Selasa, 25 Februari 2020

KEKURANGAN KATA 'AM' DALAM PENGAKUAN IMAN BAGIAN KETIGA AGENDA (TATA IBADAH) HKBP

Kekurangan kata “Am” dalam Pengakuan Iman Bagian ketiga Agenda ( Tata Ibadah ) HKBP

                Dalam Isi Pengakuan Iman Rasuli terjemahan Bahasa Indonesia yang tercantum dalam “Agenda”  (Tata Ibadah) HKBP Bagian ketiga yakni, Pengakuan Iman tentang Roh Kudus,  ada  kekurangan satu kata, yang  sangat mengganggu atau mengurangi isi pengakuan iman itu sendiri, khususnya pengakuan tentang gereja. Kekurangan itu bisa kita lihat dengan jelas,  jika kita bandingkan dengan terjemahan Bahasa Batak dan juga dengan  terjemahan Bahasa Indonesia yang diakui secara oikumenis oleh gereja-gereja di Indonesia. Mengenai pokok iman tentang gereja ini, Agenda HKBP hanya menyebutkan: “Aku percaya kepada Roh Kudus, dan akan adanya satu gereja yang kudus; Perekutuan orang Kudus”. Di sini ada satu kehilangan satu kata, yang merupakan salah satu dari sifat hakiki gereja itu yakni kata “am”. Dalam terjemahan Bahasa Batak,  ini  dinyatakan sangat jelas sekali, yakni dengan kata “hatopan”. Dalam bahasa Batak disebut: Ahu porsea di Tondi Porbadia, jala adong sada huria na badia, huria hatopan ni halak Kristen angka na badia.” Di dalam terjemahan bahasa Indonesia yang diakui secara oikumenis oleh gereja=gereja di Indonesia, disebutkan: “Aku percaya kepada Roh Kudus, gereja yang kudus dan am, persekutuan orang-orang kudus”. Kekurangan ini sudah pernah dibicarakan dalam Rapat Pendeta HKBP, dan  diputuskan supaya kekurangan tersebut diperbaiki dengan menambahkan kata “am”, sehingga pengakuan iman itu menjadi berbunyi: Aku percaya kepada Roh Kudus, dan adanya satu gereja yang kudus dan am, persekutuan orang-orang kudus”. Di banyak gereja HKBP yang pernah saya ikuti kebaktiannya, penambahan kata am itu sudah dilakukan oleh paragenda, dan telah dituliskan dalam Buku Agendanya, tetapi  masih ada juga yang belum menambahkan, dan masih mengikuti yang lama. Jika penambahan kata am itu tidak  dilakukan, maka itu berarti telah menghilangkan salah satu sifat hakiki dari gereja itu yakni am, yang berarti universal, meliputi seluruh dunia, tidak terbatas pada satu daerah, wilayah, golongan, sukuatau bangsa tertentu. Dalam Konfessi HKBP baik Konfessi 1951, mapun Konfessi 1996, dalam pokok tentang Gereja : dinyakan bahwa sifat dari gereja itu sebagai persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus, adalah Kudus, Am dan Esa. Gereja itu kudus adanya karena dikuduskan oleh Kristus. Gereja itu am, karena gereja itu merupakan persekutuan orang-orang kudus yang berasal dari setiap daerah atau bangsa, marga, kaum, yng kaya, yang miskin, laki-laki atau perempuan dan dari segala bahasa. Gerja itu esa, karena ia adalah tubuh Kristus. Semoga ini mendapat Komisi Liturgi HKBP. ( pdt msm panjaitan )

Senin, 24 Februari 2020

TOUR KE YERUSALEM DAN SEKITARNYA

TOUR KE YERUSALEM DAN SEKITARNYA
Pdt MSM Panjaitan, MTh
            
            
            Pada 3-16  Juni 2012, saya mempunyai kesempatan  bersama serombongan  anggota jemaat HKBP Kebayoran Selatan dimana saya melayani sebagai pendeta ressort,  mengadakan perjalanan  ke Yerusalem. Dalam rombongan itu istri saya juga ikut serta.. Perjalanan selama dua minggu ini sangat menyenangkan dan mengesankan bagi saya. Dari perjalanan itu banyak hal-hal baru yang saya ketahui. Sebenarnya sudah lama saya merindukan  kiranya Tuhan  memberi kesempatan bagi saya  dan istri untuk bisa mengunjungi  tempat-tempat yang  mempunyai makna  historis  di Tanah Israel atau tempat-tempat lain yang diceritakan dalam Kitab Suci khususnya yang berhubungan dengan pekerjaan Tuhan Yesus  di dunia ini.  Tetapi barulah kali ini ketika saya melayani di HKBP Kebayoran Selatan, sekaligus  menjelang berakhirnya masa pelayanan saya sebagai pendeta,doa itu dikabulkan oleh Tuhan.
Sebenarnya  sudah banyak  teman  baik dari kalangan  pendeta maupun dari anggota jemaat yang sudah pernah   berkunjung ke sana  dan mereka sudah menceriterakan  banyak hal  mengenai keadaan di sana.  Tetapi dengan melihat langsung tempat itu, maknanya akan jauh lebih baik lagi.  Kami yang berangkat tidak tergolong rombongan besar karena hanya berjumlah delapan belas orang.  Dari segi  efektivitas perjalanan dengan  jumlah  sedemikian  jauh lebih baik dari pada rombongan yang besar.
           Dalam perjalanan menuju Yerusalem,  kami singgah di kota Dubai Emirat Arab, satu hari satu malam.  Banyak hal yang menarik perhatian di kota ini. Walaupun terletak di atas gurun pasir  di tepi Teluk Persia dan Laut Arab, tetapi kota  yang berpenduduk 2.262.000 jiwa pada waktu itu  ditata dengan sangat rapi, dengan taman-taman kota yang sangat indah sekali.  Sumber air mereka adalah air laut yang telah ditawarkan melalui tehnik yang canggih.  Banyak gedung-gedung yang besar  dan tinggi. Bahkan gedung tertinggi di dunia sampai saat ini berada di kota Dubai yang bernama: Burj Khalifa Dubai  (Menara Khalifa Dubai), yang tingginya 828 meter, dengan lantai yang bisa ditempati manusia berupa perkantoran dan hotel,  sebanyak 160 lantai.
Gedung ini  baru diresmikan  4 Januari 2010.  Gedung besar lainnya yang tidak jauh dari  Menara Dubai itu ialah  Mall Dubai  yang merupakan mall terbesar di dunia, yang di dalamnya juga ada Aquarium Raksasa, dan juga  taman salju dalam ruang kaca yang sangat besar yang menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk  berkunjung ke kota ini.  Penduduknya makmur, tidak ada  yang miskin, karena  syech (raja kota)  tersebut membantu  semua  penduduknya.  Tetapi seperti  diperlihatkan dalam sebuah museum yang dibangun di kota itu, sebelum penemuan minyak yang membuat negeri ini kaya-raya,  penduduk negeri ini masih tergolong miskin, yang kebanyakan bekerja sebagai nelayan, pengrajin barang-barang perhiasan dan tukang.
            Setelah dari Dubai kami juga singgah  di  kota Aman Yordania, juga satu hari satu malam.  Negara Yordania, berbatasan dengan  Palestina ( Tepi Barat) di sebelah Barat,  dengan Arab Saudi di sebelah Timur, Laut Merah di sebelah Selatan, dan dengan Danau Galilea dan Dataran Tinggi Golan (Israel ) serta negeri Syria di sebelah Utara.  Penduduknya terdiri dari tiga suku, yakni Suku Amon (Utara), suku Moab (Tengah),  yang yang menurut tradisi kitab Perjanjian Lama keduanya merupakan ketururan Lot (sepupu) Abraham (lih. Kejadian 19: 38) dan suku Edom  di sebelah Selatan. Suku Edom  adalah keturan Esau, saudara  Yakob  (Kej. 36: 1-17).  Dari sudut itu, maka orang-orang Yordania masih tergolong satu rumpun dengan orang Israel. 
Nama kota Aman, itu berasal dari nama Amon, salah satu suku  dari negeri itu.  Lebih kurang 10 persen penduduk Yordania menganut agama Kristen Orthodoks,  tetapi mereka bisa hidup rukun dengan orang-orang yang beragama Islam.  Pemandu kami pada waktu itu yakni seorang perempuan yang bernama Manal adalah Kristen. Di Yordania ini, kami mengunjungi  sebuah tempat yang bernama “Petra”, yang terletak di bagian Selatan dari negeri itu.
Perjalanan dari kota Aman ke tempat itu memakan waktu  lima jam  dengan naik bus,  dan satu jam lagi dengan jalan kaki atau naik unta yang banyak disewakan di tempat itu.  Sampai tempat perhentian bus, sudah ada sebuah kota kecil yang namanya juga disebut Petra. Memasuki kota itu ada sebuah mata-air besar yang keluar dari batu karang, yang dinamai “Wadi Musa”, karena penduduk setempat meyakini itulah mata air yang keluar dari batu setelah Musa memukulnya dengan tongkatnya. (bd, Kel. 17: 1-7 dan Bil. 20: 2-23).
 Petra yang  banyak dikunjungi oleh banyak wisatawan dari  manca negara merupakan bangunan yang berbentuk kuil (tempat penyembahan dewa-dewa zaman dulu), yang  dipahat langsung ke dinding  bukit karang yang ada di tempat itu. Jadi bangunan itu menyatu dengan bukit karang tersebut.  Jalan menuju ke tempat itu adalah jalan setapak,  yang juga diapit oleh bukit-bukit karang yang sangat keras. Bagunan Petra sudah ditetapkan sebagai salah satu warisan keajaiban dunia.
Keesokan harinya kami  mengunjungi Gunung Nebo, yang merupakan gunung tertinggi di Yordania. Musa yang tidak sampai ke tanah Kanan, hanya dijinkan Tuhan untuk memandang tanah Kanan yang dijanjikan itu  dari gunung tersebut. Di gunung inilah juga Musa meninggal seperti diceriterakan dalam kitab Ulangan 34, tetapi tidak seorang pun yang mengetahui kuburannya. Tetapi di puncak gunung Nebo ini telah dibangun sebuah tugu  peringatan  kepada Musa, dan juga tempatnya Musa memandang dari gunung itu ke Tanah Kanan.  Dari gunung itu kami menurun ke tanah dataran yang sudah dekat dengan sungai Yordan, batas antara Palestina dan Yordania.  Di sana ditanami berbagai jenis sayuran yang tumbuh dengan subur sekali,  dengan memakai tehnik pertanian yang modern. Dari situlah kami menyeberang ke  sebuah  kota kecil  yang bernama  Alembeth melalui sebuah jembatan yang bernama ‘ Sheik Husein Brigde” (Jembatan Raja Husein). Jembatan itulah yang menghubungkan Negara Yordania dengan Israel dan Palestina. Di tempat itu diadakan pemeriksaan yang ketat yang dikawal oleh tentera Israel dan Palestina. Di kota kecil itu  sudah menunggu  bus yang akan membawa kami selama perjalanan di sekitar Tanah Israel dan Palestina, yang dipandu oleh seorang Yahudi warga Israel  yang bernama Moses. Dia sudah fasih berbahasa Indonesia.
 Dari tempat itulah kami dibawa ke kota tua yang tidak begitu jauh dari sana yang bernama Yeriko.  Kota yang terletak 200 m di bawah permukaan laut ini sudah masuk wilayah Palestina, yakni Tepi Barat (West Bank) yang ibu kotanya di Hebron.  Inilah kota yang pertama  ditaklukkan oleh Israel ketika memasuki Tanah Kanan dengan pimpinan Josua sebagai pengganti Musa ( Yosua 6). Kota Yeriko adalah sebuah kota tua yang sudah berumur 7000 tahun, tetapi kota tua itu sudah runtuh, namun peninggalannya  telah ditemukan melalui penggalian archeologi.
Reruntuhan kota tua itu masih bisa dilihat  dan dipelihara sampai sekarang. Di kota ini ada sebuah pohon yang bernama “Pohon Zakeus”, yang sudah berumur kira-kira 400 tahun. Nama aslinya adalah “Sikamon” tetapi kemudian diberinama Pohon Zakeus, karena menurut tradisi, di tempat itulah tumbuhnya pohon  yang sama seperti pohon yang dipanjat oleh Zakeus dulu ketika mau melihat Yesus yang melewati tempat itu ( Luk. 19: 1-10). Di dekat kota itu juga  dijumpai mata air Eliah, yang dulu merupakan sebuah oasis di padang gurun. Di kota Yeriko juga dijumpai sebuah gereja yang  dinamai Gereja Zakeus, sebuah gereja Orthodoks yang dibangun oleh Rusia.
Dari kota Yeriko  kami  menuju kearah Utara, dan keluar dari wilayah Palestina memasuki  wilayah Israel, melalui jalan yang lurus dan mulus sekali. Di perbatasan  dengan wilayah Israel diadakan pemeriksaan yang sangat ketat, di mana bus yang membawa kami di tahan cukup lama. 
Dari situ kami  menuju  hulu sungai Yordan yang sudah dekat dengan Danau Galilea yang dialirkannya. Tempat itulah yang dianggap sebagai tempat  Johannes Pembaptis  melakukan pembaptisan bagi orang banyak dan juga kepada Yesus. Di dekat pintu masuk ke tempat itu dipajang ayat Kitab Injil  Mateus 3: 13-16, yaitu tentang Yesus dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan, dalam berbagai bahasa di dunia ini termasuk dalam bahasa Indonesia dan bahasa Batak. Di tempat ini nampak ada orang melakukan pembaptisan.
Bagi orang yang ingin masuk ke dalam sungai harus menyewa  pakaian baptis seharga 10 US dolar. Sungai itu tidak begitu besar seperti dibayangkan selama ini, airnya kelihatan berwarna hijau, karena sekitarnya ditumbuhi banyak tumbuh-tumbuhan, dan di dalam air dijumpai  banyak ikan yang mungkin sengaja dipelihara tetapi tidak bisa diambil atau disentuh oleh pendatang.
            Dari Sungai Yordan itu kami menuju kota Tiberias dan menginap di sana.  Dari penginapan yang letaknya persis di lereng danau Tiberias itu kita bisa memandang ke arah danau yang sangat indah sekali, dan terbenamya matahari.  Besoknya pagi-pagi  kami berangkat menuju  Gunung Hermon yang terletak di perbatasan Israel Utara dengan daerah Libanon sebelah Barat dan Syria  di sebelah Timur Laut. Gunung Hermon merupakan gunung tertinggi di Tanah Israel, tingginta lebih krang 3000 m dari permukaan laut. Di perjalanan menuju  gunung  itu sudah banyak  ditanami berbagai  tanaman , seperti pohon zaitun dan mangga, yang walaupun masih pendek sudah berbuah lebat. Di sepanjang perjalanan juga dijumpai markas-markas militer Israel, yang siap siaga untuk  berperang. Perjalanan dari Tiberias  sampai ke gunung Hermon memakan waktu  sekitar 2,5 jam.  Udara di sekitar gunung itu sangat dingin sekali. Pada waktu musim dingin  dari bulan November sampai sekitar bulan April gunung ini dipenuhi oleh salju. Di kaki gunung itu sudah dibangun stasiun “cabel car” (kereta kabel). Kereta kabel  yang bermuatan dua orang inilah yang mengangkut setiap orang untuk bisa sampai ke puncak gunung. 
Pemandangan dari puncak gunung sangat indah sekali, tidak ada pohon yang menghalangi pemandangan, sehingga  seluruh Tanah Israel bisa nampak dari sana.  Menurut tradisi gereja Protestan, gunung inilah tempat Yesus dipermuliakan yang disaksikan oleh tiga muridNya, yakni Petrus, Juhannes dan Yakobus, dengan alasan bahwa tempat inilah yang berdekatan dengan kota Kaisarea Filipi, yang merupakan tempat pengakuan Petrus bahwa Yesus sebagai Mesias dan Anak  Allah, yang kejadiannya berdekatan dengan peristiwa  dimuliakannya Yesus di atas gunung yang tinggi itu.  ( Mat. 16: 13 dst dan Mat. 17: 1 dst..). Namun dalam tradisi gereja Katolik tempat pemuliaan Yesus itu adalah di gunung Tabor,  dekat Galilea.
Dalam perjalanan pulang terasa lebih cepat karena agak menurun dan kami mengunjungi beberapa tempat sekitar Danau  Galilea. Tidak jauh dari gunung Hermon itu nampak kota kecil Kaisrea Filipi yang juga sering dikunjungi oleh Yesus bersama  murid-muridNya. Dari daerah sekitar itulah juga hulu sungai Jordan yang bermuara ke Danau Galilea. Dalam Kitab Injil diberitakan bahwa pusat pelayanan Yesus bersama murid-murid-Nya adalah daerah sekitar Danau Galiea.
Tempat-tempat bersejarah yang berhubungan dengan pelayanan Yesus yang kami kunjungi di sekitar daerah itu  antara lain ialah::Bukit  Sabda Bahagia (Mt. of Beatitudes). Tempat yang terletak di antara Tabgha dan Kapernaum ini, adalah tempat Yesus menyampaikan khotbah di bukit(  Mat. 5-7; Luk. 6: 17-49), termasuk kata-kata bahagia yang diucapkan ( Mat.5: 1-12). Di sini sebuah gereja  Roma Katolik Ordo Fransiskan telah didirikan bersama sebuah biara. Di tempat ini  juga masih dijumpai sisa  reruntuhan gereja kecil Orthodox bergaya Bizantin. Berdekatan dengan itu adalah Tabgha, yakni tempat Yesus memberi makan lima ribu orang lebih dengan lima roti dan dua ekor ikan. Di tempat ini juga sudah ada bangunan gereja, yang didalamnya  dijumpai sebuah batu karang yang berbentuk meja yang dijadikan sebagai altar dari gereja  itu. Batu karang tersebut dianggap sebagai tempat Yesus mengadakan mujizat tersebut. Di dalam  gereja itu masih dijumpai  peninggalan dari lantai gereja yang dibangun sekitar abad ke 5 M.
Di sekitar tempat ini juga gereja Roma Katolik   telah membangun sebuah gereja yang lain yang disebut Gereja Primat Petrus, karena  diyakini  di tempat inilah juga Yesus   menjumpai murid-muridNya setelah kebangkitannya, dan menampakkan diriNya dengan makan bersama  kepada mereka. Pada saat itulah, Yesus memulihkan Petrus sebagai rasul yang sempat menyangkal diri-Nya  sampai tiga kali ketika Dia dihadapan pengadilan Kayapas. Di situlah juga Petrus  diteguhkan sebagai gembala umat-Nya. ( Johannes 21: 1-19). Di sekitar tempat itu juga berdiri sebuah gereja  yang bernama  Gereja Hepta-Pigon  (tujuh mata air) yang di dalamnya  terdapat  sebuah lukisan berupa mosaic keranjang berisi lima roti dan dua ikan,
Berdekatan dengan tempat itu ialah kota tua Kapernaum. Nama kota itu berasal dari  kata “Kfar Nahum” artinya Kota Nahum. Kota ini dulu merupakan kota nelayan bagi orang-orang Galilea dan tempat perdagangan yang ramai. Sebagian murid Yesus yakni: Petrus, Andreas, Yohannes dan Yakobus adalah bertempat tinggal di kota ini. Yesus sendiri juga sering tinggal di kota ini, sehingga kota ini memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan dan pelayanan Kristus. Reruntuhan kota tua ini ditemukan tahun 1800 yang lalu oleh para archeolog.  Di tempat ini juga ditemukan reruntuhan Synagoge (rumah ibadah)Yahudi, yang sering dipakai Yesus untuk mengajar. Synagoge itu dibangun oleh seorang Perwira Romawi  (Luk. 7: 1-5), yang hambanya jatuh sakit yang parah disembuhkan oleh Yesus ( Mat. 8: 5-13; Luk. 7: 1-10)
 Di dalam Synagoge inilah Yesus sering mengajar, seperti pengajaran tentang roti kehidupan ( Yoh. 6: 25-59). Di sini juga Yesus menyembuhkan orang yang kerasukan setan (Mark. 1: 21-28), menghidupkan anak dari salah seorang pemimpin Synagoge (Mark. 5: 22; Luk. 8: 41).
Synagoge ini  dihancurkan oleh tentera Romawi tahun 70 M bersama-sama dengan penghancuran Bait Allah di Yerusalem.  Di  Kapernaum ini juga telah dibangun sebuah gereja Katolik, dalam bentuk perahu.
Rumah Petrus. Tidak jauh dari synagogue itu, dijumpai juga  sebuah rumah batu dari salah seorang murid Yesus yaitu Simon Petrus. Rumah ini adalah tempat di mana Yesus menyembuhkan ibu mertua Petrus dan yang lainnya. ( Mat. 8: 14-16). Yesus mungkin tinggal bersama Petrus selama  berada di Kapernaum. Di tahun-tahun setelah kematian dan kebangkitan Yesus, rumah ini telah menjadi sebuah ”rumah-gereja” (rumah yang dijadikan sebagai tempat persekutuan).
Beberapa abad kemudian orang Kristen membangun gereja di sini untuk mengingatnya. Tetapi bangunan itu pun dihancurkan setelah kota ini ditaklukkan. Tetapi para archeolog telah menggali  rumah dan gereja itu pada saat yang bersamaan. Sumber tertulis dan penemuan para arkheolog itu baru-baru ini telah berhasil mengindentifikasi rumah Simon Petrus  di kota Kapernaum itu. Rumah itu dibangun  akhir zaman Hellenistik ( abad pertama SM). Di pertengahan  abad kedua M, beberapa bagian istimewa dari rumah itu telah jauh terpisah dari penggalian di Kapernaum.
Di dalamnya juga ditemukan seratus tiga puluh satu tulisan kuno,  tertulis dalam empat bahasa yakni: bahasa Yunani, bahasa Aram, bahasa Estrangelo dan bahasa Latin. Di dalamnya nama Yesus disebutkan beberapa kali. Ia disebut Kristus, Tuhan dan Allah Yang Maha Tinggi. Juga terdapat symbol dan monogram (lukisan huruf), yaitu: salib dalam berbagai bentuk, sebuah perahu, monogram Yesus. Monogram itu tertulis dalam bahasa Latin tetapi dengan huruf Yunani. Nama  Petrus disebut setidaknya dua kali.
Dari Kapernaum kami  turun ke tepi pantai danau Galilea, untuk makan siang di sebuah restauran yang diberi nama  “ Restaurant Santo Petrus”. Dalam makan siang itu kami  disuguhi dengan ikan khas  yang  diperoleh dari danau Galilea yang disebut “ikan Petrus”,   karena dipercaya ikan itu sama dengan ikan  yang dimulutnya  didapati oleh Petrus koin untuk membayar pajak sebagaimana diperintahkan oleh Yesus. (Mat. 17; 24-27). Namun jenis ikan itu kelihatan  dan rasanya tidak beda dengan ikan Mujahir yang  banyak dijumpai di Dana Toba.  Berdekatan dengan restoran itu didirikan sebuah gereja yang dinamai gereka Santo Petrus, persis di tepi danau Galiea itu. Air danau  di tempat itu masih jernih sekali seperti  di danau Toba.
Setelah makan siang kami mengunjungi  Gunung Tabor,  yang terletak 18 km sebelah  Barat Daya Danau Galiea. Dalam tradisi  gereja Roma Katolik, di gunung yang tingginya 575 m inilah terjadi   transfigurasi Yesus, di mana terjadi perubahan wajah Yesus, ketika ia sedang berdoa, yang disaksikan tiga orang muridNya, yakni Petrus, Yakobus dan Yohannes. Mereka melihat Yesus  sedang berbicara dengan Musa dan nabi Elia, dengan wajah yang bercahaya seperti matahari dan pakaiannya putih bersinar seperti terang. Tetapi seperti sudah dijelaskan sebelumnya, dalam tradisi gereja Protestan,  transfigurasi itu terjadi di gunung Hermon. Karena yakin bahwa di  gunung Tabor itulah terjadi transfigurasi Yesus tersebut, maka di tempat ini,  gereja Roma Katolik telah membangun sebuah gereja yang di dalamnya disediakan tiga ruangan yakni satu untuk Elia, satu untuk  Musa dan dan satu lagi di bagian tengahnya untuk Yesus, sebagai mana  pernah dikatakan oleh Petrus yang menyaksikan peristiwa itu: ‘Tuhan betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika engkau mau biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia”. (Mat.17: 4; Mark. 9: 5 Luk. 9: 33;) 
 Dari gunung ini tampak suatu pemandangan yang sangat indah sekali berupa sebuah taman bunga-bungaan yan ditata dengan sangat rapi di tempat yang sangat luas sekali di sepanjang   lembah Armagedon  dekat dengan gunung itu.  
Setelah turun dari gunung Tabor, di sebuah tempat dekat Tiberias, rombongan  di bawa ke sebuah tempat yang merupakan tempat belanja souvenir berupa minyak Jetun, dan minyak “urapan”, yang menurut keterangan yang diperoleh  bisa dipergunakan sebagai obat.  Minyak Jetun itu diolah dari daun pohon Jetun yang banyak  ditanam di  negeri itu.  Minyak Jetun dan minyak urapan yang disebut juga minyak Narwastu yang harum baunya, dikemas dalam botol besar, botol sedang dan botol kecil.
Pada sore hari rombongan di bawa ke danau Tiberias  dan naik perahu mengenang  kebiasaan Yesus naik perahu bersama-sama dengan murid-muridnya, lalu kembali lagi ke  hotel Tiberias yang tidak begitu jauh dari tempat itu.
            Pagi hari besoknya kami  melanjutkan perjalanan lagi ke beberapa kota yang lain  di sekitar daerah Galilea, yakni Kana, dan Nasaret dan seterusnya dari sana menuju  ke  kota  Haifa, ke Kaisarea, di tepi pantai Laut Tengah, dan dari situ  ke    Yerusalem   dan sampai ke kota  Betlehem. 
Sebelum ke Kana, kami mengunjungi  sebuah pabrik pembuatan berlian.  Di situ pengusaha berlian tersebut memutar sebuah film tentang bagaimana caranya pembuatan  barang berharga yang sangat indah itu. Tempat itu  merupakan satu  dari tujuh pusat pembuatan berlian di Israel, yang menjadikan  Israel satu negara penghasil dan pengexport berlian  terbesar di dunia. Barang itu dieksport ke berbagai negara di dunia termasuk ke Indonesia, yang tentunya melalui jalur negara lain, karena tidak ada hubungan antara Israel dengan Indonesia. Menurut pengusaha berlian itu,  batu yang merupakan bahan untuk pembuatan berlian itu tidak dijumpai di Israel, tetapi didatangkan dari luar, dan yang paling banyak  dari Afrika. Melihat kilauan berlian-berlian yang dibentuk dalam berbagai perhiasaan,  bisa saja orang tergoda untuk membelinya walaupun harganya termasuk mahal.

Dari tempat pembuatan berlian itu, rombongan singgah di kota Kana, tempat Yesus membuat tanda mujizat yang pertama dalam pelayanannya yakni  air menjadi anggur, dalam sebuah perjamuan kawin yang di hadiri.oleh Yesus ( Yoh. 2) Di situ telah ada bangunan berupa rumah doa, dan disediakan sebuah altar bagi orang yang mau melangsungkan  peneguhan perkawinannya di tempat itu. Di tempat itu kami hanya berdoa sebentar, lalu turun ke sebuah toko barang-barang souvenir,  yang dikenal dengan anggur Kana. Sebelum membelinya pemilik toko memberikan anggur untuk dicicipi dulu, yang memang  rasanya sangat enak sekali. Oleh-oleh berupa anggur ini tidak bisa dibawa banyak-banyak karena nanti dalam pemeriksaan di setiap imigrasi, setiap orang hanya diijinkan membawa dua botol anggur.
Dari Kana kami menuju kota Nasaret. Di tempat yang diyakini sebagai rumah Maria menerima pemberitaan malaekat  bahwa dia akan mengandung bayi Yesus dari Roh Kudus,  telah dibangun sebuah gereja Katolik. Kalau dulu kota ini  termasuk kota kecil, tetapi sekarang sudah merupakan  salah satu kota besar di Israel yang berpenduduk lebih kurang 270.000 jiwa terdiri dari muslim dan Yahudi, yang lokasi pemukimannya diadakan terpisah. Dari Nasaret kami pergi  ke arah Barat menuju kota Haifa, yang memakan waktu perjalanan sekitar dua jam. Kota ini merupakan sebuah kota industri dan pelabuhan yang terletak di tepi Laut Tengah, yang merupakan kota nomor tiga terbesar di Israel dengan penduduk sekitar 300.000 orang. Kota ini juga terletak di lereng gunung Karmel dan sebagian bangunan sudah terletak di gunung tersebut. Gunung Karmel, adalah gunung di mana nabi Elia  dulu  berjuang untuk melawan  kepercayaan kepada dewa-dewa Baal. ( I Raja 18: 20-46).
Sebagai kota industri, di situ dijumpai pabrik pengolahan minyak Jetun, Industri Petro kimia, obata-obatan, dan pabrik senjata. Di kota itu juga dijumpai lima agama, yakni: Jahudi, Islam, Kristen, Baha’I dan Drus. Agama Bahai, merupakan agama yang mulai berdiri di Persia, sekitar tahun 1860 yang lalu, yang didirikan oleh Baha’I dan nabinya Babahula. Agama ini yang sekarang penganutnya diperkirakan sekitar lima juta orang menyebar ke seluruh dunia,  dan pernah masuk ke Indonesia, tetapi kemudian mendapat larangan dari pemerintah Indonesia.
Sekarang kota Haifalah yang menjadi pusat agama Baha’I  di mana dibangun sebuah kuil Baha’I yang besar, dan sebuah Taman Baha’I yang sangat indah  di kaki gunung Karmel tersebut. Agama Drus adalah Agama Rahasia, yang tidak banyak dikenal orang. Di Kota Haifa juga dijumpai gereja dan Biara Stella Maria, dan juga gua Elia di Gunung Karmel.
,,, Dari Haifa rombongan dibawa menuju kota Kaisarea,yang  juga terletak di pantai Laut Tengah, 16 km dari Haifa ke arah Selatan. Kota ini merupakan sebuah kotakecil, tetapi banyak disebut dalam Kitab Perjanjian Baru. Kota inilah dulu pusat "provinsi Jehuda" pada zaman Yesus, yang dibangun oleh Raja Herodes Agung sekitar tahun 25-13 SM sebagai pusat pemerintahannya sebagai raja diangkat oleh kaisar Romawi untuk provinsi Yehuda. Di kota ini persis di tepi pantai masih dijumpai peninggalan sebuah tembok yang dibangun oleh Herodes sebagai tempat saluran air tawar dari gunung Karmel, karena di tempat ini tidak dijumpai adanya sumber air tawar.
Di kota inilah  pembaptisan pertama dari seorang non-Yahudi menjadi Kristen, yakni seorang perwira tinggi Romawi yang bernama Kornelius. Dia dibaptis  bersama seisi rumahnya oleh Simon Petrus. ( Kis.Rasul 10: 1 dst). Tahun 1964, melalui sebuah penggalian ditemukan di kota ini sebuah Kuil yang dibangun oleh Pontius Pilatus setelah dia menjadi "Kaisar" Tiberias. Dan di kota inilah Pusat Pembangkit Listik untuk seluruh Israel, yang tenaganya digerakkan dengan bahan bakar  batubara.    
Dari Kaesarea kami menyusuri jalan besar arah Selatan, dan kemudian  berbelok kearah Timur menuju  Jerusalem.  Sekitar 30 kilometer  sebelum Jerusalem kami melewati kota Emmaus,  tempat Yesus menyatakan dirinya kepada dua orang muridnya yang pergi ke  Emmaus   setelah kebangkitannya ( Luk. 24: 13 dst) di sini disebut kira-kira tujuh mil jauhnya, tetapi menurut keterangan yang diperoleh  ada sekitar 30 kilometer).
Dari situ kami melalui jalan yang agak menanjak menuju Yerusalem bagian Barat, bagian dari kediaman orang Yahudi. Melalui pinggiran kota itu kami membelok ke arah Selatan menuju kota Betlehem. Di Betelehem kami dengan dipandu oleh seorang Palestina  yang juga sudah bisa berbahasa Indonesia mengunjungi tempat-tempat yang penting di tempat itu yakni: Padang Efrata, di mana malaekat memberitahukan kepada gembala-gembala setempat tentang Yesus yang sudah lahir di kandang Betlehem.
Tempat ini tidak lagi merupakan padang rumput tetapi  sudah dipenuhi banyak bangunan, tetapi tempat domba-domba bermalam bersama dengan gembala-gembala itu masih  dipelihara, yang berbentuk gua atau liang dari batu.
Dari situ kami mengunjungi  Kandang Betelehem, tempat kelahiran Yesus. Di situ Helena istri kaisar Konstaninus Agung, yakni kaisar yang  telah menetapkan Agama Kristen atau gereja sebagai agama yang diakui secara resmi di kekaisaran Romawi tahun 313,  mendirikan Gereja Nativity  tahun 329. Di dalam gereja itu, dibuat juga kandang domba dan sebuah gambar bintang  yang menandai tempat kelahiran Yesus itu. Tetapi gereja ini dirusak oleh tentera Samaria tahun 527, namun dibangun kembali oleh kaisar Yustinus tahun 539. Tahun 1881, di sana gereja Roma Katolik juga membangun sebuah gereja berdampingan dengan sebuah gereja Orthodox  Dan berdekatan dengan gereja Orthodox itu ada biara dari gereja Armenia.  Setelah selesai dari tempat itu kami menginap  di sebuah hotel milik  seorang Kristen Orthodox  orang  Palestina.
Besoknya  kami mengunjungi beberapa tempat di kota Yerusalem sekitarnya. Pertama kami mengunjungi bukit Zaitun. Bukit ini terletak di bagian Timur kota Yerusalem, sejajar dengan bukit Bait Suci Yerusalem, yang dipisah oleh Lembah Kidron., Salah satu puncak dari bukit Zaitun yang tingginya 808 m dari atas permukaan laut, secara tradisional  diyakini sebagai tempat kenaikan Yesus ke sorga (Luk. 24: 50-51).Sebelum kenaikanNya Yesus menyampaikan janjinya yang menguatkan iman para muridNya yang mengatakan: “ Roh Kudus akan turun atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu di Yerusalem, dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”. (Kis. 1:8).  Di tempat ini telah dibangun sebuah gereja yang disebut “Gereja Kenaikan Tuhan´ oleh Gereja Orthodox Yunani.
Di sebelah selatan dari Gereja Kenaikan Tuhan Yesus, berdiri sebuah gereja yang diberi nama: Gereja Pater Noster, yang didirikan berdasarkan tradisi bahwa disitulah Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami kepada murid-muridNya. Tradisi itu didukung oleh Injil Lukas yang menempatkan doa itu langsung sesudah kunjungan Yesus di rumah Maria dan Marta (Luk. 10: 38; 11: 4), yang menurut Injil Yohannes (11: 1; 12:1) tinggal di Betania, yang terletak di lereng Timur Bukit Zaitun. Gereja Pater Noster yang ada sekarang adalah gereja yang ke tiga. Gereja yang pertama yang dibangun oleh Kaisar Konstantinus Agung abad ke empat, dihancurkan oleh pasukan Persia tahun 614.
Pada abad ke 12 para pejuang Salib membangun kembali gereja yang sama, tetapi ketika mereka meninggalkan Yerusalem, gereja itu dihancurkan oleh penguasa Islam, dan tanahnya dijadikan milik mereka. Tahun 1868 tempat ini dibeli oleh seorang wanita bangsawan Perancis, Puteri Aurelia de Bossi, dan di tempat itu tahun 1975 dibangun gereja yang sekarang yang berdekatan dengan biara Suster Karmelit. Di tembok gang dari  gereja dan biara ini  dipajang  Doa Bapa Kami dalam berbagai bahasa dari seluruh dunia, termasuk bahasa Indonesia dan bahasa Batak. Kemungkinan besar Doa itu diajarkan oleh Tuhan Yesus dalam bahasa Aram (bahasa sehari-hari pada waktu itu) dan juga bahasa Ibrani (bahasa keagaamaan).
Tempat-tempat lain yang ada di sekitar Gunung Zaitun adalah Betpage (tempat memperoleh seekor keledai yang ditunggangi Yesus masuk ke Yerusalem (Mark. 11: 1-8). Letaknya kampung ini persisnya tidak diketahui lagi  sampai sekarang. Tetapi di tempat yang secara tradisional dihunjuk sebagai Betpage telah didirikan  sebuah biara dan kapel Katolik ordo OFM. Berdekatan dengan itu ialah  kampung Betania (Rumah Kemiskinan), yang terletak di lereng Timur bukit Zaitun, yang berjarak lebih kurang 2700 m dari Yerusalem, yakni tempat kediaman dari sahabat Yesus, yang bernama Lazarus, Marta dan Maria. (band. Luk. 10: 41-42).  Di situlah sahabatNya Lazrus dibangkitkan dari kematian (Yoh. 11: 43-44), dan Tuhan Yesus diurapi oleh Maria dengan minyak yang sangat berharga, yang menurut Yesus itu dilakukan untuk penguburanNya yang tidak begitu lama lagi akan terjadi. (Yoh. 12: 1-8).
Dari bukit Zaitun ini kota Yerusalem bisa kelihatan dengan jelas, yang terdiri dari Yerusalem kuno, dan kota Yerusalem  baru. Yerusalem kuno itu  dikelilingi oleh tembok, dengan delapan pintu gerbang, sedangkan Yerusalem baru berada di luar tembok. Kota Yerusalem kuno itu dibagi empat, yakni: seperempat untuk kediaman Yahudi, seperempat untuk Kristen, seperempat untuk Kristen Armenia, seperempat untuk Muslim. Kami memasuki kota Yerusalem, dan mengunjungi tempat-tempat yang bersejarah di kota itu. 
Pertama kami mengunjungi bukit Sion, di mana terdapat  Rumah Imam Kayapas yang memimpin Mahkamah Agama Yahudi pada waktu itu. Di situlah Yesus diperiksa. Di bawah rumah itu  di ruangan bawah tanah ada sebuah penjara, yang tidak mempunyai pintu masuk dan pintu keluar. Orang yang dimasukkan ke situ dicampakkan begitu saja dari atas.  Berdekatan dengan tempat itu  adalah  tempat penyangkalan Petrus, ketika ditanya olah beberapa orang perempuan yang mengikuti pemeriksaan Yesus pada waktu itu. Di situ dibangun patung Petrus yang menyangkal Yesus, dan patung ayam berkokok.
Setelah dari sana kami mengunjungi  sebuah lokasi yang dinamai “Garden Tomb” (Taman makam).  Tempat ini dulu berada di luar kota Yerusalem kuno (di luar tembok), tetapi sekarang sudah masuk di dalam kota Yerusalem baru. Menurut tradisi gereja Protestan, kuburan kosong yang ada di dekat  taman inilah kuburan Yesus yang sebenarnya, karena inilah yang sesuai dengan berita dalam kitab Injil.  Kuburan itu dipahat di bukit batu yang ada di situ, yang terletak di sebuah taman, yang adalah milik dari Jusuf Arimatia, salah seorang anggota dewan Sanhedrin yang tidak setuju dengan keputusan mati yang dijatuhkan ke pada Yesus (Yoh.19: 38-49).  Kuburan kosong menurut berita direncanakan untuk dirinya sendiri. Dekat dengan kuburan itu juga dijumpai sebuah bukit batu yang persis menyerupai tengkorak, yang menurut keterangan yang kami peroleh  dekat dengan  bukit tengkorak (dalam bahasa Ibrani Golgota) itulah Yesus dulunya disalibkan.
Taman itu sampai sekarang dipelihara  dengan baik, dan di bawah tanah di taman itu  ada sebuah mata air yang tidak pernah kering, dan dari situlah  air diambil untuk menyiram tanam-tanaman di taman itu sehingga bisa bertumbuh dengan baik. Di dalam taman itu ada juga bangunan yang kecil yang diperuntukkkan untuk tempat berdoa bagi pengunjung. Kami melakukan Perjamuan Kudus di tempat itu.
Dari Garden Tomb, kami memasuki kota  Tua Yerusalem melalui  Pintu gerbang Domba. Pertama kami memasuki Gereja Santa Ana,   yang berdekatan dengan Kolam Betesda, di mana Yesus pernah menyembuhkan seorang yang lumpuh yang sudah 38 tahun terbaring di sebuah serambi yang ada dekat kolam itu sambil menanti terjadinya goncangan air kolam itu yang diyakni bisa memberi kesembuhan bagi orang yang pertama turun ke dalamnya. (Joh. 5: 1 dst).  Dari situ kami pergi  menuju ke Antonia, tempat Pontius Pilatus mengadili Yesus,  menjatuhkan  hukuman salib bagi Yesus sesuai dengan desakan dari massa Yahudi.
Dari situ kami  menyelusuri jalan sengsara (via dolorosa) yang dilalui Yesus dengan memikul salibnya menuju ke tempat penyalibannya di bukit golgata. Via dolorosa ini merupakan  lorong-lorong sempit  yang dikiri kanan dipenuhi dengan kios-kios tempat penjualan souvenir. Di ujung dari via dolorosa inilah adalah  gereja yang dibangun Gereja Katolik karena menurut tradisi mereka, di situlah tempat Yesus dikuburkan. Dari situ kami kembali ke tempat penginapan di Betlehem dan makan malam di tempat penginapan itu.
Besoknya  kami berangkat lagi menuju bukit Zaitun dari mana kami turun menelusuri lembah Kidron, dan melewati  Gereja Yesus menangis (Dominus Flevit), yang didirikan tahun 1891 oleh gereja Katolik Ordo OFM. Dari tempat inilah dulu Yesus menangisi kota Yrusalem   pada waktu Dia memasukinya pada hari Minggu menjelang sengsara dan kematianNya. Dalam Injil Lukas dapat dibaca, bahwa ketika Yesus hampir sampai di Yerusalem, di jalan yang menurun pada bukit Zaitun, semua pengikutNya yang banyak itu mulai berseru-seru memuji Allah dan mengucapkan  terimakasih kepadaNya karena semua keajaiban yang telah mereka saksikan (Luk. 19: 37). Tetapi ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, katanya: “Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu. Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta  dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bila mana Allah melawat engkau”. (Luk. 19: 41-44).
Berdekatan dengan  Gereja Tuhan Menangis itu, di lereng bukit Zaitun itu juga dijumpai pekuburan Yahudi yang paling tua dan paling besar, dan katanya paling mahal di dunia. Yang dikuburkan di situ bukan hanya orang-orang Yahudi dari Yerusalem saja, tetapi juga dari tempat-tempat lain di seluruh dunia. Setiap orang Yahudi ingin dikuburkan di sana. Hal ini disebabkan karena mereka percaya bahwa di tempat inilah akan berlangsung pengadilan terakhir setelah manusia bangkit dari alam maut. Menurut kata nabi Yoel: “Sebab sesungguhnya pada hari-hari itu, apabila Aku memulihkan keadaan Yehuda dan Yerusalem, Aku akan mengumpulkan segala bangsa  dan akan membawa mereka ke Lembah Yosafat; sebab di sana Aku akan duduk untuk menghakimi segala bangsa dari segala penjuru." Yoel 3: 12).
Tidak berapa jauh dari tempat ini, dengan berjalan kaki kami memasuki Taman Getsemane, di mana Yesus berdoa sebelum ditangkap untuk  diserahkan ke mahkamah Agama Yahudi . (Luk. 22:39-46). Di tempat itu masih ditemukan adanya  pohon Jaitun yang katanya sudah berumur  2000 tahun. Di Taman ini berdirti gereja Katolik yang bernama Gereja Getsemane, di mana kami mempunyai kesempatan selama 45 menit untuk mengadakan kebaktian Minggu sesuai dengan tata ibadah HKBP, yang saya layani sendiri.  Dari Taman Getsemane rombongan di bawa kembali menaiki gunung Zion, di mana   kami mengunjungi “Gereja Maria tertidur” (kuburan Maria),  yang dibangun oleh gereja Katolik Jerman, dan di lantai duanya  merupakan tempat Perjamuan terakhir Yesus dan murid-muridnya sebagai persiapan perayaan Paskah. Berdekatan dengan Ruang Perjamuan Terakhir itu adalah  Makam Raja Daud, karena diyakini Daud yang membangun bukit Zion itu sebagai kota Daud, mati dan dimakamkan di sana.
Ketika kami berada di sana  banyak tentera Yahudi  berjaga-jaga di tempat itu. Dari tempat ini dengan agak menurun, kami menuju Tembok Barat, yang juga disebut Tembok Ratapan orang Yahudi. Tembok ini adalah bagian dasar dari Baith Allah yang telah  hancur tahun 70 M, ketika Jenderal Titus dari Romawi menyerang korta Yerusamem dan menghancurkan Baith Allah tersebut.
Di atas Tembok Ratapan itulah Mesjid  Al-Aqsa dibangun yang juga dianggap oleh orang Islam sebagai tempat Suci mereka. Memasuki  Tembok Ratapan itu, dilakukan pemeriksaan yang sangat ketat, dengan memakai alat detector metal, untuk menghindari masuknya orang-orang yang membawa senjata.
Memasuki lokasi itu juga harus memakai topi Yahudi yang putih seperti dipakai oleh orang-orang Yahudi bersembahayang di sana. Di situ kami jumpai begitu banyak orang Yahudi yang beribadah  berdoa, dan membaca ayat-ayat dari Kitab Suci mereka, sambil menggoyangkan  badan dan kepala ke muka dan ke belakang.
Dari tempat itu kami memasuki terowongan bawah tanah Yeruselem, yang membelah kota Yeruslem Lama dari arah Selatan kearah Utara. Di dalam terowongan itu juga  dijumpai semacam museum, yang menceritakan tentang kota Yerusalem Lama, dan  juga miniatur dari Kota Yersalem Lama yang digambarkan dengan tehnik yang sangat modern.   Di atas terowongan itu adalah bagian pemukiman Muslim, termasuk  Mesjid Al-Aqsa. Terowongan ini dulunya adalah saluran air yang diperlukan untuk penghuni Yerusalem.
Di bawah tanah kota Yerusalem  ternyata ada beberapa sumber mata air, dan air yang mengalir dari beberapa mata air itu  di tampung dalam  beberapa kolam, yang salah satunya  adalah kolam Siloam.Seperti diceritakan dalam Injil Yohannes  9: 7-11, Yesus menyuruh seorang  buta yang disembuhkan dengan mengoleskan tanah ke matanya dan menyuruhnya membasuh dirinya ke kolam Siloam. Kolam Siloam itu ternyata masih ada sampai sekarang yang bisa dilihat di dalam terowongan itu.
Setelah keluar dari terowongan  yang panjangnya  lebih dari  2 km, maka kami keluar dari kota Yerusalem menuju  Laut Mati, yang terletak sebelah Tengara kota Yerusalem.  Di sebuah tempat yang bernama Qumran dekat Laut Mati itu,  telah dibangun semacam museum yang menimpan  gulungan-gulungan Kitab Suci (Perjanjian Lama,kecuali Kitab Esra), yang ditemukan oleh seorang gembala Suku Beduin (Arab) tahun 1946, dalam sebuah gua. Gua itu diduga adalah tempat golongan Yahudi Essani  bersembuni  dari kejaran  penguasa sekitar abad 1 seb. M.   Gulungan itu kemudian disebut Gulungan-gulungan Laut Mati (The Dead Sea Scrols).
Dari sana kemudian kami turun ke Laut Mati, yang permukaannya 300 m di bawah permukaan Laut. Laut ini adalah pemuaraan Sungai Yordan yang mengalirkan air Danau Galilea. Air yang dialirkan dari Danau Galilea adalah tawar, tetapi setelah di Laut Mati berubah menjadi  air asin dengan kadar garam lebih dari 30 persem, karena air yang telah terkumpul di sana tidak dialirkan lagi ke mana-mana. Mahluk apapun tidak ada yang bisa hidup di dalam laut itu, dan tumbuh-tumbuhan apapun tidak ada yang tumbuh di  pinggiran Laut tersebut. Cuaca di dekat Laut Mati itu sangat panas, bahkan tanah batu di pinggiran Laut itu panasnya  bagaikan api, sehingga tidak bisa diinjak tanpa alas kaki.
Semua rombongan mandi di Laut itu, sambil membersihkan badannya dengan lumpur yang ada di dalam Laut tersebut. Menurut penelitian ahli, lumpur itu mempunyai khasiat untuk kecantikan kulit. Karena itu rombongan juga mengambil lumpur itu dimasukkan di dalam botol aqua, dan di bawa sebagai oleh-oleh dari Laut Mati. Karena mengandung  kadar garam yang sangat besar,  orang bisa mengapung di dalam air itu, hanya agak sulit bisa dilakukan karena air itu tidak tenang oleh hembusan angin, dan kalau air itu kena dengan mata sangat pedih sekali bahkan sangat berbahaya. Dekat dengan tepi Laut Mati itu juga disediakan  kamar mandi untuk membersihkan badan dengan air tawar.
Sore menjelang malam kami meninggalkan tempat itu, dan kembali ke Yerusalem untuk kumpul dan makan malam di sebuah restoran Cina.  Di sinilah juga kami menerima sertifat  sebagai pertanda sudah  berkunjung ke Yerusalem dan sekitarnya. Malam kami kembali ke penginapan di Betlehem.
Pagi-pagi besoknya kami meninggalkan Betlehem untuk berangkat menuju Tanah Mesir.  Menelusuri  tepi Laut Mati, dengan jalan yang sangat bagus,  setelah memakan perjalanan dari Yerusalem lebih kurang tiga jam sampailah kami menjelang perbatasan antara Israel dengan Mesir di sebuah kota pelabuhan yang sangat indah sekali bernama Eilat. Kota yang   terletak paling ujung Teluk Aqaba, salah satu ujung utara dari Laut Merah, juga mempunyai lapangan terbang. Di  sini kami melihat sebuah tempat pembuatan barang perhiasan dari batu Eilat, yakni batu khas dari kota itu, yang berwarna kebirubiruan, yang diolah sedemikian rupa dengan teknik yang modern , sehingga kelihatan sangat indah sekali.
Tidak begitu jauh dari Eilat ke arah selatan adalah kota kecil Taba, yang merupakan perbatasan Israel dan Mesir,  yang juga tempat pemeriksaan keimigrasian memasuki Mesir. Di tempat ini  kami sudah disambut oleh  dua orang pemandu dari Mesir. Dengan bus wisata dari Mesir, kami berangkat dari Taba menuju  biara Caterine. Dengan menelusuri pinggir Laut Merah yang sangat indah selama  lebih kurang dua jam perjalanan , kami telah sampai  di biara Caterine sektar pkl. 16.00 waktu setempat. Biara Catherine di bangun di tempat  yang diyakini  di mana Musa  dulu menyaksikan semak yang menyala  dengan api, tetapi tidak terbakar, dan dari sana Tuhan memangil dia untuk diutus pergi ke Mesir membebaskan umat Israel dari perbudakan Mesir.(Kel. 3: 1 dst.)
  Dari biara St. Caterine kami  menuju hotel  untuk  beristirahat sebentar, untuk seterusnya  mendaki kegunung Sinai.   Di hotel rombongan  diperlengkapi dengan  dengan tongkat dan lampu senter yang diikatkan di kepala untuk dipergunakan  dalam pendakian  gunung Sinai.
Pada waktu itu keadaan   sudah mulai senja.  Dengan mengendarai unta selama dua jam, sampailah kami ke  tempat batas yang bisa dijangkau oleh unta. Di situ ada sebuah tempat peristirahatan berupa gua. Tempat itu dipergunakan oleh orang Badui yakni penduduk asli setempat untuk  berjualan minuman dan makanan ringan.  Dari sana sampai puncak gunung, harus dilalui dengan jalan kaki mendaki  batu-batu yang  diatur sedemikian rupa hingga merupakan tangga yang  bertinditindi  sebanyak 750 tangga, yang sangat terjal. Mendaki tangga-tangga itu hingga sampai ke pucak merupakan perjuangan yang sangat berat. Tidak semua dari rombongan yang bisa menaiki  tangga-tangga tersebut, hanya sebanyak sepuluh orang, yakni enam laki-laki dan empat orang perempuan. Karena harus sebentar-sebentar berhenti untuk memulihkan tenaga, maka pendakian  tangga-tangga itu ditempuh lebih dari satu jam. 
Ketika kami sampai di  puncak gunung kami  pun merasa lega seolah-olah kecapekan dalam mendaki itu menjadi hilang. Lalu kami pun melakukan ibadah singkat  dengan berdoa dan membaca Keluaran 20, yakni pemberian hukum Tuhan kepada Musa  di puncak gunung tersebut. Di puncak gunung itu sudah ada  sebuah bangunan kecil berupa rumah doa, yang bisa digunakan oleh setiap orang yang datang ke sana untuk beribadah.
Sekitar setengah jam berada  di puncak gunung, maka kami pun turun ke bawah, bergabung dangan anggota rombongan yang tidak bisa ikut mendaki. Semua memutuskan untuk turunnya tidak perlu naik unta lagi. Adalah lebih nyaman dengan jalan kaki. Perjalanan untuk turun  dari tempat peristirahatan itu  juga memakan waktu hampir dua jam.
Setelah istirahat sebentar di hotel, kami meneruskan perjalanan menuju Kairo. Semula direncanakan, kami akan  melalui Elim dan Rafidim, yakni tempat di mana Musa mengubah  air pahit menjadi tawar, dan juga mendatangkan air dari  gunung batu  dengan memukulkan tongkatnya. Tetapi karena tempat itu tidak aman,  dan tidak diijinkan dilalui oleh pendatang, maka kami melalui jalan yang lain yang menelusuri padang pasir dan gunung-gunung batu di padang gurun itu. Lebih kurang perjalanan empat jam lamanya kami sampai ke Terowongan Hamdi, yakni jalan bawah laut yang menghubungkan dataran Sinai dan Mesir menyeberangi Terusan Sues, yakni terusan yang digali oleh orang Francis mulai tahun 1869, dalam mempercepat transportasi laut dari Eropa ke Asia. Panjang terowongan itu lebih dari dua km, sedangkan Terusan Suez  panjangnya168 km mulai dari ujung Laut Merah sampai ke Laut Tengah, dan lebar antara  120 hingga 200m.
Terowongan ini dibangun tahun 1990,  menghubungkan benua Asia dan benua Afrika. Ketika melewati terowongan,  kami dilarang berhenti dan juga mengambil fotonya.   Setelah menelewati terowongan ini  kami istirahat sambil makan siang di sebuah rumah makan yang sudah mirip dengan rumah makan di Indonesia, dengan lauk  dari ikan laut.  Dari sana kami meneruskan perjalanan ke kota Kairo. Perjalanan dari tepi terusan Suez itu  ke kota Kairo memakan waktu lebih kurang lima jam, sehingga kami tiba di sana sudah sore. Di sana kami menginap di sebuah hotel yang bagus di tempat yang sudah berdekatan dengan  dengan kota Pyramid  Gyza. 
Malam harinya  kami menikmati pelayaran sebuah kapal di Sungai Nil, yang sekaligus sebagai restoran dan  tempat hiburan music dan taritarian tradisional  Mesir. Dari atas kapal itu kami bisa menikmati pemandangan malam dengan penerangan lampu yang sangat indah sekali di gedung-gedung tinggi di sekitar sungai Nil itu. Sehabis dari sana kami langsung kembali ke hotel untuk  beristirahat.
Pagi-besoknya  kami mengunjungi kota Gizza untuk melihat salah satu bangunan keajaiban dunia yakni Pyramid Mesir, yang konon katanya bangunan itu merupakan kuburan raja-raja Mesir, yang disimpan dalam bentuk mummi. Namun menurut keterangan yang kami peroleh tidak ada lagi kerangka manusia yang disimpan di sana. Semuanya sudah dipindahkan ke Museum Mesir. Bangunan yang diolah dari tanah liat  yang telah menjadi batu dan disusun dalam bentuk piramida, dibangun sekitar tahun 2560 SM.
Di tempat itu ada tiga piramida, yang terbesar disebut Piramida Agung, yang tingginya 146,6 meter, dan panjang dasar 120 meter. Ini merupakan makam Firaun keempat, yang bernama Cheops, yang dibangun selama lebih dari 20 tahun. Berdekatan dengan bangunan piramide itu dibangun Sphinx  yang merupakan patung sebuah mahluk dengan kepala manusia dan tubuh singa. Sphinx ini dianggap oleh orang Mesir sebagai penjaga makam-makam kerajaan, termasuk penjaga piramida yang juga merupakan makam kerajaan Mesir. Karena itu ada banyak sphinx di Mesir yang kebanyakan sudah disimpan di Museum.
Tetapi Sphinx yang terbesar ialah Sphinx Agung di Gizza itu, yang panjangnya  73,5 meter dan lebar enam meter dan tinggi  20 meter, yang terbuat dari  batu tunggal. Sphinx Gizza ini merupakan symbol Mesir  sekaligus warisan kuno yang amat berharga.
Dari Gizza kami  mengunjungi  gereja Orthodoks Koptik, yang  sering disebut   Gereja Gantung (Hanging Church). Disebut demikian karena gereja ini dibangun bagaikan tergantung di atas puncak menara gerbang selatan benteng lama Romawi, di dalam satu kesatuan komplek Koptik Mesir. Nama lain dari gereja ini adalah Gereja Sint Mariam, karena ketika dibangun sekitar abad ke tujuh, gereja itu didedikasikan kepada Perawan Suci Maria.  Gereja ini juga diperkirakan dibangun di atas situs gereja terdahulu  yang ada sejak abad ke 3 atau ke 4 M. Pada abad ke  10 M gereja ini dibangun kembali oleh Patriakh (Uskup) Abraham, di mana pada abad 11 M gereja ini menjadi pusat  kepatriarkhatan Gereja Koptik  Orthodoks Mesir  yang dipindahkan dari kota Aleksandria.
Gereja tersebut mempunyai 29 anak tangga, dan ditopang oleh 13 pilar, yang mewakili Yesus dan ke 12 murid. Di dalamnya terdapat mimbar yang terbuat dari marmer abad 11 dan atapnya berbentuk bahtera yang melambangkan bahtera yang membawa keselamatan. Dindingnya dihiasi oleh 110 ikon (gambar atau lukisan) yang membuat suasana gereja menjadi hikmat.
Tidak jauh dari situ ada gereja yang disebut Gereja Abu Serga  atau Sint Sergius Church, yang dibangun di atas tempat kediaman Yosef, Maria dan bayi Yesus saat mereka melarikan diri  dari  Betlehem ke Mesir untuk menyelamatkan bayi Yesus setelah adanya perintah raja Herodes membunuh semua bayi laki-laki di daerah itu yang berumur dua tahun ke bawah. Perintah ini dilakukan oleh Herodes setelah mendengar berita kelahiran seorang raja  dari orang-orang Majus yang datang ke Yerusalem dan juga petunjuk dari para ahli-ahli Taurat Yahudi. (Mat. 2: 13-15).
Gereja ini mempunyai tiang yang unik yang didekorasi dengan 12 lukisan para rasul, yang dibangun pada abad 4 Masehi dan pernah dibakar tahun 750 M, tetapi  segera sesudah itu dibangun kembali. Gereja ini didedikasikan kepada Sint Sergius dan Sint Bacchus, dua Kristen pengawal kaisar Romawi Timur (Galerius Maximianus: 305 – 311 M),  yang disiksa sebagai martir karena masuk menjadi Kristen.
Dari tempat itu kami juga mengunjungi sebuah sinagoge Yahudi yang berdekatan dengan tempat itu yang bernama   Sinagoge BenEzra. Sinagoge ini dianggap sebagai tempat suci Yahudi, karena diyakini di tempat ini Musa berdoa untuk menghentikan tulah hujan es yang didatangkan oleh Allah kepada orang-orang Mesir (Kel. 9: 33) Menurut tradisi di dekat tempat inilah juga bayi Musa ditemukan oleh Putri raja Farao di sungai Nil. (Kel. 2: 5-10).
Sehabis makan siang kami mengunjungi sebuah Toko barang-barang souvenir berupa gambar-gambar atau lukisan yang  semuanya terbuat dari kertas papyrus, misalnya gambar Tuhan Yesus di salib, gambar Perjamuan kudus, dan lukisan-lukisan alam, yang sangat indah sekali. Kertas papyrys itu terbuat dari semacam tanaman , yang mirip bunga bakung, yang setelah diolah menjadi kertas yang sangat kuat sekali dan tahan disimpan beribu-ribu tahun lamanya. Di atas keras seperti inilah ditulis tulisan-tulisan kitab Perjanjian Lama yang ditemukan di gua Qumran dekat Laut Mati belum lama ini. Juga kitab-kitab Injil dan Surat-surat dalam Kitab Perjanjian Baru konon katanya juga ditulis dalam kertas papyrus tersebut. 
Besoknya setelah sarapan pagi kami pergi mengunjungi kota Aleksandria, sebuah kota tua yang terletak di sebelah Utara Mesir, persis di tepi pantai Laut Tengah, dengan jarak 208 km dari Kairo. Kota ini  dulu merupakan kota termegah pada zaman Hellenistik (Yunani), dan merupakan pusat budaya Yunani. Juga merupakan kota nomor dua setelah Roma pada zaman Romawi, dan termasuk salah satu pusat kekristenan pada zaman gereja mula-mula, yakni gereja Koptik Orthodoks. Tetapi setelah kota ini dikuasai oleh  Islam  pada abad pertengahan, kota ini  mengalami kemunduran  dan pusat pemerintahan berpindah ke kota Kairo, demikian juga halnya dengan  pusat kekristenan Koptik (Mesir).
 Di Aleksandria, pertama kami mengunjungi sebuah gereja katedral Orthodoks Koptik Aleksandria, yang merupakan gereja yang terbesar di Mesir dan Timur Tengah. Gereja ini diyakini sebagai hasil penginjilan rasul Markus (penulis Injil Markus), yang menginjili di sana pada  tahun 42 M dan sekali gus sebagai uskup pertama dari gereja itu sampai tahun 62 M. Gereja ini masuk himpunan Gereja Orthodoks Oriental yang berbeda dari gerekja Orthodoks lainnya sejak konsili Kalsedon tahun 451, di mana gereja ini menganut faham monofisit (satu tabiat) Kristus , yakni tabiat keilahian, sedangkan gereja-gereja orthodox yang lain menganut faham diofisit (dua tabiat) Kristus, yakni tabiat keilahian dan tabiat kemanusiaan. Sebagaimana gereja-gereja Koptik lainnya, gereja ini memakai bahasa dan tulisan Arab, termasuk Bibel itu sendiri.
Dari Gereja Orthodoks Koptik itu kami  menikmati pemandangan pantai laut  kota Aleksandria yang sangat indah sekali. Dari sana nampak pemandangan laut yang sangat luas sekali. Di sebuah rumah makan di tepi pantai itulah juga kami makan siang,  dengan hidangan ikan laut. Sehabis makan siang kami pergi melihat  sebuah bangunan yang bulat  besar berbentuk matahari, yang merupakan symbol kepercayaan Mesir zaman dulu yang memuja Dewa Matahari.  Berdekatan dengan itu ada perpustakaan Aleksandria yang besar. Tetapi sayang kami tidak mempunyai kesempatan untuk memasuki perpustakaan itu.  Dari sana   kami kembali ke  penginapan di Kairo.
Setelah menginap tiga hari tiga malam di Kairo,   tanggal 15 Juni 2012,  kami masih mempunyai kesempatan berkeliling  melihat-lihat kota Kairo,  yang pada waktu itu  berpenduduk lebih dari  17 juta jiwa, hampir dua kali penduduk kota Jakarta. Hampir semua perumahan adalah rumah-rumah bertingkat tinggi,  yang merupakan rumah susun dan apartemen. Lalu lintas sangat padat dan sering macet, tetapi di sana hampir tidak dijumpai adanya sepeda motor. Angkutan umum, selain dari bus-bus besar, dan bus sedang,di sana banyak juga dijumpai anggkutan Bajaj biru seperti yang ada di Jakarta.
Dalam kesempatan  mau menuju bandara, kami berkesempatan mengunjungi sebuah gereja Koptik yang sangat unik sekali, yang sering disebut orang“Gereja Sampah”, nama yang  sebenarnya tidak layak dikenakan kepada sebuah gereja. Tetapi orang-orang yang datang ke sana sering menyebut demikian, karena gereja itu terletak di sebuah bukit batu, di mana jalan menuju ke tempat itu,  terdapat  tempat penimbunan sampah dari seluruh kota Kairo. Hampir semua penduduk di sekitar lokasi itu yang berjumlah sekitar 50 ribu jiwa bekerja sebagai pemulung sampah. Mereka dilokaliser oleh pemerintah di tempat itu di mana  perumahan mereka juga dibangun oleh pemerintah kota Kairo.
Gereja itu merupakan sebuah gua yang sangat besar, beratapkan batu gua. Tempat duduknya  juga dibentuk dari batu yang ada di gua itu, yang disusun seperti tribun, dan bisa menampung  10.000 orang. Anggota gereja itu pada umumnya adalah para pemulung sampah yang berdiam di tempat itu, yang pada umumnya mereka tertarik menjadi Kristen melalui hasil pelayanan   dari gereja tersebut.
Gereja ini mempunyai sejarah yang sangat unik sekali. Nama sebenarnya dari gereja itu adalah Gereja Samaan El-Kharas. Nama yang  sangat dikaitkan dengan sejarah berdirinya gereja ini ialah Simon The Tanner (Simon penyamak kulit). Ia adalah seorang rabi (guru) di gereja Orthodoks Koptik Kairo pada masa pemerintahan Muslim di Kairo yakni Khalifah Al-Muizz Li-Deenllah yang berkuasa dari tahun 953-975 M. Pada waktu itu Patriakh (Pemimpin) gereja Orthodoks Koptik adalah Abraham Suriah. Abraham ditantang oleh penguasa Muslim itu untuk membuktikan kebenaran dari perkataan Yesus yang tertulis dalam Injil Mat. 17:20, yang mengatakan: “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebiji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: pindahlah dari tempat ini ke sana – maka gunung itu akan pindah dan takkan ada yang mustahil bagimu”.
Dalam masa tenggang waktu yang  diberi selama tiga hari untuk pembuktian ayat tersebut, maka Abraham  mengumpulkan sekelompok biarawan, imam dan tua-tua untuk bersamanya selama tiga hari tinggal di gereja mengadakan doa penebusan dosa. Pada pagi hari ketiga, saat Abraham berdoa di gereja Perawan Suci Al-Muallaqa (Gereja Gantung), dia melihat  Sang Perawan Suci dan  menyuruhnya pergi ke pasar besar dan berkata: “Engkau akan menemukan seorang pria bermata satu dan ia membawa sebuah botol besar penuh dengan air. Engkau harus memintanya untuk menyelesaikan apa yang dituntut dari padamu, karena di tangannya keajaiban akan terwujud”. Segera setelah mendengar perkataan Perawan Suci itu maka Abrahampun pergi  dan bertemu dengan pria itu.
Pria yang dimaksud ialah Sint Simon The Tanner, yang telah tercabut matanya sesuai dengan perkataan Yesus dalam Mat. 5: 29 (Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka).
Pada waktu itu kebanyakan orang-orang Kristen Koptik di Mesir adalah pengrajin, termasuk Simon yang bekerja di salah satu usaha kerajinan penyamakan kulit (pembuatan sepatu) yang ada di Babel (Kairo Lama). Kerajinan tersebut masih di kenal di sana sampai sekarang.
Setelah menceriterakan maksud dan tujuannya, maka Simon mengatakan kepada Abraham untuk pergi dengan para imam dan semua umatnya ke gunung Muquattam, juga bersama dengan dia yang meminta Abraham untuk membuktikan ayat Alkitab (Mat. 17: 20) itu. Simeon juga meminta Abraham untuk menangis dan berdoa mengucapkan kalimat: “Ya, Tuhan, kasihanilah kami”, sebanyak tiga kali, serta membuat tanda salib di atas gunung  tersebut. Abraham mengikuti semua apa yang dimintakan oleh Simon dan “Bukit Muquattam pun terangkat dan bergeser sejauh tiga km, karena terjadinya gempa bumi yang sangat dahsyat”. Setelah mujizat dilakukan segeralah Abraham teringat akan Simon dan ketika Abraham mencarinya, Simon The Tanner telah menghilang dan tak seorang pun bisa menemukannya.
Kemudian selama tahun 1989-1991, para pendeta Koptik dan para archeolog mencari peninggalan dari Simon Penyamak Kulit itu dan kerangkanya ditemukan di Gereja Sint Maria (Gereja Gantung), pada tanggal 4 Agustus 1991, tepat satu meter di bawah tanah permukaan gereja. Dalam gereja di mana kerangka St. Simon ditemukan juga ditemukan sebuah lukisan yang menggambarkan Patriakh Koptik Abraham dan seorang lainnya yang berkepala botak membawa dua botol air untuk menyamak kulit. Sosok tersebut kemungkinan besar adalah St.Simon The Tanner karena dia dikenal sebagai pembawah wadah air untuk masyarakat miskin. Wadah air juga ditemukan di bawah tanah gereja itu di mana tertera tanggalnya yang sudah lebih dari seribu tahun dan diyakini sebagai wadah air tanah liat yang digunakan oleh Simon The Tanner untuk membawa air bagi masyarakat miskin. Wadah itu disimpan di Gereja St. Simon di bukit Muquattam yang sekarang ini  sering disebut sebagai “Gereja Sampah”.

Kembali ke Jakarta. Sehabis mengunjungi  “Gereja Sampah”, maka rombongan langsung menuju bandara kota Kairo. Dengan menompang pesawat Emirates kami kembali ke Jakarta, setelah transit selama enam jam di bandara Dubai. Kami tiba di bandara Sukarno-Hatta pada pukul  15.00 WIB, hari Sabtu 16 Juni 2012.  Demikianlah perjalanan tour kami ke Yerusalem dan sekitarnya, yang memakan waktu hampir dua minggu lamanya. Sesampai di Jakarta dengan pengalaman dan kenangan yang sangat  indah dan berharga itu rasanya timbul kerinduan lagi untuk bisa  melakukan perjalanan seperti itu lagi. Tetapi biarlah Tuhan yang mengatur semua apa yang kita  inginkan, dan untuk pengalaman ini  kami ucapkan syukur dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan yang memberi kesempatan kepada hamba-Nya dan istri untuk dapat melakukan perjalanan  mengunjungi tempat-tempat bersejarah dan indah sekali di Tanah Israel dan sekitarnya, sebagai Tanah Perjanjian Allah dulu kepada umat-Nya.(msm panjaitan)