MEMAHAMI “ AGENDA
PARMINGGUON” (TATA KEBAKTIAN MINGGU) HKBP
Banyak
anggota jemaat, terutama yang sering mengkuti kebaktian-kebaktian kharismatis,
mengatakan bahwa tata-kebaktian minggu HKBP itu monoton. Karena itulah katanya
kenapa mereka jarang mengikuti kebaktian minggu HKBP. Karena dianggap monoton maka tata ibadah HKBP itu katanya membosankan, begitu-begitu saja terus, tidak
ada variasi, dan tidak pernah berobah. Benarkan tata-kebaktian minggu HKBP itu
monoton? Mungkin bagi orang yang telah terbiasa dengan tata-kebaktian yang
bebas, yang tidak mempunyai liturgi yang tertib dan teratur, pendapatnya itu
bisa diakui. Kebaktian yang bebas, tidak beraturan, dan tidak tertib, tidak
mempunyai liturgis, hanya dibawakan oleh semacam MC (master of ceremony). Jalannya
kebaktian itu tergantung kepada pembawa acaranya, sehingga tidak bisa lagi dibedakan
antara acara-acara yang bermuatan hiburan-hiburan atau seremonial saja dan
kebaktian yang hikmat memuji dan menyembah Tuhan Allah. Lagu-lagu yang dinyanyikanpun
di kebaktian-kebaktian yang bebas itu, adalah merupakan “lagu rohani” pop yang
unsur rohaninya tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara teologis.
Kebaktian-kebaktian yang penuh dengan rasa “kegembiraan” sering mereka katakan
sebagai “kebangunan rohani”, karena dalam bernyanyi itu mereka menyanyikannya dengan “bergembira ria” sambil
bertepuk tangan atau bahkan bagai menari-nari dengan menggerak-gerakkan tangan
dan badannya, walaupun mungkin kata-kata atau syair dari nyanyian yang
dinyanyikan tidak dihayati dengan baik untuk menumbuhkan imannya.
Tetapi
betulkah tata-kebaktian minggu HKBP itu monoton, dan karena dirasa membosankan
sampai-sampai mencari kebaktian alternatif yang sesuai dengan keinginan dan
seleranya? Itu mungkin bisa saja terjadi kalau seseorang tidak memahami makna dari
suatu kebaktian dengan baik, termasuk kebaktian HKBP, sehingga dia tidak bisa menghayatinya. Bagi orang yang memahami
dengan baik apa maknanya melakukan kebaktian minggu, tentu akan merasakan
begitu teratur dan indahnya tata kebaktiian HKBP itu. Setiap unsur dari
tata-kebaktian (liturgi) itu mempunyai makna yang sangat mendalam dalam
membimbing dan mengarahkan hati dan jiwa umat-Nya untuk dekat kepada Tuhan dan
mempercayai kuasa Tuhan yang menyelamatkan dan melindungi hidupnya di dunia
ini. Dengan demikian juga bisa dirasakan kedekatannya kepada sesama orang-orang percaya yang sama-sama melakukan kebaktian kepada Tuhan. Karena
itulah makna kebaktian yang kita
lakukan, adalah mempersekutuan kita dengan Tuhan dan mempersekutuan kita dengan
sesama-orang-orang percaya.
Tata
kebaktian minggu HKBP tidak diambil dari tata kebaktian minggu salah satu
aliran kegerejaan di Jerman atau di Eropa, misalnya Lutheran atau Calvinis
melainkan dari gereja Uni atau gereja kesatuan, yang merupakan perpaduan dari
aliran-aliran tersebut. Penginjil-penginjil RMG tidak mau terbawa-bawa dengan masalah
konfessionalisme atau masalah denominasionalisme gereja-gereja yang ada di Eropa,
di tengah-tengah gereja Batak yang
merupakan hasil penginjilan RMG itu. Para penginjilnya bukan hanya berasal dari
salah satu aliran atau denominasi gereja, tetapi dari berbagai denominasi, ada
yang berlatar-belakang Lutheran dan ada yang berlatar belakang Calvinis atau
Reformed. Karena itulah disepakati bahwa tata kebaktian yang dipakai adalah
dari gereja Uni tersebut. Tata kebaktian itu sangat indah dan tersusun dengan baik
dan teratur, saling berhubungan satu sama lain, sehingga orang yang mengikuti
kebaktian itu bisa merasakan kehadiran Allah melalui Roh Kudus di dalam
kebaktian itu. Dalam kebaktian itu secara bergantian dari awal hinga akhir Allah
dan anggota jemaat saling bersahutan. Allah menyapa jemaat yang mengikuti kebaktian itu
dan jemaat menjawab Allah dengan pujian dan sembah sujud. Karena itu
“paragenda” ( liturgis) mempunyai peranan yang sangat penting karena pada satu
pihak dia mengatasnamakan Allah menyapa jemaat, dan pada pihak lain mengatas namakan
jemaat menyampaikan doa ke pada Allah.
Pembukaan kebaktian
Votum. Awal dari kebaktian itu adalah Votum, yang diikuti dengan introitus dan doa. Tetapi sebelum diawali dengan votum, jemaat lebih dulu
bernyanyi dari Buku Nyanyiaan HKBP, setelah “giringgiring” (lonceng) gereja
dibunyikan sebagai tanda mulai masuk
kebaktian. Lonceng itu memanggil orang yang beribadah untuk berdoa menyerahkan
diri kepada Tuhan. Nyanyian pendahuluan itu diambil dari bagian Nyanyian Pujian kepada
Allah, yang biasanya dinyanyiakan dengan tiga ayat, sifatnya adalah “pahibulhon roha” ( menyatukan hati,
pikiran, jiwa dan roh) dalam mengikuti
kebaktian tersebut sambil memberi waktu kepada yang anggota jemaat yang terlambat
untuk memasuki kebaktian, supaya semuanya yang telah bersekutu bisa sama-sama
memulai kebaktian itu dengan hikmat. Jika masih ada yang terlambat walaupun sudah selesasi menyanyian
pendahuluan itu, mereka tidak bisa masuk
sampai nanti votum, introitus dan doa
pembukaan selesai, supaya anggota jemaat yang sudah di
dalam gereja tidak terganggu. Untuk ini ada “sintua” (penatua) yang
bertugas untuk menjaga pintu.
Allahlah yang
membuka kebaktian itu, dalam nama Allah
Tritunggal. Itulah sebabnya kebaktian itu dibuka dengan ucapan dari liturgis :
“ Di dalam nama Allah Bapa, nama AnakNya Yesus Kristus, dan nama Roh Kudus, yang menciptakan langit dan
bumi”. Hanya kebaktian minggu dan
kebaktian-kebaktian lainnya, Allah sendiri yang membuka. Jadi kebaktian itu
tidak dibuka atas nama pimpinan gereja, atau pimpinan negara, atau seseorang
yang dianggap mulia di dunia ini, tetapi dibuka atas nama Allah sendiri. Semua
yang hadir dalam kebaktian itu datang dengan kerendahan hati untuk bertemu,
menyembah, memuji dan memuliakan Allah. Untuk ini liturgis dipakai oleh Allah mengatasnamakan
nama-Nya untuk menyatakan hal itu.
Introitus. Karena Alllah yang membuka
kebaktian itu, maka diucapkanlah satu atau dua ayat Firman Allah dari Alkitab
untuk memperteguh kepercayaan jemaat bahwa memang sesungguhnya Allah yang
membuka kebaktian itu benar-benar hadir dalamnya. Ayat itu dipilih sesuai dengan nama minggu
menurut kalender gerejawi. Misalnya dalam minggu Advent I ( tahun baru gereja)
biasanya salah satu ayat yang dibacakan
adalah sbb: “Katakanlah
kepada puteri Sion: Sesungguhnya, keselamatanmu datang; sesungguhnya, mereka
yang menjadi upah jerih payah-Nya ada bersama-sama Dia dan mereka yang
diperoleh-Nya berjalan di hadapan-Nya’.( Yesaya 62: 11). Lalu Firman Tuhan ini
disambut oleh jemaat dengan menyanyikan Halelya, Haleluya, Haleluya , yang
artinya memuji Tuhan yang telah hadir dan telah berfirman kepada umat-Nya. . Introitus ini dilanjutkan dengan
doa, oleh liturgis. Tentu dalam hal ini, liturgis mengatasnamakan jemaat yang
beribadah.
Doa.
Doa yang dibacakan liturgis, yang juga dipilih dari nama minggu tertentu,
adalah doa dari seluruh anggota jemaat yang hadir dalam kebaktian itu. Jadi
karena itu liturgis tidak hanya sekedar membacakan begitu saja. Dalam doa itu semua anggota jemaat harus bisa merasakan
bahwa doa itu adalah juga doa mereka.
Doa adalah percakapan dengan Tuhan Allah. Disebut juga doa itu sebagai komunikasi
dengan Tuhan Allah. Jadi dalam berdoa itu harus disadari bahwa dia berhadapan
dengan Allah, bukan berhadapan dengan manusia, sehingga soaranya pun harus
diatur sedemikian rupa, sehingga
soaranyaa jelas dan bisa diikuti oleh jemaat. Melalui doa itulah anggota jemaat
mengungkapkan isi hatinya kepada Tuhan, yang
bisa berupa pujian kepada Allah, bisa berupa permohonan misalnya memohon
keampunan dosa,atau meminta segala yang kita butuhkan dalam hidup ini. Karena
itulah setiap orang harus berdoa dalam
Roh, karena Roh itulah sebenarnya yang membantu dia dalam kelemahannya, sehingga Roh itu
sendirilah yang berdoa untuk dirinya kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak
terucapkan. ( Roma 8: 26). Isi doa untuk setiap minggupun sesuai dengan nama
minggu itu, sudah diatur dalam Buku Agenda HKBP tersebut.
Nyanyian:
Nyanyian juga mengambil tempat yang sangat penting dalam kebaktian HKBP
khususnya dalam kebaktian minggu. Setiap unsur dalam tata-kebaktian itu selalu
diselingi dengan nyanyian, yang diambil
dari Buku Ende ( Buku Nyanyian) HKBP). Sejak awal orang-orang Kristen Batak
telah diajarkan “angka ende partondion” ( nyanyian rohani). Nyanyian-nyanyian
yang diajarkan itu juga sangat besar pengaruhnya dalam menarik hati orang-orang
Batak menjadi Kristen. Nyanyi-nyaian itu juga diajarkan bagi anak-anak di sekolah,
dan juga bagi anggota jemaat dalam kelompok-kelompk persekutuan yang lebih
kecil, atau juga dalam setiap minggu sebelum memulai kebaktian. Ternyata
kemudian diketahui bahwa orang-orang Kristen batak sangat berminat dengan
nyanyian itu, dan banyak juga yang berbakat untuk menggubah lagu-lagu, baik
lagu yang besifat rohani maupun yang bersifat umum. Nyanyian-nyanyian rohani
yang diajarkan para missionar itu umumnya disadur atau diterjemahkan dari
nyanyian-nyian Kristen di Eropa. Kemudian semuanya dikumpulkan dan diterbitkan
dalam bentuk buku nyanyian. Pada awalnya buku nyanyian itu masih sebanyak 121
nyanyian (1881), kemudian bertambah menjadi 162 (1886), dan bertambah lagi
menjadi 373 Nyanyian. Kemudian Zuster Elfride Harder seorang penginjil wanita dari Eropa, yang khusus untuk mengajar dan membina kehidupan rohani kaum perempuan Kristen
Batak, menyusun sebuah “Buku Ende” yang
diberi nama “Haluan Na Gok” (Keselamatan yang penuh)sebanyak 183
nyanyian, dan belakangan ini muncul “Buku Ende Sangap ni Jahowa” ( Terpujilah
Allah) sebanyak 308 nyanyian. Semuanya itu telah disatukan menjadi satu Buku
Ende HKBP yang berisi 864 nyanyian. Semuanya juga telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, dengan nama Buku Nyanyian HKBP. Dari situlah dipilih untuk mengisi tempat
nyanyian dalam liturgi HKBP. Sejak semula nyanyian itu berfungsi untuk memberi
semangat dan sukacita memuji Tuhan, dan membimbing anggota jemaat untuk
menyatukan hati dan pikiran untuk memaknai setiap unsur litugi. Misalnya sebelum
Pembacaan hukum Tuhan, maka nyanyian yang dipilih adalah yang bisa mengarahkan
hati dan pikiran anggota jemaat untuk menghayati hukum Tuhan. Demikian juga
dengan yang berhubungan dengan Doa Pengampunan Dosa, Pembacaan Epistel,
Pengakuan Iman, sampai kepada nyanyian yang mendahului khotbah evangelium dan
sesudahnya, adalah dipilih yang sesuai dengan semuanya itu, supaya nyanyian itu
saling mendukung kepada setiap unsur dalam tata kebaktian itu. Alat musik juga
bisa dipakai untuk membantu semarak dan kehikmatan dari kebaktian itu. Alat
musik yang sejak awal diperkenalkan oleh
para missionar itu adalah “ poti marende “ (organ) yang dibunyikan dengan
ayunan kaki. Suaranya memang begitu indah, dan bisa memikat hati. Sekarang
organ ini pada umumnya telah dimainkan dengan tenaga elektronik.
Sejak awal juga sudah ada kebiasaan
mengisi kebaktian minggu itu dengan koor, yang dinyanyikan oleh kelompok
paduan suara dari anggota jemaat itu, mulai dari kaum ibu, kaum bapak, kaum pemuda atau remaja (
naposobulung). Belakang ini kelompok paduan suara ini semakin banyak, bisa saja
dalam satu gereja mencapai lebih dari sepuluh kelompok paduan suara. Di beberapa
gereja tertentu, ada yang membuat semua kelompok paduan suara itu mengisi setiap
kebaktian minggu, sehingga memang bisa membuat rasa bosan bagi anggota jemaat yang
mengikuti. Tetapi yang ideal adalah tiga kelompok koor yang mengisi setiap
kebaktian, supaya tidak membosankan. Itu pun, nyanyian dari kelompok koor itu
harus disesuaikan dengan nama minggu, atau tema khotbah evangelium pada minggu
itu. Dan nyanyian itu lebih dulu dilatih dengan baik, sehingga tidak asal
bernyanyi, karena fungsi dari nyanyian koor itu selain sebagai pujian kepada
Allah, juga sebagai khotbah bagi anggota jemaat yang mendengarkan.
Pembacaan
hukum yang sepuluh itu. Setelah kebaktian itu dibuka dengan votum,
introitus, dan doa, maka kesepuluh hukum Allah dibacakan kepada anggota jemaat. Bagi HKBP kesepuluh hukum itu
dibacakan, sebagai cermin bagi anggota
jemaat untuk mengenal dosanya. Bagi orang-orang percaya kepada Yesus, Hukum
Tuhan diakui bukan jalan menuju keelamatan. Bukan karena mematuhi hukum itu
maka dia memperoleh keselamatan dan masuk sorga. Yang menjamin keselamatan bagi
seseorang Kristen adalah imannya kepada Yesus Kristus yang telah menebusnya
dari dosa-dosanya. Tetapi orang-orang yang beriman adalah juga orang-orang tahu
berbuat baik. Hukum Tuhan itu sejak dulu diajarkan kepada umatnya, adalah sebagai peunntun untuk
berbuat baik, dan menyadarkan setiap orang akan perbuatan-perbuatannya setiap hari yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Bagaikan cermin yang diperhadapkan kepada dirinya, dengan cermin itu setiap
orang bisa melihat kekurangan, noda atau
cela yang ada dalam dirinya, yang setelah itu maka dia berusaha untuk membersihkan
dan memperbaiki dirinya, begitulah fungsi hukum Tuhan yang sepuluh itu jika
diperhadapkan dengan setiap anggota jemaat. Hukum Tuhan itu bisa menunjukkan
dosa yang nyata dan yang tersembunyi bagi setiap orang, yang tidak bisa disangkal.
Setelah anggota jemaat itu melihat dosa-dosanya dan mengakuinya, maka dia pun
merindukan pengampunan dari dosanya kepada Tuhan Allah, supaya dia layak
berdiri di hadapan Allah dan memperoleh keselamatan yang telah disediakan oleh
Yesus Kristus. Dan itulah salah satu makna dari mengikuti kebaktian minggu,
yakni mengaku dosa-dosanya di hadapan Allah dan memohon pengasihan dari Tuhan
untuk mengampuninya.
Doa
Pengampunan dari dosa.
Setelah mendengar Hukum Tuhan yang dengan itu setiap orang menyadari akan dosanya di
hadapan Allah, maka liturgis yang mengatasnamakan Allah mengajak anggota jemaat
untuk mengaku dosanya dihadapan Allah dan dengan rendah hati memohon keampunan dari dosa itu kepada Allah
dengan berdoa. Melalui pengajaran-pengajaran yang sudah diterima, anggota
jemaat menyadari betapa dahsyatnya dosa itu, yang mengakibatkan banyak
kesusahan dan penderitaan hidup di dunia, dan juga mengakibatkan
pikiran-pikiran yang tidak tenang dalam hidup ini, rasa kuatir, rasa takut,
rasa benci, perselisihan terhadap sesama
dan lain-lain. Semuanya itu adalah bayang-bayang maut yang diakibatkan
oleh dosa itu. Karena itulah orang-orang percaya memerlukan pengampunan dari
dosa-dosanya, supaya Tuhan membersihkannya dengan darahNya yang kudus. Dengan
disucikannya orang percaya dari dosa-dosanya, maka dia merasa hidup yang
tenteram, damai, tidak takut lagi akan kuasa maut, yang sering membuat dia
merasa kuatir dan takut dalam hidup ini. Tetapi berbarengan dengan penerimaan
keampunan dosa ini, orang percaya juga harus mau bertobat dan mengubah hidupnya. Beberapa formulasi dari Doa Pengakuan dan
Pengampunan Dosa ini telah disediakan dalam Buku Agenda untuk bisa dipilih oleh
liturgis.
Janji Allah tentang pengampunan
dosa.
Setelah doa pengakuan dan
pengampunan dosa disampaikan, maka liturgis juga membacakan janji Allah
tentang pengampunan dosa itu. Janji itu bukan hanya dari perkataan manusia semata-mata, tetapi itu diambil dari beberapa
ayat dari Firman Allah yang mencerminkan janji Allah, yang juga sudah
dituliskan dalam Agenda kebaktian itu.
Tujuannya untuk menyatakan bahwa Allah dalam kasih-Nya benar-benar
menghendaki setiap orang yang mengaku dosa-dosanya. Dia tidak menghendaki
manusia yang dikasihinya mati dalam dosa-dosanya. Jadi janji tentang
pengampunan dosa ini adalah dari Allah sendiri yang memperteguh hati dari
anggota jemaat bahwa dia telah diterima oleh Tuhan dan dosa-dosanya telah
diampuni. Di dalam membacakan janji pengampunan dosa, liturgis harus tetap
sadar, bahwa Allah memakai dia untuk menyampaikan janji itu. Karena itu
liturgis harus membacanya dengan terang dan mudah dimengerti oleh anggota
jemaat.
Belakanan ini sebelum liturgis
membacakan janji pengampunan dosa, di beberapa Jemaat HKBP, telah ada kebiasaan
hening sebentar sambil mendengar lagu dari Buku Ende yang berhubungn dengan
pengampunan dosa yang hanya berupa soara organ. Ini bukan kebiasaan HKBP,
mungkin pengaruh dari gereja lain. Tetapi sepanjang ini hanya membantu anggota
jemaat untuk lebih memusatkan hati dan pikiran untuk menerima janji pengampunan
dosa itu, kebiasaan ini tidak bertentangan dengan kehikmatan kebaktian itu
sendiri.
Membaca
Epistel
Dalam Kebaktian minggu di HKBP selalu ada dua nats
Alkitab yang ditetapkan yakni Epistel dan Evangelium. Epistel artinya surat,
yang diasarkan atas adanya sejumlah buku yang dikategorikan sebagai Epistel dalam
Alkitab itu yakni mulai dari Kissah Para Rasul sampai Kitab Wahyu. Epistel
adalah surat kiriman dari para rasul kepada jemaat-jemaat mula-mula, untuk
membimbing orang-orang Kristen mula-mula itu dalam menghayati imannya,
melakukan hidup yang baru. Demikian
jugalah Epistel yang dibacakan setiap
kebaktian minggu HKBP, sebagai penuntun bagi anggota jemaat yang sudah mengaku
dosanya dan sudah menerima pengampunan dosa, untuk menjalani kehidupan yang
baru sesuai dengan Firman Tuhan. Pada mulanya semua yang dikategorikan sebagai
Epistel adalah semua Kitab Perjanjian Baru kecuali ke empat Kitab Injil atau Evangelum itu.
Tetapi kemudian yang dijadikan sebagai Epistel sudah mencakup semua Alkitab termasuk dari Perjanjian Lama. Demikian halnya teks dari Evangelium pada mulanya
hanya dari keempat Kitab Injil itu, karena kitab-kitab Injil itulah yang
dianggap secara langsung memberitakan tentang diri dan pekerjaan Yesus, mulai dari kelahiranNya,
pekerjaan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya sampai kenaikan-Nya kembali ke
sorga. Tetapi kemudian, HKBP juga melihat bahwa kitab-kitab Perjanjian Baru di
luar dari keempat Injil itu dan juga Kitab Perjanjian Lama perlu dijadikan
sebagai nats khotbah evangelium, karena semuanya itu juga dipercayai sebagai
Firman Tuhan.
Pada masa yang lalu, Epistel yang
dibacakan oleh liturgis juga dikhotbahkan. Epistel itu dulu dianggap sebagai
pengantar kepada khotbah Evangelum, atau
kadang-kadang juga disebut sebagai “jamita na metmet” (khotbah kecil),
sedangkan khotbah evangelum dianggap sebagai khotbah besar. Tetapi kemudian
pengistilahan seperti itu telah dihilangkan karena tidak tepat. Khotbah yang
berdasarkan Firman Tuhan tidak bisa diperbandingkan atas kategori kecil dan
besar. Mungkin dulu dibuat sebutan seperti itu, karena khotbah Epistel yang
dikhotbahkan oleh liturgis (paragenda) lebih pendek dari khotbah evangelium.
Tetapi setelah dipertimbangkan oleh HKBP, bahwa kebaktian bisa terlalu panjang
kalau ada dua khotbah dalam kebaktian itu, maka Epstel tidak lagi dikhotbahkan
cukup hanya dibacakan oleh liturgis. Setelah anggota jemaat dianggap sudah
memiliki Bibel atau Alkitab secara merata, dan pada umumnya anggota jemaat
sudah bisa membaca, maka belakangan ini pembacaan Epistel telah dibaca secara
bergantian (responsoria) antara liturgis dan warga jemaat. Setelah
“partangiangan” sektor atau wijk digiatkan di seluruh jemaat HKBP, maka epistel
itu pun dikhotbahkan di kebaktian sektor atau wijk tersebut, dan nats evangelium
minggu berikutnya dijadikan sebagai
epistel.
Pengakuan
Iman
Setelah mendengar Firman Tuhan yang membimbing hidup anggota menjalani hdup
yang baru sebagai orang yang percaya, maka anggota jemaat diajak oleh liturgis
untuk mengaku imannya secara bersama-sama, sebagaimana halnya seluruh orang
percaya di seluruh dunia mengaku imannya. Pengakuan iman yang diambil dari
Pengakuan Iman Rasuli adalah dasar dari
keberadaan orang kristen untuk mampu
berdiri secara teguh di dunia ini mengahadpi berbagai tantangan iman. Itulah
juga yang menjadi sinjata dalam menghadapi kuasa iblis yang bisa menggoda setiap
orang untuk menyimpang dari iman kepercayaan yang benar kepada Allah
Tritunggal, yakni Allah Bapa, Anak-Nya Yesus Kristus dan Roh Kudus. Pengakuan iman ini adalah hasil kesimpulan
dari iman Kristen segala abad yang dirumuskan oleh bapa-bapa gereja mula-mula
dalam melawan berbagai ajaran sesat pada waktu itu khususnya ajaran gnostik.
Pengakuan iman ini sering juga disebut “apostolikum”, karena diyakini, rumusannya adalah sesuai dengan ajaran-ajaran yang diwariskan para rasul’. Sering juga disebut “Credo”, karena pengakuan itu diawali dengan kata Credo
dalam bahasa Latin yang artinya aku percaya. Tetapi Pengakuan Iman ini bukan
hanya rumusan kata-kata yang diucapkan begitu saja, tetapi juga harus diakui
dan dihayati secara pribadi dalam
kehidupan sehari-hari.
Walaupun diucapkan secara
bersama, tetapi sifatnya adalah pengakuan iman pribadi, karena tidak dikatakan
“kami Percaya”, tetapi “ Aku Percaya”. Itu berarti bahwa iman kepercayaan itu
adalah menyangkut pribadi. Setiap orang harus percaya dari dirinya sendiri.
Tidak seorangpun bisa diselamatkan oleh iman orang lain ( Lukas 2: 50; Matius
25: 1-13). Dalam Pengakuan Iman itu jelas dinyatakan siapakah Allah yang kita
percaya itu. Dia adalah Allah Tritunggal, yang menyatakan diri sebagai Allah
Bapa, sebagai Anak dan sebagai Roh Kudus. Tiga pribadi yang berbeda dalam satu
kodrat ilahi. Ketiganya adalah satu kesatuan, di mana Allah Bapa memperanakkan
Anak sejak dari masa kekal, dan Roh Kudus berasal dari Bapa dan Anak sejak
kekal.
Bagian pertama dari Pengakuan
Iman itu adalah Iman kepada Allah
Bapa. Bapa secara khusus dipercayai berperan dalam karya Penciptaan, Anak berperan
dalam karya penyelamatan dan Roh Kudus berperan
dalam karya pengudusan ( Maz. 2: 7; Yoh. 16: 26; Gala. 4: 6). Dalam
Pengakuan itu dinyatakan, bahwa diri setiap orang dan segala yang ada adalah diciptakan oleh
Allah. Karena Dialah yang memperanakkan Yesus sejak dari kekal, dan juga yang
menciptakan setiap orang dan alam
semesta serta memeliharanya maka Dia disebut Bapa. Jadi Dia bukan hanya Bapa bagi orang yang percaya kepadaNya, tetapi juga Bapa bagii segala bangsa, karena
Dialah juga yang menciptakan mereka.
Bagian
Kedua adalah Pengakuan Iman tentang Yesus Kristus yang menyelamatkan manusia. Nama
Yesus berarti Allah menyelamatkan manusia, sedangkan Kristus ( bahasa Yunani)
adalah gelar dari Yesus, yang artinya Yang Diurapi. Dalam bahasa Ibrani disebut
Mesias. Yesus telah diurapi oleh Allah Bapa, menjadi Imam, Nabi dan Raja ( Maz.
45: 7; Yoh. 3: 34; Kis. 10: 38). Dengan mengaku iman akan Yesus Kristus, orang
Kristen mengaku Dialah satu-satu Juru
Selamat manusia dari dosa, kematian dan iblis, dan memberinya hidup yang kekal.
Dia adalah Anak Allah, yang dilahirkan sejak dari kekal, dan dalam penyataannya
sebagai Yesus Kristus, Dia mempunyai dua tabiat, yakni tabiat Allah dan tabiat
manusia. Kedua tabiat itu dipersatukan dalam pribadi Yesus Kristus. Penyatuan
itu mulai saat Dia menjadi manusia. Dengan dua tabiat itu, bukan berarti bahwa
Dia hanya setengah Allah dan setengah manusia. Tetapi Dia adalah benar-benar
Allah dan benar-benar manusia. Ini tidak bisa dijelaskan dengan logika manusia
hanya diterima dengan iman.
Bagian
ketiga kepercayaan akan Roh Kudus. Roh
Kudus adalah juga sungguh-sungguh Allah bersama-sama dengan Bapa dan Anak.
Dialah yang membawa orang percaya kepada iman dan juga memampukannya menjalani
hidup kudus. Roh Kudus memanggil orang-orang percaya melalui Injil untuk ikut
serta menerima berkat rohani yang menjadi miliknya di dalam Krisus. Karya Roh
Kudus tidak bisa dilepaskan dari Injil. Injil adalah sarana Roh Kudus untuk
mewartakan kepada setiap orang berkat
Kristus dan untuk menciptakan iman di dalam dirinya. Dengan iman, Roh Kudus
mengerjakan pembaharuan atas seluruh hidup orang percaya, sehingga dia dimampukan untuk berjuang mengatasi dosa dan
melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik. Roh Kudus iulah juga yang
mempersekutukan orang-orang beriman dalam satu persekutuan yakni gereja. Itulah sebabnya pengakuan iman tentang gereja, disatukan dengan pengakuan iman tentang Roh Kudus. Gereja adalah milik Kristus dan dibangun di atas namaNya semata-mata. Gereja sifatnya adalah esa, kudus dan universal (am) meliputi seluruh dunia di mana
Injil diberitakan. Dalam hubungannya dengan kepercayaan kepada Roh Kudus juga
diikutkan dengan kepercayaan akan pengampunan dosa yang diberikan oleh Allah
melalui Yesus Kristus, dan juga kepercayaan akan kebangkitan daging dan hidup
yang kekal.
Warta
Jemaat.
Warta
Jemaat adalah
juga bagian dari kebaktian, karena anggota jemaat perlu mengetahui apa yang
terjadi di tengah-tengah jemaat itu, apa yang sudah dilakukan dan apa yang akan
dilakukan. Semuanya itu adalah bagian dari kehidupan jemaat sebagai satu
persekutuan. Dulu semua warta jemaat langsung dibacakan oleh guru jemaat atau
salah seorang sintua, tetapi belakangan ini terutama di jemaat yang di kota-kota
warta jemaat sudah dicetak dan diperbanyak yang dibagikan kepada semua
anggota jemaat yang menghadiri kebaktian itu. Tidak semua lagi isi dari warta
jemaat itu yang dibacakan demi menghemat waktu. Semua yang diwartakan itu,
perlu diketahui oleh anggota jemaat untuk didoakan dan diberi dukungan bagi
sesuatu program yang patut didukung secara moril dan meteriel.
Persembahan
Memberi
persembahan kepada Allah
adalah bagian dari ibadah Kristen. Sejak zaman Israel, umat Allah telah
diwajibkan memberi persembahan kepada Allah, sebagai tanda dari pengucapan
syukur atas pemberian Allah yang diterima dalam hidupnya. Dalam mengikuti kebaktian, Allah mengatakan:
“Janganlah orang menghadap kehadirat-Ku dengan tangan hampa”. ( Kel. 23: 15). Itu
artinya setiap orang yang mengikuti kebaktian diwajibkan membawa persembahan
kepada Allah, sesuai kemampuannya. Persembahan itu adalah sebagai ucapan syukur kepada Allah. Banyak
hal yang harus disyukuri dalam hidup ini: kesehatan, hasil pekerjaan, anak-anak
yang diberikan Tuhan, kehidupan yang damai, kesejahteraan, dll. Sebagai
persembahan kepada Allah, maka anggota jemaat harus mempersiapkan apa yang terbaik
dan berharga yang ada padanya untuk dipersembahkan kepada Allah. Persembahan
itu akan dipakai untuk membiayai kegiatan dan pelayanan gereja, termasuk
keperluan biaya hidup dari pelayan penuh waktu di gereja itu.
Setelah zaman Perjanjian Baru,
persembahan tidak lagi berupa hewan peliharaan atau ternak atau natura, senagaimana
dilakukan pada zaman Perjanjian Lama. Ada aliran gereja yang mengikuti tradisi
Perjanjian Lama dengan persembahan persepuluhan. Tetapi HKBP memahami bahwa
semua bentuk persembahan yang diaturkan dalam Perjanjian Lama telah dipenuhi
dalam diri Yesus Kristus. Karena itu umat
Kristen yang hidup dalam Yesus Kristus tidak lagi harus mengikuti
ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Lama itu. Setiap anggota jemaat hanya
mensyukuri pengorbanan Yesus yang rela menyerahkan nyawanya untuk keselamatan manusia dan mensyukuri seluruh karunian-Nya dalam
hidup sehari-hari dengan memberi persembahan berupa: roh, jiwa, nyawa, hidup
dan harta milik semua ( BN HKBP 204: 2). Jadi persembahan itu bukan hanya yang diberikan melalui
kantong persembahan, atau langsung ke depan altar pada setiap kebaktian minggu.
Selain itu, masih banyak lagi jenis
persembahan yang bisa diberikan kepada Allah melalui gereja, seperti
persembahan bulanan atau tahunan, persembahan syukur, persembahan untuk dana
pembangunan, persembahan di setiap kebaktian yang lain di luar kebaktian minggu,
dll. Jadi tidak perlu ditentukan seberapa banyak persembahan itu, karena yang
diminta dari umatnya adalah roh, hati, jiwa, harta dan hidupnya semua. Semua persembahan yang diberikan itu adalah satu kesatuan yang diserahkan
kepada Allah melalui doa persembahan untuk dipergunakan oleh gereja melalui para pelayan
Allah yang telah dipercayakan untuk mengelolanya dalam membiayai seluruh pekerjaan dan pelayanan kerajaan Tuhan di
dunia ini.
K
h o t b a h
Semua kebaktian berpusat kepada
khotbah, yakni pemberitaan Firman Tuhan berdasarkan nats Evanelium setiap minggu.
Evangelium sebenarnya berati Injil atau kabar baik. Seperti sidah dijelaskan sbelumnya, pada awalnya nats-nats
Evangelium diambil hanya dari nats kitab Evangelium (Injil ) yang empat
itu. Tetapi kemudian atas kesepakatan semua pendeta, pimpinan gereja HKBP yang
menyusun Almanak HKBP telah bisa memilih nats khotbah dari seluruh Alkitab,
baik Perjanjian Baru, maupun Perjanjian Lama karena pada dasarnya Firman Tuhan
yang tertulis dalam Alkitab adalah satu kesatuan dan bisa dijadikan sebagai kabar baik bagi seluruh
orang percaya.
Khotbah sifatnya tidak sama dengan
pidato, ceramah atau kuliah dan kata-kata
nasehat. Karena baik dalam pidato, ceramah, kuliah, kata-kata nasehat,
seseorang bisa memberikannya berdasarkan pikirannya atau ilmu yang ada padanya.
Sedangkan khotbah adalah penyampaian Firman
Allah kepada anggota jemaat. Di HKBP khotbah bisa disampaikan oleh semua
pelayan tahbisan yakni pendeta, guru jemaat, bibelvrow, evangelis, diakones dan
penatua yang dianggap mempunyai kemampuan untuk itu. Tetapi belakangan ini terutama di
jemaat-jemaat yang berada di kota-kota, dimana para pendeta semakin banyak ditempatkan, maka khotbah sudah lebih banyak disampaikan
oleh pendeta. Tetapi siapapun yang berkhotbah, dia harus sadar bahwa dia adalah
menyampaikan Firman Tuhan kepada jemaat bukan menyampaikan kata-kata manusia. Jadi
pengkhotbah harus sadar bahwa Allah memakai mulutnya dan seluruh pribadinya
untuk menyampaikan Firman Allah itu. Karena itu pengkhotbah tidak bisa merasa
enteng dengan Firman yang disampaikan, karena dia harus
mempertanggung-jawabkannya kepada Allah. Apa yang dikhotbahkan harus sesuai
dengan kehidupannya sehari-hari. Bahkan dia harus lebih dahulu menghayati apa
yang dikhotbahkan. Hidupnya dan khotbahnya tidak bisa bertentangan.
Karena itu orang yang berkhotbah,
tidak bisa mengatakan apa yang mau dikatakan dari pikirannya saja.. Dia harus
mempergumulkannya, dengan bertanya kepada Yang Mempunyai Firman itu yakni Allah
melalui persiapannya. Dalam ilmu theologia, bagaimana cara mempersiapkan
khotbah, agar khotbah itu murni sebagai penyampaian Firman Allah disebut
“homiletika”. Melalui ilmu itu diajarkan bahwa seseorang yang mau berkhotbah
harus membaca nats yang akan dikhotbahkan dengan baik, memahaminya dan
merenungkannya, apa pesan dari nats itu untuk disampaikan kepada para pendengar sesuai dengan konteks kehidupan
mereka. Karena itu mempersiapkan khotbah tidak cukup hanya di meja dengan
membaca beberapa buku, tetapi juga merenugkan apa yang terjadi di lapangan
kehidupan. Dan sebelum dikhotbahkan, pengkhotbah harus lebih dulu menggumuli dan menghayati
Firman Allah yang akan dikhotbahkan. Jadi apa yang dikhotbahkan itu harus
tercermin dalam kehidupan pengkhotbah tersebut. Simgkatnya, dalam berkhotbah,
persiapan sangat penting sekali, yang untuk itu dia harus selalu berdoa, supaya
dia diajari dan dimampukan oleh Roh Kudus.
Semua khotbah harus berlandaskan
Yesus Kristus, yakni Salib, Kematian dan Kebangkitan-Nya. Ini adalah satu
kesatuan dalam karya penyelamatan-Nya. Salib adalah lambang penderitaan-Nya,
yang puncaknya pada kematian-Nya. Tetapi Dia memenangkan semua penderitaannYa
itu dengan kebangkitan-Nya. Jadi isi khotbah harus selalu mengajak orang-orang
percaya, untuk bertekun dalam penderitaan di dunia ini dengan penuh kesabaran,
karena Kristus telah memenangkan-Nya. Jadi dasar ini juga harus tercermin dalam
setiap khotbah, walaupun nats khotbah itu diambil dari Kitab Perjanjian Lama, karena Kitab Perjanjian Lama adalah menghunjuk
kepada Yesus Kristus. Jadi walaupun nats khotbah diambil dari Perjanjian Lama,
pengkhotbah harus bisa melihat pengenaan dari
nats itu kepada Yesus Kristus. Karena itu khotbah tidak menerangkan
satu-satu ayat atau nats secara hurufiah, tetapi harus lebih dulu mendalami
konteks dari nats itu, sehingga pada akhirnya akan bisa dilihat hubungannya
dengan kehidupan dari Yesus Kristus. Ini memang sesuatu pekerjaan yang amat
sulit, karena itulah perlu persiapan yang matang.
Belakangan ini para pengkhotbah
sudah mempunyai cara yang bermacam-macam untuk menarik hati para pendengarnya.
Ada pengkhotbah yang saling bersahutan dengan jemaat yang mendengarkan. Ini
mungkin dipengaruhi oleh cara berkhotbah kharismatis. Para jemaat sering
menjawab kata-kata pengkhotah dengan “Amin”, kalau khotbah itu dirasa mengena ke dalam hatinya. Dulu dalam kebiasaan di kebaktian minggu HKBP tidak ada
seperti itu, tetapi jemaat itu berusaha mendengar khotbah itu dengan tekun, dan
mengaminkannya dalam hati, tidak harus
diucapkan. Tetapi sekarang sudah banyak pendeta yang menyiru-nyiru cara-cara
seperti itu. Atau ada juga yang mengajak bernyanyi, atau pengkhotbah itu
sendiri yang bernyanyi. Soal ini memang perlu dikaji dari berbagai segi.
Ada juga pengkhotbah yang mencari
cerita yang menarik sebagai illustrasi, agar jemaat yang mendengarkan bisa
tertawa. Memang banyak anggota jemaat yang menginginkan pengkhotbah yang mampu
membuat mereka tertawa ketika mendengarkan khotbah. Banyak anggota jemaat yang
menganggap pendetanya pintar berkhotbah kalau mampu membuat pendengarnya tertawa-tertawa.
Karena adanya anggapan seperti itu, maka banyak pendeta yang berusaha membuat
anggota jemaat tertawa ketika dia berkhotbah, demi mendapat pujian dari angota
jemaatnya. Tetapi ada yang mengatakan bahwa cerita yang bisa membuat anggota
jemaat tertawa, adalah bunga-bunga dari khotbah. Orang sering lebih tertarik dan
mengingat bunga-bunga itu. Tetapi karena bunga-bunga, sifatnya adalah gampang
layu, begitulah isi dari khotbah itu bisa hilang dengan cepat dari ingatan yang
mendengarkan. Tidak mengatakan bahwa tertawa dalam mendengar khotbah salah,
tetapi yang kurang baik adalah jika khotbah itu lebih banyak dibumbui oleh
humor yang membuat orang terus ketawa dalam mendengr khotbah itu, sehingga
pengkhotbah itu bisa kelihatan bagaikan pelawak, atau standing up komedi. Jadi kecenderungan sperti itu perlu diwaspadai, karena khotbah
tidak merupakan sarana untuk membuat pendengarnya tertawa.
Doa
Penutup dan Berkat
Dlam bagian Penutup dari khotbah,
mengatasnamakan anggota jemaat
pengkhotbah berdoa syafaat kepada Allah. Doa syafaat itu ada yang telah
dituliskan dalam Agenda sesuai dengan nama minggu tertentu, tetapi pengkhotbah bisa juga menambahkan sesuai dengan sitausi tertentu di tengah-tengah masyarakat, bangsa, dan gereja yang perlu didoakan. Dalam doa syafaat
pengkhotbah bukan hanya mendoakan pekerjaan dan pelayanan jemaat setempat,
tetapi juga mendoakan pelayanan ke luar, dan juga mendoakan pemerintah, bangsa,
negara dan masyarakat yang menjadi lingkungan dari gereja itu sendiri, supaya
di tengah-tengahnya gereja bisa hidup dengan damai dan tenteram.
Tetapi doa yang terakhir adalah
Doa Bapa kami, yakni doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada
murid-muridn-Nya. Semua doa yang
disampaikan oleh anggota jemaat baik melalui liturgis, maupun doa-doa pribadi,
adalah doa yang dirumuskan oleh manusia. Semua doa itu dihargai dan diterima
oleh Tuhan kalau disampaikan dalam Roh. Tetapi ada doa yang tidak dirumuskan oleh
manusia, yakni Doa Bapa Kami, yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Doa itu singkat
dan sederhana. Tetapi itulah sebenarnya pedoman doa, dari seluruh orang percaya
kepada Allah. Dalam doa itu jelas alamat doa adalah kepada Allah Bapa, bukan
kepada Tuhan Yesus. Tuhan Yesus hanya sebagai perantara dari doa kita. Allah
adalah Bapa kita yang sebenarnya, dan kita adalah anak-anak-Nya. Berdasarkan
hubungan ini kita dengan segala keberanian dan keyakinan meminta
kepada-Nya, seperti seorang anak yang
dikasihi meminta kepada bapa yang
disayangi.
Dalam Doa itu ada tujuh
permintaan. Tetapi tidak semua permintaan itu menyangkut keperluan dari orang
yang berdoa. . Tiga permintaan pertama mengarah kepada pemuliaan nama Allah: yang meminta supaya nama Allah tetap
kudus dalam hidup umat-Nya, kerajaan-Nyalah yang menguasai kehidupannya dan dunia ini, dan kehendak-Nyalah yang
terlaksana dalam kehidupannya.. Lalu
empat permintaan menyangkut keperluan hidup umat-Nya, yakni kesejahteraan,
pengampunan, perlindungan dan keselamatan. Doa diakhiri dengan doksologi, yakni
puji-pujian kepada Allah dan ditutup dengan kata Amin. Amin berarti, itulah
yang sesungguhnya, sambil berharap bahwa Allah yang telah memerintahkan murid-murid-Nya
untuk berdoa, akan mendengarkan
doa-doanya, dan menjawabnya seperti yang Ia janjikan. Dalam kebaktian minggu
doksolgi dan kata Amin itu dinyanyikan oleh anggota jemaat.
Berkat
Penutup terakhir dari kebaktian
minggu itu adalah berkat yang disampaikan oleh pengkhotbah. Kalau kebaktian itu
dibuka dengan Nama Allah Tritunggal, maka ditutup dengan berkat dari Allah. Itu
berarti bahwa dari awal hingga akhir,
Allah berada dalam kebaktian itu, bersama-sama dengan anggota jemaat di dalam
Roh Kudus. Dia memberkati anggota jemaat yang setia mengikuti kebaktian dari awal sampai akhir. Kebaktian itu tidak bermakna kalau mengikuti hanya sebagian
dari kebaktian itu, misalnya hanya sampai khotbah, lalu dia pulang. Ada juga
yang berpikiran seperti itu. Katanya, yang penting sudah mendengar khotbah,
karena khotbah itulah inti dri kebaktian itu. Tetapi dia belum lengkap
mengikuti kebaktian itu, kalau dia pulang tanpa memperoleh berkat dari Allah.
Yang diterima dalam kebaktian itu bukan berkat dari manusia, tetapi langsung
berkat dari Allah. Berkat yang disampaikan itu
diambil sama dengan berkat imam dalam
persekutuan umat Israel seperti tertulis dalam Bilangan 6: 24-26. Berkat yang
disampaikan kepada umat Israel dulu, demikianlah juga berkat yang disampaikan kepada Israel yang baru, yaitu orang-orang
percaya kepada Yesus, yang mengatakan:
“TUHAN memberkati engkau dan
melindungi engkau;
TUHAN menyinari engkau dengan
wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia;
TUHAN menghadapkan wajah-Nya
kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera”.
Berkat inilah yang menopang,
mengisi dan mengarahkan hidup orang-orang percaya . Kalau sudah Allah yang
memberkati, tidak ada lagi yang perlu dikuatirkan dan ditakuti dalam hidup ini,
karena Dialah yang melindungi, memelihara dan menjaganya. Berkat ini disambut
oleh anggota jemaat dengan menyanyikan Amin, tiga kali, sebagai jawaban anggota
jemaat yang menerima berkat itu dengan hati yang sesungguhnya.