MENYAMBUT SYNODE GODANG HKBP KE 65
Setelah mengalami penundaan, karena
situasi pandemi covid 19, HKBP akhirnya menyelenggarakan Synode Godang ke 65
pada 9-13 Desember 2020, bertempat di Seminari Sipoholon Tarutung, yang
mengambil Tema: “Huhalupahon na di
pudingku, angka na di jolo i hueahi” ( Aku melupakan apa yang dibelakangku
dan mengarahkan diri kepada apa yang di depanku ( Filipi 3: 13-14); dan
sub-tema: “ Ai denggan do i di roha ni
Tondi Porbadia nang di rohanami manguduti pangkobasionon on nang tu tingki na
naeng ro” (Ulaon 15L 28). Ini adalah penundaan terhadap jadwal sinode yang
semula direncanakan pada 19-16 Oktober 2020.
Masa berlangsungnya sinodepun, juga dipersingkat yang dari biasanya tujuh hari menjadi lima hari, demi
menghempang penularan covid 19 itu. Sesuai dengan “Aturan Dohot Paraturan HKBP tahun
2002”, yang sudah diamandemen, Sinode Godang diadakan sekali dua tahun, yakni
sekali sebagai sinode gdang kerja, dan satu lagi sinode godang periode. Kali ini adalah sinode godang periode, dimana
akan dilakukan pemilihan para pemimpin HKBP, mulai dari pemimpin pusat, yang terdiri
dari: Ephorus, Sekretaris Jenderal, dan tiga Kepala Departemen (Koinonia, Marturia,
Diakonia). Semua yang menempati jabatan pimpinan pusat itu dipilih oleh sinode
dari kalangan pendeta (kecuali Kadep Diakonia bisa dari warga jemaat) yang memenuhi syarat, yakni telah menjadi pendeta
minimal 20 tahun, tidak pernah kena hukuman gerejawi (RPP), sehat, berusia
tidak lebih dari 61 tahun. Tetapi walaupun jabatan Kadep Diakonia dibuka untuk
anggota jemaat, selama ini yang terpilih untuk jabatan itu juga dari
kalangan pendeta.
Biasanya setiap sinode diisi dengan
pembekalan peserta sinode, berupa Penelahan Alkitab, Ceramah tema dan Ceramah Sub-tema, serta
ceramah lain yang mendukung kepada tema sinode. Juga dibahas Barita-Jujuar Taon
Ephorus, yang merupakan pertanggung-jawaban pekerjaannya selama dua tahun dan
juga Laporan Kerja (Pangulaon) Departemen-Departemen, usul-usul dari setiap
ressort/ distrik, dan Laporan Ketua Rapat Pendeta. Berdasarkan itulah diambil
keputusan-keputusan yang akan dilaksanakan oleh HKBP ke depannya. Semua Huria
(Jemaat) beserta dewan-dewan-dewan atau seksinya, Ressort, Distrik dan
Lembaga-lembaga HKBP harus “unduk” (mematuhi)
keputusan sinode Godang. Karena
sinode kali ini adalah sinode periode maka dalam waktu yang begitu singkat, pembicaraan pada
sinode ini mungkin difokuskan pada pemilihan para pemimpin HKBP. Cara pemilihan
semua unsur pimpinan ini memang agak rumit, yang memakan waktu yang cukup lama. Untuk semua
unsur pimpinan pusat yang lima itu, dipilih satu-satu, mulai dari ephorus,
sekjen, dan kadep. Daftar nama calon-calon untuk masing-masing unsur pimpinan
ini, diserahkan oleh ephorus kepada
sinode godang dari antara para pendeta
yang memenuhi syarat. Daftar itu bisa
banyak sekali, tetapi biasanya sebelum diadakan pemilihan, banyak juga yang mengundurkan
diri. Tetapi bisa juga sampai sepuluh
orang yang tinggal, dan dari antaranya
dipilih satu orang untuk masing-masing unsur pimpinan itu. Jadi bisa terjadi
beberapa kali putaran hanya untuk memilih, ephorus, sekjen, dan kadep, karena
yang dinyatakan terpilih adalah calon yang memperoleh suara minimal setengah
dari jumlah peserta yang hadir ditambah satu ( ½ N+1). Selama ini sudah sering ada usul supaya
diadakan “undi” (marsijomput na sinurat) tetapi sinode godang HKBP tidak pernah
menyetujui seperti itu, karena cara itu dianggap bersifat untung-untungan. Pemilihan Praeses, bisa terlaksana dengan
lebih cepat, karena tidak berlaku rumus ½ N+1 untuk masing-masing Praeses,
tetapi yang diambil adalah suara terbanyak. Untuk ini diambillah yang rangking
sesuai dengan jumlah distrik. Misalnya semua calon praeses yang dicalonkan oleh
distrik ada sejumlah seratus orang,maka masing-masing peserta sinode memilih
dari situ sejumlah distrik yang ada, yang sekarang ini ada 32 distrik. Jadi
yang mempunyai suara rangking 1-32 dari semuanya, itulah yang terpilih menjadi
praeses. Setelah pemilihan semua unsur pimpinan itu selesai, maka sinode
ditutup dengan kebaktian penutup dan perjamuan kudus. Lalu semua unsur pimpijan
yang terpilih itu diteguhkan pada kebaktian minggu, sebagai hari terakhir dari
sinode itu, untuk masa pelayanan 2020-204, selama empat tahun. Peneguhan itu
biasanya diadakan gereja HKBP Pearaja
Tarutung, yang dihadairi oleh peserta sinode godang, dan anggota jemaat . Ephorus
terpilih diteguhkan oleh pendeta tertua yang masih aktif. Lalu kemudian,
Ephorus yang sudah diteguhkan itulah yang meneguhkan semua unsur pimpinan
terpilih yang lain, dan semua para praeses terpilih.
Marilah kita doakan supaya sinode godang itu berjalan dengan baik,
lancar, tertib dan damai, sehingga menghasilkan keputusan yang dapat memajukan dan
menggiatkan HKBP dalam satu kesatuan yang utuh, untuk menjalankan tugas panggilannya di dunia
ini. Kita doakan juga supaya sinode itu berhasil
memilih para pimpinan HKBP yang sesuai dengan kehendak
Tuhan Pemilik dari dari gereja itu,
karena gereja bukan milik para pendeta atau para pelayan tahbisan (parhalado
partohonan), dan juga bukan milik
anggota jemaat. Sudah banyak harapan yang disoarakan oleh semua pecinta HKBP,
bahwa para pimpinan yang terpilih itu kiranya
orang-orang yang sesuai dengan kehendak Allah yakni: orang yang cakap untuk memimpin
(marsihohot marroha), selalu lebih takut akan Allah dari para manusia
(manghabiari Debata), bisa dipercayai (haposan)
di mana kata sesuai dengan perbuatannya (berintegritas), dan di dalam
menjalankan semua pelayanannya membenci pengejaran suap (permainan uang) yang
memperkaya diri sendiri (bd. Keluaran 18: 21).
Yang dimaksud dengan kecakapan memimpin tidak diukur dari titel yang
dimiliki seseorang atau kepintaran intelektual, tetapi juga kecerdasan
kontekstual, kemampuan mengendalikan emosi dan kemampuan berkolaborasi. Sistem pencalonan dan pemilihan yang diatur
dalam Aturan dan Peraturan HKBP memang memberi peluang bagi setiap orang yang
berniat untuk memegang jabatan itu melakukan kampanye. Inilah yang dikawatirkan
oleh banyak orang, karena disinyalir
dalam melakukan kampanye itu ada yang memakai cara-cara dunia, seperti
cara-cara dunia perpolitikan yang sering tidak segan-segan memakai kekuatan
uang (money politcs) untuk memenangkan dirinya atau “merebut” jabatan dalam
gereja. Kalau ini yang terjadi, cepat
atau lambat gereja itu akan rusak dan mengalami kehancuran, seperti pernah
dialami oleh gereja di dunia barat (Eropa).
Untuk ini HKBP perlu belajar dari sejarah gereja .
Dari sejarah gereja bisa
diketahui, bahwa rupanya setelah gereja mendapat kebebasan di kekaisaran Romawi
sejak abad keempat Masehi dan bahkan agama Kristen dijadikan sebagai agama
negara, kehidupan gereja telah jatuh kepada keduniawian. Para pemimpin gereja
telah berlaku seperti penguasa duniawi, di mana mereka berusaha menjadikan para
raja-raja berada di bawah kekuasaan
uskup dan paus. Jabatan-jabatan itu telah diperebutkan dengan memakai cara-cara
duniawi, termasuk dengan kekuatan uang. Dalam sejarah gereja usaha-usaha untuk memperoleh posisi kepemimpinan dalam
gereja dengan kekuatan uang disebut “praktek simoni”. Istilah itu berasal
dari nama seorang tukang sihir di Samaria pada zaman rasuli, yang bernama Simon
Magnus (Penyihir) yang karena sihirnya itu dia banyak dikagumi orang dan
memperoleh banyak uang dari hasil sihirnya itu.. Tetapi setelah munculnya
seorang pemberita Injil di kota itu yang bernama Filipus yang melakukan banyak
tanda mujizat, terutama mengusir roh-roh jahat dari orang yang dirasukinya,
maka perhatian orang banyak beralih kepada Filipus dan meninggalkan tukang
sihir itu. Simon si tukang sihir memang ikut memberi dirinya dibaptis bersama
dengan sejumlah orang Samaria lainnya. Tetapi
semua mereka belum dipenuhi Roh Kudus.
Barulah setelah rasul Petrus dan temannya datang dari Yerusalem mendoakan
mereka, dan menumpangkan tangan atas mereka, maka mereka memperoleh kuasa Roh
Kudus. Ketika Simon si tukang sihir melihat bahwa pemberian Roh Kudus terjadi
karena rasul-rasul itu menumpangkan tangannya, maka ia menawarkan sejumlah uang kepada rasul Petrus agar kuasa seperti itu
bisa dia peroleh, maka dia pun berkata kepada rasul itu; “Berikanlah juga
kepadaku kuasa itu, supaya jika aku menumpangkan tanganku kepada seseorang, ia
boleh menerima kuasa Roh Kudus,” Tetapi Petrus berkata kepadanya: “Binasalah
kiranya uangmu itu bersama dengan dengan engkau, karena engkau menyangka bahwa
engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang. Tidak ada bagianmu dalam
perkara ini karena hatimu tidak lurus di hadapan Allah. Jadi bertobatlah dari
kejahatanmu dan berdoalah kepada Tuhan, supaya Ia mengampuni niat hatimu”.
( Kisa Rasul 8: 18-22).
Di kemudian hari, usaha
seseorang memperoleh jabatan dalam
gereja dengan menawarkan sejumlah uang
kepada orang yang berkompeten memberikannya disebut praktek simoni. Sempat
praktek seperti itu marak di dalam gereja terutama pada zaman pertengahan, yang
membuat gereja itu banyak hancur, Terjadi jual beli jabatan gereja. Para uskup
yang diangkat oleh paus adalah orang yang mampu menawarkan sejumlah uang kepada
paus. Para uskup juga melakukan cara yang sama kepada pejabat gereja yang
dibawahnya, seperti para imam, dan para imam juga memperdagangkan pelayanan rohani
yang dijalankan kepada umat dengan memperoleh imbalan uang. Pada waktu itulah
terjadi penjualan “surat penghapusan dosa” kepada uunat gereja. Dengan demikian
banyak yang diangkat menjadi pemimpin atau pejabat gereja adalah orang-orang yang tidak berkemampuan
memimpin dan melayani umat dengan baik, maka pembinaan terhadap warga gereja
menjadi terabaikan. Warga gereja tidak bertumbuh dalam iman, tidak mengetahui
Firman Allah sama sekali. Mereka hanya menuruti apa yang diaturkan oleh gereja
melalui para pejabatnya begitu saja. Keadaan gereja seperti itulah yang
direformasi oleh para reformator, mulai dari perintis-perintis seperti JhonWyclif
di Inggris, Jhon Hus Hus di Bohemia, Savonarola di Italia. Semua perintis-perintis reformasi itu
mengalami nasib yang tragis. Mereka dihukum bakar di tiang gantungan karena
dianggap sebagai penyesat dengan berani melawan
gereja, dan melawan paus. Namun pekerjaan mereka tidak sia-sia karena usaha
reformasi mereka itulah yang dilanjutkan oleh Marin Luther dan kawan-kawannya.
Setelah adanya reformasi, maka
warga gereja mulailah mengenal Firman Allah, mengenal ajaran keristenan yang
benar. Tetapi karena pengaruh zaman sebelumnya di mana warga gereja yang sudah
lama kurang memperoleh pembinaan iman
berdasarkan Firman Allah, maka warga gereja itu kemudian banyak yang tidak menghayati
imannya. Mereka meninggalkan gereja, banyak yang beralih menjadi atheis yang
tidak percaya kepada Tuhan. Gedung-gdung gereja yang dulu dibangun besar-besar
ditinggalkan, pengikut ibadah semakin berkurang, bahkan ada gereja yang menjadi
kosong dan beralih fungsi. Tetapi bukan tidak mungkin hal yang sama bagi akan
terjadi bagi gereja-gereja di Indonesia, jika para pemimpin atau pejabat gereja
lebih sibuk untuk merawat jabatannya dari pada melakukan pelayanan yang
sungguh-sungguh kepada warga gereja sesuai dengan kebutuhan jiwa dan rohani
mereka. Tetapi kita doakanlah semoga hal seperti ini tidak terjadi bagi HKBP, yang
ditempatkan oleh Tuhan di tengh-tengah bangsa Indonesia yang mayoritas beragama
Islam, dan yang belakangan ini di kalangan mereka sedang timbul suatu gerakan untuk menjadikan
negara Indonesia menjadi negara Islam. Kalau pembinaan iman anggota jemaat itu
diabaikan oleh para pemimpin atau pelayan gereja maka cepat atau lambat warga
gereja dan orang-orang Kristen itu akan meninggalkan gereja dan beralih menjadi
pengikut agama lain. Jadi bahaya ini perlu diwaspadai oleh semua pihak di
kalangan gereja HKBP. Kita ucapkan “Selamat bersinode bagi HKBP’, diiringi
dengan doa supaya Tuhanlah yang memimpin jalannya sinode itu, sehingga
menghasilkan keputusan yang bisa memajukan HKBP, dalam menjalan tugas
panggilannya di tengah-tengah dunia, khususnya di Indonesia”. (Pdt MSM
Panjaitan, pendeta emeritus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar