan khusus kepada umat Israel, sedangkan di dalam Perjanjian Baru (PB), ekklesia meliputi seluruh bangsa di dunia ini yang telah bersedia menjawab panggilan Allah melalui kepercayaan kepada Yesus Kristus. Oleh karena itu wujud gereja adalah panggilan Allah terhadap seluruh bangsa untuk diutus bersaksi di tengah-tengah dunia, dan sekaligus juga jawaban manusia terhadap panggilan itu. Dari sudut itu, maka sejarah gereja adalah  sejarah panggilan Allah dan sejarah jawaban manusia terhadap panggilan itu.(17)

 

3.2.2.        Yesus Kristus sebagai pusat dari sejarah Gereja

 

Yesus Kristus adalah kepala dari gereja, maka oleh karena itu Dialah juga yang menjadi pusat dari sejarah gereja. Sebagai pusat dari sejarah Gereja, maka di dalam dirinya sejarah gereja dalam PL berakhir dan sejarah gereja yang baru dimulai, sebagaimana hal itu dinyatakan dalam PB. Titik tolak dari kelahiran gereja di dalam PB adalah peristiwa Pentakosta  (Kisah Rasul 2), di mana pada hari itu Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus sebelum kenaikan-Nya ke sorga, telah dicurahkan kepada murid-murid-Nya, sehingga oleh kuasa Roh Kudus itu mreka disanggupkan untuk menjalankan Amanat Agung dari Yesus Kristus, yakni menjadikan seluruh bangsa menjadi murid-Nya (Mat. 28: 19-20). Namun sebelum itu Yesus Kristus telah meletakkan dasar yang kokoh dari gereja itu, yakni dengan karya penyelamatan-Nya, yang berpusat kepada kematiannya dan kebangkitan-Nya, yang sering disebut Injil Yesus Kristus.

Bagaimana Injil itu disebar luaskan ke seluruh penjuru dunia, dan sampai dimanakah kesetiaan gereja untuk menyebar-luaskan Injil itu sehingga Nama Yesus benar-benar dikenal oleh seluruh bangsa sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya, itulah antara lain hal-hal yang harus dijawab dalam sejarah Gereja.

 

3.2.3.        Sejarah Gereja sebagai interpretasi atau penafsiran  atas kehidupan gereja

 

Sejarah Gereja adalah juga sebagai hasil suatu penafsiran, yakni penafsiran terhadap peristiwa-peristiwa yang dialami oleh gereja pada masa yang lampau. Sebagai hasil dari stuatu penafsiran, maka suatu tulisan sejarah gereja  bukanlah merupakan  suatu hasil tulisan yang mutlak  berlaku tanpa ada perubahan lagi, melainkan hanya salah satu penafsiran terhadap fakta-fakta sejarah yang ada.(18) Pengertian ini misalnya sangat jelas terlihat dari judul-judul beberapa buku terbitan bahasa Inggris, khususnya terbitan tahun-tahun terakhir ini. Di dalam judul buku sejarah berbahasa Inggris nama itu diungkapkan dengan “A History”, bukan “The History”. Misalnya judul buku yang ditulis oleh Lars P. Qualben: A History of the Christian Church”, buku dari Laturette “A History of Christianity”. Mereka tidak menyebut “The History”, melainkan “A History”. Walaupun nampaknya ke dua ungkapan itu tidak begitu berbeda, tetapi apabila didalami dari sudut cara berfikir orang Inggris, antara kata sandang “A” dan “The “ sudah menunjukkan perbedaan yang besar. Kalau ditulis dengan “A History”, penulis buku itu sadar bahwa buku sejarah yang ditulisnya bukanlah satu-satunya sejarah gereja yang mutlak, melainkan hanyalah salah satu pandangan terhadap sejarah gereja itu, sehingga masih ada lagi kemungkinan bagi orang lain untuk menuliskan sejarah gereja yang lain.

Namun kalaupun dikatakan bahwa sejarah gereja itu merupakan suatu penafsiran, bukanlah penafsiran dalam arti penafsiran atas  kemauan semata-mata dari penulis tersebut. Harus juga diingat bahwa sejarah gereja adalah salah satu disiplin ilmu teologia, dalam arti harus selalu mencerminkan Firman Allah. Oleh karena itu sebagai ilmu teologia. Maka sejarah gereja yang merupakan penafsiran-penafsiran terhadap peristiwa-peristiwa historis itu, harus merupakan penafsiran yang berlandaskan Firman Allah.(19) Atau sebagaimana dikatakan oleh Philip Schaff,  sejarah gereja adalah merupakan penafsiran atas relalisasi  dari perumpamaan Yesus tentang biji sesawai dan ragi, sebagaimana terdapat dalam Matius 13: 31-35.(20) Ini berarti bahwa sejarah gereja akan menerangkan bagaimana makna  dari perumpamaan itu benar-benar nampak dalam pertumbuhan historis dari gereja itu sendiri. Memang dari sudut perumpamaan ini, pertumbuhan gereja tidak selamanya dinilai  dari perkembangan lahiriah saja, dengan berhasilnya gereja tersebar ke mana-mana menembus batas-batas geografis bangsa-bangsa yang di dunia ini.  Namun pertumbuhan itu juga harus dilihat dari pertumbuhan iman orang-orang Kristen itu, sampai dimanakah mereka telah menghayati Injil itu, sehingga mereka sudah makin dewasa untuk mengatasi masalah-masalah dan tantangan-tantangan hidup yang datang dari luar dan dalam dirinya.

 

3.3.  Bidang-bidang Sejarah Gereja

 

Yang dimaksud dengan bidang-bidang sejarah gereja adalah pokok-pokok yang dianggap sangat penting mengisi sejarah gereja itu sendiri. Pembagian sejarah gereja atas sejumlah bidang juga sangat perlu, sebagai cara untuk memundahkan pendekatan terhadap peristiwa-peristiwa historis dari kehidupan gereja yang tidak terhingga lagi banyaknya.  Di bawah ini dikemukakan beberapa cara pembidangan sejarah gereja yang dilakukan beberapa sejarawan Kristen terkemuka, sebagai suatu bahan perbandingan, yaitu:

 

3.3.1.        Pembidangan yang dilakukan oleh Lars P.Qualben

 

Dalam bukunya yang berjudul “A History of Christian Church”, Qualben mengemukakan adanya empat bagian besar yang perlu diperlihatkan mengisis sejarah gereja. Ke empat bidang itu ialah: Bidanga Sejarah Mission, Bidang Sejarah Gereja Organisasi dan disilpin gereja, Bidang Sejarah ajaran-ajaran Kristen, dan bidang Sejarah penghambatan dan perlawanan yang dihadapi oleh gereja. Ke empat bidang ini menurut Qualben adalah sesuai dengan bidang kehidupan dan prgumulan gereja itu di tengah-tengah dunia sebagai gereja yang kudus, dan masing-masing bidang dirinci sebagai berikut:(21)

 

Pertama: Bidang Sejarah Mission (Pekabaran Injil). Yang tercakup ke dalam bidang ini antaralain ialah:

a.       (Pekabaran Injil) (PI) ke luar, yakni kepada orang-orang kafir, orang-orang Yahudi dan penganut agama lain seperti Islam.

b.      PI ke dalam, yakni PI di dalam daerah dan lingkungan gereja itu sendiri, yang juga termasuk di dalamnya perbuatan-perbuatan sosial dan rumah-sakit.

Kedua: Bidang Sejarah Organisasi dan Disiplin Gereja. Bidang ini meliputi:

a.       Sejarah bentuk struktur organissi gereja dan pemerintahan gereja, mulai dari: Apostolik, Papal, Episkopal, Presbyterial, Congregational, dll.

b.      Sejarah disiplin gereja (hukum gereja atau tata gereja).

c.       Sejarah tentang bentuk kehidupan dan tata-kebaktian orang-orang Kristen.

Ketiga: Bidang Sejarah Ajaran dan pandangan Kristen, yang meliputi:

a.       Sejarah Teologi Kristen: Ekesegetis, Historis,Sistematika dan Praktika.

b.      Sejarah Doktrin gereja.

c.       Sejarah Dogma-dogma gereja.

d.      Sejarah tentang bidat-bidat.

Keempat: Sejarah penghambatan dan perlawanan terhadap gereja, yang meliputi:

a.       Penghambatan dari luar, yaitu oleh orang-oranh Yahudi, oleh oang-orang kafir, oleh penganut agama-agama lain, seperti Islam.

b.      Perlawana di dalam gereja itu sendiri seperti:  Katolik kontra Protestan. Ortodoks konta Bidat-bidat, Gereja negara kontra Penentang Gereja Negara.

c.       Sejarah tentang lahirnya kebebasan beragama.

 

3.3.2.        Pembidangan yang dilakukan oleh Philip Schaff

 

Philip Schaff adalah seorang sejarawan Kristen yang besar pada abad 20 , yang menuliskan Buku Sejarah Gereja dalam  delapan jilid, dengan judul: History of the Christian Church. Dalam bukunya itu dia mengemukakan adanya enam bidang yang perlu mengisi sejarah gereja, yakni: Bidang Sejarah Mission (Pekabaran Injil), Bidang Sejarah Penghambatan terhadap kekristenan, Bidang Sejarah Kepemimpinan dan tata-gereja, Bidang Sejarah Ibadat dan Kebaktian, Bidang Sejarah kehidupan moral atau etis, Bidang Sejarah Teologia, Bidang Sejarah Pengajaran dan Literatur Kristen.(22) Untuk melihat gambaran yang lebih jelas mengenai masing-masing bidang, dapat dilihat dari penjelasaan sebagai berikut:

Pertama: Bidang Sejarah Mission ( Pekabaran Injil).

Bidang ini menampakkan bagaimana gereja menyebarkan Injil itu ke tengah-tengah seluruh bangsa, yang dikenal dalam dua jurusan yakni: PI ke luar dan PI ke dalam. PI ke luar ditujukan kebada  bangsa-bangsa yang masih belum Kristen, sedang PI ke dalam ditujukan  kepada orang-orang Kristen itu sendiri dalam bentuk pelayanan Firman Allah dan kebangunan rohani. Dalam sejarahnya diketahui bahwa tahapan-tahapan yang sudah dicapai oleh usaha PI itu ialah mulai dari pertobatan sisa-sisa orang Yahudi dan pengkristenan seluruh warga kekaisaran Romawi pada zaman Gereja Lama; dan pada zaman Pertengahan diperoleh pertobatan orang-orang Eropa Utara dan Barat, sedangkan pada Zaman Modern, hasil dari usaha PI itu ialah masuknya bangsa-bangsa di luar Eropa menjadi Kristen, seperti Amerika, Australia, Afrika dan Asia Timur Jauh.

Kedua: Bidang Sejarah Penghambatan.

Bidang ini menampakkkan sejarah perlawanan atau penghambatan yang dialami oleh gereja dan kekristenan dari luar dirinya dan bagaimana usaha-usaha gereja untuk menghadapi perlawanan itu. Dalam sejarahnya, perlawanan atau penghambatan itu mula-mula datang dari pihak Yahudi, kemudian dari pemerintah Romawi, dari kekafiran, dan agama-agama lain terutama kemudian dari pihak Islam. Dengan adanya penghambatan ini, kehidupan kekristenan benar-benar terancam pada satu pihak, tetapi di pihak lain disadari bahwa  itu adalah suatu ujian terhadap iman orang-orang Kristen itu, sampai dimanakah mereka tetap setia untuk menyasikan Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya. Ternyata memang diakui banyak orang Kristen yang mempunyai iman yang  tidak tergoyahkan, yang rela berkorban sebagai orang martir, sehingga sejarah mencatat bahwa darah-darah mereka yang tercurah ke bumi karena membela Kristus dan gerejanya, telah menjadi benih yang subur dalam pertumbuhan kerajaan Allah di dunia ini.

                Di beberapa tempat gereja harus mengalami kemunduran karena adanya perlawanan yang ganas dari luar dirinya, khususnya di daerah sekitar Asia Kecil, Mesir dan Afrika Utara, karena sejak lahirnya agama Islam pada abad ke tujuh, serangan Islam terhadap orang-orang Kristen di daerah itu sangat kuat sekali. Tetapi mengapa sampai kekristenan itu begitu lemah di daerah-daerah tersebut pada waktu itu, menjadi hal yang perlu dikaji dan dijawab dari sudut sejarah gereja.

                Namun perlawanan itu bukan hanya datang dari luar dirinya, tetapi juga dari dalam dirinya sendiri seperti seringnya terjadi perselisihan faham di antara umat Kristen itu. Bahkan di kalangan bangsa-bangsa yang sudah beragama Kristen di Eropa sering terjadi perag antar mereka, perang mana telah menewaskan berjuta-juta orang Kristen, sehingga darah orang-orang Kristen yang tertumpah oleh sesama orang Kristen sendiri, jauh lebih banyak dari pada yang tertumpah oleh perlawanan dari luar dirinya dari pihak orang kafir atau yang beragama lain. Pada abad 20  tantangan yang paling berat dihadapi oleh gereja bukanlah dari pihak agama-agama lain seperti Islam, Hindu, Budha dan lain-lain, tetapi justeru dari dalam umat Kristen itu sendiri, yang dikemudian hari tidak setia lagi terhadap kekristenannya. Sejarah gereja akan mencatat bahwa timbulnya faham komunisme yang menjadi tantangan yang sangat berat bagi kekristenan, adalah justeru dari masyarakat Kristen itu sendiri dan yang berkembang di tengah-tengah bangsa yang sudah beragama Kristen.(23)  Hal ini juga akan menjadi pelajaran bagai gereja, dan seluruh orang Kristen, mengapa itu bisa terjadi.

 

Ketiga: Bidang Sejarah kepemimpinan dan tata-gereja.

Bidang ini menampakkan perkembangan bentuk-bentuk kepemimpinan dan oraganisasi gereja sepanjang sejarahnya. Di dalam kehidupannya di dunia ini, gereja memang memerlukan pemimpin-pemimpin, memerlukan organisasi, memerlukan tata-gereja dan siasat gereja, agar seluruh kegiatan-kegiatannya dapat berjalan dengan baik dan teratur. Di dalam sejarahnya gereja telah mengalami perobahan-perobahan bentuk kepemimpinan dan organisasi, mulai dari bentuk apostolik, episkopal, patriarkhal, papal, konsistorial, presbiterial, kongregasional, sinodal, dll. Perlu dilihat apa kebaikan dan keburukan dari masing-masing bentuk-bentuk itu.

 

Keempat: Bdang Sejarah Ibadah dan kebaktian.

Bidang ini menampakkan bentuk-bentuk ibadah dan kebaktian yang sudah ada, sebagai cara untuk mempersekutukan diri umat Kristen dengan Tuhannya. Bagaimanakah perkembangan bentuk-bentuk persekutuan gerejani, kebaktian minggu, liturgi-liturgi, perayaan-perayaan, pesta-pesta, nyanyian-nyanyian serta musik gerejani, dll.

 

Kelima:Bidang Sejarah kehidupab moral dan etis.

Bidang ini menampakkan bagaimana perkembangan sikap gereja dan orang Kristen terhadap sesama manusia, melalui usaha-usaha sosial, sikap terhadap perhambaan, sikap terhadap perang, sikap bernegara, sikap terhadap kebudayaan dan adat. Perlu juga dilihat sampai dimanakah pengaruh kekristenan dalam menumbuhkan kesadaran berbangsa, kesadaran bernegara, sehingga di kalangan bangsa-bangsa timbul perjuangan menuntut kemerdekaan bangsanya dari kekuasaan bangsa lain, dan demikian juga perjuangan kemerdekaan beragama dari kekuasaan suaru negara.  Demikian juga halnya, bagaimanakah gereja menunjukkan peranannya untuk turut serta membangun kehidupan masyarakat di lingkungan mana ia berdiri.

 

Keenam: Bidang Sejarah teologia, pengajaran dan literatur Kristen.

Bidang ini menampakkan bagaimanakah teologia, pengajaran dan literatur Kristen yang dikenal sekarang menempuh sejarah perkembangannya, seperti: eksegetis, dogma, etika, historika dan praktika. Bagaimanakah gereja merumuskan pemikiran serta pandangan mereka terhadap kekristenan hingga lahirnya dogma gereja, pengakuan iman dan konfessi-konfessi. Dalam sejarahnya dogma atau konfessi-konfessi gereja adalah lahir sebagai jawabannya terhadap ajaran-ajaran yang salah dari aliran-aliran atau filsafat-filsafat yang timbul di sekeliling gereja itu.

 

                Pembidangan sejarah gereja yang diperbuat oleh Schaff ini, demikian juga pembidangan yang diperbuat oleh Qualben adalah sangat bersifat umum, dan dipandang dari sudur perkembangan gereja yang berpusat dari Eropa. Oleh karena itu pembidangan ini masih belum mencakup seluruh bidang sejarah gereja itu, khususnya untuk sejarah gereja di luar negara-negara barat, yang mulai tumbuh pada abad 19 dan baru berkembang pada abad 20. Hal yang menyangkut sejarah umum, seperti gerakan oikumene yang baru tumbuh pada abad 20 belum nampak dalam pembidangan tadi.

 

3.3.3.        Sejarah kekristenan yang ditulis oleh Laturette.

 

Bidang yang ditonjolkan oleh Laturette dalam buku sejarah yang ditulisnya ialah bidang Pekabaran Injil.  Mengenai usaha PI, dia tidak menonjolkan perbuatan suatu gereja atau lembaga-lembaga gereja, melainkan adalah perbuatan Allah di dalam Yesus Kristus, yang di dalamnya sejarah kekristenan juga aktif bekerja.(24) Dalam usaha PI itu gereja dilihat hanyalah alat Allah, dan hal itu dilakukan oleh gereja sebagai responsnya terhadap karya penyelamatan Allah, yang dilakukan di dalam Yesus Kristus.

Bahwa bidang yang ditonjolkan oleh Laturette adalah mengenai perluasan kekristenan itu sendiri adalah jelas dari buku karya sejarahnya yang besar  dan terkenal itu. Buku yang terdiri dari tujuh jilid diberi judul: “A History of the expansion  of Christianity” dan bukunya yang hanya terdiri dari satu jilid saja diberi judul” A History of Chriatianity”. Dalam buku serajahnya itu Laturette juga menjelaskan bahwa pengaruh kuasa Yesus Kristus tidak hanya dilihat dalam sejarah kekristenan ataupun sejarah gereja, tetapi juga di dalam sejarah dunia atau sejarah perjalanan hidup seluruh manusia.(25) Salah satu pertanda bahwa kehidupan Kristus juga turut mempengaruhi perjalan sejarah dunia menurut pandangan Laturette ialah pemakaian penanggalan atau kalender yang telah berpusat kepada kehidupan Kristus (Before Christ=BC dan Anno Domine=AD).

Sebagai orang yang memfokuskan perhatiannya terhadap sejarah perkembangan kekristenan di seantero dunia, yang pada abad 20 telah menempati seluruh belahan dunia, maka cara pendekatan yang diperbuat oleh Laturette untuk meneliti sejarah perkembangan dan perluasan kekristenan itu ialah dengan mengajukan tujuh pertanyaan yaituL26)

1)      Apakah kekristenan yang tersebar itu?

2)      Mengapa kekristenan itu tersebar?

3)      Mengapa pada waktu-waktu tertentu kekristenan mengalami kesulitan?

4)      Bagaimana proses tersebarnya kekristenan itu?

5)      Efek apa yang telah dipengaruhi oleh kekristenan terhadap dunia lingkungannya?

6)      Efek apa dari dunia lingkungannya yang mempengaruhi kekristenan itu?

7)      Apakah yang dilahirkan oleh proses tersebarnya kekristenan itu?

 

3.3.4.        Cara pembidangan yang lain.

 

Cara pembidangan sejarah gereja yang lain muncul dalam salah satu pandangan pada Study Institute Sejarah Gereja yang diselenggarakan oleh Persetia (Persatuan sekolah-sekolah teologia Indonesia) tahun 1977  di Jakarta, di mana diusulkankan supaya sejarah gereja itu dibagi atas tiga bidang saja, yakni: bidang pastorat, bidang apostolat dan bidang diakonat. Ketiga bidang ini katanya sesuai dengan ke tiga komisi oikumenis, yang kemudian bergabung dalam “Dewan Gereja-gereja Se Dunia (DGD), yakni: “Faith and Order” (berhubungan dengan pastorat), “International Misionary Council” (berhubungan dengan apostolat), dan “Life and Work” (berhubungan dengan diakonat). Bidang pastorat mencakup usaha gereja untuk mengadakan bimbingan, pengajaran, ibadah untuk hidup anggota gereja serta disiplin gereja. Bidang  apostolat mencakup usaha pengutusan gereja untuk pergi ke dunia melakukan penyebaran Injil itu. Bidang diakonat mencakup segala usaha yang bersifat pelayanan sosial.(27)

Di atas telah dikemukakan adanya empat cara pembidangan sejarah gereja yang bisa menjadi pedoman dalam menuliskan suatu sejarah gereja. Ke empat cara itu sebenarnya tidak bertentangan satu sama lain, perbedaannya hanya di dalam soal penekakan dari masing-masing bidang tersebut, sesuai dengan sudut pandangan mereka masing-masing. Cara pembidangan yang pertama dan ke dua melihat dari sudut perkembangan gereja itu yang telah melalui tiga zaman, maka pembidangan yang mereka buat adalah sesuai dengan bidang kehidupan gereja itu sendiri. Kalau dalam cara yang keriga yang menonjolkan bidang PI adalah adalah sesuai dengan sudut pandangannya yang mau melihat perluasan dari kekristenan itu. Dengan cara pembidangan yang ke empat, diperlihatkan bidang-bidang sejarah gereja itu sejalan dengan arti dan tugas gereja di tengah-tengah dunia.

 

 

3.4.  Periodisasi Sejarah Gereja

 

Sebagaimana sudah diterangkan di atas, salah satu cara untuk mendekati perjalanan sejarah yang sudah memanjang itu ialah dengan membagi-bagi sejarah itu atas periode-perode, sesuai dengan perkembangan yang paling menonjol dari sejarah itu. Untuk sejarah gereja pembagian periodisasi itu juga dipergunakan. Di bawah ini dkemukakan dua cara periodisasi tersebut, yang juga bisa menjadi pedoman dalam menyusun periodisasi sejarah gereja, yakni periodisasi dengan sistem klasik, dan periodisasi dari sudut pengluasan kekristenan sedunia.

 

3.4.1.        Periodisasi dengan sistem klasik

 

Periodisasi dengan sistem klasik masih merupakan periodisasi yang umum diterima dalam Sejarah Gereja Umum. Dengan sistem ini sejarah gereja dibagi atas tiga zaman, yakni: Zaman Gereja Lama, Zaman Pertengahan dan Zaman Modern.

 

Zaman Gereja Lama.

Zaman ini dimulai sejak kelahiran Kristus, dan mengenai akhirnya masih ada beberapa pendapat yang berbeda. Pendapat yang pertama mengatakan, zaman ini berakhir tahun 306/311, pada waktu mana Konstantinus Agung naik tahta menjadi Kaisar Roma yang menetapkan Agama Kristen menjadi agama yang resmi di kekaisaran itu. Tetapi ada juga pendapat yang lain yang mengatakan bahwa zaman ini berakhir tahun 476, pada saat mana kekaisaran Roma berakhir, setelah ditaklukkan oleh bangsa-bangsa Barbarik (yang masih kafir) dari Eropa bagian Utara, yakni orang-orang Teutonik (Jerman, Skandinavia, dan Anglo-Saxon), sehingga tahun itulah titik tolak perluasan kekristenan sampai ke seluruh benua Eropa. Namun pendapat yang paling umum diterima ialah pendapat yang mengatakan bahwa zaman ini berakhir tahun 590 AD, pada saat mana Gregorius Agung diangkat menjadi Paus di Roma, dan jabatan itu dipegangnya dari tahun 590-604.(28) Diangkatnya Gregorius menjadi Paus, ditetapkan menjadi epoh yang baru, karena itulah yang menjadi titik peralihan dari tata-gereja yang lama dengan tata-gereja yang baru pada waktu itu. Gregorius Agung berdiri pada batas pelarilhan itu, karena dialah yang dikenal sebagai uskup yang terakhir di gereja Roma dan merupakan Paus yang pertama yang memimpin Gereja Katolik di bawah kekuasaannya yang berpusat di Roma.

Zaman Gereja Lama meliputi masa kehidupan Kristus, kehidupan para apostel (rasul-rasul), penghambatan-penghambatan, kekristenan sebagai agama resmi di kekaisaran Roma, perpindahan bangsa-bangsa dari Eropa Utara secara besar-besaran ke wilayah kekaisaran Roma, sampai Gregorius Agung menjadi Paus. Wilayah kekristenan pada waktu itu meliputi daerah-daerah sekitar Laut Tengah, Asia Kecil, Asia Barat, Afrika Utara dan Eropa Selatan,

 

Zaman Pertengahan.

                Zaman ini mulai dari Gregorius Agung menjadi Paus sampai terjadinya Reformasi tahun 1517. Zaman ini merupakan zaman transisi dari gereja-gereja Lama ke pada yang baru, dan pada waktu itu bangsa-bangsa yang ada di Eropa semuanya telah masuk menjadi Kristen. Permulaan zaman ini ditandai dengan kemunduran nilai-nilai kekristenan yang lama, munculnya kejahilan, keruetan hukum dan penganyayaan karena masuknya pengaruh barbarisme di daerah kekristenan itu. Tetapi berkat usaha-usaha penginjilan yang dirintis oleh Gregorius Agung ke pada orang-orang kafir itu, akhirnya kekristenan diterima oleh seluruh bangsa yang ada di Eropa. Stelah itu timbullah peradaban Kristen yang baru di Eropa, sebagai akibat dari perpaduan nilai-nilai kekristenan, kebudayaan Graeco-Roman dan kebudayaan bangsa-bangsa Eropa tersebut.(29)

                Tugas gereja pada zaman itu sangat besar, yakni mentobatkan dan membina orang-orang kafir itu menjadi Kristen dan pekerjaan itu boleh dikatakan berhasil. Kalau pada satu pihak orang-orang kafir itu telah berhasil menduduki kekaisaran Roma sejak tahun 476, maka sejak zaman pertengahan kekristenan telah berhasil menundukkan hidup mereka di bawah salib Kristus. Namun pada zaman ini gereja mengalami perlawanan yang keras dari pihak Islam, sehinga di beberapa tempat gereja terpaksa mengalami kemunduran. Pada zaman itu pula terjadilah perselisihan faham antara gereja-gereja Timur dan Barat mengenai bentuk kepemimpinan dan ajaran gereja, sehingga terjadilah skhisma (perpisahan) antara ke dua belah pihak pada tahun 1054.

 

 

                Perkembangan hierarkhi gereja juga menonjol pada zaman ini, karena pada zaman itulah terjadi kepausan menjadi suatu kekuasaan yang mutlak. Memang sejak Gregorius VII Hildebrand menjadi paus tahun 1049, jabatan kepausan telah mengarah kepada kekuasaan duniawi yang bersifat mutlak, di mana apapun yang menjadi keputusannya tidak boleh diganggu gugat, karena keputusan itu dianggapa telah mempunyai kebenaran yang sama dengan kebenaran Firman Allah. Keadaan inilah yang menjadi salah satu latar-belakang timbulnya reformasi Martin Luther tahun 1517.

 

Zaman Modern.

                Zaman ini dimulai sejak reformasi Martin Luther tahun 1517 hingga sekarang. Pada zaman ini dunia kekristenan semakin luas, sejalan dengan penemuan dunia baru oleh Clumbus tahun 1492 di benua Amerika. Sejak penemuan ini maka banyaklah orang-orang Eropa yang berhijrah ke Amerika, menetap di sana, yang sekaligus membawa kekristenan itu sampai ke sana.

                Akibat dari Reformasi, kekristenan di dunia Barat pun menjadi terbagi dua, satu mengikuti jalan yang lama (Roma Katolik) dan satu lagi mengikuti jalannya reformasi yang disebut golongan Protestan. Pengaruh Reformasi juga telah menimbulkan kebebasan beragama di Eropa dan bahkan ada yang sudah merasa sudah terlalu bebas, sehingga dari golongan Protestan sendiri telah lahir berbagai denominasi yang berdiri sendiri-sendiri.

                Pad zaman Pertengahanlah juga lahir gerakan Pencerahan yang mengajak  manusia untuk tidak mempercayai apa-apa di luar dari apa yang dapat diterima oleh akal manusia. Dengan lahirnya gerakan Pencerahan inilah, maka terjadi pemisahan Gereja dari Negara(30) Namun rupanya, terjadinya pemisahan gereja dari negara justeru menguntungkan kepada gereja itu sendiri, karena sejak adanya pemisahan itulah, maka uasaha Pekabaran Injil ke seluruh dunia menunjukkan perkembangan yang pesat. Pada abad 18 muncullah dari kalangan umat Protestan suatu gerakan kebangkiran rohani, yakni Pietisme dan Methodisme yang berusaha membangkitkan kembali kehidupan rohani orang-orang Kristen yang sudah banyak disesatkan oleh pemikiran Pencerahan yang sesat itu. Gerakan kebangkitan rohani yang menekankan kesalehan hidup pribadi, kemudian sangat banyak mendorong lahirnya gerakan penginjilan oleh badan-badan zending di Eopa ke seluruh bangsa di dunia ini yang masih dalam kegelapan, khususnya yang berada di Asia dan Afrika.

 

3.4.2.        Periodisasi dari sudt pengluasan kekristenan se dunia

 

Periodisasi dengan sistem klasik di atas adalah dari sudut pandangan perkembangan gereja Barat, sehingga hanya dapat menjangkau perkembangan sejarah gereja itu, bagi gereja gereja-gereja yang berlatar-belakang penginjilan gereja barat. Pengluasan kekristenan ke seluruh dunia , nyatanya bukan hanya dari jurusan Barat, tetapi ada juga dari juruan Timur dan Selatan (bd. Kisah 2: 8-11). Menurut tradisi tertentu, kekristenan bukan hanya disebarkan di wilayah kekaisaran Romawi pada zaman rasul-rasul, tetapi juga ke luar batas-batas kekaisaran itu, seperti Bartolomeus ke Edessa. Dan Thomas pergi ke India. Memang kebenaran dari tradisi ini tidak bisa kita buktikan, namun yang pasti, seorang dari angkatan sesudah para rasul, yang bernama Addai telah menjadi rasul di Mesopotamia, dan pada tahun 225,  gereja Kristen telah mempunyai pusat yang kuat di Mesopotamia.(31) Oleh karena itulah maka Laturette, seorang sejarawan Kristen Amerika yang selalu mendekati perkembangan sejarah gereja dari sudut iman dan ilmu pengetahuan, (32) tidak mau mengikuti sistem klasik itu, melainkan dia membuat periodisasi berdasarkan pengluasan kekristenan itu dari sudut pandangan yang menyeluruh di seluruh dunia. Pandangannya bertitik tolak dari keadaan kekristenan pada abad 20, sehingga dengan memperhatikan keadaan dan pengaruh kekristenan itu pada masa itu, maka dia mencoba menyelusuri sejarah perkembangannya dari mula sampai masanya.

Maka dari sudut pandangan itu Laturette membagi sejarah kekristenan itu atas lima periode, sesuai dengan gelombang pasang-surutnya ekspansi kekristenan di atas belahan bumi ini. Ke lima periode itu tersebut ialah:

Pertama: The First Five centuries  (1 - 500 AD)

Kedua: The Thousand Years of Uncertainty (500 - 1500.

Ketiga: Three Centuries of Advance (1500 - 1800).

Kempat: The Great Century  (1800 – 1914)

Kelima: Advance Through Storm (1914  - --   )

 

Periode Pertama: 1 – 500 AD

                Pada periode ini pengluasan kekristenan terutama terjadi di sekitar Laut Tengah, yakni bagi warga kekaisaran Roma, pada zaman inilah gereja lahir sebagai lembaga institusional, penetapan Kanon PB, landasan Teologi Kristen, rumusan Pengakuan Iman, serta perkembangan kerahiban. Tetapi walaupun kekristenan pada waktu itu telah meliputi seluruh wilayah kekaisaran Romawi, namun kalau di pandang dari seluruh dunia, apayang sudah dicapai itu, masih merupakan bagian yang kecil dari belahan dunia.

 

Periode Kedua: (500  -  1500 AD)

                Pada periode ini kekristenan terancam dari pihak Islam sampai tahun 950, sehingga sebagian besar dari wilayah kekristenan yang sudah dicapai sebelumnya terpaksa berkurang. Tetapi di pihak lain pos-pos kekristenan telah tersebar mulai dari Irlandia di Eropa Barat sampai daerah Cina di Asia Timur jauh. Demikian juga dari Sakandinavia di Eropa Utara sampai Nubia di daerah Afrika.  Dan sejak tahun 950-1350 kemajuan dicapai lagi bukan dari sudut pengluasan wilayah, tetapi juga dari sudut pertumbuhan iman dan organissi, dan peranan kekristenan itu dalam pembentukan kebuadayaan baru khususnya di Eropa Barat. Tetapi sejak tahun 1350 – 1500 terjadi lagi kemunduran. Pada masa itu banyak wilayah kekristenan yang hilang, walaupun tidak sebanyak pada masa 500-950. Terjadi juga penyelewengan dalam gereja yakni penyelewengan ajaran dan kuasa gerejani.

 

Periode Ketiga: 1500 – 1800 AD.

                Pada periode ini muncullah banyak missioner yang berani menjelajah ke seluruh dunia, sehingga pada periode ini sebagian besar dari belahan dunia telah dimasuki oleh kekristenan itu.

 

Periode Keempat: 1800 – 1914 AD.

                Periode ini adalah merupakan zaman Pekabaran Injil, karena pada periode inilah kekristenan itu tersebar luas dengan pesat, sehingga semua benua yang didiami oleh manusia telah dimasuki oleh kekristenan itu.

 

Periode Kelima: 1914 – sekarang

Pada periode inI penyebaran kekristenan tetap dilanjutkan, namun banyak menghadapi banyak hambatan dan tantangan oleh gelombang pergerakan dunia, karena pada periode ini muncullah beberapa aliran atau faham yang berlawanan dengan kekristenan terutama dari pihak komunis.

 

3.5.  Penulisan Sejarah Gereja Regional, Nasional dan Lokal.

 

Penulisan Sejarah Gereja Regional, Nasional dan Lokal, sangat perlu diperkembang dewasa ini, yang dilakukan oleh orang-orang Kristen di lingkungannya sendiri. Seperti penulisan Sejarah Gereja Asia oleh dan untuk orang Asia, penulisan Sejarah Gereja di Indonesia oleh dan untuk orang Indonesia, penulian Sejarah Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) oleh dan untuk orang Kristen warga HKBP.  Penulisan sejarah dengan pendekatan sedemikian, akan bisa menggambarkan sejarah gereja dan keadaan lingkungan sekitarnya dengan lebih obyektif, sehingga identitas dari gereja tersebut dapat lebih jelas dikenal oleh warga gerejanya.

Selama ini penulisan sejarah gereja Regional, Nasional dan Lokal juga dikerjakan oleh orangorang Eropa yang bertugas sebagai penginjil di daerah tersebut. Sehingga buku-buku mengenai Sejarah Gereja Asia misalnya, kebanyakan ditulis oleh orang-orang Eropa, dan baru sedikit yang ditulis oleh orang-orang Asia sendiri. Buku-buku Sejarah Gereja Asia yang terkenal yang ditulis oleh orang Kristen Asia, yang kita kenal di antaranya ialah buku: RB Manikam, Christianity and the Asian Revolution (1954) dan buku  KM Panikkar, yang berjudul: Asia and Western Dominance (1953), yang ke duanya dipergunakan oleh Th.Van den End (seorang Belanda yang sejak tahun 1970 menjadi dosen STT-Jakarta) dalam bukunya: Sejarah Gereja Asia (1981. Namun ke dua buku tersebut telah banyak menolong orang-orang Kristen Asia untuk mengenal sejarah gerejanya, bukan hanya dari sudut pandangan Eropa lagi, melainkan sudah dari sudut pandangan wilayahnya sendiri yakni wilayah Asia.

Dari buku Panikkar tersebut misalnya bisa diketahui bahwa penyebaran kekristenan ke wilayah Asia, bukanlah dimulai oleh orang Eropa, tetapi oleh orang-orang Kristen Asia sendiri. Orang-orang Kristen Nestorian misalnya telah menyebarkan kekristenan sampai ke negeri Cina, sediktnya pada abad ke tujuah.(33) Hanya diketahui bahwa kekristenan itu oleh penyebaran mula-mula tidak begitu berkembang, bahkan boleh dikatakan menjadi terhenti karena posisi agama-agama di Asia (seperti: Zoroaster di Persia, Hindu di India, Budha dan Kong Hu Cu di Tiongkok dan kemudaian Islam di Timur Tengah) yang sudah kuat. Namun sisa-sisa kekristenan Nestorian itu sampai sekarang masih ada  di beberapa negeri di Asia Barat (Irak, Siria, Libanon, Palestina dan Armenia) dan di India Selatan (Gereja Thomas).

Penyebaran kekristenan untuk orang-orang Asia setelah sempat beberapa lama terhenti (sejak kira-kira tahun 1400), barulah kemudian dilanjutkan oleh orang-orang Kristen dari Eropa, yang berawal dari terbukanya hubungan Eropa ke Asia, setelah Vasco da Gama (orang Portugis) berhasil menemukan pantai Barat India pada tahun 1498, sebagai orang pertama yang mencoba berlayar dari Eropa ke arah Timur. Sejak terbukanya hubungan pelayaran dari Eropa ke Asia itu, maka bertanganlah bangsa-bangsa  Eropa menjelajah ke daerah-daerah Asia yang pada mulanya dengan hubungan dagang, tetapi kemudian beralih fungsi menjadi penjajah. Pada kesempatan itu bangsa-bangsa Eropa itu juga berusaha menyebarkan kekristenan, tetapi pada mulanya hanya dalam batas-batas tertentu. Barulah kemudian usaha penginjilan itu dijalankan secara sungguh-sungguh, setelah usaha penginjilan itu langsung ditangani oleh penginjil-penginjil yang diutus oleh  Badan-badan zending yang lahir di Eropa sebagai hasil dari gerakan kebangunan rohani di sana.

Oleh karena itulah, apabila sejarah Gereja Asia itu ditulis oleh orang-orang Eropa, maka yang ditonjolkan ialah usaha-usaha Pekabaran Injil dari Eropa itu. Misalnya buku “Sejarah Gereja Indonesia” yang ditulis oleh Dr. Th. Mueller Kruger tahun 1959. Dalam buku itu penulis dalam menggambarkan sejarah perkembangan gereja-gereja di Indonesia, jelas sangat menonjolkan usaha-usaha PI dari Eropa, dan kurang memperhatikan fator-faktor pendukung dari lingkungan orang-orang Kristen Indonesia itu sendiri, seperti peranan penduduk setempat ataupun peranan pendeta atau Pekabar Injil pribumi.

Tentang penulisan Sejarah Gereja di Indonsia dari sudut  Indonesia, memang telah dirintis dengan diadakannya Study Institute Sejarah Gereja, yang diselenggarakan oleh dosen-dosen Sejarah Gereja di Sekolah-sekolah anggota Persetia, yakni pada 19 Juni – 19 Juli 1977 di Jakarta dengan tema: Gereja di tengah-tengah lingkungannya.  Namun sepanjang pengetahuan penulis, sampai sekarang belum ada  orang Indonesia yang menulis Sejarah Gereja di Indonesia dari sudut pandangan nasional Indonesia. Hanya usaha ke arah situ telah mulai oleh Dr. Th. Van den End, yang walaupun dia bukan orang Indonesia, namun dalam bukunya “Ragi Carita 1 (1500 – 1860) dan Ragi Carita 2 (1860- sekarang), dia telah berusaha menuliskan Sejarah Gereja di Indonesia itu dari sudut Indonesia.

Memang diakui sebagaimana dikatakan oleh Th. Van den End dalam kata Pendahuluan bukunya itu tersebut, menulis Sejarah Gereja Nasional seperti Indonesia akan menghadapi beberapa kesulitan, karena di dalamnya berdiri beberapa  gereja yang mempunyai latar-belakang yang berbeda. Kesulitan itu antara lain berhubungan dengan:

1)      Bagaimana caranya menetapkan titik permulaan atau kelahiran dari gereja di Indonesia.

2)      Masalah membagi periodisasi, patokan manakah yang dibuat untuk membagi periodisasi tersebut. (34)

 

Mengenai penetapan tanggal kelahiran gereja-gereja di Indonesia, secara umum dikenal ada tiga cara, yaitu:

1)      Saat masuknya pekabar Injil yang pertama di daerah itu.

2)      Terjadinya pembaptisan pertama bagi anak daerah itu.

3)      Terbentuknya synode yang pertama dari gereja itu. (35)

 

Mengenai pembagian periode, titik tolak yang diperbuat oleh Mueller Kruger ialah dari segi siapa yang mengabarkan Injil itu, sehingga ada: Zaman Portugis (abad 16), Zaman VOC (1605-1799), dan zaman badan-badan Zending dari Eropa (sejak abad 19).

        Pembagian periodisasi yang lebih baik dalam sejarah gereja di Indonesia, ialah pembagian yang berdasarkan perluasan gereja-gereja di wilayah Indonesia sebagaimana difikirkan oleh peserta Study Institute Sejarah Gereja tahun 1977 di Jakarta, yakni dengan pembagian sbb: (36)

 

I.               1522 – 1570           :  Zaman perluasan pertama, berakhir dengan pembunuhan Sultan Hairun                       di Ternate dan merosotnya kekuasaan Portugis di Nusantara.

II.             1570 – 1875           :  Zaman Stagnasi. Ada sedikit perluasan pada masa pertama VOC, tetapi tidak begitu berarti.

III.           1815 – 1870           :  Mulailah didirikan pangkalan-pangkalan baru, tetapi belum ada pengkristenan secara besar-besaran, kecuali di Minahasa.

IV.           1870 – 1950           :   Zaman didirikannya gereja-gereja suku.

V.             1950 -                       : Zaman penyebaran Injil di pulau Jawa dan juga di daerah-daerah lain. Pengkristenan penganut agama-agama suku pada dasarnya sudah berakhir.

 

 

3.6.  Metode=metode penulian Sejarah Gereja.

 

                Sebagai salah cabang ilmu teologia, penulisan Sejarah Gereja juga menuntut metode-metode penulisan yang bersifat ilmiah. Yang dimaksud dengan metpde ilmiah ialah metode yang dipergunakan untuk menulis suatu ilmu tertentu, sehinga hasil tulisan itu benar-benar ilmiah, yang artinya dapat dipercaya dan dibuktikan kebenarannya. Untuk penulisan Sejarah Gereja, itu berarti bahwa segala peristiwa yang dikemukakan adalah benar-benar fakta yang sungguh-sungguh benar terjadi.  Dalam metode penulisan Sejarah Gereja, sama halnya dengan penulisan sejarah umum, (37) paling sedikit ada empat langkah yang harus ditempuh oleh sejarawan, sehingga sejarah yang dituliskannya benar-benar dapat mencerminkan suatu tulisan ilmiah. Ke empat langkah itu ialah:

1)      Pengumpulan sumber atau bahan-bahan yang diperlukan.

2)      Menguji bahan-bahan yang diperoleh itu, apakah  masih asli (otentik) atau tidak, sehingga sumber yang tidak asli harus dituliskan.

3)      Menyeleksi mana dari antara bahan-bahan yang otentik itu, kesaksiannya dapat dipercaya. Dan memilih mana dari antara kesaksian-kesaksian yang dapat dipercaya itu yang lebih penting dan relevan.

4)      Menyusun kesaksian-kesaksian penting dan relevan, yang dapat dipercaya itu menjadi suatu sejarah yang hidup dan bernilai.

 

3.6.1.        Pengumpulan sumber atau bahan-bahan yang diperlukan.

 

                Sumber yang dipergunakan untuk penulisan sejarah gereja dapat digolongkan atas dua bagian besar, yakni sumber tertulis dan sumber tidak tertulis.

 

Pertama: Sumber tertulis.

                Yang termasuk ke dalam sumber tertulis antara lain ialah:

a.       Dokumen-dokumen resmi dari gereja, atau dokumen-dokumen negara yang berhubungan dengan gereja.

b.      Tulisan-tulisan pribadi dari pelaku sejarah, misalnya: tulisan para apostel, tulisan bapa-bapa gereja lama, tulisan para rahib, tulisan para pekabar Injil, tulisan para reformator, tulian para petugas gereja, dll.

c.       Tulisan-tulisan sejarawan Kristen tentang sejarah gereja, mulai dari sejarah gereja mula-mula, sampai sekarang.

d.      Inskripsi-inskripsi, seperti tulian-tulisan yang terdapat pada kuburan atau katakombe-katakombe, yang sering mengandung pernyataan iman dan pengharapan orang Kristen pada masa penghambatan.

 

Kedua: Sumber tidak tertlis.

                Sumber tidak terulis biasanya jauh lebih sedikit dari sumber tertulis, yang antara lain ialah berupa bangunan-bangunan gereja, patung-patung, monumen-monumen, lukisan-lukisan dan tradisi-tradisi gerejani yang tidak tertulis. Untuk penulisan sejarah kontemporer (sejarah yang baru saja berlalu), diperlukan wawancara terhadap beberapa orang yang dianggap masih banyak mengetahui atau mengingat beberapa hal mengenai kejadian masa lalu itu.

 

3.6.2.        Menguji sumber-sumber yang diperoleh.

 

                Sumber-sumber atau bahan-bahan informasi yang diperoleh, tidak otomatis seluruhnya bisa dipergunakan menjadi bahan penulisan sejarah. Seluruh bahan itu masih harus diuji, baik dari segi luar maupun dari segi dalamnya. Pengujian dari segi luar dimaksudkan untuk mengetahui, apakah bahan itu masih otentik atau sudah dipalsukan, terutama dengan yang menyangkut dokumen tertulis. Sejarawan harus sangat teliti terhadap pemalsuan sesuatu dokumen.

                Pengujian dari segi dalam (intern) dimaksudkan untuk mengetahui apakah isi dari sesuatu dokumen yang diperoleh dapat memberi kesaksian yang dapat dipercaya atau sudah meragukan. Perlu diingat bahwa sesuatu dokumen yang asli belum tentu memberi kesaksian yang benar dan dapat dipercaya. Dalam hal inilah, maka orang-orang yang memberi kesaksian atau informasi dalam dokumen tersebut, masih perlu diuji, apakah dia mempunyai kemampuan atau kemauan untuk menyatakan kebenaran seperti itu. Kebenaran dari kesaksian itu bisa juga diuji dengan memperbandingkannya dengan kesaksian yang terdapat dalam dokumen yang lain, apakah kesaksian itu bisa saling mendukung.

 

3.6.3.        Menyeleksi bahan-bahan.

 

                Walaupun sumber-sumber informasi yang otentik sudah diperoleh, dan isinya ternyata juga mengandung kebenaran dan fakta, namun bahan-bahan itu perlu lagi diseleksi, yakni memilih dari antaranya mana peristiwa yang penting dan relevan, sesuai dengan sasaran yang akan dicapai dalam penulisan sejarah tersebut. Di dalam usaha penyeleksian ini, para sejarawan biasanya mempunyai penilaian yang berbeda-beda, tergantung kepada kepercayaan, faham atau ide dari si sejarawan, atau arah sejarah yang akan dituliskannya. Dengan perkataan lain, di dalam usaha penyeleksian inilah termasuk bahwa sifat subyektif dari sejarawan tidak boleh tidak mempengaruhi sejarah yang dituliskannya.

 

3.6.4.        Penyusunan.

 

                Di dalam pekerjaan penyusunan ini ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh sejarawan, yaitu:

a.       Sejarawan harus menguasai seluruh bahan yang dipergunakan, agar isinya dapat dipertanggung-jawabkan.

b.      Sejarawan juga harus menguasai masalah-masalah masa kini, karena sejarah yang dituliskannya bukan hanya menyangkut pengetahuan masa lampau saja, melainkan harus mempunyai sangkut paut dengan masalah-masalah kehidupan sekarang.

c.       Sejarawan harus mempunyai pandangan jauh ke depan, dan selalu harus menyadarai apakah sasaran yang akan dicapai dengan tulisan sejarahnya itu, agar dia dapat mengarahkan tulisannya itu untuk mencapai sasaran tersebut/

d.      Sejarawan harus mampu memperhatikan, manakah hal-hal yang sangat perlu mendapat tekanan dalam tulisan sejarah itu.

e.      Tulisan sejarah itu harus disusun dengan teratur, sistematis serta menguraikan bahasa yang baik dan mudah dimengerti, sehingga tulisan sejarah itu mencerminkan nilai seni yang tinggi dan cerita yang hidup.

f.        Sebagai salah satu bidang ilmu teologia, maka sejarah gereja itu harus diisi dengan nilai teologia. Ini berarti bahwa sejarah gereja gereja harus dituliskan sedemikian rupa, sehingga senantiasa mampu menyuarakan Firman Allah, dan membimbing setiap orang Kristen untuk selalu hidup beriman dan menunjukkan hidup kekristenan yang benar. Untuk itulah  di dalam menuliskan sejarah gereja, sejarawan harus selalu berdiri di atas kebenaran Allah, sebagaimana dinyatakan di dalam Alkitab dan Yesus Kristus. Di atas kebenaran itulah juga sejarawan memberi penilaian atau penafsiran terhadap segala peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah gereja. Dengan menyadari tanggung-jawab sedemikianlah maka yang sebaiknya menjadi penulis sejarah gereja adalah seorang teolog ataupun seorang pendeta, yang sudah memahami arti penyelamatan Kristus di dunia ini.

 

 

4.       PENUTUP: FAEDAHNYA MEMPELAJARI SEJARAH GEREJA

 

                Dalam bagian penutup ini perlu diketahaui apakah faedahnya mempelajari sejarah gereja itu. Setelah di atas telah dicoba didalami apa itu sejarah gereja dan usaha-usaha untuk menuliskannya menuntut suatu ketelitian dan tanggung-jawab yang besar, memang jelas terlihat bahwa mempelajari sejarah gereja akan memberi banyak faedah baik bagi pekerja gereja maupun bagiwarga jemaat biasa, antara lain yang bisa dikemukakan di sini:

 

1)      Melalui sejarah gereja akan semakin banyak  dikenal dan diketahui tentang apa itu gereja. Tidak mungkin bisa mengenal wujud dari gereja  secara benar tanpa diketahui  sejarah dari gereja itu. Oleh karena itu salah satu cara untuk membina warga gereja agar selalu menjadi warga gereja yang baik dan mengasihi gereja itu, ialah dengan mengajarkan sejarah gereja itu dengan sungguh-sungguh kepada mereka.

2)      Memperdalam pengenalan terhadap Allah yang menyatakan diri di dalam Yesus Kristus, dan yang selalu membimbing gereja-Nya dalam perjalanan sejarah melalui kuasa Roh Kudus. Allah adalah Allah sejarah yang menyatakan diri dalam sejarah manusia, khususnya dalam sejarah gereja.

3)      Memberikan pandangan dan pengalaman yang luas di dalam mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi, khususnya persoalan kegerejaan. Seorang pendeta yang di dalam pelayanannya di tengah-tengah jemaat misalnya, menghadapi banyak tantangan dan kesulitan, maka dengan belajar dari pengalaman pelayan-pelayan gereja pada masa yang silam, maka dia akan selalu tabah melayani jemaat itu. Di samping itu, masalah lain seperti masalah teologia, masalah ajaran, masalah kepemimpinan, masalah oikumene, dll.pun, juga akan selalu bisa diatasi dengan pandangan yang luas, apabila banyak mepelajari sejarah gereja.

4)      Sejarah gereja akan dapat mengingatkan setiap orang untuk selalu waspada terhadap bahaya-bahaya yang mungkin datang dari dalam dan luar gereja itu sendiri. Bagaimana untuk mengatasinya apabila bahaya itu datang, akan banyak dipelajari dari sejarah gereja itu sendiri. Sehubungan dengan bahaya-bahaya ini, maka dari sejarah akan diketahui, sampai di manakah gereja masih menyadari tanggung-jawabnya, dan sejauh mana sudah menyeleweng dari wujudnya sebagai gereja tubuh Tuhan. Martin Luther misalnya, terdorong untuk mengadakan reformasinya, adalah setelah banyak mempelajari sejarah gereja atau hal-hal yang terjadi di tengah-tengah gereja itu pada masa lampau.(38)

5)      Sejarah gereja juga menyadarkan orang Kristen akan identitasnya, siapa dia dan dari mana dia. Artinya, dengan mempelajari sejarah gerejanya, akan diketahui teologia mana yang melatar-belakangi kekristenannya.

6)      Sejarah gereja juga memberikan kebutuhan batiniah orang Kristen. Ini berarti bahwa sejarah gereja akan menolong orang Kristen untuk mengungkapkan jiwanya sendiri.  Dengan merenungkan apa-apa yang sudah terjadi pada masa yang lampau dan berusaha memberi interpretasinya  terhadap peristiwa-peristiwa itu, akan memberi arti tersendiri bagi kepuasan batin setiap orang.

7)      Khusus bagi pemimpin-pemimpin gereja, sejarah gereja akan banyak memberi informasi tentang masalah kepemimpinan, mengapa ada pemimpin yang berhasil dan gagal.  Kemungkinan untuk bisa berhasil bagi seorang pemimpin gereja akan lebih banyak, kalau dia banyak mengetahui masa lampau dari gereja itu.

8)      Sejarah gereja juga mewariskan nilai-nilai intelektual, nilai kultural,  serta dorongan untuk maju. Seseorang yang banyak mempelajari dan memberi penelitian terhadap penyebab dan latar-belakang suatu kejadian, maka hal itu akan dapat menumbuhkan dan memperkembang cara berfikirnya.  Di samping itu dari sejarah gereja akan banyak diketahui berbagai kebudayaan dan peradaban sesuatu bangsa, di mana gereja itu bertumbuh. Demikian juga dari pengalaman-pengalaman orang-orang Kristen pada masa yang lampau yang banyak berjuang untuk memenangkan iman dan kekristenan itu, akan memberikan dorongan dan semangat bagi setiiao orang Kristen untuk berani maju ke depan.

 

 

 

----ooOoo----

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Catatan-catatan.

1)                C.T.McIntire, The Ongoing task ofChristian Historiography, dalam George Marsden (ed,), A Christian View of History, Michigan, 1975, hal. 53.

2)                Sutan Muhammad Zain, Kamus Modern Bahasa Indonesia, Djakarta, ttp, hal. 680.

3)                Soemarjo, Apakah Sejarah itu ?, CV. Pelangi, 1961, hal. 16.

4)                Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, UI, Jakarta, 1975, hal. 27.

5)                Dikutip oleh Sutrasno dalam bukunya: Sejarah dan Ilmu Pengetahuan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1975, hal. 33.

6)                Soemarjo, opcit, hal. 13.

7)                Taufik Abdullah, Ilmu sejarah dan Historiografi, PT Gramedia, Jakarta, 1985, hal. X ff.

8)                George M. Marsden, A Christian Persfective for the teaching of history, dalam buknya: A Christian View of History ?,  Michigan, 1975.hal. 40.

9)                Sutrasno, opcit, hal. 12.

10)           W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, 1982, kata: waktu, hal,1146.

11)           T.S.G. Mulia (ed.), Ensiklopedia Indonesia, vol. 2,  art,: waktu, Bandung ttp, hal. 1416.

12)           Bhagavadgita  XI, 32, yang dikutip oleh S.G.F.Barandon, History, Time and Deity, New York, 1965, hal. 3.

13)           Sherman Barnes, Man and Time, dalam buku Tim Dawley (ed.), A Lion Handbook: The History of Christianity, Lion Publishing, England, 1977, hal. 4.

14)           Oscar Cullman, Christ and Time, Philadelphia, 1964, hal. 52.

15)           Sutrasno, opcit, hal. 88

16)           Ibid, hal. 90 ff.

17)           Th. Van den End, Ragi Carita 1: Sejarah Gereja di Indonesia jilid 1, BPK Jakarta, 1980, hal. 6.

18)           Gereja di tengah-tengah lingkungannya, Notula Study Institute Sejarah Gereja, Persetia, 19 Juni-19 Juli 1977, di Jakarta, hal. 5.

19)           Barangkali pemikiran inilah yang mendasari pendeta=pendeta Jerman yang bertugas di Gereja batak dulunya, sehingga mereka menerjemahkan perkataan “Sejarah Gereja” dengan :Jamita Huria”. “Jamita” berarti bertita yang mencerminkan Firman Allah.

20)           Philip Schaff, History of the Christian Church, Vol. I: Apostolic Christianity (1 – 100 AD), Michigan 1910, hal. 4.

21)           Lars P.Qualben, A History of the Christian Church, New York, 1942, hal. 3-4.

22)           Philip Schaff, opcit,  hal.6 ff.

23)           Kenneth Scott Laturette, A History of Christianity, New York, 1953, hal. Xv.

24)           Ibid, hal. Xxii.

25)           Ibid, hal. Xiii.

26)           K.S.Laturette, A History of Expansion of Christianity, Vo. I, New York & London, 1937, hal.x-xv.

27)           Notula Study Institute ..., opcit., hal. 12-13.

28)           P.Schaff, opcit, hal, 14; Lihat juga Lars P.Qualben, opcit, hal. 4.

29)           Lars P.Qualben, opcit, hal. 4.

30)           Th. Van den End, Harta dalam bejana, BPK G.Mulia,  Jakarta, 1982, hal. 231.

31)           Th. Van den End, Sejarah Gereja Asia, Yogyakarta, 1981, hal. 10.

32)           William A.Speck, Kenneth SCOTT Laturette’s Vocation as Christian Historian, dalam, G.Marsden (ed.). opcit, hal. 119.

33)           K.M.Panikkar, Asia and Western Dominance, London, 1953, hal. 375.

34)           Th. Van den End, Ragi carita 1, hal. 8-11.

35)           Gereja HKBP mempunyai cara yang unik, karena tidak mengikuti salah satu dari ke tiga cara itu. HKBP menetapkan tgl. Kelahirannya bukan berdasarkan kedatangan Pekabar Injil yang pertama, atau pembaptisan yang pertama, bukan pula synode pertama, melainkan berdasarkan pertemuan pertama dari empat orang Pekabar Injil (dua dari zending Ermelo dan dua dari RMG yang bergabung dalam naungan RMG), yang membagi cara kerja mereka, yaitu 7 Oktober 1861.

36)           Notula Study Institute ..., opcit, hal. 14.

37)           Lihat juga misalnya metode sejarah yang ditulis oleh Gotschalk, Mengerti Sejarah, hal. 18.

38)           Julius Bodensieck (ed.), The Encyclopaedia of the Lutheran Church, artikel: History, Vol. II, 1965, hal. 1025.

 

 

DAFTAR BUKU-BUKU BACAAN

 

-          Abdullah, Taufik, Ilmu sejarah dan Historiografi, PT Gramedia, Jakarta, 1985.

-          Ali, R.Muhammad, Penentuan arti sejarah dan pengaruhnya dalam metodologi Sejarah Indonesia, Jakarta, 1981.

-          Berkhof, H., Makna Sejarah, BPK Jakarta, 1970.

-          Bodensieck, Julius (ed.), The Encyclopaedia of the Lutheran Church, artikel: History, Vol. II, 1965.

-          Barandon, S.G.F.,History, Time and Deity, New York, 1965.

-          Cullman, Oscar, Christ and Time, Philadelphia, 1964.

-           Dawley, Tim, (ed.), A Lion Handbook: The History of Christianity, Lion Publishing, England, 1977.

-          Gottschalk, Louis,  Mengerti Sejarah, UI, Jakarta, 1975.

-          Kruger, Th. Mueller,  Kedudukan Gereja dalam Sejarah Keselamatan: Kuliah Umum pada Dies Natalis STT-Jakarta, 27 September, 1957, BPK, Jakarta, ttp.

-          Kruger, Th. Mueller, Sejarah Gereja Indonesia, Jakarta, BPK, 1959

-          Laturette, Kenneth Scott, A History of Christianity, New York, 1953.

-          Marsden, George M, A Christian View of History ?,  Michigan, 1975.

-          Mulia, T.S.G., (ed.), Ensiklopedia Indonesia, vol. 2,  art,: waktu, Bandung ttp

-          Panikkar, K.M., Asia and Western Dominance, London, 1953.

-          Persetia, Gereja di tengah-tengah lingkungannya, Notula Study Institute Sejarah Gereja, Persetia, 19 Juni-19 Juli 1977, di Jakarta.

-          Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, 1982.

-          Qualben, Lars P., A History of the Christian Church, New York, 1942.

-          Schaff, Philip, History of the Christian Church, Vol. I: Apostolic Christianity (1 – 100 AD), Michigan 1910.

-          Soemarjo,  Apakah Sejarah itu ?, CV. Pelangi, 1961.

-          Sutrasno, Sejarah dan Ilmu Pengetahuan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1975.

-          Van den End, Th., Harta dalam bejana, BPK G.Mulia,  Jakarta, 1982.

-          Van den End, Th., Ragi Carita 1: Sejarah Gereja di Indonesia jilid 1, BPK Jakarta, 1980.

-          Van den End, Th., Sejarah Gereja Asia, Yogyakarta, 1981.

-          Zain, Sutan Muhammad,  Kamus Modern Bahasa Indonesia, Djakarta, ttp.

 

 

                                                                                                (Pdt. MSM. Panjaitan, MTh)