Senin, 30 Maret 2020

MEMAHAMI "AGENDA PARMINGGUON" (TATA KEBAKTIAN MINGGU) HKBP

MEMAHAMI “ AGENDA PARMINGGUON” (TATA KEBAKTIAN MINGGU) HKBP

                Banyak anggota jemaat, terutama yang sering mengkuti kebaktian-kebaktian kharismatis, mengatakan bahwa tata-kebaktian minggu HKBP itu monoton. Karena itulah katanya kenapa mereka jarang mengikuti kebaktian minggu HKBP. Karena dianggap  monoton maka  tata ibadah HKBP itu katanya  membosankan, begitu-begitu saja terus, tidak ada variasi, dan tidak pernah berobah. Benarkan tata-kebaktian minggu HKBP itu monoton? Mungkin bagi orang yang telah terbiasa dengan tata-kebaktian yang bebas, yang tidak mempunyai liturgi yang tertib dan teratur, pendapatnya itu bisa diakui. Kebaktian yang bebas, tidak beraturan, dan tidak tertib, tidak mempunyai liturgis, hanya dibawakan oleh semacam MC (master of ceremony). Jalannya kebaktian itu tergantung kepada pembawa acaranya, sehingga tidak bisa lagi dibedakan antara acara-acara yang bermuatan hiburan-hiburan atau seremonial saja dan kebaktian yang hikmat memuji dan menyembah Tuhan Allah. Lagu-lagu yang dinyanyikanpun di kebaktian-kebaktian yang bebas itu, adalah merupakan “lagu rohani” pop yang unsur rohaninya tidak bisa dipertanggung-jawabkan secara teologis. Kebaktian-kebaktian yang penuh dengan rasa “kegembiraan” sering mereka katakan sebagai “kebangunan rohani”, karena dalam bernyanyi itu mereka  menyanyikannya dengan “bergembira ria” sambil bertepuk tangan atau bahkan bagai menari-nari dengan menggerak-gerakkan tangan dan badannya, walaupun mungkin kata-kata atau syair dari nyanyian yang dinyanyikan tidak dihayati dengan baik untuk menumbuhkan imannya.
                Tetapi betulkah tata-kebaktian minggu HKBP itu monoton, dan karena dirasa membosankan sampai-sampai mencari kebaktian alternatif yang sesuai dengan keinginan dan seleranya? Itu mungkin bisa saja terjadi kalau seseorang tidak memahami makna dari suatu kebaktian dengan baik, termasuk kebaktian HKBP, sehingga dia tidak  bisa menghayatinya. Bagi orang yang memahami dengan baik apa maknanya melakukan kebaktian minggu, tentu akan merasakan begitu teratur dan indahnya tata kebaktiian HKBP itu. Setiap unsur dari tata-kebaktian (liturgi) itu mempunyai makna yang sangat mendalam dalam membimbing dan mengarahkan hati dan jiwa umat-Nya untuk dekat kepada Tuhan dan mempercayai kuasa Tuhan yang menyelamatkan dan melindungi hidupnya di dunia ini. Dengan demikian juga bisa dirasakan kedekatannya kepada sesama orang-orang percaya yang sama-sama melakukan kebaktian kepada Tuhan. Karena itulah makna  kebaktian yang kita lakukan, adalah mempersekutuan kita dengan Tuhan dan mempersekutuan kita dengan sesama-orang-orang percaya.
                Tata kebaktian minggu HKBP tidak diambil dari tata kebaktian minggu salah satu aliran kegerejaan di Jerman atau di Eropa, misalnya Lutheran atau Calvinis melainkan dari gereja Uni atau gereja kesatuan, yang merupakan perpaduan dari aliran-aliran tersebut. Penginjil-penginjil RMG tidak mau terbawa-bawa dengan masalah konfessionalisme atau masalah denominasionalisme gereja-gereja yang ada di Eropa,  di tengah-tengah gereja Batak yang merupakan hasil penginjilan RMG itu. Para penginjilnya bukan hanya berasal dari salah satu aliran atau denominasi gereja, tetapi dari berbagai denominasi, ada yang berlatar-belakang Lutheran dan ada yang berlatar belakang Calvinis atau Reformed. Karena itulah disepakati bahwa tata kebaktian yang dipakai adalah dari gereja Uni tersebut. Tata kebaktian itu sangat indah dan tersusun dengan baik dan teratur, saling berhubungan satu sama lain, sehingga orang yang mengikuti kebaktian itu bisa merasakan kehadiran Allah melalui Roh Kudus di dalam kebaktian itu. Dalam kebaktian itu secara bergantian dari awal hinga akhir Allah dan anggota jemaat saling bersahutan. Allah  menyapa jemaat yang mengikuti kebaktian itu dan jemaat menjawab Allah dengan pujian dan sembah sujud. Karena itu “paragenda” ( liturgis) mempunyai peranan yang sangat penting karena pada satu pihak dia mengatasnamakan Allah menyapa jemaat, dan pada pihak lain mengatas namakan jemaat menyampaikan doa ke pada Allah.

Pembukaan kebaktian
Votum. Awal dari kebaktian itu adalah Votum, yang diikuti dengan introitus dan doa. Tetapi sebelum diawali dengan votum, jemaat lebih dulu bernyanyi dari Buku Nyanyiaan HKBP, setelah “giringgiring” (lonceng) gereja dibunyikan  sebagai tanda mulai masuk kebaktian. Lonceng itu memanggil orang yang beribadah untuk berdoa menyerahkan diri kepada Tuhan. Nyanyian pendahuluan itu  diambil dari bagian Nyanyian Pujian kepada Allah, yang biasanya dinyanyiakan dengan tiga ayat, sifatnya  adalah “pahibulhon roha” ( menyatukan hati, pikiran, jiwa dan roh)  dalam mengikuti kebaktian tersebut sambil memberi waktu kepada yang anggota jemaat yang terlambat untuk memasuki kebaktian, supaya semuanya yang telah bersekutu bisa sama-sama memulai kebaktian itu dengan hikmat. Jika masih ada yang  terlambat walaupun sudah selesasi menyanyian pendahuluan itu, mereka tidak bisa  masuk sampai nanti  votum, introitus dan doa pembukaan selesai, supaya anggota jemaat  yang sudah di  dalam gereja tidak terganggu. Untuk ini ada “sintua” (penatua) yang bertugas untuk menjaga pintu.
Allahlah yang membuka  kebaktian itu, dalam nama Allah Tritunggal. Itulah sebabnya kebaktian itu dibuka dengan ucapan dari liturgis : “ Di dalam nama Allah Bapa, nama AnakNya Yesus Kristus, dan  nama Roh Kudus, yang menciptakan langit dan bumi”. Hanya  kebaktian minggu dan kebaktian-kebaktian lainnya, Allah sendiri yang membuka. Jadi kebaktian itu tidak dibuka atas nama pimpinan gereja, atau pimpinan negara, atau seseorang yang dianggap mulia di dunia ini, tetapi dibuka atas nama Allah sendiri. Semua yang hadir dalam kebaktian itu datang dengan kerendahan hati untuk bertemu, menyembah, memuji dan memuliakan Allah. Untuk ini liturgis dipakai oleh Allah mengatasnamakan nama-Nya untuk menyatakan hal itu.
                Introitus. Karena Alllah yang membuka kebaktian itu, maka diucapkanlah satu atau dua ayat Firman Allah dari Alkitab untuk memperteguh kepercayaan jemaat bahwa memang sesungguhnya Allah yang membuka kebaktian itu benar-benar hadir dalamnya.  Ayat itu dipilih sesuai dengan nama minggu menurut kalender gerejawi. Misalnya dalam minggu Advent I ( tahun baru gereja) biasanya salah satu ayat yang  dibacakan adalah sbb: “Katakanlah kepada puteri Sion: Sesungguhnya, keselamatanmu datang; sesungguhnya, mereka yang menjadi upah jerih payah-Nya ada bersama-sama Dia dan mereka yang diperoleh-Nya berjalan di hadapan-Nya’.( Yesaya 62: 11). Lalu Firman Tuhan ini disambut oleh jemaat dengan menyanyikan Halelya, Haleluya, Haleluya , yang artinya memuji Tuhan yang telah hadir dan telah berfirman kepada umat-Nya. . Introitus ini dilanjutkan dengan doa, oleh liturgis. Tentu dalam hal ini, liturgis mengatasnamakan jemaat yang beribadah.
            Doa. Doa yang dibacakan liturgis, yang juga dipilih dari nama minggu tertentu, adalah doa dari seluruh anggota jemaat yang hadir dalam kebaktian itu. Jadi karena itu liturgis tidak hanya sekedar membacakan begitu saja. Dalam doa itu  semua anggota jemaat harus bisa merasakan bahwa doa  itu adalah juga doa mereka. Doa adalah percakapan dengan Tuhan Allah. Disebut juga doa itu sebagai komunikasi dengan Tuhan Allah. Jadi dalam berdoa itu harus disadari bahwa dia berhadapan dengan Allah, bukan berhadapan dengan manusia, sehingga soaranya pun harus diatur sedemikian rupa,  sehingga soaranyaa jelas dan bisa diikuti oleh jemaat. Melalui doa itulah anggota jemaat  mengungkapkan isi hatinya kepada Tuhan, yang bisa berupa pujian kepada Allah, bisa berupa permohonan misalnya memohon keampunan dosa,atau meminta segala yang kita butuhkan dalam hidup ini. Karena itulah setiap orang harus  berdoa dalam Roh, karena Roh itulah sebenarnya yang membantu dia  dalam kelemahannya, sehingga Roh itu sendirilah yang berdoa untuk dirinya  kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. ( Roma 8: 26). Isi doa untuk setiap minggupun sesuai dengan nama minggu itu, sudah diatur dalam Buku Agenda HKBP tersebut.
            Nyanyian: Nyanyian juga mengambil tempat yang sangat penting dalam kebaktian HKBP khususnya dalam kebaktian minggu. Setiap unsur dalam tata-kebaktian itu selalu diselingi dengan  nyanyian, yang diambil dari Buku Ende ( Buku Nyanyian) HKBP). Sejak awal orang-orang Kristen Batak telah diajarkan “angka ende partondion” ( nyanyian rohani). Nyanyian-nyanyian yang diajarkan itu juga sangat besar pengaruhnya dalam menarik hati orang-orang Batak menjadi Kristen. Nyanyi-nyaian itu juga diajarkan bagi anak-anak di sekolah, dan juga bagi anggota jemaat dalam kelompok-kelompk persekutuan yang lebih kecil, atau juga dalam setiap minggu sebelum memulai kebaktian. Ternyata kemudian diketahui bahwa orang-orang Kristen batak sangat berminat dengan nyanyian itu, dan banyak juga yang berbakat untuk menggubah lagu-lagu, baik lagu yang besifat rohani maupun yang bersifat umum. Nyanyian-nyanyian rohani yang diajarkan para missionar itu umumnya disadur atau diterjemahkan dari nyanyian-nyian Kristen di Eropa. Kemudian semuanya dikumpulkan dan diterbitkan dalam bentuk buku nyanyian. Pada awalnya buku nyanyian itu masih sebanyak 121 nyanyian (1881), kemudian bertambah menjadi 162 (1886), dan bertambah lagi menjadi 373 Nyanyian. Kemudian Zuster Elfride Harder seorang penginjil wanita dari Eropa, yang khusus untuk mengajar dan membina kehidupan rohani kaum perempuan Kristen Batak, menyusun  sebuah “Buku Ende” yang diberi nama  “Haluan Na  Gok” (Keselamatan yang penuh)sebanyak 183 nyanyian, dan belakangan ini muncul “Buku Ende Sangap ni Jahowa” ( Terpujilah Allah) sebanyak 308 nyanyian. Semuanya itu telah disatukan menjadi satu Buku Ende HKBP yang berisi 864 nyanyian. Semuanya juga telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, dengan nama Buku Nyanyian HKBP.  Dari situlah dipilih untuk mengisi tempat nyanyian dalam liturgi HKBP. Sejak semula nyanyian itu berfungsi untuk memberi semangat dan sukacita memuji Tuhan, dan membimbing anggota jemaat untuk menyatukan hati dan pikiran untuk memaknai setiap unsur litugi. Misalnya sebelum Pembacaan hukum Tuhan, maka nyanyian yang dipilih adalah yang bisa mengarahkan hati dan pikiran anggota jemaat untuk menghayati hukum Tuhan. Demikian juga dengan yang berhubungan dengan Doa Pengampunan Dosa, Pembacaan Epistel, Pengakuan Iman, sampai kepada nyanyian yang mendahului khotbah evangelium dan sesudahnya, adalah dipilih yang sesuai dengan semuanya itu, supaya nyanyian itu saling mendukung kepada setiap unsur dalam tata kebaktian itu. Alat musik juga bisa dipakai untuk membantu semarak dan kehikmatan dari kebaktian itu. Alat musik yang sejak awal  diperkenalkan oleh para missionar itu adalah “ poti marende “ (organ) yang dibunyikan dengan ayunan kaki. Suaranya memang begitu indah, dan bisa memikat hati. Sekarang organ ini pada umumnya telah dimainkan dengan tenaga elektronik.
            Sejak awal juga sudah ada kebiasaan mengisi kebaktian minggu itu dengan koor, yang dinyanyikan oleh kelompok paduan suara dari anggota jemaat itu, mulai dari kaum ibu,  kaum bapak, kaum pemuda atau remaja ( naposobulung). Belakang ini kelompok paduan suara ini semakin banyak, bisa saja dalam satu gereja mencapai lebih dari sepuluh kelompok paduan suara. Di beberapa gereja tertentu, ada yang membuat semua kelompok paduan suara itu mengisi setiap kebaktian minggu, sehingga memang bisa membuat rasa bosan bagi anggota jemaat yang mengikuti. Tetapi yang ideal adalah tiga kelompok koor yang mengisi setiap kebaktian, supaya tidak membosankan. Itu pun, nyanyian dari kelompok koor itu harus disesuaikan dengan nama minggu, atau tema khotbah evangelium pada minggu itu. Dan nyanyian itu lebih dulu dilatih dengan baik, sehingga tidak asal bernyanyi, karena fungsi dari nyanyian koor itu selain sebagai pujian kepada Allah, juga sebagai khotbah bagi anggota jemaat yang mendengarkan.
            Pembacaan hukum yang sepuluh itu. Setelah kebaktian itu dibuka dengan votum, introitus, dan doa,  maka kesepuluh hukum Allah dibacakan kepada anggota jemaat. Bagi HKBP kesepuluh hukum itu dibacakan,  sebagai cermin bagi anggota jemaat untuk mengenal dosanya. Bagi orang-orang percaya kepada Yesus, Hukum Tuhan  diakui bukan jalan menuju keelamatan. Bukan karena mematuhi hukum itu maka dia memperoleh keselamatan dan masuk sorga. Yang menjamin keselamatan bagi seseorang Kristen adalah imannya kepada Yesus Kristus yang telah menebusnya dari dosa-dosanya. Tetapi orang-orang yang beriman adalah juga orang-orang tahu berbuat baik. Hukum Tuhan itu sejak dulu diajarkan  kepada umatnya, adalah sebagai peunntun untuk berbuat baik, dan menyadarkan setiap orang akan perbuatan-perbuatannya  setiap  hari yang bertentangan dengan kehendak Tuhan. Bagaikan cermin yang diperhadapkan kepada dirinya, dengan cermin itu setiap orang  bisa melihat kekurangan, noda atau cela yang ada dalam dirinya, yang  setelah itu maka dia berusaha untuk membersihkan dan memperbaiki dirinya, begitulah fungsi hukum Tuhan yang sepuluh itu jika diperhadapkan dengan setiap anggota jemaat. Hukum Tuhan itu bisa menunjukkan dosa yang nyata dan yang tersembunyi bagi setiap orang, yang tidak bisa disangkal. Setelah anggota jemaat itu melihat dosa-dosanya dan mengakuinya, maka dia pun merindukan pengampunan dari dosanya  kepada Tuhan Allah, supaya dia layak berdiri di hadapan Allah dan memperoleh keselamatan yang telah disediakan oleh Yesus Kristus. Dan itulah salah satu makna dari mengikuti kebaktian minggu, yakni mengaku dosa-dosanya di hadapan Allah dan memohon pengasihan dari Tuhan untuk mengampuninya.
            Doa Pengampunan dari dosa.
            Setelah mendengar Hukum Tuhan yang dengan itu  setiap orang menyadari akan dosanya di hadapan Allah, maka liturgis yang mengatasnamakan Allah mengajak anggota jemaat untuk mengaku dosanya dihadapan Allah dan dengan rendah hati  memohon keampunan dari dosa itu kepada Allah dengan berdoa. Melalui pengajaran-pengajaran yang sudah diterima, anggota jemaat menyadari betapa dahsyatnya dosa itu, yang mengakibatkan banyak kesusahan dan penderitaan hidup di dunia, dan juga mengakibatkan pikiran-pikiran yang tidak tenang dalam hidup ini, rasa kuatir, rasa takut, rasa benci, perselisihan terhadap sesama  dan lain-lain. Semuanya itu adalah bayang-bayang maut yang diakibatkan oleh dosa itu. Karena itulah orang-orang percaya memerlukan pengampunan dari dosa-dosanya, supaya Tuhan membersihkannya dengan darahNya yang kudus. Dengan disucikannya orang percaya dari dosa-dosanya, maka dia merasa hidup yang tenteram, damai, tidak takut lagi akan kuasa maut, yang sering membuat dia merasa kuatir dan takut dalam hidup ini. Tetapi berbarengan dengan penerimaan keampunan dosa ini, orang percaya juga harus mau bertobat dan mengubah hidupnya.  Beberapa formulasi dari Doa Pengakuan dan Pengampunan Dosa ini telah disediakan dalam Buku Agenda untuk bisa dipilih oleh liturgis.   
            Janji Allah tentang pengampunan dosa.
            Setelah doa pengakuan dan pengampunan dosa  disampaikan, maka liturgis juga membacakan janji Allah tentang pengampunan dosa itu. Janji itu bukan hanya dari perkataan  manusia semata-mata, tetapi itu diambil dari beberapa ayat dari Firman Allah yang mencerminkan janji Allah, yang juga sudah dituliskan dalam Agenda kebaktian itu.  Tujuannya untuk menyatakan bahwa Allah dalam kasih-Nya benar-benar menghendaki setiap orang yang mengaku dosa-dosanya. Dia tidak menghendaki manusia yang dikasihinya mati dalam dosa-dosanya. Jadi janji tentang pengampunan dosa ini adalah dari Allah sendiri yang memperteguh hati dari anggota jemaat  bahwa dia telah diterima oleh Tuhan dan dosa-dosanya telah diampuni. Di dalam membacakan janji pengampunan dosa,  liturgis harus tetap sadar, bahwa Allah memakai dia untuk menyampaikan janji itu. Karena itu liturgis harus membacanya dengan terang dan mudah dimengerti oleh anggota jemaat.
            Belakanan ini sebelum liturgis membacakan janji pengampunan dosa, di beberapa Jemaat HKBP, telah ada kebiasaan hening sebentar sambil mendengar lagu dari Buku Ende yang berhubungn dengan pengampunan dosa yang hanya berupa soara organ. Ini bukan kebiasaan HKBP, mungkin pengaruh dari gereja lain. Tetapi sepanjang ini hanya membantu anggota jemaat untuk lebih memusatkan hati dan pikiran untuk menerima janji pengampunan dosa itu, kebiasaan ini tidak bertentangan dengan kehikmatan kebaktian itu sendiri.
            Membaca Epistel
            Dalam Kebaktian minggu di HKBP selalu ada dua nats Alkitab yang ditetapkan yakni Epistel dan Evangelium. Epistel artinya surat, yang diasarkan atas adanya sejumlah buku yang dikategorikan sebagai Epistel dalam Alkitab itu yakni mulai dari Kissah Para Rasul sampai Kitab Wahyu. Epistel adalah surat kiriman dari para rasul kepada jemaat-jemaat mula-mula, untuk membimbing orang-orang Kristen mula-mula itu dalam menghayati imannya, melakukan hidup yang  baru. Demikian jugalah Epistel  yang dibacakan setiap kebaktian minggu HKBP, sebagai penuntun bagi anggota jemaat yang sudah mengaku dosanya dan sudah menerima pengampunan dosa, untuk menjalani kehidupan yang baru sesuai dengan Firman Tuhan. Pada mulanya semua yang dikategorikan sebagai Epistel adalah semua Kitab Perjanjian Baru kecuali  ke empat Kitab Injil atau Evangelum itu. Tetapi kemudian yang dijadikan sebagai Epistel sudah mencakup semua Alkitab termasuk dari Perjanjian Lama. Demikian halnya teks dari Evangelium pada mulanya hanya dari keempat Kitab Injil itu, karena kitab-kitab Injil itulah yang dianggap secara langsung memberitakan tentang diri dan  pekerjaan Yesus, mulai dari kelahiranNya, pekerjaan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya sampai kenaikan-Nya kembali ke sorga. Tetapi kemudian, HKBP juga melihat bahwa kitab-kitab Perjanjian Baru di luar dari keempat Injil itu dan juga Kitab Perjanjian Lama perlu dijadikan sebagai nats khotbah evangelium, karena semuanya itu juga dipercayai sebagai Firman Tuhan.
            Pada masa yang lalu, Epistel yang dibacakan oleh liturgis juga dikhotbahkan. Epistel itu dulu dianggap sebagai pengantar kepada khotbah Evangelum,  atau kadang-kadang juga disebut sebagai “jamita na metmet” (khotbah kecil), sedangkan khotbah evangelum dianggap sebagai khotbah besar. Tetapi kemudian pengistilahan seperti itu telah dihilangkan karena tidak tepat.  Khotbah yang berdasarkan Firman Tuhan tidak bisa diperbandingkan atas kategori kecil dan besar. Mungkin dulu dibuat sebutan seperti itu, karena khotbah Epistel yang dikhotbahkan oleh liturgis (paragenda) lebih pendek dari khotbah evangelium. Tetapi setelah dipertimbangkan oleh HKBP, bahwa kebaktian bisa terlalu panjang kalau ada dua khotbah dalam kebaktian itu, maka Epstel tidak lagi dikhotbahkan cukup hanya dibacakan oleh liturgis. Setelah anggota jemaat dianggap sudah memiliki Bibel atau Alkitab secara merata, dan pada umumnya anggota jemaat sudah bisa membaca, maka belakangan ini pembacaan Epistel telah dibaca secara bergantian (responsoria) antara liturgis dan warga jemaat. Setelah “partangiangan” sektor atau wijk digiatkan di seluruh jemaat HKBP, maka epistel itu pun dikhotbahkan di kebaktian sektor atau wijk tersebut, dan nats evangelium minggu berikutnya  dijadikan sebagai epistel.
            Pengakuan Iman
            Setelah mendengar Firman Tuhan  yang membimbing hidup anggota menjalani hdup yang baru sebagai orang yang percaya, maka anggota jemaat diajak oleh liturgis untuk mengaku imannya secara bersama-sama, sebagaimana halnya seluruh orang percaya di seluruh  dunia mengaku imannya. Pengakuan iman yang diambil dari Pengakuan Iman Rasuli  adalah dasar dari keberadaan orang kristen  untuk mampu berdiri secara teguh di dunia ini mengahadpi berbagai tantangan iman. Itulah juga yang menjadi sinjata dalam menghadapi kuasa iblis yang bisa menggoda setiap orang untuk menyimpang dari iman kepercayaan yang benar kepada Allah Tritunggal, yakni Allah Bapa, Anak-Nya Yesus Kristus dan Roh Kudus.  Pengakuan iman ini adalah hasil kesimpulan dari iman Kristen segala abad yang dirumuskan oleh bapa-bapa gereja mula-mula dalam melawan berbagai ajaran sesat pada waktu itu khususnya ajaran gnostik. Pengakuan iman ini sering juga disebut “apostolikum”, karena diyakini, rumusannya  adalah sesuai dengan ajaran-ajaran yang diwariskan para rasul’. Sering juga disebut “Credo”, karena pengakuan itu diawali dengan kata Credo dalam bahasa Latin yang artinya aku percaya. Tetapi Pengakuan Iman ini bukan hanya rumusan kata-kata yang diucapkan begitu saja, tetapi juga harus diakui dan dihayati secara  pribadi dalam kehidupan sehari-hari.
Walaupun diucapkan secara bersama, tetapi sifatnya adalah pengakuan iman pribadi, karena tidak dikatakan “kami Percaya”, tetapi “ Aku Percaya”. Itu berarti bahwa iman kepercayaan itu adalah menyangkut pribadi. Setiap orang harus percaya dari dirinya sendiri. Tidak seorangpun bisa diselamatkan oleh iman orang lain ( Lukas 2: 50; Matius 25: 1-13). Dalam Pengakuan Iman itu jelas dinyatakan siapakah Allah yang kita percaya itu. Dia adalah Allah Tritunggal, yang menyatakan diri sebagai Allah Bapa, sebagai Anak dan sebagai Roh Kudus. Tiga pribadi yang berbeda dalam satu kodrat ilahi. Ketiganya adalah satu kesatuan, di mana Allah Bapa memperanakkan Anak sejak dari masa kekal, dan Roh Kudus berasal dari Bapa dan Anak sejak kekal.  
  Bagian pertama dari Pengakuan Iman itu adalah Iman kepada Allah Bapa. Bapa secara khusus dipercayai  berperan dalam karya Penciptaan, Anak berperan dalam karya penyelamatan dan Roh Kudus    berperan  dalam karya pengudusan ( Maz. 2: 7; Yoh. 16: 26; Gala. 4: 6). Dalam Pengakuan itu dinyatakan, bahwa diri setiap orang  dan segala yang ada adalah diciptakan oleh Allah. Karena Dialah yang memperanakkan Yesus sejak dari kekal, dan juga yang menciptakan setiap orang  dan alam semesta serta memeliharanya maka Dia disebut Bapa. Jadi Dia bukan hanya Bapa bagi orang yang percaya kepadaNya, tetapi juga Bapa bagii segala bangsa, karena Dialah juga yang menciptakan mereka.  
Bagian Kedua adalah Pengakuan Iman tentang Yesus Kristus yang menyelamatkan manusia. Nama Yesus berarti Allah menyelamatkan manusia, sedangkan Kristus ( bahasa Yunani) adalah gelar dari Yesus, yang artinya Yang Diurapi. Dalam bahasa Ibrani disebut Mesias. Yesus telah diurapi oleh Allah Bapa, menjadi Imam, Nabi dan Raja ( Maz. 45: 7; Yoh. 3: 34; Kis. 10: 38). Dengan mengaku iman akan Yesus Kristus, orang Kristen  mengaku Dialah satu-satu Juru Selamat manusia dari dosa, kematian dan iblis, dan memberinya hidup yang kekal. Dia adalah Anak Allah, yang dilahirkan sejak dari kekal, dan dalam penyataannya sebagai Yesus Kristus, Dia mempunyai dua tabiat, yakni tabiat Allah dan tabiat manusia. Kedua tabiat itu dipersatukan dalam pribadi Yesus Kristus. Penyatuan itu mulai saat Dia menjadi manusia. Dengan dua tabiat itu, bukan berarti bahwa Dia hanya setengah Allah dan setengah manusia. Tetapi Dia adalah benar-benar Allah dan benar-benar manusia. Ini tidak bisa dijelaskan dengan logika manusia hanya diterima dengan iman.
Bagian ketiga kepercayaan akan Roh Kudus. Roh Kudus adalah juga sungguh-sungguh Allah bersama-sama dengan Bapa dan Anak. Dialah yang membawa orang percaya kepada iman dan juga memampukannya menjalani hidup kudus. Roh Kudus memanggil orang-orang percaya melalui Injil untuk ikut serta menerima berkat rohani yang menjadi miliknya di dalam Krisus. Karya Roh Kudus tidak bisa dilepaskan dari Injil. Injil adalah sarana Roh Kudus untuk mewartakan kepada setiap orang  berkat Kristus dan untuk menciptakan iman di dalam dirinya. Dengan iman, Roh Kudus mengerjakan pembaharuan atas seluruh hidup orang percaya, sehingga dia  dimampukan untuk berjuang mengatasi dosa dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang baik. Roh Kudus iulah juga yang mempersekutukan orang-orang beriman dalam satu persekutuan yakni gereja. Itulah sebabnya pengakuan iman tentang gereja, disatukan dengan pengakuan iman tentang Roh Kudus.  Gereja adalah milik Kristus dan dibangun di atas namaNya semata-mata. Gereja sifatnya adalah esa, kudus dan universal (am) meliputi seluruh dunia di mana Injil  diberitakan. Dalam hubungannya dengan kepercayaan kepada Roh Kudus juga diikutkan dengan kepercayaan akan pengampunan dosa yang diberikan oleh Allah melalui Yesus Kristus, dan juga kepercayaan akan kebangkitan daging dan hidup yang kekal.
Warta Jemaat.
Warta Jemaat adalah juga bagian dari kebaktian, karena anggota jemaat perlu mengetahui apa yang terjadi di tengah-tengah jemaat itu, apa yang sudah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Semuanya itu adalah bagian dari kehidupan jemaat sebagai satu persekutuan. Dulu semua warta jemaat langsung dibacakan oleh guru jemaat atau salah seorang sintua, tetapi belakangan ini terutama di jemaat yang di kota-kota warta jemaat sudah dicetak dan diperbanyak yang dibagikan kepada semua anggota jemaat yang menghadiri kebaktian itu. Tidak semua lagi isi dari warta jemaat itu yang dibacakan demi menghemat waktu. Semua yang diwartakan itu, perlu diketahui oleh anggota jemaat untuk didoakan dan diberi dukungan bagi sesuatu program yang patut didukung secara moril dan meteriel.
Persembahan
Memberi persembahan kepada Allah adalah bagian dari ibadah Kristen. Sejak zaman Israel, umat Allah telah diwajibkan memberi persembahan kepada Allah, sebagai tanda dari pengucapan syukur atas pemberian Allah yang diterima dalam hidupnya.  Dalam mengikuti kebaktian, Allah mengatakan: “Janganlah orang menghadap kehadirat-Ku dengan tangan hampa”. ( Kel. 23: 15). Itu artinya setiap orang yang mengikuti kebaktian diwajibkan membawa persembahan kepada Allah, sesuai kemampuannya. Persembahan itu adalah sebagai ucapan syukur kepada Allah. Banyak hal yang harus disyukuri dalam hidup ini: kesehatan, hasil pekerjaan, anak-anak yang diberikan Tuhan, kehidupan yang damai, kesejahteraan, dll. Sebagai persembahan kepada Allah, maka anggota jemaat harus mempersiapkan apa yang terbaik dan berharga yang ada padanya untuk dipersembahkan kepada Allah. Persembahan itu akan dipakai untuk membiayai kegiatan dan pelayanan gereja, termasuk keperluan biaya hidup dari pelayan penuh waktu di gereja itu.
Setelah zaman Perjanjian Baru, persembahan tidak lagi berupa hewan peliharaan atau ternak atau natura, senagaimana dilakukan pada zaman Perjanjian Lama. Ada aliran gereja yang mengikuti tradisi Perjanjian Lama dengan persembahan persepuluhan. Tetapi HKBP memahami bahwa semua bentuk persembahan yang diaturkan dalam Perjanjian Lama telah dipenuhi dalam diri Yesus Kristus. Karena itu umat  Kristen yang hidup dalam Yesus Kristus tidak lagi harus mengikuti ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Lama itu. Setiap anggota jemaat hanya mensyukuri pengorbanan Yesus yang rela menyerahkan nyawanya untuk keselamatan manusia  dan mensyukuri seluruh karunian-Nya dalam hidup sehari-hari dengan memberi persembahan berupa: roh, jiwa, nyawa, hidup dan harta milik semua ( BN HKBP 204: 2). Jadi  persembahan itu bukan hanya yang diberikan melalui kantong persembahan, atau langsung ke depan altar pada setiap kebaktian minggu.  Selain itu, masih banyak lagi jenis persembahan yang bisa diberikan kepada Allah melalui gereja, seperti persembahan bulanan atau tahunan, persembahan syukur, persembahan untuk dana pembangunan, persembahan di setiap kebaktian yang lain di luar kebaktian minggu, dll. Jadi tidak perlu ditentukan seberapa banyak persembahan itu, karena yang diminta dari umatnya adalah roh, hati, jiwa, harta dan hidupnya semua.  Semua persembahan yang diberikan  itu adalah satu kesatuan yang diserahkan kepada Allah melalui doa persembahan untuk  dipergunakan oleh gereja melalui para pelayan Allah yang telah dipercayakan untuk mengelolanya dalam membiayai seluruh  pekerjaan dan pelayanan kerajaan Tuhan di dunia ini.
K h o t b a h
Semua kebaktian berpusat kepada khotbah, yakni pemberitaan Firman Tuhan  berdasarkan nats Evanelium setiap minggu. Evangelium sebenarnya berati Injil atau kabar baik. Seperti sidah dijelaskan sbelumnya, pada awalnya nats-nats Evangelium  diambil hanya dari nats kitab Evangelium (Injil ) yang empat itu. Tetapi kemudian atas kesepakatan semua pendeta, pimpinan gereja HKBP yang menyusun Almanak HKBP telah bisa memilih nats khotbah dari seluruh Alkitab, baik Perjanjian Baru, maupun Perjanjian Lama karena pada dasarnya Firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab adalah satu kesatuan dan  bisa dijadikan sebagai kabar baik bagi seluruh orang percaya.
Khotbah sifatnya tidak sama dengan pidato, ceramah atau kuliah dan  kata-kata nasehat. Karena baik dalam pidato, ceramah, kuliah, kata-kata nasehat, seseorang bisa memberikannya berdasarkan pikirannya atau ilmu yang ada padanya. Sedangkan khotbah adalah  penyampaian Firman Allah kepada anggota jemaat. Di HKBP khotbah bisa disampaikan oleh semua pelayan tahbisan yakni pendeta, guru jemaat, bibelvrow, evangelis, diakones dan penatua yang dianggap mempunyai kemampuan untuk itu.  Tetapi belakangan ini terutama di jemaat-jemaat yang berada di kota-kota, dimana para pendeta semakin banyak  ditempatkan, maka  khotbah sudah lebih banyak disampaikan oleh pendeta. Tetapi siapapun yang berkhotbah, dia harus sadar bahwa dia adalah menyampaikan Firman Tuhan kepada jemaat bukan menyampaikan kata-kata manusia. Jadi pengkhotbah harus sadar bahwa Allah memakai mulutnya dan seluruh pribadinya untuk menyampaikan Firman Allah itu. Karena itu pengkhotbah tidak bisa merasa enteng dengan Firman yang disampaikan, karena dia harus mempertanggung-jawabkannya kepada Allah. Apa yang dikhotbahkan harus sesuai dengan kehidupannya sehari-hari. Bahkan dia harus lebih dahulu menghayati apa yang dikhotbahkan. Hidupnya dan khotbahnya tidak bisa bertentangan.
Karena itu orang yang berkhotbah, tidak bisa mengatakan apa yang mau dikatakan dari pikirannya saja.. Dia harus mempergumulkannya, dengan bertanya kepada Yang Mempunyai Firman itu yakni Allah melalui persiapannya. Dalam ilmu theologia, bagaimana cara mempersiapkan khotbah, agar khotbah itu murni sebagai penyampaian Firman Allah disebut “homiletika”. Melalui ilmu itu diajarkan bahwa seseorang yang mau berkhotbah harus membaca nats yang akan dikhotbahkan dengan baik, memahaminya dan merenungkannya, apa pesan dari nats itu untuk disampaikan kepada para  pendengar sesuai dengan konteks kehidupan mereka. Karena itu mempersiapkan khotbah tidak cukup hanya di meja dengan membaca beberapa buku, tetapi juga merenugkan apa yang terjadi di lapangan kehidupan. Dan sebelum dikhotbahkan, pengkhotbah  harus lebih dulu menggumuli dan menghayati Firman Allah yang akan dikhotbahkan. Jadi apa yang dikhotbahkan itu harus tercermin dalam kehidupan pengkhotbah tersebut. Simgkatnya, dalam berkhotbah, persiapan sangat penting sekali, yang untuk itu dia harus selalu berdoa, supaya dia diajari dan dimampukan oleh Roh Kudus.
Semua khotbah harus berlandaskan Yesus Kristus, yakni Salib, Kematian dan Kebangkitan-Nya. Ini adalah satu kesatuan dalam karya penyelamatan-Nya. Salib adalah lambang penderitaan-Nya, yang puncaknya pada kematian-Nya. Tetapi Dia memenangkan semua penderitaannYa itu dengan kebangkitan-Nya. Jadi isi khotbah harus selalu mengajak orang-orang percaya, untuk bertekun dalam penderitaan di dunia ini dengan penuh kesabaran, karena Kristus telah memenangkan-Nya. Jadi dasar ini juga harus tercermin dalam setiap khotbah, walaupun nats khotbah itu diambil dari Kitab Perjanjian Lama, karena  Kitab Perjanjian Lama adalah menghunjuk kepada Yesus Kristus. Jadi walaupun nats khotbah diambil dari Perjanjian Lama, pengkhotbah harus bisa melihat pengenaan dari  nats itu kepada Yesus Kristus. Karena itu khotbah tidak menerangkan satu-satu ayat atau nats secara hurufiah, tetapi harus lebih dulu mendalami konteks dari nats itu, sehingga pada akhirnya akan bisa dilihat hubungannya dengan kehidupan dari Yesus Kristus. Ini memang sesuatu pekerjaan yang amat sulit, karena itulah perlu persiapan yang matang.
Belakangan ini para pengkhotbah sudah mempunyai cara yang bermacam-macam untuk menarik hati para pendengarnya. Ada pengkhotbah yang saling bersahutan dengan jemaat yang mendengarkan. Ini mungkin dipengaruhi oleh cara berkhotbah kharismatis. Para jemaat sering menjawab kata-kata pengkhotah dengan “Amin”, kalau khotbah itu dirasa mengena ke dalam hatinya. Dulu dalam kebiasaan di kebaktian minggu HKBP tidak ada seperti itu, tetapi jemaat itu berusaha mendengar khotbah itu dengan tekun, dan mengaminkannya dalam hati,  tidak harus diucapkan. Tetapi sekarang sudah banyak pendeta yang menyiru-nyiru cara-cara seperti itu. Atau ada juga yang mengajak bernyanyi, atau pengkhotbah itu sendiri yang bernyanyi. Soal ini memang perlu dikaji dari berbagai segi.
Ada juga pengkhotbah yang mencari cerita yang menarik sebagai illustrasi, agar jemaat yang mendengarkan bisa tertawa. Memang banyak anggota jemaat yang menginginkan pengkhotbah yang mampu membuat mereka tertawa ketika mendengarkan khotbah. Banyak anggota jemaat yang menganggap pendetanya pintar berkhotbah kalau mampu membuat pendengarnya tertawa-tertawa. Karena adanya anggapan seperti itu, maka banyak pendeta yang berusaha membuat anggota jemaat tertawa ketika dia berkhotbah, demi mendapat pujian dari angota jemaatnya. Tetapi ada yang mengatakan bahwa cerita yang bisa membuat anggota jemaat tertawa, adalah bunga-bunga dari khotbah. Orang sering lebih tertarik dan mengingat bunga-bunga itu. Tetapi karena bunga-bunga, sifatnya adalah gampang layu, begitulah isi dari khotbah itu bisa hilang dengan cepat dari ingatan yang mendengarkan. Tidak mengatakan bahwa tertawa dalam mendengar khotbah salah, tetapi yang kurang baik adalah jika khotbah itu lebih banyak dibumbui oleh humor yang membuat orang terus ketawa dalam mendengr khotbah itu, sehingga pengkhotbah itu bisa kelihatan bagaikan pelawak, atau standing up komedi. Jadi kecenderungan  sperti itu perlu diwaspadai, karena khotbah tidak merupakan sarana untuk membuat pendengarnya tertawa.
Doa Penutup   dan Berkat
Dlam bagian Penutup dari khotbah, mengatasnamakan anggota jemaat  pengkhotbah berdoa syafaat kepada Allah. Doa syafaat itu ada yang telah dituliskan dalam Agenda sesuai dengan nama minggu tertentu, tetapi pengkhotbah bisa juga menambahkan sesuai dengan sitausi tertentu di tengah-tengah masyarakat, bangsa, dan gereja yang perlu didoakan.  Dalam doa syafaat pengkhotbah bukan hanya mendoakan pekerjaan dan pelayanan jemaat setempat, tetapi juga mendoakan pelayanan ke luar, dan juga mendoakan pemerintah, bangsa, negara dan masyarakat yang menjadi lingkungan dari gereja itu sendiri, supaya di tengah-tengahnya gereja bisa hidup dengan damai dan tenteram.
Tetapi doa yang terakhir adalah Doa Bapa kami, yakni doa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus kepada murid-muridn-Nya.  Semua doa yang disampaikan oleh anggota jemaat baik melalui liturgis, maupun doa-doa pribadi, adalah doa yang dirumuskan oleh manusia. Semua doa itu dihargai dan diterima oleh Tuhan kalau disampaikan dalam Roh.  Tetapi ada doa yang tidak dirumuskan oleh manusia, yakni Doa Bapa Kami, yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Doa itu singkat dan sederhana. Tetapi itulah sebenarnya pedoman doa, dari seluruh orang percaya kepada Allah. Dalam doa itu jelas alamat doa adalah kepada Allah Bapa, bukan kepada Tuhan Yesus. Tuhan Yesus hanya sebagai perantara dari doa kita. Allah adalah Bapa kita yang sebenarnya, dan kita adalah anak-anak-Nya. Berdasarkan hubungan ini kita dengan segala keberanian dan keyakinan meminta kepada-Nya,  seperti seorang anak yang dikasihi meminta kepada  bapa yang disayangi.
Dalam Doa itu ada tujuh permintaan. Tetapi tidak semua permintaan itu menyangkut keperluan dari orang yang berdoa. . Tiga permintaan pertama mengarah kepada pemuliaan nama  Allah: yang meminta supaya nama Allah tetap kudus dalam hidup umat-Nya, kerajaan-Nyalah yang menguasai kehidupannya  dan dunia ini, dan kehendak-Nyalah yang terlaksana dalam kehidupannya..  Lalu empat permintaan menyangkut keperluan hidup umat-Nya, yakni kesejahteraan, pengampunan, perlindungan dan keselamatan. Doa diakhiri dengan doksologi, yakni puji-pujian kepada Allah dan ditutup dengan kata Amin. Amin berarti, itulah yang sesungguhnya, sambil berharap bahwa Allah yang telah memerintahkan murid-murid-Nya  untuk berdoa, akan mendengarkan doa-doanya, dan menjawabnya seperti yang Ia janjikan. Dalam kebaktian minggu doksolgi dan kata Amin itu dinyanyikan oleh anggota jemaat.
Berkat
Penutup terakhir dari kebaktian minggu itu adalah berkat yang disampaikan oleh pengkhotbah. Kalau kebaktian itu dibuka dengan Nama Allah Tritunggal, maka ditutup dengan berkat dari Allah. Itu berarti  bahwa dari awal hingga akhir, Allah berada dalam kebaktian itu, bersama-sama dengan anggota jemaat di dalam Roh Kudus. Dia memberkati anggota jemaat yang setia mengikuti kebaktian  dari awal sampai akhir. Kebaktian itu tidak bermakna kalau mengikuti hanya sebagian dari kebaktian itu, misalnya hanya sampai khotbah, lalu dia pulang. Ada juga yang berpikiran seperti itu. Katanya, yang penting sudah mendengar khotbah, karena khotbah itulah inti dri kebaktian itu. Tetapi dia belum lengkap mengikuti kebaktian itu, kalau dia pulang tanpa memperoleh berkat dari Allah. Yang diterima dalam kebaktian itu bukan berkat dari manusia, tetapi langsung berkat dari Allah. Berkat yang disampaikan itu   diambil sama dengan  berkat imam dalam persekutuan umat Israel seperti tertulis dalam Bilangan 6: 24-26. Berkat yang disampaikan kepada umat Israel dulu, demikianlah juga berkat yang disampaikan  kepada Israel yang baru, yaitu orang-orang percaya kepada Yesus,   yang mengatakan:
“TUHAN memberkati engkau dan melindungi engkau;
TUHAN menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia;
TUHAN menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera”.

Berkat inilah yang menopang, mengisi dan mengarahkan hidup orang-orang percaya . Kalau sudah Allah yang memberkati, tidak ada lagi yang perlu dikuatirkan dan ditakuti dalam hidup ini, karena Dialah yang melindungi, memelihara dan menjaganya. Berkat ini disambut oleh anggota jemaat dengan menyanyikan Amin, tiga kali, sebagai jawaban anggota jemaat yang menerima berkat itu dengan hati yang sesungguhnya.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar