PENGERTIAN TENTANG GEREJA
PENGERTIAN TENTANG GEREJA
( Oleh; Pdt
MSM Panjaitan, MTh)
Pendahuluan
Belakangan ini sering muncul di
media sosial perbincangan mengenai gereja ( Batak: huria), khususnya yang berhubungan
dengan HKBP. Apakah gereja itu, apakah
gereja sama dengan organisasi-organisasi lainnya di dunia ini, misalnya
organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial-politik, dll. Dari sudut
keorganisasiannya mungkin ada persamaannya, yakni sama-sama mempunyai aturan
dan peraturannya, sama-sama-sama mempunyai pengurus yang memimpin atau
menyelenggarakan organisasi itu, dan sama-sama mempunyai anggota. Tetapi pada
hakekatnya gereja dan organisasi-oraganisasi yang bersifat duniawi itu sangat
berbeda sekali. Gereja adalah oraganisasi keagamaan Kristen, yang diyakini
walaupun berada di dunia ini tetapi bukan didirikan oleh manusia berdasarkan
kesepakatan bersama, tetapi didirikan
oleh Tuhan Allah melalui Roh Kudus sebagai persekutuan orang-orang yang percaya
kepada Yesus Kristus. Persekutuan itu sangat diperlukan sebagai wadah
mempersatukan warganya dalam menjalankan tugas panggilan yang diberikan oleh Tuhan
Allah sebagai pemilik dari gereja itu sendiri.
Semua agama membutuhkan suatu persekutuan yang juga menjadi sumber segala inspirasi keagamaan bagi umatnya.
Seandainya ada agama yang tidak mempunyai persekutuan, itu sama saja dengan
aliran-aliran filsafat. Sedangkan aliran-aliran yang anti agama sekalipun juga
membutuhkan suatu persekutuan pada satu-satu waktu tertentu. Seperti misalnya
Komunis juga mempunyai kumpulan-kumpulan,
partai-partai, yang selalu berkumpul secara rahasia. Karena adalah hakekat
manusia untuk mendapat inspirasi baru di dalam kumpulan-kumpulan yang bersifat
persekutuan.
Tetapi
di antara semua agama di dunia ini , terdapat pendapat yang bebeda mengenai
arti dari persekutuan itu. Di satu pihak ada yang menganggap persekutuan itu hanya sebagai perkumpulan orang-orang elit (
enlightene ones atau orang-orang yang mempunyai ilham). Dan di pihak lain ada yang berpendapat sebaliknya, yang
mengatakan bahwa agama itu adalah perkumpulan dari keseluruhan umatnya secara
horizontal, yang bersifat pergaulan sesama.
Hanya orang Kristenlah yang berhasil menghubungkan ke dua pendapat ini,
dalam pengertiannya mengenai gereja sebagai
persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus.
Pengertian
tentang gereja dari berbagai aliran, golongan, sekte kekristenan adalah berbeda-beda. Ini disebabkan karena
pengajaran tentang gereja tidak pernah sejelas pengertian mengenai pokok teologi yang lain misalnya tentang
keselamatan (soteriologi) dan tentang Kristus (Kristologi). Baik di gereja Roma Katolik (RK) maupun di
gereja-gereja Protestan pengertian mengenai gereja ini
tidak pernah jelas. Dan itulah sebabnya sekarang ini sudah ada usaha untuk
mencari konsensus (pengertian umum),
terlebih-lebih di gereja-gereja Proetestan dan gereja RK. Konsensus itu
dapat dirumuskan sbb:
1. Gereja sebagai bangsa Allah
Asal dari gereja ialah panggilan Tuhan Allah akan
suatu umat
yang terplih. Dalam Perjanjain Lama
persekutuan umat Allah yang
terpilih itu disebut “qahal”. Pengertian ‘qahal” mengekspresikan kesatuan
agamani dari orang-orang Yahudi sebagai satu bangsa Allah atas panggilan Tuhan
Allah itu sendiri. Qahal juga meliputi
pengertian bahwa paling tidak sebahagian
dari bangsa yang terpilih itu akan dilepaskan.
Dalam bahasa Yunani kata yang dipakai untuk
menyebut gereja adalah ekklesia. Pada dasarnya arti dari ekklesia adalah
orang-orang yang dipanggil keluar dari dunia ini dan dihimpun dalam satu
persekutuan. Dlam Perjanjian Baru (PB) ekkelsia itu juga diartikan sebagai Israel yang baru. Tetapi ekklesia sebagai Israel yang baru tidak terikat kepada satu bangsa saja dan
tidak terikat akan satu kode hukum. Ekklesia itu dilahirkan oleh suatu perjanjian yang baru. Tetapi perjanjian
yang baru yang menimbulkan Israel yang
baru ini tentu tidak meniadakan segala macam hubungan-hubungan yang ada di
dalam Perjanjian Lama (PB). Jadi Perjanjian Baru selalu menyadari dirinya
sebagai kontinuitas dari Perjanjian Lama
dan berhubungan dengan bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah. Tetapi
ekklesia ini selalu pula menyadari dirinya sebagai sisa dari bangsa pilihan yang dulu, yang karena itu sebagai bangsa yang benar dan
benih yang benar. Malah dipercayai bahwa
rasul yang dua belas itu telah dihunjuk oleh Tuhan Allah menjadi hakim
atas dua belas suku Israel.
Tuhan Allah selalu dianggap sebagai pendiri dari
gereja, dan oleh karena itu gereja sebagaimana dahulu kala, demikian juga
sekarang selalu menunjuk kepada perjanjian (covenant) dari Tuhan Allah, dalam
perjanjian mana kasih Allah selalu mengatasi penyelewenang-penyelewengan dari
anggota yang sering merusak isi perjanjian itu. Tetapi klimaks dari pengertian
gereja yang demikian adalah bahwa gereja itu dikumpulkan dan dipersatukan oleh
tindakan-tindakan penyataan dan tindakan pelepasan dari Tuhan Allah dalam Yesus Kristus, sehingga semua orang yang dikumpulkan itu
menjadi satu bangsa walaupun mempunyai bahasa yang berbeda dan adat yang saling
bertentangan. Menjadi anggota gereja berarti mengikuti rentetan-rentetan
peristiwa-peristiwa dalam sejarah karena berdirinya gereja adalah sebagai hasil
dari pekerjaan Tuhan Allah di dalam rentetan-rentetan peristiwa-peristiwa itu.
Oleh karena itu pekerjaan Tuhan Allah di dalam Kristus secara historis bukanlah
merupakan tindakan pertama di dalam memilih suatu bangsa di dalam sejarah.
Sebelum Kristus sudah ada beberapa rentetan peristiwa tindakan Allah di dalam
sejarah yang mengumpulkan
bangsanya. Umpamanya panggilan Abraham,
hukum-hukum Musa, nubuatan nabi khususnya nabi Yeremia tentang
perjanjian baru yang akan tertulis dalam hati manusia. Ini merupakan peristiwa tindakan pendahuluan dari pekerjaan Yesus Kristus. Karena itu gereja
tidak boleh melupakan arti dari peristiwa-peristiwa yang mendahului itu.
2. Gereja
sebagai tubuh Kristus
Tetapi semua orang Kristen mempercayai bahwa tindakan
yang paling menentukan dari pihak Tuhan Allah untuk membentuk suatu bangsa baru
atau ekklesia
(gereja) atau Israel yang
baru, hanya dipenuhi di dalam kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Karena
itu gereja dalam arti tertentu merupakan
“prolongation” (perpanjangan) dari tindakan Tuhan Allah. Dengan demikian
terang bahwa adanya gereja bukanlah menjadi peniadaan akan
peristiwa-peristiwa Tuhan Allah sebelum
Kristus, melainkan berarti bahwa di
dalam Kristus segala perjanjian itu diperbaharui, oleh sebab mana timbul satu
bangsa baru atas pilihan yang baru.
Hubungan
Kristus dengan gereja dinyatakan oleh hukum perjanjian baru dengan beberapa
gambaran. Umpamanya seperti hubungan
pohon anggur dengan ranting-rantingnya ( Yohannes 15), hubungan alas dengan
bangunannya ( I Korint 3); hubungan
pengantin laki-laki dengan pengantin perempuan
( Wahyu 19: 7-11); hubungan
kepala dengan anggota badan atau tubuh (
I Korint 12). Semua hubungan yang ada dalam gereja yaitu hubungan yang
aktuil (nyata) atau hubungan yang
potensiel, berakar dalam keyakinan yang hidup yang mengatakan bahwa Yesus
Kristus itulah kepala gereja dan anggota gereja itu adalah sebagai anggota
tubuh dari kepala itu.
3. Gereja sebagai persekutuan dari Roh Kudus
Gereja bukan hanya merupakan bangsa Allah dan tubuh
Kristus. Tetapi juga merupakan persekutuan dari Roh Kudus. Sebagai pemberian dari Roh Kudus, juga boleh
dikatakan bahwa eksistensi dari gereja adalah kelanjutan umat Allah. Dan ini tidak menghapuskan pengertian bahwa memang pokok sentral tindakan Allah ada di dalam Yesus Kristus.
Menurut Perjanjian Baru, eksistensi dari gereja sangat banyak sangkut pautnya
dengan pekerjaan Roh Kudus yang memanggil dan menyucikan. Itu sebabnya hari
Pentakosta ( hari Turunnya Roh Kudus)
itu sering disebutkan sebagai hari lahir dari gereja.(Catatan: Bagi gereja
Pentakosta, sejarah pertumbuhan gereja, di mana Allah mempergunakan
peristiwa-peristiwa dalam sejarah
sebagai alatnya, tidak penting. Tetapi pengertian mereka akan tindakan Roh Kudus
selalu bersifat momental. Bagi mereka apa yang terjadi di suatu gereja dalam
perjalanan sejarah tidak perlu. Tetapi yang perlu
ialah apa yang terjadi sekali oleh tindakan Roh Kudus).
Sebenarnya bukanlah suatu kebetulan dalam “Credo”
(Pengakuan iman Rasuli ), iman kepada
Roh Kudus dan kepercayaan kepada gereja yang am disatupadukan. Karena
memang eksistensi gereja itu adalah
berhubungan dengan pekerjaan Roh Kudus. Dalam PB kita melihat ada
petunjuk tentang empat pekerjaan yang besar dari Roh Kudus dalam gereja:
1) Roh Kudus membuat kehadiran Kristus yang
bermulia itu menjadi suatu kenyataan bagi semua manusia dalam semua generasi.
2) Roh Kudus memanggil dan memungkinkan
manusia untuk beriman, dan memimpin orang-orang beriman ke dalam kehidupan
anak-anak Allah.
3) Roh Kudus memberikan buah-buah dari
perangai-perangai kesukaan Kristus.
4) Roh Kudus mengingatkan orang-orang beriman
di dalam partisipasinya di dalam koinonia.
4. Gereja yang didirikan oleh Allah pada waktu
yang sama adalah gereja yang terdiri dari manusia-manusia
Faktor kemanusiaan adalah sangat jelas ada dalam
gereja. Dan sebenarnya walaupun Tuhan Allah terus menerus mengampuni dosa dari
anggota gereja dan terus menerus mentransform anugerah Allah dalam gereja,
anggota gereja itu juga masih terus berdosa dan malah sering berlaku sebagai
orang yang meniadakan Tuhannya. Gereja hidup sedemikian rupa sehingga
faktor-faktor kemanusiaan masih sering menonjol. Itulah sebabnya rasul Paulus
sendiri melihat gereja bukan hanya sebagai tubuh Kristus yang didiami oleh Roh
Kudus, tetapi dia juga melihat gereja sebagai kumpulan dari orang-orang yang
masih hidup dalam “sarx” (daging) yang
selalu membutuhkan tegoran-tegoran dari rasul itu sendiri.
Tetapi adalah suatu mujizat besar sekali bahwa
walaupun faktor-faktor kemanusiaan yang sering menonjol dalam gereja, sinar
kuasa Kristus sama sekali tidak dihempang atau ditutupi oleh dosa itu. Walaupun
faktor-faktor negatif timbul dalam gereja, tanda-tanda yang benar yang
menunjukkan bahwa gereja itu suci dan mulia masih nampak. Memang benar banyak
faktor kemanusiaan yang menyebabkan Kristus itu kelihatan samar-samar sekali.
Golongan Protestan melihat dan mengetahui faktor-faktor kemanusiaan ini
sedemikian jelas, sehingga mereka suka menghibur dirinya di dalam pemikirannya
yang merumuskan gereja yang benar sebagai gereja yang tidak nampak (the invisible church). Jadi gereja-gereja
Protestan membedakan gereja yang
kelihatan (visible Church) dan gereja yang tidak kelihatan (invisible
church). Gereja yang kelihatan itulah
yang nampak dalam organisasi atau lembaga kegerejaan, yang pada satu pihak bisa disebut sebagai “divine
institution” (lembaga ilahi), tetapi
dalam waktu yang sama juga merupakan “human institution” (lembaga manusia). Gereja yang tidak nampak,
anggotanya juga terdiri dari anggota gereja yang nampak, tetapi mereka telah
benar-benar percaya dan hidup di dalam Kristus.
Ggereja Roma Katolik tidak memerlukan pengertian “invisible church”, karena walaupun mereka mengakui
bahwa anggota-anggota gereja itu adalah manusia yang berdosa, gereja itu
menurutnya tida berdosa atau bebas dari dosa. Begitulah mereka mengertikan gereja sebagai tubuh Kristus dan Kristus
adalah suci. Sebagai Tubuh Kristus, gereja adalah benar-benar kudus dalam
pengertian ‘sinless” (tanpa dosa). Kalau
ada anggotanya yang berdosa, maka orang itu bukan berdosa di dalam gereja,
tetapi berdosa di luar gereja.
5. Gereja dan Kerajaan Allah
Gereja secara positif berhubungan dengan Kerajaan Allah, tetapi gereja itu sendiri bukan positif
Kerajaan Allah tanpa kualifikasi.
Beberapa aliran gereja ada yang terlalu memberikan tekanan akan realisasi yang
sekarang dari Kerejaan Allah di dalam gereja, sehingga dengan demikian mereka mengajarkan gereja itu identik dengan Kerajaan Allah. Tetapi dalam
teologia kita, gereja bukanlah Kerajaan Allah yang komplit. Memang benar bahwa segala pemberian Roh Kudus
kepada orang-orang yang di dalam gereja
adalah melulu pemberian Allah, tetapi ini hanyalah semata-mata sebagai “arrhabon”
atau panjar atau jaminan saja. Artinya pemberian Roh Kudus di dalam
gereja hanyalah merupakan realisasi sebagian dari Kerajaan Allah. Dan hanya
dalam arti itu saja kita dapat mengartikan “realized eschatology” (zaman akhir
yang direalisasikan sekarang). Dan dalam arti itu juga
kita memakai istilah yang dipakai oleh seorang teolog kenamaan abad yang
lalu, Rudolf Boultman yaitu : “eschatological community” (persekutuan
eskhatologis) yang dikenakan kepada gereja, memberitakan kerajaan Allah yang masih disempurnakan. Pengertian
“eschatological community” ini nampak dalam arti dan pekerjan gereja itu
sendiri dan sebagian dari harapan-harapannya di dalam iman dan doa. Gereja
selalu harus sadar bahwa keberadaannya sekarang tidak dapat diidentikkan dengan
Kerajaan Allah
yang komplit. Semua aspek dari gereja hanya menuju kepada sesuatu yang
masih akan terjadi yaitu kesempurnaan Kerajaan Allah.
Demikianlah beberapa pengertian tentang gereja,
yang bisa membantu kita untuk memahami bahwa gereja itu tidak sama dengan
organisasi-organsasi lain di dunia ini yang didirikan oleh manusia, dan yang
hanya diatur oleh kaidah-kaidah manusia saja.
( pdt msm panjaitan )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar