TOUR
KE YERUSALEM DAN SEKITARNYA
Pdt MSM Panjaitan, MTh
Pada 3-16 Juni 2012, saya mempunyai kesempatan bersama serombongan anggota jemaat HKBP Kebayoran Selatan dimana saya melayani sebagai pendeta ressort, mengadakan perjalanan ke Yerusalem. Dalam rombongan itu istri saya
juga ikut serta.. Perjalanan selama dua minggu ini
sangat menyenangkan dan mengesankan bagi saya. Dari perjalanan itu banyak
hal-hal baru yang saya ketahui. Sebenarnya sudah lama saya merindukan kiranya Tuhan
memberi kesempatan bagi saya dan
istri untuk bisa mengunjungi
tempat-tempat yang mempunyai
makna historis di Tanah Israel atau tempat-tempat lain yang
diceritakan dalam Kitab Suci khususnya yang berhubungan dengan pekerjaan Tuhan
Yesus di dunia ini. Tetapi barulah kali ini ketika saya melayani
di HKBP Kebayoran Selatan, sekaligus
menjelang berakhirnya masa pelayanan saya sebagai pendeta,doa itu
dikabulkan oleh Tuhan.
Sebenarnya sudah banyak
teman baik dari kalangan pendeta maupun dari anggota jemaat yang sudah
pernah berkunjung ke sana dan mereka sudah menceriterakan banyak hal
mengenai keadaan di sana. Tetapi
dengan melihat langsung tempat itu, maknanya akan
jauh lebih baik lagi. Kami yang
berangkat tidak tergolong rombongan besar karena hanya berjumlah delapan belas
orang. Dari segi efektivitas
perjalanan dengan jumlah
sedemikian jauh lebih baik dari
pada rombongan yang besar.
Dalam perjalanan menuju
Yerusalem, kami singgah di kota Dubai Emirat Arab, satu hari satu
malam. Banyak hal yang menarik perhatian
di kota ini. Walaupun terletak di atas gurun pasir di tepi Teluk Persia dan Laut Arab, tetapi
kota yang berpenduduk 2.262.000 jiwa pada waktu itu ditata dengan sangat rapi, dengan taman-taman
kota yang sangat indah sekali. Sumber
air mereka adalah air laut yang telah ditawarkan melalui tehnik yang
canggih. Banyak gedung-gedung yang
besar dan tinggi. Bahkan gedung
tertinggi di dunia sampai saat ini berada di kota Dubai yang bernama: Burj Khalifa Dubai (Menara Khalifa Dubai), yang tingginya
828 meter, dengan lantai yang bisa ditempati
manusia berupa perkantoran dan hotel,
sebanyak 160 lantai.
Gedung
ini baru diresmikan 4 Januari 2010. Gedung besar lainnya yang tidak jauh
dari Menara Dubai itu ialah Mall Dubai
yang merupakan mall terbesar di dunia, yang di dalamnya juga ada
Aquarium Raksasa, dan juga taman salju
dalam ruang kaca yang sangat besar yang menjadi daya tarik bagi banyak orang
untuk berkunjung ke kota ini. Penduduknya makmur, tidak ada yang miskin, karena syech (raja kota) tersebut membantu semua
penduduknya. Tetapi seperti diperlihatkan dalam sebuah museum yang
dibangun di kota itu, sebelum penemuan minyak yang membuat negeri ini
kaya-raya, penduduk negeri ini masih
tergolong miskin, yang kebanyakan bekerja sebagai nelayan, pengrajin
barang-barang perhiasan dan tukang.
Setelah
dari Dubai kami juga singgah di kota Aman
Yordania, juga satu hari satu malam.
Negara Yordania, berbatasan dengan
Palestina ( Tepi Barat) di sebelah Barat, dengan Arab Saudi di sebelah Timur, Laut
Merah di sebelah Selatan, dan dengan Danau Galilea dan Dataran Tinggi Golan
(Israel ) serta negeri Syria di sebelah Utara.
Penduduknya terdiri dari tiga suku, yakni Suku Amon (Utara), suku Moab
(Tengah), yang yang menurut tradisi kitab Perjanjian Lama keduanya
merupakan ketururan Lot (sepupu) Abraham (lih. Kejadian 19: 38) dan suku
Edom di sebelah Selatan. Suku Edom adalah keturan Esau, saudara Yakob
(Kej. 36: 1-17). Dari sudut itu,
maka orang-orang Yordania masih tergolong satu rumpun dengan orang Israel.
Nama
kota Aman, itu berasal dari nama Amon, salah satu suku dari negeri itu. Lebih kurang 10 persen penduduk Yordania menganut agama Kristen Orthodoks, tetapi mereka bisa hidup rukun dengan
orang-orang yang beragama Islam. Pemandu
kami pada waktu itu yakni seorang perempuan yang bernama Manal adalah Kristen.
Di Yordania ini, kami mengunjungi sebuah
tempat yang bernama “Petra”, yang
terletak di bagian Selatan dari negeri itu.
Perjalanan
dari kota Aman ke tempat itu memakan waktu
lima jam dengan naik bus, dan satu jam lagi dengan jalan kaki atau naik
unta yang banyak disewakan di tempat itu.
Sampai tempat perhentian bus, sudah ada sebuah kota kecil yang namanya
juga disebut Petra. Memasuki kota itu ada sebuah mata-air besar yang keluar
dari batu karang, yang dinamai “Wadi
Musa”, karena penduduk setempat meyakini itulah mata air yang keluar dari
batu setelah Musa memukulnya dengan tongkatnya. (bd, Kel. 17: 1-7 dan Bil. 20:
2-23).
Petra yang
banyak dikunjungi oleh banyak wisatawan dari manca negara merupakan bangunan yang
berbentuk kuil (tempat penyembahan dewa-dewa zaman dulu), yang dipahat langsung ke dinding bukit karang yang ada di tempat itu. Jadi
bangunan itu menyatu dengan bukit karang tersebut. Jalan menuju ke tempat itu adalah jalan setapak,
yang juga diapit oleh bukit-bukit karang yang sangat keras. Bagunan Petra sudah ditetapkan sebagai salah satu warisan keajaiban dunia.
Keesokan
harinya kami mengunjungi Gunung Nebo, yang merupakan gunung
tertinggi di Yordania. Musa yang tidak sampai ke tanah Kanan, hanya dijinkan
Tuhan untuk memandang tanah Kanan yang dijanjikan itu dari gunung tersebut. Di gunung inilah juga
Musa meninggal seperti diceriterakan dalam kitab Ulangan 34, tetapi tidak
seorang pun yang mengetahui kuburannya. Tetapi di puncak gunung Nebo ini telah
dibangun sebuah tugu peringatan kepada Musa, dan juga tempatnya Musa memandang
dari gunung itu ke Tanah Kanan. Dari
gunung itu kami menurun ke tanah dataran yang sudah dekat dengan sungai Yordan,
batas antara Palestina dan Yordania. Di
sana ditanami berbagai jenis sayuran yang tumbuh dengan subur sekali, dengan memakai tehnik pertanian yang modern.
Dari situlah kami menyeberang ke
sebuah kota kecil yang bernama
Alembeth melalui sebuah jembatan yang bernama ‘ Sheik Husein Brigde” (Jembatan Raja Husein). Jembatan itulah yang
menghubungkan Negara Yordania dengan Israel dan Palestina. Di tempat itu
diadakan pemeriksaan yang ketat yang dikawal oleh tentera Israel dan Palestina.
Di kota kecil itu sudah menunggu bus yang akan membawa kami selama perjalanan
di sekitar Tanah Israel dan Palestina, yang dipandu oleh seorang Yahudi warga Israel yang
bernama Moses. Dia sudah fasih berbahasa Indonesia.
Dari tempat itulah kami dibawa ke kota tua
yang tidak begitu jauh dari sana yang bernama Yeriko. Kota yang terletak 200 m di bawah permukaan
laut ini sudah masuk wilayah Palestina, yakni
Tepi Barat (West Bank) yang ibu kotanya
di Hebron. Inilah kota yang pertama ditaklukkan oleh Israel ketika memasuki Tanah
Kanan dengan pimpinan Josua sebagai pengganti Musa ( Yosua 6). Kota Yeriko
adalah sebuah kota tua yang sudah berumur 7000 tahun, tetapi kota tua itu sudah
runtuh, namun peninggalannya telah
ditemukan melalui penggalian archeologi.
Reruntuhan
kota tua itu masih bisa dilihat dan
dipelihara sampai sekarang. Di kota ini ada sebuah pohon yang bernama “Pohon Zakeus”, yang sudah berumur
kira-kira 400 tahun. Nama aslinya adalah “Sikamon” tetapi kemudian diberinama
Pohon Zakeus, karena menurut tradisi, di tempat itulah tumbuhnya pohon yang sama seperti pohon yang dipanjat oleh
Zakeus dulu ketika mau melihat Yesus yang melewati tempat itu ( Luk. 19: 1-10).
Di dekat kota itu juga dijumpai mata air
Eliah, yang dulu merupakan sebuah oasis di padang gurun. Di kota Yeriko juga dijumpai sebuah gereja yang dinamai Gereja
Zakeus, sebuah gereja Orthodoks yang dibangun oleh Rusia.
Dari
kota Yeriko kami menuju kearah Utara, dan keluar dari wilayah
Palestina memasuki wilayah Israel,
melalui jalan yang lurus dan mulus sekali. Di perbatasan dengan wilayah Israel diadakan pemeriksaan
yang sangat ketat, di mana bus yang membawa kami di tahan cukup lama.
Dari
situ kami menuju hulu sungai
Yordan yang sudah dekat dengan Danau Galilea yang dialirkannya. Tempat
itulah yang dianggap sebagai tempat
Johannes Pembaptis melakukan
pembaptisan bagi orang banyak dan juga kepada Yesus. Di dekat pintu masuk ke
tempat itu dipajang ayat Kitab Injil
Mateus 3: 13-16, yaitu tentang Yesus dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan,
dalam berbagai bahasa di dunia ini termasuk dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Batak. Di tempat ini nampak ada orang melakukan pembaptisan.
Bagi
orang yang ingin masuk ke dalam sungai harus menyewa pakaian baptis seharga 10 US dolar. Sungai
itu tidak begitu besar seperti dibayangkan selama ini, airnya kelihatan
berwarna hijau, karena sekitarnya ditumbuhi banyak tumbuh-tumbuhan, dan di
dalam air dijumpai banyak ikan yang
mungkin sengaja dipelihara tetapi tidak bisa diambil atau disentuh oleh pendatang.
Dari Sungai Yordan itu kami menuju kota Tiberias dan menginap di
sana. Dari penginapan yang letaknya
persis di lereng danau Tiberias itu kita bisa memandang ke arah danau yang
sangat indah sekali, dan terbenamya matahari.
Besoknya pagi-pagi kami berangkat
menuju Gunung Hermon yang terletak di perbatasan Israel Utara dengan
daerah Libanon sebelah Barat dan Syria
di sebelah Timur Laut. Gunung Hermon merupakan gunung tertinggi di Tanah
Israel, tingginta lebih krang 3000 m dari
permukaan laut. Di perjalanan menuju
gunung itu sudah banyak ditanami berbagai tanaman ,
seperti pohon zaitun dan mangga, yang walaupun masih pendek sudah berbuah
lebat. Di sepanjang perjalanan juga dijumpai markas-markas militer Israel, yang
siap siaga untuk berperang. Perjalanan
dari Tiberias sampai ke gunung Hermon
memakan waktu sekitar 2,5 jam. Udara di sekitar gunung itu sangat dingin
sekali. Pada waktu musim dingin dari
bulan November sampai sekitar bulan April gunung ini dipenuhi oleh salju. Di
kaki gunung itu sudah dibangun stasiun “cabel car” (kereta kabel). Kereta
kabel yang bermuatan dua orang inilah
yang mengangkut setiap orang untuk bisa sampai ke puncak gunung.
Pemandangan
dari puncak gunung sangat indah sekali, tidak ada pohon yang menghalangi pemandangan,
sehingga seluruh Tanah Israel bisa
nampak dari sana. Menurut tradisi gereja
Protestan, gunung inilah tempat Yesus dipermuliakan yang disaksikan oleh tiga
muridNya, yakni Petrus, Juhannes dan Yakobus, dengan alasan bahwa tempat inilah
yang berdekatan dengan kota Kaisarea Filipi, yang merupakan tempat pengakuan
Petrus bahwa Yesus sebagai Mesias dan Anak
Allah, yang kejadiannya berdekatan dengan peristiwa dimuliakannya Yesus di atas gunung yang
tinggi itu.
( Mat. 16: 13 dst dan Mat. 17: 1 dst..). Namun dalam tradisi gereja
Katolik tempat pemuliaan Yesus itu adalah di gunung Tabor, dekat Galilea.
Dalam
perjalanan pulang terasa lebih cepat karena agak menurun dan kami mengunjungi
beberapa tempat sekitar Danau Galilea.
Tidak jauh dari gunung Hermon itu nampak kota kecil Kaisrea Filipi yang juga
sering dikunjungi oleh Yesus bersama
murid-muridNya. Dari daerah sekitar itulah juga hulu sungai Jordan yang
bermuara ke Danau Galilea. Dalam Kitab Injil diberitakan bahwa pusat pelayanan
Yesus bersama murid-murid-Nya adalah daerah sekitar Danau
Galiea.
Tempat-tempat
bersejarah yang berhubungan dengan pelayanan Yesus yang kami kunjungi di
sekitar daerah itu antara lain ialah::Bukit
Sabda Bahagia (Mt. of Beatitudes). Tempat yang terletak di antara
Tabgha dan Kapernaum ini, adalah tempat Yesus menyampaikan khotbah di
bukit( Mat. 5-7; Luk. 6: 17-49),
termasuk kata-kata bahagia yang diucapkan ( Mat.5: 1-12). Di sini sebuah
gereja Roma Katolik Ordo Fransiskan
telah didirikan bersama sebuah biara. Di tempat ini juga masih dijumpai sisa reruntuhan gereja kecil Orthodox bergaya
Bizantin. Berdekatan dengan itu adalah Tabgha,
yakni tempat Yesus memberi makan lima ribu orang lebih dengan lima roti dan dua
ekor ikan. Di tempat ini juga sudah ada bangunan gereja, yang didalamnya dijumpai sebuah batu karang yang berbentuk
meja yang dijadikan sebagai altar dari gereja
itu. Batu karang tersebut dianggap sebagai tempat Yesus mengadakan mujizat
tersebut. Di dalam gereja itu masih
dijumpai peninggalan dari lantai gereja
yang dibangun sekitar abad ke 5 M.
Di sekitar
tempat ini juga gereja Roma Katolik
telah membangun sebuah gereja yang lain yang disebut Gereja Primat
Petrus, karena diyakini di tempat inilah juga Yesus menjumpai murid-muridNya setelah kebangkitannya,
dan menampakkan diriNya dengan makan bersama
kepada mereka. Pada saat itulah, Yesus memulihkan Petrus sebagai rasul
yang sempat menyangkal diri-Nya
sampai tiga kali ketika Dia dihadapan pengadilan Kayapas. Di situlah
juga Petrus diteguhkan sebagai gembala
umat-Nya. ( Johannes 21: 1-19). Di sekitar tempat itu juga berdiri sebuah
gereja yang bernama Gereja
Hepta-Pigon (tujuh mata air) yang di
dalamnya terdapat sebuah lukisan berupa mosaic keranjang berisi
lima roti dan dua ikan,
Berdekatan
dengan tempat itu ialah kota tua Kapernaum.
Nama kota itu berasal dari kata “Kfar
Nahum” artinya Kota Nahum. Kota ini dulu merupakan kota nelayan bagi
orang-orang Galilea dan tempat perdagangan yang ramai. Sebagian murid Yesus
yakni: Petrus, Andreas, Yohannes dan Yakobus adalah bertempat tinggal di kota
ini. Yesus sendiri juga sering tinggal di kota ini, sehingga kota ini memainkan
peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan pelayanan Kristus. Reruntuhan
kota tua ini ditemukan tahun 1800 yang lalu oleh para archeolog. Di tempat ini juga ditemukan reruntuhan
Synagoge (rumah ibadah)Yahudi, yang sering dipakai Yesus untuk mengajar.
Synagoge itu dibangun oleh seorang Perwira Romawi (Luk. 7: 1-5), yang hambanya jatuh sakit yang
parah disembuhkan oleh Yesus ( Mat. 8: 5-13; Luk. 7: 1-10)
Di dalam Synagoge inilah Yesus sering
mengajar, seperti pengajaran tentang roti kehidupan ( Yoh. 6: 25-59). Di sini
juga Yesus menyembuhkan orang yang kerasukan setan (Mark. 1: 21-28),
menghidupkan anak dari salah seorang pemimpin Synagoge (Mark. 5: 22; Luk. 8:
41).
Synagoge
ini dihancurkan oleh tentera Romawi
tahun 70 M bersama-sama dengan penghancuran Bait Allah di Yerusalem. Di
Kapernaum ini juga telah dibangun sebuah gereja Katolik, dalam bentuk
perahu.
Rumah
Petrus. Tidak jauh dari synagogue itu, dijumpai juga sebuah rumah batu dari salah seorang murid
Yesus yaitu Simon Petrus. Rumah ini adalah tempat di mana Yesus menyembuhkan
ibu mertua Petrus dan yang lainnya. ( Mat. 8: 14-16). Yesus mungkin tinggal
bersama Petrus selama berada di
Kapernaum. Di tahun-tahun setelah kematian dan kebangkitan Yesus, rumah ini
telah menjadi sebuah ”rumah-gereja” (rumah yang dijadikan sebagai tempat
persekutuan).
Beberapa abad
kemudian orang Kristen membangun gereja di sini untuk mengingatnya. Tetapi
bangunan itu pun dihancurkan setelah kota ini ditaklukkan. Tetapi para
archeolog telah menggali rumah dan
gereja itu pada saat yang bersamaan. Sumber tertulis dan penemuan para
arkheolog itu baru-baru ini telah berhasil mengindentifikasi rumah Simon
Petrus di kota Kapernaum itu. Rumah itu
dibangun akhir zaman Hellenistik ( abad
pertama SM). Di pertengahan abad kedua
M, beberapa bagian istimewa dari rumah itu telah jauh terpisah dari penggalian
di Kapernaum.
Di dalamnya
juga ditemukan seratus tiga puluh satu tulisan kuno, tertulis dalam empat bahasa yakni: bahasa
Yunani, bahasa Aram, bahasa Estrangelo dan bahasa Latin. Di dalamnya nama Yesus
disebutkan beberapa kali. Ia disebut Kristus, Tuhan dan Allah Yang Maha Tinggi.
Juga terdapat symbol dan monogram (lukisan huruf), yaitu: salib dalam berbagai
bentuk, sebuah perahu, monogram Yesus. Monogram itu tertulis dalam bahasa Latin
tetapi dengan huruf Yunani. Nama Petrus
disebut setidaknya dua kali.
Dari
Kapernaum kami turun ke tepi pantai danau
Galilea, untuk makan siang di sebuah restauran yang diberi nama “ Restaurant
Santo Petrus”. Dalam makan siang itu kami
disuguhi dengan ikan khas
yang diperoleh dari danau Galilea
yang disebut “ikan Petrus”, karena
dipercaya ikan itu sama dengan ikan yang
dimulutnya didapati oleh Petrus koin
untuk membayar pajak sebagaimana diperintahkan oleh Yesus. (Mat. 17; 24-27).
Namun jenis ikan itu kelihatan dan
rasanya tidak beda dengan ikan Mujahir yang
banyak dijumpai di Dana Toba.
Berdekatan dengan restoran itu didirikan sebuah gereja yang dinamai
gereka Santo Petrus, persis di tepi danau Galiea itu. Air danau di tempat itu masih jernih sekali
seperti di danau Toba.
Setelah
makan siang kami mengunjungi Gunung Tabor, yang terletak 18 km sebelah Barat Daya Danau Galiea. Dalam tradisi gereja Roma Katolik, di gunung yang tingginya
575 m inilah terjadi transfigurasi
Yesus, di mana terjadi perubahan wajah Yesus, ketika ia sedang berdoa, yang
disaksikan tiga orang muridNya, yakni Petrus, Yakobus dan Yohannes. Mereka
melihat Yesus sedang berbicara dengan
Musa dan nabi Elia, dengan wajah yang bercahaya seperti matahari dan pakaiannya
putih bersinar seperti terang. Tetapi seperti sudah dijelaskan sebelumnya, dalam
tradisi gereja Protestan, transfigurasi
itu terjadi di gunung Hermon. Karena yakin bahwa di gunung Tabor itulah terjadi transfigurasi
Yesus tersebut, maka di tempat ini,
gereja Roma Katolik telah membangun sebuah gereja yang di dalamnya
disediakan tiga ruangan yakni satu untuk Elia, satu untuk Musa dan dan satu lagi di bagian tengahnya
untuk Yesus, sebagai mana pernah
dikatakan oleh Petrus yang menyaksikan peristiwa itu: ‘Tuhan betapa bahagianya
kami berada di tempat ini. Jika engkau mau biarlah kudirikan di sini tiga
kemah, satu untuk engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia”. (Mat.17: 4;
Mark. 9: 5 Luk. 9: 33;)
Dari gunung ini tampak suatu pemandangan yang
sangat indah sekali berupa sebuah taman bunga-bungaan yan ditata dengan sangat
rapi di tempat yang sangat luas sekali di sepanjang lembah Armagedon dekat dengan gunung itu.
Setelah turun
dari gunung Tabor, di sebuah tempat dekat Tiberias, rombongan di bawa ke sebuah tempat yang merupakan
tempat belanja souvenir berupa minyak Jetun, dan minyak “urapan”, yang menurut
keterangan yang diperoleh bisa
dipergunakan sebagai obat. Minyak Jetun
itu diolah dari daun pohon Jetun yang banyak
ditanam di negeri itu. Minyak Jetun dan minyak urapan yang disebut
juga minyak Narwastu yang harum baunya, dikemas dalam botol besar, botol sedang
dan botol kecil.
Pada sore hari
rombongan di bawa ke danau Tiberias dan
naik perahu mengenang kebiasaan Yesus
naik perahu bersama-sama dengan murid-muridnya, lalu kembali lagi ke hotel Tiberias yang tidak begitu jauh dari
tempat itu.
Pagi
hari besoknya kami melanjutkan
perjalanan lagi ke beberapa kota yang lain
di sekitar daerah Galilea, yakni Kana, dan Nasaret dan seterusnya dari
sana menuju ke kota
Haifa, ke Kaisarea, di tepi pantai Laut Tengah, dan dari situ ke
Yerusalem dan sampai ke
kota Betlehem.
Sebelum ke
Kana, kami mengunjungi sebuah pabrik
pembuatan berlian. Di situ pengusaha
berlian tersebut memutar sebuah film tentang bagaimana caranya pembuatan barang berharga yang sangat indah itu. Tempat
itu merupakan satu dari tujuh pusat pembuatan berlian di Israel,
yang menjadikan Israel satu negara
penghasil dan pengexport berlian
terbesar di dunia. Barang
itu dieksport
ke
berbagai negara di dunia termasuk ke Indonesia, yang tentunya melalui jalur
negara lain, karena tidak ada hubungan antara Israel dengan Indonesia. Menurut
pengusaha berlian itu, batu yang
merupakan bahan untuk pembuatan berlian itu tidak dijumpai di Israel, tetapi
didatangkan dari luar, dan yang paling banyak
dari Afrika. Melihat kilauan berlian-berlian yang dibentuk dalam
berbagai perhiasaan, bisa saja orang
tergoda untuk membelinya walaupun harganya termasuk mahal.
Dari
tempat pembuatan berlian itu, rombongan singgah di kota Kana, tempat Yesus membuat tanda mujizat yang pertama dalam
pelayanannya yakni air menjadi anggur,
dalam sebuah perjamuan kawin yang di hadiri.oleh Yesus ( Yoh. 2) Di situ telah
ada bangunan berupa rumah doa, dan disediakan sebuah altar bagi orang yang mau
melangsungkan peneguhan perkawinannya di
tempat itu. Di tempat itu kami hanya berdoa sebentar, lalu turun ke sebuah toko
barang-barang souvenir, yang dikenal
dengan anggur Kana. Sebelum membelinya pemilik toko memberikan anggur untuk
dicicipi dulu, yang memang rasanya
sangat enak sekali. Oleh-oleh berupa anggur ini tidak bisa dibawa banyak-banyak
karena nanti dalam pemeriksaan di setiap imigrasi, setiap orang hanya diijinkan
membawa dua botol anggur.
Dari
Kana kami menuju kota Nasaret. Di
tempat yang diyakini sebagai rumah Maria menerima pemberitaan malaekat bahwa dia akan mengandung bayi Yesus dari Roh
Kudus, telah dibangun sebuah gereja
Katolik. Kalau dulu kota ini termasuk
kota kecil, tetapi sekarang sudah merupakan
salah satu kota besar di Israel yang berpenduduk lebih kurang 270.000
jiwa terdiri dari muslim dan Yahudi, yang lokasi pemukimannya diadakan
terpisah. Dari Nasaret kami pergi ke
arah Barat menuju kota Haifa, yang
memakan waktu perjalanan sekitar dua jam. Kota ini merupakan sebuah kota
industri dan pelabuhan yang terletak di tepi Laut Tengah, yang merupakan kota
nomor tiga terbesar di Israel dengan penduduk sekitar 300.000 orang. Kota ini
juga terletak di lereng gunung Karmel dan sebagian bangunan sudah terletak di
gunung tersebut. Gunung Karmel, adalah gunung di mana nabi Elia dulu
berjuang untuk melawan
kepercayaan kepada dewa-dewa Baal. ( I Raja 18: 20-46).
Sebagai kota
industri, di situ dijumpai pabrik pengolahan minyak Jetun, Industri Petro kimia,
obata-obatan, dan pabrik senjata. Di kota itu juga dijumpai lima agama, yakni:
Jahudi, Islam, Kristen, Baha’I dan Drus. Agama Bahai, merupakan agama yang
mulai berdiri di Persia, sekitar tahun 1860 yang lalu, yang didirikan oleh
Baha’I dan nabinya Babahula. Agama ini yang sekarang penganutnya diperkirakan
sekitar lima juta orang menyebar ke seluruh dunia, dan pernah masuk ke Indonesia, tetapi
kemudian mendapat larangan dari pemerintah Indonesia.
Sekarang kota
Haifalah yang menjadi pusat agama Baha’I
di mana dibangun sebuah kuil Baha’I yang besar, dan sebuah Taman Baha’I
yang sangat indah di kaki gunung Karmel
tersebut. Agama Drus adalah Agama Rahasia, yang tidak banyak dikenal orang. Di
Kota Haifa juga dijumpai gereja dan Biara
Stella Maria, dan juga gua Elia di Gunung
Karmel.
,,,
Dari
Haifa rombongan dibawa menuju kota
Kaisarea,yang juga terletak di
pantai Laut Tengah, 16 km dari Haifa ke arah Selatan. Kota ini merupakan sebuah
kotakecil, tetapi banyak disebut dalam Kitab Perjanjian Baru. Kota inilah dulu
pusat "provinsi Jehuda" pada zaman Yesus, yang dibangun oleh Raja Herodes Agung
sekitar tahun 25-13 SM sebagai pusat pemerintahannya sebagai raja diangkat oleh
kaisar Romawi untuk provinsi Yehuda. Di kota ini persis di tepi pantai masih
dijumpai peninggalan sebuah tembok yang dibangun oleh Herodes sebagai tempat
saluran air tawar dari gunung Karmel, karena di tempat ini tidak dijumpai
adanya sumber air tawar.
Di kota
inilah pembaptisan pertama dari seorang
non-Yahudi menjadi Kristen, yakni seorang perwira tinggi Romawi yang bernama
Kornelius. Dia dibaptis bersama seisi
rumahnya oleh Simon Petrus. ( Kis.Rasul 10: 1 dst). Tahun 1964, melalui sebuah
penggalian ditemukan di kota ini sebuah Kuil yang dibangun oleh Pontius Pilatus
setelah dia menjadi "Kaisar" Tiberias. Dan di kota inilah Pusat Pembangkit Listik
untuk seluruh Israel, yang tenaganya digerakkan dengan bahan bakar batubara.
Dari Kaesarea kami
menyusuri jalan besar arah Selatan, dan kemudian berbelok kearah Timur menuju Jerusalem.
Sekitar 30 kilometer sebelum Jerusalem
kami melewati kota Emmaus, tempat Yesus menyatakan dirinya kepada dua
orang muridnya yang pergi ke Emmaus setelah kebangkitannya ( Luk. 24: 13 dst)
di sini disebut kira-kira tujuh mil jauhnya, tetapi menurut keterangan yang
diperoleh ada sekitar 30 kilometer).
Dari situ kami
melalui jalan yang agak menanjak menuju Yerusalem bagian Barat, bagian dari
kediaman orang Yahudi. Melalui pinggiran kota itu kami membelok ke arah Selatan
menuju kota Betlehem. Di Betelehem
kami dengan dipandu oleh seorang Palestina
yang juga sudah bisa berbahasa Indonesia mengunjungi tempat-tempat yang
penting di tempat itu yakni: Padang
Efrata, di mana malaekat memberitahukan kepada gembala-gembala setempat
tentang Yesus yang sudah lahir di kandang Betlehem.
Tempat ini
tidak lagi merupakan padang rumput tetapi
sudah dipenuhi banyak bangunan, tetapi tempat domba-domba bermalam
bersama dengan gembala-gembala itu masih
dipelihara, yang berbentuk gua atau liang dari batu.
Dari
situ kami mengunjungi Kandang Betelehem, tempat kelahiran
Yesus. Di situ Helena istri kaisar Konstaninus Agung, yakni kaisar yang telah menetapkan Agama Kristen atau gereja sebagai
agama yang diakui secara resmi di kekaisaran Romawi tahun 313, mendirikan Gereja Nativity tahun 329.
Di dalam gereja itu, dibuat juga kandang domba dan sebuah gambar bintang yang menandai tempat kelahiran Yesus itu.
Tetapi gereja ini dirusak oleh tentera Samaria tahun 527, namun dibangun
kembali oleh kaisar Yustinus tahun 539. Tahun 1881, di sana gereja Roma Katolik
juga membangun sebuah gereja berdampingan dengan sebuah gereja Orthodox Dan berdekatan dengan gereja Orthodox itu ada biara dari gereja Armenia. Setelah selesai dari tempat itu kami
menginap di sebuah hotel milik seorang Kristen Orthodox orang
Palestina.
Besoknya kami mengunjungi beberapa tempat di kota
Yerusalem sekitarnya. Pertama kami mengunjungi bukit Zaitun. Bukit ini terletak di bagian Timur kota Yerusalem,
sejajar dengan bukit Bait Suci Yerusalem, yang dipisah oleh Lembah Kidron.,
Salah satu puncak dari bukit Zaitun yang tingginya 808 m dari atas permukaan
laut, secara tradisional diyakini
sebagai tempat kenaikan Yesus ke sorga (Luk. 24: 50-51).Sebelum kenaikanNya
Yesus menyampaikan janjinya yang menguatkan iman para muridNya yang mengatakan:
“ Roh Kudus akan turun atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem,
dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”. (Kis. 1:8). Di tempat ini telah dibangun sebuah gereja
yang disebut “Gereja Kenaikan Tuhan´
oleh Gereja Orthodox Yunani.
Di
sebelah selatan dari Gereja Kenaikan Tuhan
Yesus, berdiri sebuah gereja yang diberi nama: Gereja Pater Noster, yang didirikan berdasarkan tradisi bahwa
disitulah Yesus mengajarkan Doa Bapa
Kami kepada murid-muridNya. Tradisi itu didukung oleh Injil Lukas yang
menempatkan doa itu langsung sesudah kunjungan Yesus di rumah Maria dan Marta
(Luk. 10: 38; 11: 4), yang menurut Injil Yohannes (11: 1; 12:1) tinggal di
Betania, yang terletak di lereng Timur Bukit Zaitun. Gereja Pater Noster yang
ada sekarang adalah gereja yang ke tiga. Gereja yang pertama yang dibangun oleh
Kaisar Konstantinus Agung abad ke empat, dihancurkan oleh pasukan Persia tahun
614.
Pada abad ke 12
para pejuang Salib membangun kembali gereja yang sama, tetapi ketika mereka
meninggalkan Yerusalem, gereja itu dihancurkan oleh penguasa Islam, dan
tanahnya dijadikan milik mereka. Tahun 1868 tempat ini dibeli oleh seorang
wanita bangsawan Perancis, Puteri Aurelia de Bossi, dan di tempat itu tahun
1975 dibangun gereja yang sekarang yang berdekatan dengan biara Suster
Karmelit. Di tembok gang dari gereja dan
biara ini dipajang Doa Bapa Kami dalam berbagai bahasa dari
seluruh dunia, termasuk bahasa Indonesia dan bahasa Batak. Kemungkinan besar
Doa itu diajarkan oleh Tuhan Yesus dalam bahasa Aram (bahasa sehari-hari pada
waktu itu) dan juga bahasa Ibrani (bahasa keagaamaan).
Tempat-tempat
lain yang ada di sekitar Gunung Zaitun adalah Betpage (tempat memperoleh seekor
keledai yang ditunggangi Yesus masuk ke Yerusalem (Mark. 11: 1-8). Letaknya
kampung ini persisnya tidak diketahui lagi
sampai sekarang. Tetapi di tempat yang secara tradisional dihunjuk
sebagai Betpage telah didirikan sebuah
biara dan kapel Katolik ordo OFM. Berdekatan dengan itu ialah kampung Betania (Rumah Kemiskinan), yang
terletak di lereng Timur bukit Zaitun, yang berjarak lebih kurang 2700 m dari
Yerusalem, yakni tempat kediaman dari sahabat Yesus, yang bernama Lazarus,
Marta dan Maria. (band. Luk. 10: 41-42).
Di situlah sahabatNya Lazrus dibangkitkan dari kematian (Yoh. 11:
43-44), dan Tuhan Yesus diurapi oleh Maria dengan minyak yang sangat berharga,
yang menurut Yesus itu dilakukan untuk penguburanNya yang tidak begitu lama
lagi akan terjadi. (Yoh. 12: 1-8).
Dari bukit
Zaitun ini kota Yerusalem bisa kelihatan dengan jelas, yang terdiri dari
Yerusalem kuno, dan kota Yerusalem baru. Yerusalem kuno itu dikelilingi
oleh tembok, dengan delapan pintu gerbang, sedangkan Yerusalem baru berada di
luar tembok. Kota Yerusalem kuno itu dibagi empat, yakni: seperempat untuk
kediaman Yahudi, seperempat untuk Kristen, seperempat untuk Kristen Armenia,
seperempat untuk Muslim. Kami memasuki kota Yerusalem, dan mengunjungi
tempat-tempat yang bersejarah di kota itu.
Pertama
kami mengunjungi bukit Sion, di mana
terdapat Rumah Imam Kayapas yang
memimpin Mahkamah Agama Yahudi pada waktu itu. Di situlah Yesus diperiksa. Di
bawah rumah itu di ruangan bawah tanah
ada sebuah penjara, yang tidak mempunyai pintu masuk dan pintu keluar. Orang
yang dimasukkan ke situ dicampakkan begitu saja dari atas. Berdekatan dengan tempat itu adalah
tempat penyangkalan Petrus, ketika ditanya olah beberapa orang perempuan
yang mengikuti pemeriksaan Yesus pada waktu itu. Di situ dibangun patung Petrus
yang menyangkal Yesus, dan patung ayam berkokok.
Setelah dari sana kami mengunjungi sebuah lokasi yang dinamai “Garden Tomb” (Taman makam). Tempat ini dulu berada di luar kota Yerusalem
kuno (di luar tembok), tetapi sekarang sudah masuk di dalam kota Yerusalem
baru. Menurut tradisi gereja Protestan, kuburan kosong yang ada di dekat taman inilah kuburan Yesus yang sebenarnya,
karena inilah yang sesuai dengan berita dalam kitab Injil. Kuburan itu dipahat di bukit batu yang ada di
situ, yang terletak di sebuah taman, yang adalah milik dari Jusuf Arimatia,
salah seorang anggota dewan Sanhedrin yang tidak setuju dengan keputusan mati
yang dijatuhkan ke pada Yesus (Yoh.19: 38-49).
Kuburan kosong menurut berita direncanakan untuk dirinya sendiri. Dekat
dengan kuburan itu juga dijumpai sebuah bukit batu yang persis menyerupai
tengkorak, yang menurut keterangan yang kami peroleh dekat dengan
bukit tengkorak (dalam bahasa Ibrani Golgota) itulah Yesus dulunya
disalibkan.
Taman
itu sampai sekarang dipelihara dengan
baik, dan di bawah tanah di taman itu ada
sebuah mata air yang tidak pernah kering, dan dari situlah air diambil untuk menyiram tanam-tanaman di
taman itu sehingga bisa bertumbuh dengan baik. Di dalam taman itu ada juga
bangunan yang kecil yang diperuntukkkan untuk tempat berdoa bagi pengunjung.
Kami melakukan Perjamuan Kudus di tempat
itu.
Dari Garden
Tomb, kami memasuki kota Tua Yerusalem
melalui Pintu gerbang Domba. Pertama
kami memasuki Gereja Santa Ana, yang berdekatan dengan Kolam Betesda, di mana Yesus pernah
menyembuhkan
seorang yang lumpuh yang sudah 38 tahun terbaring di sebuah serambi yang ada
dekat kolam itu sambil menanti terjadinya goncangan air kolam itu yang diyakni
bisa memberi kesembuhan bagi orang yang pertama turun ke dalamnya. (Joh. 5: 1
dst). Dari situ kami pergi menuju ke Antonia, tempat Pontius Pilatus mengadili Yesus, menjatuhkan
hukuman salib bagi Yesus sesuai dengan desakan dari massa Yahudi.
Dari situ
kami menyelusuri jalan sengsara (via dolorosa) yang dilalui Yesus dengan memikul
salibnya menuju ke tempat penyalibannya di bukit golgata. Via dolorosa ini
merupakan lorong-lorong sempit yang dikiri kanan dipenuhi dengan kios-kios
tempat penjualan souvenir. Di ujung dari via dolorosa inilah adalah gereja yang dibangun Gereja Katolik karena
menurut tradisi mereka, di situlah tempat Yesus dikuburkan. Dari situ kami
kembali ke tempat penginapan di Betlehem dan makan malam di tempat penginapan itu.
Besoknya kami berangkat lagi menuju bukit Zaitun dari
mana kami turun menelusuri lembah Kidron, dan melewati Gereja
Yesus menangis (Dominus Flevit), yang didirikan tahun 1891 oleh gereja
Katolik Ordo OFM. Dari tempat inilah dulu Yesus menangisi kota Yrusalem pada waktu Dia memasukinya pada hari Minggu
menjelang sengsara dan kematianNya. Dalam Injil Lukas dapat dibaca, bahwa
ketika Yesus hampir sampai di Yerusalem, di jalan yang menurun pada bukit
Zaitun, semua pengikutNya yang banyak itu mulai berseru-seru memuji Allah dan
mengucapkan terimakasih kepadaNya karena
semua keajaiban yang telah mereka saksikan (Luk. 19: 37). Tetapi ketika Yesus
telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, katanya: “Wahai, betapa
baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai
sejahteramu. Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang
harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung
engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan
engkau beserta dengan pendudukmu dan
pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di
atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bila mana Allah
melawat engkau”. (Luk. 19: 41-44).
Berdekatan dengan Gereja Tuhan Menangis itu, di lereng bukit
Zaitun itu juga dijumpai pekuburan
Yahudi yang paling tua dan paling besar, dan katanya paling mahal di dunia.
Yang dikuburkan di situ bukan hanya orang-orang Yahudi dari Yerusalem saja,
tetapi juga dari tempat-tempat lain di seluruh dunia. Setiap orang Yahudi ingin
dikuburkan di sana. Hal ini disebabkan karena mereka percaya bahwa di tempat
inilah akan berlangsung pengadilan terakhir setelah manusia bangkit dari alam
maut. Menurut kata nabi Yoel: “Sebab sesungguhnya pada hari-hari itu, apabila
Aku memulihkan keadaan Yehuda dan Yerusalem, Aku akan mengumpulkan segala
bangsa dan akan membawa mereka ke Lembah
Yosafat; sebab di sana Aku akan duduk untuk menghakimi segala bangsa dari segala penjuru." Yoel 3: 12).
Tidak berapa
jauh dari tempat ini, dengan berjalan kaki kami memasuki Taman Getsemane, di mana Yesus berdoa sebelum ditangkap untuk diserahkan ke mahkamah Agama Yahudi . (Luk.
22:39-46). Di tempat itu masih ditemukan adanya
pohon Jaitun yang katanya sudah berumur
2000 tahun. Di Taman ini berdirti gereja Katolik yang bernama Gereja
Getsemane, di mana kami mempunyai kesempatan selama 45 menit untuk mengadakan
kebaktian Minggu sesuai dengan tata ibadah HKBP, yang saya layani sendiri. Dari Taman Getsemane rombongan di bawa
kembali menaiki gunung Zion, di
mana kami mengunjungi “Gereja Maria tertidur” (kuburan Maria), yang dibangun oleh gereja Katolik Jerman, dan
di lantai duanya merupakan tempat
Perjamuan terakhir Yesus dan murid-muridnya sebagai persiapan perayaan Paskah.
Berdekatan dengan Ruang Perjamuan Terakhir itu adalah Makam Raja Daud, karena diyakini Daud yang membangun
bukit Zion itu sebagai kota Daud, mati dan dimakamkan di sana.
Ketika
kami berada di sana banyak tentera
Yahudi berjaga-jaga di tempat itu. Dari
tempat ini dengan agak menurun, kami menuju Tembok Barat, yang juga disebut Tembok Ratapan orang Yahudi. Tembok ini
adalah bagian dasar dari Baith Allah yang telah
hancur tahun 70 M, ketika Jenderal Titus dari Romawi menyerang korta
Yerusamem dan menghancurkan Baith Allah tersebut.
Di atas Tembok
Ratapan itulah Mesjid Al-Aqsa dibangun
yang juga dianggap oleh orang Islam sebagai tempat Suci mereka. Memasuki Tembok Ratapan itu, dilakukan pemeriksaan
yang sangat ketat, dengan memakai alat detector metal, untuk menghindari
masuknya orang-orang yang membawa senjata.
Memasuki lokasi
itu juga harus memakai topi Yahudi yang putih seperti dipakai oleh orang-orang
Yahudi bersembahayang di sana. Di situ kami jumpai begitu banyak orang Yahudi
yang beribadah berdoa, dan membaca
ayat-ayat dari Kitab Suci mereka, sambil menggoyangkan badan dan kepala ke muka dan ke belakang.
Dari tempat itu
kami memasuki terowongan bawah tanah
Yeruselem, yang membelah kota Yeruslem Lama dari arah Selatan kearah Utara.
Di dalam terowongan itu juga dijumpai
semacam museum, yang menceritakan tentang kota Yerusalem Lama, dan juga miniatur dari Kota Yersalem Lama yang
digambarkan dengan tehnik yang sangat modern.
Di atas terowongan itu adalah bagian pemukiman Muslim, termasuk Mesjid Al-Aqsa. Terowongan ini dulunya adalah
saluran air yang diperlukan untuk penghuni Yerusalem.
Di
bawah tanah kota Yerusalem ternyata ada
beberapa sumber mata air, dan air yang mengalir dari beberapa mata air itu di tampung dalam beberapa kolam, yang salah satunya adalah kolam
Siloam.Seperti diceritakan dalam Injil Yohannes 9: 7-11, Yesus menyuruh seorang buta yang disembuhkan dengan mengoleskan
tanah ke matanya dan menyuruhnya membasuh dirinya ke kolam Siloam. Kolam Siloam
itu ternyata masih ada sampai sekarang yang bisa dilihat di dalam terowongan
itu.
Setelah keluar
dari terowongan yang panjangnya lebih dari
2 km, maka kami keluar dari kota Yerusalem menuju Laut
Mati, yang terletak sebelah Tengara kota Yerusalem. Di sebuah tempat yang bernama Qumran dekat
Laut Mati itu, telah dibangun semacam
museum yang menimpan gulungan-gulungan
Kitab Suci (Perjanjian Lama,kecuali Kitab Esra), yang ditemukan oleh seorang
gembala Suku Beduin (Arab) tahun 1946, dalam sebuah gua. Gua itu diduga adalah
tempat golongan Yahudi Essani bersembuni dari kejaran
penguasa sekitar abad 1 seb. M.
Gulungan itu kemudian disebut Gulungan-gulungan Laut Mati (The Dead Sea
Scrols).
Dari
sana kemudian kami turun ke Laut Mati, yang permukaannya 300 m di bawah
permukaan Laut. Laut ini adalah pemuaraan Sungai Yordan yang mengalirkan air
Danau Galilea. Air yang dialirkan dari Danau Galilea adalah tawar, tetapi
setelah di Laut Mati berubah menjadi air
asin dengan kadar garam lebih dari 30 persem,
karena air yang telah terkumpul di sana tidak dialirkan lagi ke mana-mana.
Mahluk apapun tidak ada yang bisa hidup di dalam laut itu, dan tumbuh-tumbuhan
apapun tidak ada yang tumbuh di
pinggiran Laut tersebut. Cuaca di dekat Laut Mati itu sangat panas,
bahkan tanah batu di pinggiran Laut itu panasnya bagaikan api, sehingga tidak bisa diinjak
tanpa alas kaki.
Semua rombongan
mandi di Laut itu, sambil membersihkan badannya dengan lumpur yang ada di dalam
Laut tersebut. Menurut penelitian ahli, lumpur itu mempunyai khasiat untuk
kecantikan kulit. Karena itu rombongan juga mengambil lumpur itu dimasukkan di
dalam botol aqua, dan di bawa sebagai oleh-oleh dari Laut Mati. Karena
mengandung kadar garam yang sangat
besar, orang bisa mengapung di dalam air
itu, hanya agak sulit bisa dilakukan karena air itu tidak tenang oleh hembusan
angin, dan kalau air itu kena dengan mata sangat pedih sekali bahkan sangat
berbahaya. Dekat dengan tepi Laut Mati itu juga disediakan kamar mandi untuk membersihkan badan dengan
air tawar.
Sore menjelang
malam kami meninggalkan tempat itu, dan kembali ke Yerusalem untuk kumpul dan
makan malam di sebuah restoran Cina. Di
sinilah juga kami menerima sertifat sebagai pertanda sudah berkunjung ke Yerusalem dan sekitarnya. Malam
kami kembali ke penginapan di Betlehem.
Pagi-pagi
besoknya kami meninggalkan Betlehem untuk berangkat menuju Tanah Mesir. Menelusuri tepi Laut Mati, dengan jalan yang sangat
bagus, setelah memakan perjalanan dari
Yerusalem lebih kurang tiga jam sampailah kami menjelang perbatasan antara
Israel dengan Mesir di sebuah kota pelabuhan yang sangat indah sekali bernama
Eilat. Kota yang terletak paling ujung
Teluk Aqaba, salah satu ujung utara dari Laut Merah, juga mempunyai lapangan
terbang. Di sini kami melihat sebuah
tempat pembuatan barang perhiasan dari batu Eilat, yakni batu khas dari kota
itu, yang berwarna kebirubiruan, yang diolah sedemikian rupa dengan teknik yang
modern , sehingga kelihatan sangat indah sekali.
Tidak begitu
jauh dari Eilat ke arah selatan adalah kota kecil Taba, yang merupakan perbatasan Israel dan Mesir, yang juga tempat pemeriksaan keimigrasian
memasuki Mesir. Di tempat ini kami sudah
disambut oleh dua orang pemandu dari
Mesir. Dengan bus wisata dari Mesir,
kami berangkat dari Taba menuju biara Caterine. Dengan menelusuri
pinggir Laut Merah yang sangat indah selama
lebih kurang dua jam perjalanan , kami telah sampai di biara Caterine sektar pkl. 16.00 waktu
setempat. Biara Catherine di bangun di tempat
yang diyakini di mana Musa dulu menyaksikan semak yang menyala dengan api, tetapi tidak terbakar, dan dari
sana Tuhan memangil dia untuk diutus pergi ke Mesir membebaskan umat Israel
dari perbudakan Mesir.(Kel. 3: 1 dst.)
Dari
biara St. Caterine kami menuju
hotel untuk beristirahat sebentar, untuk seterusnya mendaki kegunung
Sinai. Di hotel rombongan diperlengkapi dengan dengan tongkat dan lampu senter yang
diikatkan di kepala untuk dipergunakan
dalam pendakian gunung Sinai.
Pada
waktu itu keadaan sudah mulai
senja. Dengan mengendarai unta selama
dua jam, sampailah kami ke tempat batas
yang bisa dijangkau oleh unta. Di situ ada sebuah tempat peristirahatan berupa
gua. Tempat itu dipergunakan oleh orang Badui yakni penduduk asli setempat untuk
berjualan minuman dan makanan
ringan. Dari sana sampai puncak gunung,
harus dilalui dengan jalan kaki mendaki
batu-batu yang diatur sedemikian
rupa hingga merupakan tangga yang
bertinditindi sebanyak 750
tangga, yang sangat terjal. Mendaki tangga-tangga itu hingga sampai ke pucak
merupakan perjuangan yang sangat berat. Tidak semua dari rombongan yang bisa
menaiki tangga-tangga tersebut, hanya
sebanyak sepuluh orang, yakni enam laki-laki dan empat orang perempuan. Karena
harus sebentar-sebentar berhenti untuk memulihkan tenaga, maka pendakian tangga-tangga itu ditempuh lebih dari satu
jam.
Ketika kami
sampai di puncak gunung kami pun merasa lega
seolah-olah kecapekan dalam
mendaki
itu menjadi hilang. Lalu kami pun melakukan ibadah singkat dengan berdoa dan membaca Keluaran 20, yakni
pemberian hukum Tuhan kepada Musa di
puncak gunung tersebut. Di puncak gunung itu sudah ada sebuah bangunan kecil berupa rumah doa, yang
bisa digunakan oleh setiap orang yang datang ke sana untuk beribadah.
Sekitar setengah jam berada
di puncak gunung, maka kami pun turun ke bawah, bergabung dangan anggota
rombongan yang tidak bisa ikut mendaki. Semua memutuskan untuk turunnya tidak
perlu naik unta lagi. Adalah lebih nyaman dengan jalan kaki. Perjalanan untuk
turun dari tempat peristirahatan itu juga memakan waktu hampir dua jam.
Setelah
istirahat sebentar di hotel, kami meneruskan perjalanan menuju Kairo. Semula
direncanakan, kami akan melalui Elim dan
Rafidim, yakni tempat di mana Musa mengubah
air pahit menjadi tawar, dan juga mendatangkan air dari gunung batu
dengan memukulkan tongkatnya. Tetapi karena tempat itu tidak aman, dan tidak diijinkan dilalui oleh pendatang,
maka kami melalui jalan yang lain yang menelusuri padang pasir dan
gunung-gunung batu di padang gurun itu. Lebih kurang perjalanan empat jam
lamanya kami sampai ke Terowongan Hamdi,
yakni jalan bawah laut yang menghubungkan dataran Sinai dan Mesir menyeberangi
Terusan Sues, yakni terusan yang
digali oleh orang Francis mulai tahun 1869, dalam mempercepat transportasi laut
dari Eropa ke Asia. Panjang terowongan itu lebih dari dua km, sedangkan Terusan
Suez panjangnya168 km mulai dari ujung
Laut Merah sampai ke Laut Tengah, dan lebar antara 120 hingga 200m.
Terowongan ini
dibangun tahun 1990, menghubungkan benua
Asia dan benua Afrika. Ketika melewati terowongan, kami dilarang berhenti dan juga mengambil
fotonya. Setelah menelewati terowongan
ini kami istirahat sambil makan siang di
sebuah rumah makan yang sudah mirip dengan rumah makan di Indonesia, dengan
lauk dari ikan laut. Dari sana kami
meneruskan perjalanan ke kota Kairo. Perjalanan dari tepi terusan
Suez itu ke kota Kairo memakan waktu
lebih kurang lima jam, sehingga kami tiba di sana sudah sore. Di sana kami
menginap di sebuah hotel yang bagus di tempat yang sudah berdekatan dengan dengan kota Pyramid Gyza.
Malam
harinya kami menikmati pelayaran sebuah kapal di Sungai Nil,
yang sekaligus sebagai restoran dan
tempat hiburan music dan taritarian tradisional Mesir. Dari atas kapal itu kami bisa
menikmati pemandangan malam dengan penerangan lampu yang sangat indah sekali di
gedung-gedung tinggi di sekitar sungai Nil itu. Sehabis dari sana kami langsung
kembali ke hotel untuk beristirahat.
Pagi-besoknya kami mengunjungi kota Gizza untuk melihat
salah satu bangunan keajaiban dunia yakni Pyramid
Mesir, yang konon katanya bangunan itu merupakan kuburan raja-raja Mesir,
yang disimpan dalam bentuk mummi. Namun menurut keterangan yang kami peroleh
tidak ada lagi kerangka manusia yang disimpan di sana. Semuanya sudah
dipindahkan ke Museum Mesir. Bangunan yang diolah dari tanah liat yang telah menjadi batu dan disusun dalam
bentuk piramida, dibangun sekitar tahun 2560 SM.
Di tempat itu
ada tiga piramida, yang terbesar disebut Piramida Agung, yang tingginya 146,6 meter, dan panjang dasar 120 meter.
Ini merupakan makam Firaun keempat, yang bernama Cheops, yang dibangun selama
lebih dari 20 tahun. Berdekatan dengan bangunan piramide itu dibangun Sphinx
yang merupakan patung sebuah mahluk dengan kepala manusia dan tubuh
singa. Sphinx ini dianggap oleh orang Mesir sebagai penjaga makam-makam kerajaan,
termasuk penjaga piramida yang juga merupakan makam kerajaan Mesir. Karena itu
ada banyak sphinx di Mesir yang kebanyakan sudah disimpan di Museum.
Tetapi Sphinx
yang terbesar ialah Sphinx Agung di Gizza itu, yang panjangnya 73,5 meter dan
lebar enam meter dan
tinggi 20 meter, yang terbuat dari
batu tunggal. Sphinx Gizza ini merupakan symbol Mesir sekaligus warisan kuno yang amat berharga.
Dari Gizza
kami mengunjungi gereja Orthodoks Koptik, yang sering disebut Gereja
Gantung (Hanging Church). Disebut demikian karena gereja ini dibangun
bagaikan tergantung di atas puncak menara gerbang selatan benteng lama Romawi,
di dalam satu kesatuan komplek Koptik Mesir. Nama lain dari gereja ini adalah
Gereja Sint Mariam, karena ketika dibangun sekitar abad ke tujuh, gereja itu
didedikasikan kepada Perawan Suci Maria.
Gereja ini juga diperkirakan dibangun di atas situs gereja
terdahulu yang ada sejak abad ke 3 atau
ke 4 M. Pada abad ke 10 M gereja ini
dibangun kembali oleh Patriakh (Uskup) Abraham, di mana pada abad 11 M gereja
ini menjadi pusat kepatriarkhatan Gereja
Koptik Orthodoks Mesir yang dipindahkan dari kota Aleksandria.
Gereja tersebut
mempunyai 29 anak tangga, dan ditopang oleh 13 pilar, yang mewakili Yesus dan
ke 12 murid. Di dalamnya terdapat mimbar yang terbuat dari marmer abad 11 dan
atapnya berbentuk bahtera yang melambangkan bahtera yang membawa keselamatan.
Dindingnya dihiasi oleh 110 ikon (gambar atau lukisan) yang membuat suasana
gereja menjadi hikmat.
Tidak jauh dari
situ ada gereja yang disebut Gereja Abu
Serga atau Sint Sergius Church, yang
dibangun di atas tempat kediaman Yosef, Maria dan bayi Yesus saat mereka
melarikan diri dari Betlehem ke Mesir untuk menyelamatkan bayi
Yesus setelah adanya perintah raja Herodes membunuh semua bayi laki-laki di
daerah itu yang berumur dua tahun ke
bawah. Perintah ini dilakukan oleh Herodes setelah mendengar berita kelahiran
seorang raja dari orang-orang Majus yang
datang ke Yerusalem dan juga petunjuk dari para ahli-ahli Taurat Yahudi. (Mat.
2: 13-15).
Gereja ini
mempunyai tiang yang unik yang didekorasi dengan 12 lukisan para rasul, yang
dibangun pada abad 4 Masehi dan pernah dibakar tahun 750 M, tetapi segera sesudah itu dibangun kembali. Gereja
ini didedikasikan kepada Sint Sergius dan Sint Bacchus, dua Kristen pengawal
kaisar Romawi Timur (Galerius Maximianus: 305 – 311 M), yang disiksa sebagai martir karena masuk
menjadi Kristen.
Dari tempat itu
kami juga mengunjungi sebuah sinagoge Yahudi yang berdekatan dengan tempat itu
yang bernama Sinagoge BenEzra. Sinagoge ini dianggap sebagai tempat suci Yahudi,
karena diyakini di tempat ini Musa berdoa untuk menghentikan tulah hujan es
yang didatangkan oleh Allah kepada orang-orang Mesir (Kel. 9: 33) Menurut
tradisi di dekat tempat inilah juga bayi Musa ditemukan oleh Putri raja Farao
di sungai Nil. (Kel. 2: 5-10).
Sehabis makan
siang kami mengunjungi sebuah Toko barang-barang souvenir berupa gambar-gambar
atau lukisan yang semuanya terbuat dari kertas papyrus, misalnya gambar Tuhan Yesus
di salib, gambar Perjamuan kudus, dan lukisan-lukisan alam, yang sangat indah
sekali. Kertas papyrys itu terbuat dari semacam tanaman , yang mirip bunga
bakung, yang setelah diolah menjadi kertas yang sangat kuat sekali dan tahan
disimpan beribu-ribu tahun lamanya. Di atas keras seperti inilah ditulis
tulisan-tulisan kitab Perjanjian Lama yang ditemukan di gua Qumran dekat Laut
Mati belum lama ini. Juga kitab-kitab Injil dan Surat-surat dalam Kitab
Perjanjian Baru konon katanya juga ditulis dalam kertas papyrus tersebut.
Besoknya
setelah sarapan pagi kami pergi mengunjungi kota Aleksandria, sebuah kota tua yang terletak di sebelah Utara Mesir,
persis di tepi pantai Laut Tengah, dengan jarak 208 km dari Kairo. Kota
ini dulu merupakan kota termegah pada
zaman Hellenistik (Yunani), dan merupakan pusat budaya Yunani. Juga merupakan
kota nomor dua setelah Roma pada zaman Romawi, dan termasuk salah satu pusat
kekristenan pada zaman gereja mula-mula, yakni gereja Koptik Orthodoks. Tetapi
setelah kota ini dikuasai oleh
Islam pada abad pertengahan, kota
ini mengalami kemunduran dan pusat pemerintahan berpindah ke kota
Kairo, demikian juga halnya dengan pusat
kekristenan Koptik (Mesir).
Di Aleksandria, pertama kami mengunjungi
sebuah gereja katedral Orthodoks Koptik Aleksandria, yang merupakan gereja yang
terbesar di Mesir dan Timur Tengah. Gereja ini diyakini sebagai hasil
penginjilan rasul Markus (penulis Injil Markus), yang menginjili di sana
pada tahun 42 M dan sekali gus sebagai
uskup pertama dari gereja itu sampai tahun 62 M. Gereja ini masuk himpunan
Gereja Orthodoks Oriental yang berbeda dari gerekja Orthodoks lainnya sejak
konsili Kalsedon tahun 451, di mana gereja ini menganut faham monofisit (satu
tabiat) Kristus , yakni tabiat keilahian, sedangkan gereja-gereja orthodox yang
lain menganut faham diofisit (dua tabiat) Kristus, yakni tabiat keilahian dan
tabiat kemanusiaan. Sebagaimana gereja-gereja Koptik lainnya, gereja ini
memakai bahasa dan tulisan Arab, termasuk Bibel itu sendiri.
Dari Gereja Orthodoks
Koptik itu kami menikmati pemandangan
pantai laut kota Aleksandria yang sangat
indah sekali. Dari sana nampak pemandangan laut yang sangat luas sekali. Di
sebuah rumah makan di tepi pantai itulah juga kami makan siang, dengan hidangan ikan laut. Sehabis makan
siang kami pergi melihat sebuah bangunan
yang bulat besar berbentuk matahari,
yang merupakan symbol kepercayaan Mesir zaman dulu yang memuja Dewa Matahari. Berdekatan dengan itu ada perpustakaan
Aleksandria yang besar. Tetapi sayang kami tidak mempunyai kesempatan untuk
memasuki perpustakaan itu. Dari
sana kami kembali ke penginapan di Kairo.
Setelah
menginap tiga hari tiga malam di Kairo, tanggal 15 Juni 2012, kami masih mempunyai kesempatan
berkeliling melihat-lihat kota Kairo, yang pada waktu itu berpenduduk lebih dari 17 juta jiwa, hampir dua kali penduduk kota
Jakarta. Hampir semua perumahan adalah rumah-rumah bertingkat tinggi, yang merupakan rumah susun dan apartemen.
Lalu lintas sangat padat dan sering macet, tetapi di sana hampir tidak dijumpai
adanya sepeda motor. Angkutan umum, selain dari bus-bus besar, dan bus
sedang,di sana banyak juga dijumpai anggkutan Bajaj biru seperti yang ada di
Jakarta.
Dalam
kesempatan mau menuju bandara, kami
berkesempatan mengunjungi sebuah gereja Koptik yang sangat unik sekali, yang
sering disebut orang“Gereja Sampah”, nama
yang sebenarnya tidak layak dikenakan
kepada sebuah gereja. Tetapi orang-orang yang datang ke sana sering menyebut
demikian, karena gereja itu terletak di sebuah bukit batu, di mana jalan menuju
ke tempat itu, terdapat tempat penimbunan sampah dari seluruh kota
Kairo. Hampir semua penduduk di sekitar lokasi itu yang berjumlah sekitar 50 ribu
jiwa bekerja sebagai pemulung sampah. Mereka dilokaliser oleh pemerintah di
tempat itu di mana perumahan mereka juga
dibangun oleh pemerintah kota Kairo.
Gereja itu
merupakan sebuah gua yang sangat besar, beratapkan batu gua. Tempat
duduknya juga dibentuk dari batu yang
ada di gua itu, yang disusun seperti tribun, dan bisa menampung 10.000 orang. Anggota gereja itu pada umumnya
adalah para pemulung sampah yang berdiam di tempat itu, yang pada umumnya
mereka tertarik menjadi Kristen melalui hasil pelayanan dari gereja tersebut.
Gereja ini
mempunyai sejarah yang sangat unik sekali. Nama sebenarnya dari gereja itu
adalah Gereja Samaan El-Kharas. Nama
yang sangat dikaitkan dengan sejarah
berdirinya gereja ini ialah Simon The Tanner (Simon penyamak kulit). Ia adalah
seorang rabi (guru) di gereja Orthodoks Koptik Kairo pada masa pemerintahan
Muslim di Kairo yakni Khalifah Al-Muizz Li-Deenllah yang berkuasa dari tahun
953-975 M. Pada waktu itu Patriakh (Pemimpin) gereja Orthodoks Koptik adalah
Abraham Suriah. Abraham ditantang oleh penguasa Muslim itu untuk membuktikan
kebenaran dari perkataan Yesus yang tertulis dalam Injil Mat. 17:20, yang
mengatakan: “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebiji sesawi saja kamu
dapat berkata kepada gunung ini: pindahlah dari tempat ini ke sana – maka
gunung itu akan pindah dan takkan ada yang mustahil bagimu”.
Dalam masa
tenggang waktu yang diberi selama tiga
hari untuk pembuktian ayat tersebut, maka Abraham mengumpulkan sekelompok biarawan, imam dan
tua-tua untuk bersamanya selama tiga hari tinggal di gereja mengadakan doa
penebusan dosa. Pada pagi hari ketiga, saat Abraham berdoa di gereja Perawan
Suci Al-Muallaqa (Gereja Gantung), dia melihat
Sang Perawan Suci dan menyuruhnya
pergi ke pasar besar dan berkata: “Engkau akan menemukan seorang pria bermata
satu dan ia membawa sebuah botol besar penuh dengan air. Engkau harus
memintanya untuk menyelesaikan apa yang dituntut dari padamu, karena di
tangannya keajaiban akan terwujud”. Segera setelah mendengar perkataan Perawan
Suci itu maka Abrahampun pergi dan
bertemu dengan pria itu.
Pria yang
dimaksud ialah Sint Simon The Tanner, yang telah tercabut matanya sesuai dengan
perkataan Yesus dalam Mat. 5: 29 (Maka jika matamu yang kanan menyesatkan
engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari
anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam
neraka).
Pada waktu itu
kebanyakan orang-orang Kristen Koptik di Mesir adalah pengrajin, termasuk Simon
yang bekerja di salah satu usaha kerajinan penyamakan kulit (pembuatan sepatu)
yang ada di Babel (Kairo Lama). Kerajinan tersebut masih di kenal di sana
sampai sekarang.
Setelah
menceriterakan maksud dan tujuannya, maka Simon mengatakan kepada Abraham untuk
pergi dengan para imam dan semua umatnya ke gunung Muquattam, juga bersama
dengan dia yang meminta Abraham untuk membuktikan ayat Alkitab (Mat. 17: 20)
itu. Simeon juga meminta Abraham untuk menangis dan berdoa mengucapkan kalimat:
“Ya, Tuhan, kasihanilah kami”, sebanyak tiga kali, serta membuat tanda salib di
atas gunung tersebut. Abraham mengikuti
semua apa yang dimintakan oleh Simon dan “Bukit Muquattam pun terangkat dan
bergeser sejauh tiga km, karena terjadinya gempa bumi yang sangat dahsyat”.
Setelah mujizat dilakukan segeralah Abraham teringat akan Simon dan ketika
Abraham mencarinya, Simon The Tanner telah menghilang dan tak seorang pun bisa
menemukannya.
Kemudian selama
tahun 1989-1991, para pendeta Koptik dan para
archeolog mencari peninggalan dari Simon Penyamak Kulit itu dan kerangkanya
ditemukan di Gereja Sint Maria (Gereja Gantung), pada tanggal 4 Agustus 1991,
tepat satu meter di bawah tanah permukaan gereja. Dalam gereja di mana kerangka
St. Simon ditemukan juga ditemukan sebuah lukisan yang menggambarkan Patriakh
Koptik Abraham dan seorang lainnya yang berkepala botak membawa dua botol air
untuk menyamak kulit. Sosok tersebut kemungkinan besar adalah St.Simon The
Tanner karena dia dikenal sebagai pembawah wadah air untuk masyarakat miskin.
Wadah air juga ditemukan di bawah tanah gereja itu di mana tertera tanggalnya
yang sudah lebih dari seribu tahun dan diyakini sebagai wadah air tanah liat
yang digunakan oleh Simon The Tanner untuk membawa air bagi masyarakat miskin.
Wadah itu disimpan di Gereja St. Simon di bukit Muquattam yang sekarang
ini sering disebut sebagai “Gereja Sampah”.
Kembali
ke Jakarta. Sehabis mengunjungi
“Gereja Sampah”, maka rombongan langsung menuju bandara kota Kairo.
Dengan menompang pesawat Emirates kami kembali ke Jakarta, setelah transit
selama enam jam di bandara Dubai. Kami tiba di bandara Sukarno-Hatta pada
pukul 15.00 WIB, hari Sabtu 16 Juni
2012. Demikianlah perjalanan tour kami
ke Yerusalem dan sekitarnya, yang memakan waktu hampir dua minggu lamanya.
Sesampai di Jakarta dengan pengalaman dan kenangan yang sangat indah dan berharga itu rasanya timbul
kerinduan lagi untuk bisa melakukan
perjalanan seperti itu lagi. Tetapi biarlah Tuhan yang mengatur semua apa yang
kita inginkan, dan untuk pengalaman ini kami ucapkan syukur dan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada Tuhan yang memberi kesempatan kepada hamba-Nya dan
istri untuk dapat melakukan perjalanan
mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan indah sekali di Tanah Israel
dan sekitarnya, sebagai Tanah Perjanjian Allah dulu kepada umat-Nya.(msm panjaitan)