Senin, 07 Desember 2020

MENYAMBUT SYNODE GODANG HKBP KE 65

 

MENYAMBUT  SYNODE GODANG HKBP KE 65

 

            Setelah mengalami penundaan, karena situasi pandemi covid 19, HKBP akhirnya menyelenggarakan Synode Godang ke 65 pada 9-13 Desember 2020, bertempat di Seminari Sipoholon Tarutung, yang mengambil Tema: “Huhalupahon na di pudingku, angka na di jolo i hueahi” ( Aku melupakan apa yang dibelakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di depanku ( Filipi 3: 13-14); dan sub-tema: “ Ai denggan do i di roha ni Tondi Porbadia nang di rohanami manguduti pangkobasionon on nang tu tingki na naeng ro” (Ulaon 15L 28). Ini adalah penundaan terhadap jadwal sinode yang semula direncanakan pada 19-16 Oktober 2020.  Masa berlangsungnya sinodepun, juga dipersingkat yang dari  biasanya tujuh hari menjadi lima hari, demi menghempang penularan covid 19 itu. Sesuai dengan “Aturan Dohot Paraturan HKBP tahun 2002”, yang sudah diamandemen, Sinode Godang diadakan sekali dua tahun, yakni sekali sebagai sinode gdang kerja, dan satu lagi sinode godang periode.  Kali ini adalah sinode godang periode, dimana akan dilakukan pemilihan para pemimpin HKBP, mulai dari pemimpin pusat, yang terdiri dari: Ephorus, Sekretaris Jenderal, dan tiga Kepala Departemen (Koinonia, Marturia, Diakonia). Semua yang menempati jabatan pimpinan pusat itu dipilih oleh sinode dari kalangan pendeta (kecuali Kadep Diakonia bisa dari warga jemaat) yang  memenuhi syarat, yakni telah menjadi pendeta minimal 20 tahun, tidak pernah kena hukuman gerejawi (RPP), sehat, berusia tidak lebih dari 61 tahun. Tetapi walaupun jabatan Kadep Diakonia dibuka untuk anggota jemaat, selama ini yang terpilih untuk jabatan itu juga dari kalangan  pendeta.

            Biasanya setiap sinode diisi dengan pembekalan peserta sinode, berupa Penelahan Alkitab,  Ceramah tema dan Ceramah Sub-tema, serta ceramah lain yang mendukung kepada tema sinode. Juga dibahas Barita-Jujuar Taon Ephorus, yang merupakan pertanggung-jawaban pekerjaannya selama dua tahun dan juga Laporan Kerja (Pangulaon) Departemen-Departemen, usul-usul dari setiap ressort/ distrik, dan Laporan Ketua Rapat Pendeta. Berdasarkan itulah diambil keputusan-keputusan yang akan dilaksanakan oleh HKBP ke depannya. Semua Huria (Jemaat) beserta dewan-dewan-dewan atau seksinya, Ressort, Distrik dan Lembaga-lembaga HKBP harus “unduk” (mematuhi)  keputusan sinode Godang.  Karena sinode kali ini adalah sinode periode maka dalam  waktu yang begitu singkat, pembicaraan pada sinode ini mungkin difokuskan pada pemilihan para pemimpin HKBP. Cara pemilihan semua unsur pimpinan ini memang agak rumit, yang  memakan waktu yang cukup lama. Untuk semua unsur pimpinan pusat yang lima itu, dipilih satu-satu, mulai dari ephorus, sekjen, dan kadep. Daftar nama calon-calon untuk masing-masing unsur pimpinan ini,  diserahkan oleh ephorus kepada sinode godang dari antara  para pendeta yang memenuhi syarat. Daftar  itu bisa banyak sekali, tetapi biasanya sebelum diadakan pemilihan, banyak juga yang mengundurkan diri.  Tetapi bisa juga sampai sepuluh orang yang tinggal, dan dari antaranya  dipilih satu orang untuk masing-masing unsur pimpinan itu. Jadi bisa terjadi beberapa kali putaran hanya untuk memilih, ephorus, sekjen, dan kadep, karena yang dinyatakan terpilih adalah calon yang memperoleh suara minimal setengah dari jumlah peserta yang hadir ditambah satu ( ½ N+1).  Selama ini sudah sering ada usul supaya diadakan “undi” (marsijomput na sinurat) tetapi sinode godang HKBP tidak pernah menyetujui seperti itu, karena cara itu dianggap bersifat untung-untungan.  Pemilihan Praeses, bisa terlaksana dengan lebih cepat, karena tidak berlaku rumus ½ N+1 untuk masing-masing Praeses, tetapi yang diambil adalah suara terbanyak. Untuk ini diambillah yang rangking sesuai dengan jumlah distrik. Misalnya semua calon praeses yang dicalonkan oleh distrik ada sejumlah seratus orang,maka masing-masing peserta sinode memilih dari situ sejumlah distrik yang ada, yang sekarang ini ada 32 distrik. Jadi yang mempunyai suara rangking 1-32 dari semuanya, itulah yang terpilih menjadi praeses. Setelah pemilihan semua unsur pimpinan itu selesai, maka sinode ditutup dengan kebaktian penutup dan perjamuan kudus. Lalu semua unsur pimpijan yang terpilih itu diteguhkan pada kebaktian minggu, sebagai hari terakhir dari sinode itu, untuk masa pelayanan 2020-204, selama empat tahun. Peneguhan itu biasanya diadakan  gereja HKBP Pearaja Tarutung, yang dihadairi oleh peserta sinode godang, dan anggota jemaat .   Ephorus terpilih diteguhkan oleh pendeta tertua yang masih aktif. Lalu kemudian, Ephorus yang sudah diteguhkan itulah yang meneguhkan semua unsur pimpinan terpilih  yang lain,  dan  semua para praeses terpilih.

Marilah kita doakan supaya  sinode godang itu berjalan dengan baik, lancar, tertib dan damai, sehingga menghasilkan keputusan yang dapat memajukan dan menggiatkan HKBP dalam satu kesatuan yang utuh,  untuk menjalankan tugas panggilannya di dunia ini. Kita doakan juga supaya sinode itu  berhasil memilih   para pimpinan HKBP yang sesuai dengan kehendak Tuhan  Pemilik dari dari gereja itu, karena gereja bukan milik para pendeta atau para pelayan tahbisan (parhalado partohonan),  dan juga bukan milik anggota jemaat. Sudah banyak harapan yang disoarakan oleh semua pecinta HKBP, bahwa para pimpinan yang terpilih  itu kiranya orang-orang yang sesuai dengan kehendak Allah yakni: orang yang cakap untuk memimpin (marsihohot marroha), selalu lebih takut akan Allah dari para manusia (manghabiari Debata),  bisa dipercayai (haposan) di mana kata sesuai dengan perbuatannya (berintegritas), dan di dalam menjalankan semua pelayanannya membenci  pengejaran suap (permainan uang) yang memperkaya diri sendiri (bd. Keluaran 18: 21).  Yang dimaksud dengan kecakapan memimpin tidak diukur dari titel yang dimiliki seseorang atau kepintaran intelektual, tetapi juga kecerdasan kontekstual, kemampuan mengendalikan emosi dan kemampuan berkolaborasi.  Sistem pencalonan dan pemilihan yang diatur dalam Aturan dan Peraturan HKBP memang memberi peluang bagi setiap orang yang berniat untuk memegang jabatan itu melakukan kampanye. Inilah yang dikawatirkan oleh banyak orang, karena  disinyalir dalam melakukan kampanye itu ada yang memakai cara-cara dunia, seperti cara-cara dunia perpolitikan yang sering tidak segan-segan memakai kekuatan uang (money politcs) untuk memenangkan dirinya atau “merebut” jabatan dalam gereja.  Kalau ini yang terjadi, cepat atau lambat gereja itu akan rusak dan mengalami kehancuran, seperti pernah dialami oleh gereja di dunia barat (Eropa).  Untuk ini HKBP perlu belajar dari sejarah gereja .

Dari sejarah gereja bisa diketahui, bahwa rupanya setelah gereja mendapat kebebasan di kekaisaran Romawi sejak abad keempat Masehi dan bahkan agama Kristen dijadikan sebagai agama negara, kehidupan gereja telah jatuh kepada keduniawian. Para pemimpin gereja telah berlaku seperti penguasa duniawi, di mana mereka berusaha menjadikan para raja-raja  berada di bawah kekuasaan uskup dan paus. Jabatan-jabatan itu telah diperebutkan dengan memakai cara-cara duniawi, termasuk dengan kekuatan uang. Dalam sejarah gereja usaha-usaha untuk memperoleh posisi kepemimpinan dalam gereja dengan kekuatan uang disebut “praktek simoni”. Istilah itu berasal dari nama seorang tukang sihir di Samaria pada zaman rasuli, yang bernama Simon Magnus (Penyihir) yang karena sihirnya itu dia banyak dikagumi orang dan memperoleh banyak uang dari hasil sihirnya itu.. Tetapi setelah munculnya seorang pemberita Injil di kota itu yang bernama Filipus yang melakukan banyak tanda mujizat, terutama mengusir roh-roh jahat dari orang yang dirasukinya, maka perhatian orang banyak beralih kepada Filipus dan meninggalkan tukang sihir itu. Simon si tukang sihir memang ikut memberi dirinya dibaptis bersama dengan sejumlah orang  Samaria lainnya. Tetapi semua mereka   belum dipenuhi Roh Kudus. Barulah setelah rasul Petrus dan temannya datang dari Yerusalem mendoakan mereka, dan menumpangkan tangan atas mereka, maka mereka memperoleh kuasa Roh Kudus. Ketika Simon si tukang sihir melihat bahwa pemberian Roh Kudus terjadi karena rasul-rasul itu menumpangkan tangannya, maka ia menawarkan sejumlah uang kepada rasul Petrus agar kuasa seperti itu bisa dia peroleh, maka dia pun berkata kepada rasul itu; “Berikanlah juga kepadaku kuasa itu, supaya jika aku menumpangkan tanganku kepada seseorang, ia boleh menerima kuasa Roh Kudus,” Tetapi Petrus berkata kepadanya: “Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan dengan engkau, karena engkau menyangka bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang. Tidak ada bagianmu dalam perkara ini karena hatimu tidak lurus di hadapan Allah. Jadi bertobatlah dari kejahatanmu dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu”. ( Kisa Rasul 8: 18-22).

Di kemudian hari, usaha seseorang  memperoleh jabatan dalam gereja dengan menawarkan sejumlah uang  kepada orang yang berkompeten memberikannya disebut praktek simoni. Sempat praktek seperti itu marak di dalam gereja terutama pada zaman pertengahan, yang membuat gereja itu banyak hancur, Terjadi jual beli jabatan gereja. Para uskup yang diangkat oleh paus adalah orang yang mampu menawarkan sejumlah uang kepada paus. Para uskup juga melakukan cara yang sama kepada pejabat gereja yang dibawahnya, seperti para imam, dan para imam juga memperdagangkan pelayanan rohani yang dijalankan kepada umat dengan memperoleh imbalan uang. Pada waktu itulah terjadi penjualan “surat penghapusan dosa” kepada uunat gereja. Dengan demikian banyak yang diangkat menjadi pemimpin atau pejabat  gereja adalah orang-orang yang tidak berkemampuan memimpin dan melayani umat dengan baik, maka pembinaan terhadap warga gereja menjadi terabaikan. Warga gereja tidak bertumbuh dalam iman, tidak mengetahui Firman Allah sama sekali. Mereka hanya menuruti apa yang diaturkan oleh gereja melalui para pejabatnya begitu saja. Keadaan gereja seperti itulah yang direformasi oleh para reformator, mulai dari perintis-perintis seperti JhonWyclif di Inggris, Jhon Hus Hus di Bohemia, Savonarola di Italia.  Semua perintis-perintis reformasi itu mengalami nasib yang tragis. Mereka dihukum bakar di tiang gantungan karena dianggap sebagai penyesat dengan berani  melawan gereja, dan melawan paus. Namun pekerjaan mereka tidak sia-sia karena usaha reformasi mereka itulah yang dilanjutkan oleh Marin Luther dan kawan-kawannya.

Setelah adanya reformasi, maka warga gereja mulailah mengenal Firman Allah, mengenal ajaran keristenan yang benar. Tetapi karena pengaruh zaman sebelumnya di mana warga gereja yang sudah lama kurang memperoleh  pembinaan iman berdasarkan Firman Allah, maka warga gereja itu kemudian banyak yang tidak menghayati imannya. Mereka meninggalkan gereja, banyak yang beralih menjadi atheis yang tidak percaya kepada Tuhan. Gedung-gdung gereja yang dulu dibangun besar-besar ditinggalkan, pengikut ibadah semakin berkurang, bahkan ada gereja yang menjadi kosong dan beralih fungsi. Tetapi bukan tidak mungkin hal yang sama bagi akan terjadi bagi gereja-gereja di Indonesia, jika para pemimpin atau pejabat gereja lebih sibuk untuk merawat jabatannya dari pada melakukan pelayanan yang sungguh-sungguh kepada warga gereja sesuai dengan kebutuhan jiwa dan rohani mereka. Tetapi kita doakanlah semoga hal seperti ini tidak terjadi bagi HKBP, yang ditempatkan oleh Tuhan di tengh-tengah bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dan yang belakangan ini di kalangan mereka  sedang timbul suatu gerakan untuk menjadikan negara Indonesia menjadi negara Islam. Kalau pembinaan iman anggota jemaat itu diabaikan oleh para pemimpin atau pelayan gereja maka cepat atau lambat warga gereja dan orang-orang Kristen itu akan meninggalkan gereja dan beralih menjadi pengikut agama lain. Jadi bahaya ini perlu diwaspadai oleh semua pihak di kalangan gereja HKBP. Kita ucapkan “Selamat bersinode bagi HKBP’, diiringi dengan doa supaya Tuhanlah yang memimpin jalannya sinode itu, sehingga menghasilkan keputusan yang bisa memajukan HKBP, dalam menjalan tugas panggilannya di tengah-tengah dunia, khususnya di Indonesia”. (Pdt MSM Panjaitan, pendeta emeritus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar