Selasa, 29 September 2020
B A I T A L L A H
B A I T A L L A
H
Selasa, 15 September 2020
KETIKA ISRAEL UMAT YANG DIPILIH OLEH ALLAH MENGINGKARI PERJANJIAN DENGAN ALLAH DAN JATUH KEPADA KEDUNIAWIAN
KETIKA ISRAEL UMAT YANG DIPILIH
OLEH ALLAH MENGINGKARI PERJANJIAN DENGAN ALLAH DAN JATUH KEPADA KEDUNIAWIAN
Oleh: Pdt MSM
Panjaitan, MTh
Walaupun Sejarah Israel sering dikhotbahkan oleh
para pelayan atau pendeta kepada umat gereja dan umat kristiani pada umumnya,
tetapi hal itu mungkin hanya sekedar diberitakan dan dikhotbahkan, namun sangat
kurang direnungkan secara mendalam. Sering dikhotbahkan bahwa orang Israel
dipilih dan dijadikan oleh Allah sebagai bangsanya tetapi keberadaan Israel sebagai bangsa Allah sering salah
dipahami. Banyak orang Kristen menganggap bahwa keberadaan Israel sebagai bangsa Allah sifatnya
permanen, yang berlaku sepanjang
zaman. Karenanya sampai sekarang orang Israel itu sering terlalu diagungkan dan
dibanggakan oleh banyak orang Kristen, mereka dianggap sebagai umat yang sangat
diistimewakan oleh Allah dari antara bangsa-bangsa . Umat Israel sendiri pun
sering memahami dirinya seperti itu, sehingga mereka sering menyombongkan diri
dan beranggapan bahwa apa pun yang
mereka lakukan, Allah akan tetap
berpihak kepada mereka, dan melindungi mereka.
Tetapi
kalau kita telusuri sejarah Israel mulai dari pengangkatannya sebagai bangsa
Allah, keberadaan itu sebenarnya
tidaklah bersifat permanen. Keberadaan mereka sebagai umat Allah diikat oleh
perjanjian di gunung Sinai, di mana mereka dibina oleh Allah untuk percaya
kepada Allah Jahwe dan bertindak sesuai dengan firman atau hukum Allah, sebagaimana diberitakan dalam Keluaran 19 dan
20. Dalam Keluaran 19: 5-6 Allah berfirman kepada umat Israel: “Jadi
sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada
perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara
segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi
bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus”. Lalu Firman Tuhan yang
bersifat janji ini disambut oleh umat Israel dengan mengatakan: “Segala yang
difirmankan TUHAN akan kami lakukan." ( ayat 8). Sesudah perjanjian ini
maka Allah memberikan Firmannya, yang dikenal dengan Hukum Allah yang sepuluh
itu, yang dituliskan dalam dua log batu. Inti dari kesepuluh hukum itu
sebagaimana jelas terlihat dalam pengajaran Yesus kepada pengikut-Nya di
kemudian adalah: mengasihi Tuhan Allah dengan segenap hati dan dengan segenap
jiwa dan dengan segenap akal budi, dan mengasihi sesama manusia seperti diri
sendiri. ( Matius 22: 37-39). Dengan demikian keberadaan mereka sebagai
bangsa Allah, diikat oleh perjanjian, yakni mereka akan menjadi bangsa Allah,
akan menjadi kerajaan imam dan bangsa yang kudus, jika umat itu tetap
setia kepada apa yang mereka janjikan, yaitu mematuhi Firman Tuhan. Jika mereka
tidak setia kepada perjanjian itu dan bahkan mengingkarinya, maka keberadaan
mereka sebagai bangsa Allah dengan sendirinya
akan lepas dari diri mereka.
Jadi dalam perjanjian itu, Israel dijadikan sebagai kerajaan imam dan bangsa yang kudus.
Ini berarti bahwa umat itu dikuduskan oleh Allah dan dipisahkan dari bangsa
lain di dunia ini untuk melayani Tuhan Allah dan hidup sepenuhnya bagi Allah. Mereka
mau dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk menjalankan missi-Nya di
tengah-tengah dunia yakni rencana penyelamatan manusia dari kekuasaan
dosa. Sehubungan dengan itu melalui
kesaksian, mereka diharapkan akan memperkenalkan Allah kepada bangsa-bangsa
sekitar agar mereka juga ikut mempercayai Allah yang mereka sembah itu. Untuk
itu Allah langsung yang menjadi raja dan pemimpin mereka. Allahlah yang memilih pemimpin bagi mereka yang dipenuhi dengan Roh Allah dan diberi
karunia atau kemampuan khusus untuk memimpin dan melindungi bangsa itu dari
tangan musuh. Itu nyata dalam kepemimpinan para hakim-hakim. Sampai empat belas
hakim memimpin, Israel masih mengikuti
para hakim itu.
Tetapi pada masa
Samuel ( hakim ke 15) memimpin
mereka, umat Israel mulailah menuntut supaya bagi mereka diangkat
seorang raja, karena mereka tidak mau lagi dipimpin oleh hakim, tetapi dipimpin
oleh seorang raja sama seperti bangsa-bangsa lain di sekitar mereka. Mereka
berkata kepada Samuel: "Engkau sudah tua dan anak-anakmu
tidak hidup seperti engkau; maka angkatlah sekarang seorang raja atas kami
untuk memerintah kami, seperti pada segala bangsa-bangsa lain." ( 1 Sam. 8:
5). Dengan rasa menyesal Samuel
menyampaikan tuntutan umat itu kepada
Allah dalam doanya. Tuhan mengabulkan permintaan dari umat itu dengan berfirman
kepada Samuel: “Dengarkanlah perkataan umat itu dalam segala hal yang dikatakan mereka
kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi akulah yang mereka
tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka”. ( ! Sam.8: 9). Itu
berarti Allah mengabulkan permintaan mereka, tetapi harus diberitahu dengan jelas, apa yang
menjadi hak raja dan kewajibannya. Tetapi walaupun mereka diberitahu hak dan
kewajiban seorang raja yang cukup berat, mereka tidak menghiraukan itu, mereka
tetap memaksakan supaya kepada mereka diberi seorang raja, yang berkuasa
menghakimi dan memimpin mereka dalam perang, sehingga mereka sama seperti
bangsa-bangsa lain. Dengan demikian umat Israel tidak mau sebagai kerajaan imam
dan bangsa yang kudus sebagaimana diharapkan oleh. Mereka ingin menjadi sama
dengan bangsa-bangsa lain di sekitarnya, yakni kerajaan yang bersifat politis,
kerajaan yang mempunyai raja berkekuasaan,
dan yang menjalankan kekuasaaannya dengan cara-cara duniawi. Inilah
pengingkaran mereka yang pertama atas apa yang sudah ditetapkan dan dijanjikan
Allah pada mereka.
Allah memang masih bersifat
“manganju” ( bersabar hati ) atas umat itu. Atas petunjuk Allah, jadilah Saul
dari suku Benjamin dipilih dan diurapi oleh Samuel menjadi raja Israel yang
pertama. Setelah pengurapan itu maka Saulpun dipenuhi dengan Roh Allah yang
memberi kekuatan kepadanya sehingga ia mampu mengalahkan musuh-musuh bangsa itu
yakni Moab, Amon, Edom, raja negeri Zoba dan orang Filistin ( 1 Sam. 14: 47}.
Tetapi kemudian Roh Allah meninggalkan dia, ketika dia tidak mematuhi perintah
Allah, terutama dalam mengalahkan Amalek. Allah memerintahkan supaya Saul
memusnahkan bangsa itu beserta seluruh harta dan ternak mereka. Tetapi Saul
mengingkari perintah itu, karena dia menyelamatkan Agag, raja orang Amalek itu dan menyelamatkan
seluruh ternak-ternak dari bangsa itu yang terbaik dan yang berharga untuk
dirinya. Yang dimusnahkan hanyalah segala hewan yang tidak berharga dan buruk.
Setelah Roh Allah meninggalkan Saul maka dia tidak mampu lagi mengalahkan orang
Felistim dan musuh-musuh yang lain. Tuhan pun menolak dia sebagai raja, yang
membuat dia dirasuki oleh roh jahat sehingga jiwa dan pikirannya menjadi
terganggu. Untuk memberi hiburan kepadanya dalam menenteramkan hati, jiwa dan
pikirannya, dicarilah seorang yang pandai bermain musik. Untuk itu
ditemukanlah Daud, seorang gembala
ternak dari Betlehem, yang setelah Saul ditolak oleh Allah, dia telah diurapi
oleh Samuel menjadi raja atas petunjuk Allah. Daudlah yang kemudian menjadi
pengganti Saul. Di bawah pemerintahan Daud Israel menjadi kerajaan yang berjaya
dan wilayahnya semakin meluas. Bangsa Israel hidup makmur aman dan
tenteram. Namun Daud juga sering tergoda
dengan godaan-godaan duniawi, termasuk dalam hubungan kepada perempuan. Selain
dengan puluhan istrinya yang dianggap sah, dia juga melakukan perzinahan dengan
Batseba istri dari panglima perangnya sendiri yakni Uria. Dia kemudian
menjadikan Batseba menjadi istrinya, setelah Uria, panglima perangnya itu
dibunuh secara licik. Allah mengutus Nabi Natan untuk menegor dia atas
perbuatan jahatnya itu. Di hadapan nabi Natan Daud menyesali dosa dosanya. Namun
di mata orang-orang Israel, Daud adalah raja yang diagungkan. Kelemahan-kelemahannya
itu seolah-olah bisa ditutupi dengan kebesaran dan kehebatan Daud tersebut. Allah
memang mengampuni dosa-dosa Daud. Tetapi walaupun Allah mengampuni dosa-dosa
Daud, namun akibat dari dosa-dosanya itu dikenakan oleh Allah kepada anak-anaknya
dan kepada bangsa itu. Anak-anaknya menjadi kacau dan saling membunuh untuk
merebut kekuasaan dari ayah mereka. Akibatnya Allah tidak membiarkan
anak-anaknya itu mewarisi tahta Daud. Itu diberikan kepada Salomo yakni anak
Daud dari hubungan dengannya Batseba. Salomo terkenal sebagai raja yang sangat
bijaksana dalam menjalankan pemerintahannya. Dia mempunyai hubungan yang baik
dengan raja-raja lain dari negeri tetangga. Suatu karya yang membuat dia sangat
terkenal ditengah-tengah umat Israel ialah, keberhasilannya membangun Bait
Allah di Yerusalem.Walaupun ayahnya Daud telah bertekad membangun Bait Allah
itu, tetapi Allah tidak mengijinknnya, karena tangannya telah banyak berlumuran
dengan darah.Tetapi setelah masa Salomo,
kerajaan Israel menjadi kacau dan
terbelah menjadi dua, karena setelah kematiannya diketahuilah banyak
tindakan-tindakan Salomo yang dirasakan oleh umat itu sebagai penindasan,
terutama melalui pajak yang sangat memberatkan
yang dipungut dari rakyat.
Apa
yang terjadi menimpa bangsa itu adalah akibat dari ketidak setiaan mereka
terhadap perjanjian yang diikat dengan Allah. Israel kemudian menjadi bangsa
yang terhukum dan hancur. Itu dimulai dengan perpecahan bangsa itu menjadi dua
setelah raja Salomo, yakni kerajaan Israel yang terdiri dari 10 marga ( di
bagian Utara) yang berpusat di Samaria, dan kerajaan Yehuda yang terdiri dari dua
marga saja ( di bagian Selatan ), yang berpusat di Yerusalem. Karena di
kerajaan Utara para raja yang bukan lagi dari dinasti Daud sibuk dengan perebutan
kekuasaan, dan demi kekuasaan, mereka membawa kepada bangsa itu, kepercayaan
kepada dewa Baal maka kerajaan Israel
Utara itu, akhirnya hancur tahun 722 seb.M, ditaklukkan bangsa Asyria. Sejak
itu keberadaan kerajaan Israel yang
terdiri dari sepuluh marga menjadi hilang, dan sejarahnya tidak bisa ditelusuri
lagi sampai sekarang. Ada yang mengatakan, mereka menjadi terbuang dan berserak
ke mana-mana ke berbagai belahan dunia
ini, dimana mereka menjadi bercampur baur dengan bangsa atau suku bangsa setempat,
baik dalam perkawinan, adat istiadat, budaya bahkan kepercayaan. Identitas
mereka sebagai orang Israel tidak ditemukan lagi.
Kerajaan
Yehuda yang terdiri dari dua marga yakni Yuda dan Benyamin, di tambah dengan
orang-orang Lewi yang khusus melayani di Bait Allah dan beribukota di Yeusalem
masih bisa bertahan sampai tahun 596 seb.M. Mereka juga dihukum oleh Allah
karena ketidak setiaan mereka kepada janji Allah dan karena tidak mau mendengar
suara nabi-nabi yang diutus oleh Allah mengajak mereka untuk bertobat. Sejak
tahun 596 seb.M itu Yehuda menjadi bangsa yang terbuang, karena kerajaan itu
harus dikuasai oleh bangsa-bangsa lain secara bergantian mulai dari Kerajaan Babilonia, Persia, Yunani dan Roma. Pada tahun
586 seb.M kota Yerusalem dan Bait Allah di dalamnya dihancurkan oleh tentera
Babilonia, dan orang-orang Yehuda khususnya golongan atas dan orang-orang
berpengaruh dibawa ke Babilonia sebagai orang-orang tawanan. Pada masa
kekuasaan Persia, yang menaklukkan Babilonia, yakni tahun 536 seb. M yang
dipimpin oleh raja Kores, orang-orang Yehuda yang sempat terbuang ke Babilonia diberi kebebasan
untuk pulang ke tanah Yehuda dan membangun kota dan Bait Allah Yerusalem yang
sudah hancur. Tetapi selama kurun waktu itu Tanah Yehuda dan kota Yerualem
adalah tetap sebagai daerah jajahan atau kekuasaan Persia.
Berbarengan dengan pembangunan Bait Allah, maka orang-orang Jehuda
diorganiser bukan lagi dalam bentuk kerajaan, tetapi dalam bentuk keagamaan
yang dipimpin oleh imam Esra. Agama itulah yang bernama Agama Jahudi, atau
Judaisme, yang pusatnya Bait Allah di
Yerusalem. Kemudian mulai tahun 333
muncul kerajaan Yunani dari Eropa yang dipimpin oleh Aleksander Agung menguasai
negeri itu. Lalu tahun 166 seb. M kerajaan
Yunani menjadi keraaan yang lemah. Pada saat itulah Judaisme yang
berobah menjadi sebuah organisasi keagamaan, yakni agama Yahudi mencoba
melakukan suatu gerakan yang dipimpin
oleh kaum Makkabeus untuk membebaskan
negeri mereka dari kuasa negara asing. Tetapi gerakan ini tidak bisa
berlangsung terus, karena munculnya kekuasaan baru dari Eropa yakni kekaisaran
Romawi yang menguasai seluruh wilayah
Israel lama termasuk Yehuda dan Yerusalem mulai tahun 63 seb. M. Romawi
menyebut nama negeri itu Palestina. Nama itu berasal dari kata “Filistine”,
yakni nama sebuah suku bangsa yang
berdiam di bagian Selatan Tanah Kanaan ( Gaza, Asdod), yang merupakan musuh
utama Israel ketika memasuki Tanah Kanaan, dan juga setelah Isreal menjadi
sebuah kerajaan. Sejak itu sampai tahun
614 M, Yerusalem dan daerah-daerah lain di Palestina, serta Asia Barat menjadi
bagian dari daerah kekuasaan Romawi dan Byzantium (Romawi Timur). Mereka
menjadi warga kekaisaran Romawi yang harus tunduk kepada hukum Romawi, walaupun
agama mereka yakni Yahudi diakui oleh Romawi, sebagai agama yang resmi di
negeri itu.
Ketika
kerajaan Israel dan Yehuda jatuh kepada keduniawian yang menimbulkan timbulnya
berbagai masalah dan krisis dalam kehidupan bangsa itu, Allah sudah mengutus
nabi-nabi untuk mengingatkan mereka dan mengajak mereka untuk bertobat. Tetapi
mereka selalu mengabaikan seruan pertobatan itu. Mereka tetap menuruti kehendak
mereka sendiri dan melawan Allah. Karena itulah berbagai hukuman dikenakan
Allah kepada mereka, dan para nabi
diutus untuk menubuatkan kelahiran Raja
Damai bagi mereka dan bagi seluruh bangsa di dunia ini, yakni Raja yang diurapi
Allah ( Mesias ), yang kekuasaanNya kekal, penuh hikmat, yang mendasarkan
kekuasaannya dengan keadilan dan kebenaran ( Yesaya 11: 1 dst). Raja itulah
yang akan membawa damai bagi dunia ini. Nubuatan itu digenapkan dalam diri
Yesus Kristus, yang lahir di Betlehem, ketika negeri itu dalam kekuasaan
Romawi. Teapi orang-orang Yahudi tidak mempercayai Yesus itu sebagai Mesias
sebagaimana dinubuatkan oleh nabi-nabi, karena di mata mereka Yesus itu terlalu
lemah, tidak mampu membebaskan mereka dari kekuasaan Romawi yang sedang menguasai
mereka pada waktu itu. Yesus tidak sesuai dengan harapan mereka sebagai Mesias,
yang dijanjikan oleh para nabi. Akhirnya
Yesus yang mengakui dirinya sebagi Mesias atau Kristus dan sebagai Anak Allah
didakwa mereka telah menghujat Allah dan menistakan agama mereka. Mahkamah
tertertinggi agama mereka menjatuhi Dia hukuman mati. Lalu mereka
menyerahkannya kepada penguasa Romawi setempat yakni Pilatus untuk mengeksekusi
hukuman mati atas diri Yesus dengan cara disalibkan.
Karena tidak menerima Yesus sebagai Mesias, maka
Allah menghukum mereka dengan membiarkan tentera Romawi yang dipimpin oleh
Jenderal Titus tahun 70 M menghancurkan
Yerusalem dan menghalau orang-orang Yahudi dari negeri itu. Bait Suci
yang pernah direnovasi raja Herodes dalam pemerintahan Romawi dihancurkan, dengan
tidak ada sisanya. Kejadian ini sudah
dinubuatkan dan diratapi oleh Yesus, sebelum kematianNya. “Ketika beberapa
orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu yang dihiasi
dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan,
berkatalah Yesus: "Apa yang kamu lihat di situ -- akan datang harinya di
mana tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain;
semuanya akan diruntuhkan."
( Lukas.
21: 5-6 dan ay. 20-24). Lalu mereka
terpencar-pencar ke berbagai negara di dunia ini, terutama ke Eropa dan
kemudian ke Amerika. Hancurnya kota Yerusalem dan Baith Allah,
serta terpencarnya mereka ke seluruh dunia, itulah akhir sejarah Israel, yang pada
awalnya diharapkan oleh Tuhan Allah sebagai umat-Nya untuk menjadi kerajan imam
dan bangsa yang kudus, tetapi tidak terwujud, karena mereka mengingkari
perjanjian dengan Allah dan jatuh kepada keduniawian. Keberadaan mereka telah digantikan oleh
orang-orang yang percaya kepada Yesus, yang telah dipersekutukan oleh Roh Kudus
dalam satu persekutuan yang disebut gereja. Untuk itu Allah telah memperbaharui
perjanjiannya, dan sebagai tanda perjanjian yang baru itu adalah kematian Yesus di kayu salib di Golgata,
yang dibunuh oleh orang Yahudi sendiri. Janji itu tidak lagi berlaku hanya bagi umat Israel saja seperti perjanjian yang
lama, tetapi berlaku bagi seluruh umaat manusia yang percaya kepada Yesus,
yakni gereja, sebagai persekutuan orang-orang yang percaya kepada Jesus.
Gerejalah Israel yang baru, bangsa Allah yang baru, sebagaimana dikatakan oleh rasul Petrus dalam
1 Petrus 2: 9: ”
Tetapi kamulah
bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan
Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari
Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang
ajaib.”
Perkataan ini persis sama dengan firman Tuhan Allah yang diberikan dulu kepada umat Israel dalam
mengikat perjanjiannya dengan umat itu di gunung Sinai (Kel. 19: 5-6)
sebagaimana sudah dijelaskan di atas. Karena itu gerejalah yang dipakai oleh
Allah sebagai ganti Israel yang lama yang telah gagal memabawa missi
penyelamatan Allah, untuk membawa missi itu dengan memberitakan Injil
keselamatan Allah ke seluruh bangsa-bangsa, agar dengan percaya kepada Yesus
Kristus, mereka ikut mewarisi keselamatan itu sendiri. Kalau gereja mengingkari
perjanjiannya dengan Tuhan, mengabaikan tugas panggilan yang diberikan Tuhan
kepadanya, dan melalui pemimpin-pemimpinya gereja juga jatuh kepada
keduaniawian, bukan tidak mungkin apa yang terjadi bagi Israel, akan terjadi juga bagi gereja. ( MSM Panjaitan)
Rabu, 02 September 2020
MAKNA ZIARAH KE KUBURAN MENURUT KEPERCAYAAN KRISTEN
MAKNA ZIARAH KE
KUBURAN MENURUT KEPERCAYAAN KRISTEN
Belakangan ini orang-orang Kristen
telah banyak yang mempunyai kebiasaan melakukan ziarah ke kuburan. Pada
dasarnya kebiasaan itu adalah berasal dari orang muslim. Kata ziarah
sendiri adalah serapan kata Arab, yang
berarti berkunjung, bisa berkunjung ke kerabat dan berkunjung ke kuburan.
Ziarah ke kerabat mempunyai makna untuk memperteguh tali atau hubungan
silaturahmi, sedangkan ziarah ke kuburan untuk mengingat kematian itu sendiri
yang menimpa seiap orang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KIBI) kata
“ziarah” diartikan sebagai “kunjungan ke tempat-tempat yang dianggap kramat atau
mulia ( makam dan sebagainya)”, sedangkan berziarah diartikan sebagai perbuatan
“berkunjung ke tempat-tempat yang dianggap kramat atau mulia (makam dan
sebagainya) untuk berkirim doa”. Tidak disebut berkirim doa untuk siapa, tetapi
dari prakteknya mungkin berkirim doa kepada Allah untuk arwah orang mati yang
dikubur dalam kuburan itu, sesuai dengan kepercayaan Islam.
Walaupun mungkin banyak orang
kristen mengartikan ziarah seperti pemahaman Islam atau pengertian yang disebut
dalam KIBI itu, tetapi makna ziarah menurut
kepercayaan Kristen yang sebenarnya tidak
seperti itu halnya. Bagi orang Kristen kebiasaan ziarah itu banyak dilakukan
pada Hari Paskah atau masa Akhir Tahun
Gerejawi yang sekaligus juga ditetapkan sebagai Peringatan akan orang yang
telah meninggal. Tetapi melakukan ziarah tidak dibatasi hanya pada hari-hari
seperti itu. Kita bisa melakukan ziarah atau kunjungan ke kuburan setiap waktu.
Dalam melakukan kunjungan ke kuburan itu biasanya juga sekaligus membersihkan
kuburan itu dari rerumputan yang menumbuhi kuburan tersebut, supaya kuburan itu
kelihatan bersih dan indah jangan menyeramkan. Banyak kuburan yang tidak
terurus, yang sangat jarang dibersihkan, semak belukar tumbuh begitu saja
sehingga kuburan itu kelihatan sangat menyeramkan dan menakutkan sekali. Kuburan tidak seharusnya ditakuti, seolah-olah
roh-roh orang mati itu bergentayangan di sana. Orang-orang Kristen yang berlatar-belakang
Batak, masih ada yang menganggap bahwa
ziarah ke kuburan itu, terutama kuburan orang tua atau moyangnya adalah untuk menghormati roh orang yang sudah
meninggal itu, bahkan ada yang meminta
berkat kepadanya untuk memperoleh rezeki yang baik dan kesehatan, atau
bahkan agar diberi jodoh bagi yang belum
mempunyai jodoh dan keturunan bagi orang
yang belum mempunyai keturunan. Dengan anggapan seperti itu tidak jarang adanya dulu orang
mengunjungi kuburan dengan membawa
makanan dan diletakkan di atas kuburan itu dan dipercyai bahwa perbuatan itu
menyenangkan bagi orang mati yang ada di kuburan tersebut, sehingga rohnya memberkati orang yang menaruh
makanan itu. Biasanya orang yang berbuat seperti itu adalah keturunan dari yang
meninggal itu, atau kerabat dekatnya. Tetapi perbuatan seperti itu adalah
perbutan sesat, karena dalam kepercayaan kristen tidak ada lagi roh orang mati.
Yang mempunyai roh adalah orang yang masih hidup, dan roh itu adalah kekuatan yang berasal dari Allah yang membuat
manusia itu hidup ( Kejadian 2: 7 ). Ada juga yang mengganggap orang mati itu
punya hantu atau begu, yang bisa
mengganggu atau menyakiti mausia yang hidup yang tidak disukainya. Ini adalah
juga pikiran yang sesat. Dalam kepercayaan kristen, orang mati tidak bisa lagi
berhubungan dengan orang hidup, dan orang hidup
juga tidak bisa berkomunikasi dengan orang mati. Dalam Pengkotbah 9: 5-6
disebut “....orang mati tak tahu apa-apa,
tak ada lagi upah bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap. Baik
kasih mereka maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan
untuk selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala sesuatu yang
terjadi di bawah matahari.” Tetapi
iblis yang selalu berusaha menyesatkan manusia, bisa menyamar sebagai
“hantu” orang meninggal mendatangi seseorang, seolah-olah dalam anggapan orang
hidup yang didatangi itu seseorang yang sudah meninggal itulah yang mendatangi
dirinya.
Lalu dalam melakukan ziarah, apakah
berdoa bisa dilakukan di kuburan? Di mana-mana kita bisa berdoa, termasuk di
kuburan. Tetapi jika kita berdoa di kuburan, tentu yang kita doakan bukanlah orang
mati yang ada dalam kuburan itu, dan tidak juga meminta sesuatu dari orang mati
iu. Kita tetap berdoa kepada Allah Bapa, dan yang kita doadakan adalah diri kita
yang masih hidup, supaya kita diberi kekuatan mejalani hari- hari hidup ini,
terutama dalam mengahadapi kematian itu sendiri. Janganlah kiranya kuasa
kematian yakni dosa, iblis dan roh-roh duniawi
yang telah ditaklukkan oleh Yesus membuat diri kita merasa cemas dan
kuatir akan hidup ini. Cuci muka pun bisa dilakukan yang juga diiringi doa
dalam hati, kiranyaTuhan yang telah mengalahkan kuasa maut membersihkan wajah
kita dari air mata yang disebabkan oleh berbagai kesedihan di dunia ini. ( Pdt Mangotang SM Panjaitan, MTh).
KEPERCAYAAN KRISTEN MENGUBAH PANDANGAN ORANG BATAK AKAN KEMATIAN
KEPERCAYAAN KRISTEN MENGUBAH PANDANGAN ORANG BATAK AKAN KEMATIAN
(Pdt Mangontang SM
Panjaitan, MTH, pendeta HKBP emeritus)
Kalau kita mau membicarakan kehidupan, kita juga
harus membicarakan kematian, karena
semua manusia harus mati. Tidak seorang pun yang bisa menghindarkan diri dari
kematian itu. Tetapi banyak orang yang enggan bahkan takut membicarakan hal
mengenai kematian, karena kematian itu dirasa sangat dahsyat sekali. Lagi pula
pandangan bangsa-bangsa dan agama-agama
di dunia ini tentang kematian itu berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan pandangan
orang-orang Kristen itu sendiri. Itu terjadi karena soal kematian sangat
bersifat rahasia. Tidak seorangpun manusia di dunia ini yang bisa menerangkan
dengan jelas bagaimana halnya kematian itu, karena kematian adalah sesuatu yang
berada di luar kekuasaan manusia.
Soal
kematian adalah rahasia Allah, yang oleh karenanya harus dijelaskan dari sudut
iman. Setiap orang yang tidak beriman kepada Allah, akan selalu merasa cemas
dan takut apabila berhadapan dengan kematian. Iman bertumbuh dalam hubungan
kepada Allah, sedangkan Allah hanya dapat dikenal melalui penyataan-Nya. Karena
soal kematian adalah rahasia Allah, maka soal kematian hanya dapat dimahami melalui penyataan-Nya juga. Orang
Kristen dapat memahami persoalan kematian itu hanya melalui kesaksian Alkitab.,
yang dibantu oleh teolog atau gereja yang sudah banyak menggumuli soal-soal
yang dihadapi manusia berdasarkan kesaksian Alkitab itu sendiri. Sehubungan dengan itu perlu juga diketahui bagaimana hal mengenai kematian
itu dipahami dan dipercayai oleh salah satu suku di Indonesia sebelum
kekristenan, yakni suku Batak, yang mayoritas suku itu telah menganut agama
Kristen, guna mengetahui sudah sejauh mana pandangan suku itu telah bisa diubah
dengan pandangan yang diperoleh menurut kepercayaan orang Kristen.
Pandangan Alkitab mengenai
kematian
Dasar pemahaman
orang Kristen mengenai kematian adalah Alkitab, mulai dari Kitab Perjanjian
Lama (PL) dan juga dalam Kitab Perjanjian Baru (PB).
Dalam kitab PL, kematian sering digambarkan sebagai suatu kengerian
( Maz.55: 4-5), suatu kecelakaan ( Ul. 30: 15, 19) dan kepahitan ( 1 Sam. 15:
32). Kematian juga sering disebut sebagai “jalan segala yang fana” (Batak:
dalan hatopan ni sandok tano on). Jika seseorang telah merasakan ajalnya telah
dekat, maka dia akan mengatakan: “Aku sekarang akan menempuh jalan segala yang
fana” ( Yos. 23: 14; 1 Raja 2: 2 ).
Dalam
PL juga dikatakan bahwa semua manusia akan mati, tanpa kecuali, karena dia
dijadikan dari debu tanah yang dapat rusak ( Kej.3: 19). Dulu ada yang beranggapan , bahwa pada mulanya manusia
dijadikan oleh Allah sebagai makhluk yang kekal, namun kemudian kehilangan kekekalannya karena dosa.
Tetapi anggapan itu tidak bisa dipertahankan. 1) Sejak semulapun manusia
telah diciptakan sebagai makhluk yang fana. Hal iu dapat diketahui dari cerita
penciptaan itu sendiri. Karena diciptakan dari debu tanah, maka manusia akan
kembali menjadi tanah juga, yang artinya dia akan mati ( Kej. 3: 19). Yang
membuat manusia hidup adalah nafas hidup
( Ibrani: nefes haya) yang
dihembuskan Allah melalui lubang
hidungnya; dengan nafas hidup itu maka manusia menjadi makhluk yang hidup (
Kej.2: 7). Ini berarti bahwa sumber hidup itu adalah Allah, dan nafas hidup itu
merupakan kuasa Allah yang menghidupkan, yang tidak pernah menjadi milik
manusia iu sendiri. Tetapi banyak yang salah memahami arti nafas hidup itu,
yang disamakan dengan roh manusia itu sendiri. Nafas hidup itu tidak bisa
diterjemahkan dengan jiwa atau roh manusia.2 Manusia bukan terdiri
dari tubuh dan jiwa, tetapi dia adalah tubuh yang berjiwa dimana tubuh dan jiwa
adalah satu kesatuan yang utuh.3) Kalau nafas hidup, yang sering
juga diartikan sebagai roh kembali kepada Allah ( Pengkh. 12: 7), maka manusia
itu, akan mati. Nafas hidup juga merupakan tali penghubung antara manusia
dengan Allah. Sehingga dengan demikian, dengan kematian hubungan manusia dari
dirinya dengan Allah menjadi putus.
(Catatan: Selain itu
dalam Kitab Pengkhotbah juga dikatakan bahwa orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah
lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap. Baik kasih
mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan untuk
selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala sesuatu yang terjadi
di bawah matahari (Pengkh.9: 5-6).
Itu berarti tidak ada lagi hubungan orang yang mati dengan orang yang
hidup di dunia ini. Dan orang yang hidup tidak bisa lagi berkomunikasi dengan
orang yang mati, apalagi memberikan
sesuatu kesukaan orang mati itu selama
masa hidupnya.
Tetapi walaupun pada mulanya manusia
diciptakan sebagai makhluk yang fana, namun kematian manusia tidak bisa
dipisahkan dari dosa manusia itu sendiri. Memang dalam Kej. 2: 17 dikatakan,
manusia akan mati kalau dia melanggar titah Tuhan. Tetapi setelah manusia
berdosa, hukuman yang diberikan secara
langsung bukanlah kematian , melainkan adalah “susah payah dalam kehidupan ini”,
yakni susah payah mencari makanan bagi
laki-laki dan susah payah untuk melahirkan bagi perempuan ( Kej.3:
16-17). Namun kesusahan tersebut yang timbul, setelah dosa dilakukan, maka kefanaan manusia
itu telah dirasakan sebagai kutuk dan kuasa kematian itu dirasakan sebagai hal
yang sangat menakutkan sekali dalam perjalanan hidupnya.4) Jadi
sejak itu, kematian dipandang sebagai peristiwa yang sangat menakutkan, dan
tempat orang-orang matipun sering digambarkan dalam kitab PL sebagai tempat
yang menakutkan juga. Tempat orang mati itu disebut Sheol, yang sering digambarkan sebagai tempat yang sunyi ( Maz.94: 7), negeri
gelap dan kelam pekat ( Ayub 10: 21 dst), tempat kebinasaan ( Maz. 88: 12; Ayub 26: 6) dan tempat dimana tidak terdengar lagi ucapan
syukur dan puji-pujian kepada Allah ( Maz.115: 17; Yes. 38: 18 dst).
Dalam
dunia sekitar Israel, kuasa kerajaan kematian sering diagung-agungkan atau
orang mati sering didewa-dewakan. Atas pengaruh dunia sekitar tersebut, di
tengah-tengah umat Israel pun pernah timbul kecenderungan ke arah pemujaan
orang mati. 5) Tetapi kepercayaan kepada Allah Yahweh tidak memperbolehkannya,
sebagaimana bisa dilihat dari adanya perlawanan yang sangat keras terhadap
pemujaan orang mati. Dlam Yes. 8: 19 dikatakan: “Apabila orang berkata kepada kamu:
"Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik
dan komat-kamit," maka jawablah: "Bukankah suatu bangsa patut meminta
petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada
orang-orang mati bagi orang-orang hidup?" ( lihat juga 1 Sam. 28: 16 dst;
Luk. 16: 27 dst). Selain mengadakan pemujaan dan pemanggilan arwah orang mati
dilarang keras dalam kepercayaan kepada Yahweh,
orang yang kena kepada mayat sendiri pun juga dianggap sebagai najis (
Bil. 19: 16). 6)
Namun demikian,
menurut pandangan PL, Sheol (tempat orang mati) tidak terlepas dari
kekuasaan Allah. Allah juga hadir di sana ( Maz. 139: 8) sebagaimana Dia juga
hadir di tengah-tengah bangsa kafir ( Amos 9: 2). Setelah adanya keyakinan
bahwa Allah juga hadir di tempat orang-orang mati, maka gambaran tentang
pahitnya kematian itu menjadi berubah. Orang mati pun dilukiskan sebagai dalam
keadaan tidur atau berbaring ( Dan. 12: 2; bd Yoh. 14: 10) meskipun dalam
keadaan tidur untuk selamanya ( Yer. 51: 39.57. Dengan adanya pengertian bahwa
orang mati ada dalam keadaan tidur maka di kemudian hari di kalangan umat
Israel timbul pulalah pengharapan dan kepercayaan akan adanya kebangkitan
orang-orang mati. Kebangkitan itu diartikan hanya bagi orang-orang yang
berkenan kepada Allah ( Yes. 26: 14. 19; bd. 2 Makkabi 7: 14; Himat Salomo 3: 1
dst; 2 Barukh 30). Tetapi kadang-kadang juga dikatakan bahwa kebangkitan itu
juga menyangkut semua orang ,yang baik maupun yang jahat. Yang berkenan kepada
Allah akan mendapat kehidupan kekal, sedangkan yang jahat akan mendapat nista
dan kengerian yang kekal ( Dan, 12: 2; bd Enokh 22). 7)
Dalam Kitab Perjanjian Baru (PB), pada zaman Yesus ada dua pandangan yang
timbul di tengah-tengah umat Yahudi tentang kematian. Pandangan yang pertama
adalah dari kelompok Saduki yang begitu keras menyangkal adanya kebangkitan
orang-orang mati. Sedangkan yang kedua adalah orang-orang Farisi yang
mengharapkan adanya kebangkitan pada akhir zaman, kecuali orang-orang murtad (
Kis. 23: 6 dst; Mat. 22: 23 ). Sikap Yesus tentang orang-orang mati lebih dekat
kepada pandangan Farisi. Dia mengajarkan kepada orang-orang Saduki, bahwa
orang-orang mati akan dibangkitkan oleh kuasa Allah dan hidup kepada Allah (
Mark. 12: 18-27). Yesus juga mempergunakan istilah tidur bagi orang-orang yang sudah mati ( Mark. 5: 39; Yoh. 11: 11).
Tetapi mengenai dihidupkannya kembali ketiga orang mati yang disebutkan dalam
PB oleh Yesus, tidak sama dengan kebangkitan Yesus. Mereka yang pernah
dihidupkan oleh Yesus itu juga akan mengalami kematian lagi. Sedangkan Yesus
yang bangkit dari kematian tidak mengalami kematian lagi. Karena itu arti yang
sebenarnya dari kematian dan kebangkitan menurut PB hanya dapat dilihat dalam
kematian dan kebangkitan Yesus.8)
Menurut
pandangan PB, kematian bukanlah peristiwa alamiah semata-mata, melainkan
sebagai hukuman atas dosa yang diperbuat manusia itu sendiri ( Roma 1: 23; 6:
16.21; 8: 6.13 ); disebutkan bahwa upah dosa adalah maut ( Roma 6: 23 ). Dosalah yang mendatangkan kematian bagi
seluruh manusia sejak dari Adam ( Roma 7: 13; 5: 12). Oleh karena dosa,
eksistensi manusia telah menjadi tubuh maut yang sudah ditakdirkan untuk mati (
Roma 7: 24 ). Orang-orang yang berbuat dosa sebenarnya telah “mati” walaupun
masih hidup ( Kol. 2: 13; Ef. 3: 1-5; Wahyu 3: 1). Tetapi kematian yang
diakibatkan oleh dosa itu tidak berakhir dengan kematian yang sudah ditetapkan
(kematian alamiah), karena masa penghakiman setelah kebangkitan orang-orang
mati masih ada, dimana seluruh orang akan diperhadapkan dengan kehidupan kekal
( Roma 6: 23) atau kematian kedua ( Wahyu 2: 11; 20: 6; 21: 8), yakni kematian
untuk selama-lamanya (bd. Barabbas 20: 1). 9)
Kematian
Yesus Kristus, yang tidak bisa dipisahkan dari kebangkitan-Nya adalah
sebagai pusat pemberitaan Injil. Oleh karena kasih karunia Allah, Dia mengalami
kematian untuk semua manusia ( Ibr. 2: 9). Dengan kematian-Nya Dia telah
memusnahkan Iblis yang berkuasa atas maut ( Ibr. 2: 14-15). Karena itu
orang-orang yang percaya kepada Yesus mengertikan kematian Yesus adalah karena
dosa-dosa kita ( 1 Kor. 15: 3), dan Dia rela mati untuk menyelamatkan kita dari
dunia kejahatan ( Gal.1: 4) dan kuasa kegelapan ( Kol. 1: 13). 10)
Bagi Yesus Kristus, kematian dan
kebangkitan yang dialami-Nya sendiri adalah karena kehadiran-Nya sebagai nabi
yang melakukan kehendak Allah ( Luk. 13: 32.33; Mat. 8: 31; 9: 31; 10: 32 ).
Dia adalah Anak Manusia yang cukup menderita
untuk menebus manusia dari perbudakan dosa. Tetapi kemudian
dipermuliakan Allah. 11)
Rasul
Paulus salah seorang penulis PB yang banyak menafsirkan arti kematian Kristus
menyebutkan bahwa kematian Kristus adalah pembebasan manusia dari dosa dan maut
( Roma 8: 2), sebagai exodus yang baru ( 1 Kor. 10: 1-2); dia juga sering
mengartikannya sebagai pembebasan dari perbudakan, korban penebusan, perjanjian
baru, pembenaran dan pendamaian manusia dengan Allah. Di pihak lain, Paulus juga melihat arti kematian Kristus itu sebagai jalan
untuk membinasakan maut ( 1Kor. 15: 26).
Kunci maut dan kerajaan maut telah berada di tangan Kristus ( Wahyu 1: 18).
Ketika Dia turun ke dalam kerajaan maut, Dia telah menghancurkan maut itu
sendiri ( 1 Petr. 3: 19; 4: 6; Ef. 4: 9). Sebagai pemenang atas maut dan anak
sulung dari antara orang mati ( 1 Kor. 15: 20), Yesus telah memberi jaminan tentang adanya panen
yang akan datang dalam kebangkitan. Dialah juga Adam yang terakhir, yang telah
membatalkan pelanggaran yang menimbulkan kematian itu. 12)
Di dalam Kristus, orang-orang percaya telah melangkah dari
kematian kepada kehidupan ( Yoh. 5: 24; 1 Yoh. 3: 14 ). Tetapi di samping itu
Alkitab juga menyatakan bahwa orang-orang percaya harus mati. Kematian yang harus dilalui oleh orang-orang
percaya itu sering dikatakan oleh Paulus dengan sebutan “tidur dalam Kristus “, maka setiap orang yang percaya kepada-Nya
akan dibangkitkan dari antara orang-orang mati pada akhir zaman( ! Kor. 15: 22
dst; 1 Tes. 4:13 dst ).
Jalan
untuk mempersatukan diri dengan kematian Kristus ialah baptisan. Setiap orang
yang memperoleh baptisan, telah dibaptiskan ke dalam kematian-Nya dan bersama
dengan Kristus dibangkitkan untuk berjalan dalam hidup baru, serta berharap
bahwa pada akhir zaman dia akan dipersatukan dengan Kristus sehingga memperoleh
kebangkitan yang sama dengan kebangkitan-Nya ( Roma 6: 3-4; Kol. 2: 12 ). Yesus sendiripun mengartikan
kematian-Nya itu sebagai baptisan (
Luk12: 50; Mark. 10: 38 ); sehingga dengan demikian apa yang disebutkan dengan
“satu baptisan” dalam Ef. 4: 5 menurut ahli tafir PB adalah menunjuk kepada kematian Kristus bagi
seluruh manusia. Sebagaimana halnya dengan baptisan, Perjamuan Tuhan adalah juga memberitakan tentang kematian Kristus (
1 Kor. 11: 26 ). Kehidupan orang-orang Kristen juga diartikan sebagai “memikul kematian Yesus dalam tubuh-Nya”,
dan dalam waktu yang sama mengharapkan bahwa kebangkitan Kristus juga akan
diwujudkan dalam tubuhnya ( 2 Kor.4: 10; 6: 9; Fil. 3: 11). 13)
Bagaimana
dengan orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus? Bagi mereka kematian adalah benar-benar
sebagai jalan menuju hukuman yang kekal. Dalam Alkitab dikatakan bahwa hukuman
bagi iblis dan pengikutnya adalah api yang kekal pada hari parusia (Mat.18: 8;
bd Yudas 7). Orang-orang yang tidak
percaya juga turut dibangkitkan, tetapi mereka dibangkitkan untuk mendapat
hukuman yang kekal.
Pandangan tokoh gereja
Dalam tulisan ini dikemukakan pandangan seorang tokoh gereja
yang banyak memberi pemahaman kepada orang Kristen mengenai kematian, yakni Martin Luther. Dalam uraiannya tentang
kematian, Martin Luther melihat arti kematian itu dari dua aspek, yakni pertama dari aspek terang
Hukum Taurat dan kedua dari aspek terang
Injil. Bagi dia kematian mempunyai arti
yang jauh melebihi sifat biologis belaka. Kematian adalah suatu realitas
kemanusiaan, yang berbeda sekali dari berakhirnya hidup tumbuh-tumbuhan atau
binatang-binatang. Berakhirnya hidup
tumbuh-tumbuhan dan binatang hanyalah karena hukum alam yang sudah ditetapkan
oleh Allah. Sedangkan kematian manusia dipandang dalam terang Hukum Allah
adalah disebabkan oleh murka Allah karena pelanggaran manusia itu sendiri
terhadap hukum Allah. Dengan demikian kematian manusia adalah kesengsaraan yang
kekal. Manusia diciptakan oleh Allah menurut gambar-Nya adalah dengan tujuan
untuk kehidupan yang kekal, bukan untuk mati. Tetapi karena pelanggarannya maka
manusia memperoleh hukuman kematian. Dengan alasan itulah maka Martin Luther mengatakan, bahwa kematian
bukan karena proses alamiah. Karena disebabkan oleh murka Allah, maka dalam menghadapi kematian, setiap orang selalu merasa takut
dan mengerikan, serta berusaha
menghindarkan diri daripadanya. Tidak seorang pun yang tidak merasa takut dan
gemetar apabila berhadapan dengan kematian. Hal itu terjadi karena dalam
kematian dirasakan bahwa Allah telah menghukum manusia. Dengan perasaan
terhukum itu manusia melihat di dalam kematian itu mulut neraka telah ternganga
untuknya. 14) Perasaan takut itu tumbuh oleh kesadaran bahwa Hukum
Taurat Allah tidak bisa dipenuhi. Maka oleh karena itulah bagi Martin Luther
sendiri Hukum Taurat selalu memberikan rasa takut dan cemas, istimewa dalam
berhadapan dengan kematian. 15)
Tetapi di pihak lain orang Kristen tidak
hanya berdiri di bawah Hukum Taurat, karena dalam waktu yang sama dia juga
mendengarkan suara Injil. Oleh Injil maka seluruh pengalaman tentang murka
Allah dan kematian telah dirobah sama sekali. Injil telah membimbing kehidupan
Kristen kepada anugerah Allah, bukan lagi kepada murka Allah. Oleh anugerah-Nya dalam Yesus Kristus yang
telah mengalahkan kematian itu, Allah telah merobah sifat kematian itu dan
telah menjadikannya menjadi alat anugerah-Nya pula. Hal ini dapat diihat dimana
Allah telah memenuhi janji-Nya kepada orang Kristen dalam baptisan dengan menyebutkan bahwa dosa-dosa telah
dikuburkan ke dalam kematian-Nya. Usaha perlawanan dan pembunuhan terhadap
dosa-dosa itu telah dimulai dalam tugas-tugas dan penderitaan yang telah diletakkan
Allah terhadap seseorang dan disempurnakan dalam kematian badani tersebut.
Dengan pengertian baru ini setiap orang Kristen harus menerima kematian itu
dengan rasa senang. Karena dengan demikian dia telah turut berjuang untuk
mengalahkan kuasa dosa. Pekerjaan ini memang sulit dilaksnakan dan tidak
seorang pun dapat mengerjakannya dari dirinya sendiri. Dia baru dapat mengerjakan itu hanya dengan
kuasa Kristus yang telah mati dengan penuh kepatuhan. Maka sejak Allah
mempergunakan kematian itu sebagai jalan untuk membebaskan manusia dari dirinya sendiri dan kematiannya, maka
orag-orang Kristen tidak perlu lagi
takut menghadapi kematian. Martin
Luther pernah berdoa: “Tolonglah kami untuk tidak menakuti kematian tetapi
supaya menginginkannya”. 16) Karena
itu bagi Martin Luther kerelaan untuk mati dalam Yesus Kristus adalah suatu
kebahagiaan. Kesempurnaan orang Kristen
terletak dalam kerinduannya kepada kematian itu sendiri. Hal itu didasarkan
atas perkataan Paulus dalam Filipi 1: 21-23, dimana Paulus menginginkan untuk
segera berangkat dari dunia ini, sehingga seluruh dosanya akan berakhir dan
kehendak Allah disempurnakan sepenuhnya
dalam dia. Dengan demikian maka
menurut Martin Luther, hukum kematian
juga bisa menjadi satu bentuk Injil bagi orang-orang Kristen. Kalau kematian sebelumnya adalah suatu
hukuman atas dosa, maka dalam terang Injil, kematian telah berobah menjadi
jalan kesembuhan atas dosa. Dalam terang Injil kematian juga telah menjadi
berkat. 17)
Setelah bebas dari murka Allah, maka kematian
telah dapat diandaikan sebagai dalam keadaan “tidur” atau beristirahat. Atau dengan gambaran lain yang pernah
dipergunakan oleh Martin Luther ialah bahwa kematian itu sudah merupakan pintu gerbang atau jembatan yang sempit
menuju kehidupan yang kekal. Kematian
juga dapat diibaratkan dengan jalan sempit yang dilalui oleh seorang bayi yang lahir ke dunia ini dari rahim ibunya.
Jalan sempit itulah jalan satu-satunya bagi sang bayi untuk bisa keluar dari
kandungan ibunya yang sempit menuju dunia yang luas ini. Maka ibarat melalui
jalan sempit dan mencemaskan itu seorang Kristen dalam menghadapi kematian itu
harus dengan penuh keyakinan dan keberanian, serta berharap bahwa apabila lolos
dari sana dia akan masuk ke dalam suatu
tempat yang sangat luas yang penuhK dengan kesukaan yang besar.
PANDANGAN ORANG BATAK AKAN KEMATIAN
Dalam
pandangan orang Batak, kematian adalah perpisahan antara tubuh (badan) dan jiwa
(roh). Walaupun setelah datangnya kekristenan, orang-orang Batak masih banyak yang memegang pandangan seperti itu. Dengan pandangan itu, dalam kematian, hanya
badanlah yang dianggap busuk di dalam tanah, sedangkan jiwa atau rohnya hidup
terus. Sampai sekarang pandangan itu masih dipegang oleh banyak orang Batak.
Walaupun sudah beragama Kristen, orang Batak masih banyak yang beranggapan bahwa jika seseorang
meninggal, maka badannya menjadi tanah, nafasnya menjadi angin dan rohnya
menjadi hantu ( dagingna gabe tano,hosana gabe alogo, tondina gabe begu). Kalau
seseorang yang meningga; itu sudah tua dan mempunyai banyak keturunan, maka
rohnya akan berubah ke tingkat yang lebih tinggi dari “begu” yakni menjadi “sumangot” dan kemudian sampai lagi ke tingkat
yang paling tinggi yakni “sombaon”, yang statusnya sudah bisa disejajarkan
dengan “debata” yang disembah. Begu, sumangot dan sombaon, yang merupakan peralihan dari roh orang yang
sudah meninggal dipercayai masih berhubungan dengan orang yang masih hidup.
Apabila begu, sumangot dan sombaon itu selalu disembah atau dihormati oleh
keturunannya dengan memberikan
sajian-sajian yang disukai semasa hidupnya maka dia akan memberkati
keturunannya itu. Tetapi kalau tidak dihormati maka dia akan menyakiti atau
mendatangkan malapetaka kepada mereka. Karena itu tugas menghormati orang tua
sangat penting bagi orang Batak istimewa menghormati orang tua yang sudah
meninggal dunia. Adanya hukum kelima dalam kekristenan yang mengharuskan untuk
menghormati orang tuanya, secara salah banyak dipergunakan oleh orang Batak sebagai dasar
yang menguatkan sikap mereka dalam kebiasaan menghormati orang tuanya yang
sudah meninggal. Pelaksanaan hukum kelima itu bagi orang Batak lebih menonjol
dalam upacara adat yang layak dan terhormat pada saat penguburan orang tua.
Misalnya dengan memberangkatkannya dengan “adat na gok”, di mana , dongan tubu
dan raja-raja adat diberi penghormatan
yang tinggi, serta menempatkan mayat
dari orang tuanya itu di tempat yang bagus
sampai kepada pembuatan makam atau tugu yang bagus. Semuanya ini masih
diyakini oleh banyak orang Batak sebagai cara untuk menghormati orang tua atau
roh nenek-moyangnya yang sudah meninggal dunia. Kalau itu dilaksanakan dengan
baik, maka mereka berharap akan menerima berkat berupa keturunan yang banyak (hagabeon), rezeki yang
baik dan kekayaan (hamoraon), umur yang panjang serta kehormatan dalam status
sosial (hasangapon), dan lain-lain.
Karena itu
sampai sekarang banyak orang Batak yang masih
sulit menerima pandangan yang mengatakan bahwa dengan kematian hubungan orang
yang sudah mati dan yang masih hidup
sudah terputus. Usaha gereja-gereja di Indonesia untuk melarang anggota-anggota
jemaatnya untuk mengadakan hubungan dengan orang-orang yang sudah mati ( seperti pemujaan kepada roh-roh orang
mati) masih belum begitu berhasil. Itu juga disebabkan karena pandangan
gereja-gereja di Indonesia tentang kematian itu juga tidak sama. Ada juga
gereja dari aliran yang berbeda, tidak jelas
melarang perbuatan menyembah roh-roh nenek moyang oleh anggota gerejanya, dan itu hanya dianggap
sebagai perbuatan budaya saja.
Oleh
karena itu gereja-gereja perlu dalam
satu kesatuan memikirkan bagaimana caranya untuk menghilangkan adanya keyakinan
yang bertentangan dengan pengajaran Alkitab itu. Barangkali orang-orang Kristen
di Indonesia khususnya orang-orang Kristen Batak yang masih sangat miskin
dengan ajaran atau pemahaman kekristenan yang berdasarkan Firman Allah, membuat
kepercayaan yang lama yang diwarisi dari kepercayaan nenek-moyangnya dengan
mudah bisa muncul kembali. Kalau hal itu dibiarkan begitu saja, maka pada suatu
waktu iman kepada Allah Tritunggal, akan bergeser kepada kepercayaan atas kuasa
roh-roh orang mati. Pengertian akan kematian yang meliputi totalitas eksistensi
manusia perlu diajarkan secara mendasar di tengah-tengah orang Kristen,
khususnya masyarakat Kristen Batak. Orang yang mati dengan totalitas
eksistensinya itulah kemudian yang akan dibangkitkan pada akhir zaman, dan
menerima kehidupan yang kekal di surga apabila dirinya dirinya semasa hidupnya
di dunia ini menerima Yesus dalam seluruh ekistensinya.
KEMATIAN MENURUT KONFESSI
HKBP 1996
Konfesi ialah suatu pengakuan atau pernyataan iman yang
dirumuskan oleh gereja berdasarkan hasil pemahaman, pergumulan dan penghayatan
gereja itu akan Firman Allah yang dinyatakan di dalam Alkitab, untuk dijadikan
sebagai pegangan bagi setiap warga gereja itu dalam menyaksikan imannya di
tengah-tengah dunia dan dalam melawan berbagai ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran
Alkitab. Dalam Konfessi HKBP 1996, pasal 16 mengenai kematian dinyatakan
sebagai berikut:
“Kematian adalah akhir hidup manusia di dunia ini, dia
berhenti dari segala pekerjaannya. Ada keselamatan bagi orang yang percaya.
Yesus Kristus yang telah bangkit itulah yang membangkitkan orang dari kematian. Dialah Tuhan dari orang yang hidup
dan yang mati ( Roma 14: 7-9)”. Gereja
menyelenggarakan peringatan bagi orang
yang meninggal untuk menyadarkan iman umat Kristen untuk mengingat akhir
hidupnya serta meneguhkan pengharapan akan kemenangan Kristus mengalahkan
kematian, demikian juga pengharapan akan kerajaan sorga sebagai tujuan hidupnya
dan persekutuan orang percaya dengan Tuhan Allah hingga kedatangan Kristus yang
ke dua kali.
Dengan ajaran ini ditekankan pengharapan akan keselamatan
manusia dari antara orang yang mati di dalam Yesus Kristus. Ajaran ini menentang pandangan yang mengatakan bahwa
orang yang hidup dapat menerima berkat dari orang mati. Ajaran ini juga
menentang pandangan yang mengatakan bahwa orang yang mati dapat berhubungan
dengan orang yang hidup melalui doa, yakni mendoakan arwah-arwah. Juga ditentang pandangan yang
yang mengatakan bahwa harus dengan cara mendirikan tugu untuk menghormati orang
yang mati sebagai cara menerima berkat bagi keturunannya. Ajaran ini juga
menolak semua bentuk kepercayaan animisme
terutama ajaran yang mengatakan bahwa roh orang yang meninggal itu masih hidup
dan orang yang meninggal itu
menjadi hantu (begu) dan
roh nenek moyang atau “sumangot”18).
Catatan kaki:
1). Lihat “Dead-Mati”, “Death-
Kematian”, dan “Sin- Dosa” dalam LLD, Buku Konkordia, 1986 (LKS), hal. 120,
199-200.
2). Band. W.Lempp, Tafsiran Kejadian ( 1: 1- 4: 24), Jakarta 1974
(BPK) hal. 61; juga “Creation –
Ciptaan”, “Man – Manusia” dan “Nature – Sifat”, dalam LLT, Buku
Konkordia. 1986 (LKS), hal.118, 158, 165-166.
3). Bnd Chr. Barth, Theologia Perjanjian Lama I, Jakarta, 1970 (BPK),
hal.43; lihat juga “Flesh- Daging, Human- Manusia dan “Soul – Jiwa” dalam LLT,
Buku Konkordia, 1986 (LKS), hal. 131-132, 200.
4). Lihat “Adam”, “Affliction –Derita”, “Damnation – Kutukan” dan
:”Penalty – Hukuman “ dalam LLT, Buku Konkordia , 1986 (LKS), hal. 90-91, 119,
173-174.
5). Bnd H.W.Wolf, Kematian dalam Perjanjian Lama, artikel dalam JR
Hutauruk (ed), Ketika Aku dalam Penjara, hal. 33.
6). Lihat “Doa kepada orang-orang Suci”, dalam LLT, hal. 37-38 dan
juga fasal XXI, “Pemanggilan kepada orang Suci”, dalam TL, Apologi Konfessi
Augsburg Tahun 1531, Pematangsiantar, 1983, LKS, hal.173-182.
7). Lihat “Hope – Harapan”, “Presence – Kehadiran” dan “Resurrection
ot the dead – kebangkitan dari orang-orang mati “ dalam LLT, Buku Konkordia,
hal. 142, 182, 190.
8). Lihat “Christ – Kristus” dalam LLT, Buku Konkordia, hal. 100-106.
9). Lihat “Adam”, “Judgment of God”, “Penalty”, “Second coming of the
Christ”, dan “Sin”, dalam LLT, hal. 90. 147, 173-174, 198-199 dan juga dalam
fasal III dalam Katekismus Besar M.Luther, hal.101-109.
10). Lihat “Christ”, “Gospel”,
“Grace” dan “Sin” dalam LLT, hal. 102-106, 135-137, 199-200 juga “ fasal III
Kristus”, dalam TL. Apologi Konfwssi Augsburg th. 1531, Pematangsiantar 1983, LKs, hal. 21.
11). Lihat “Reconsiler, Reconsiliation, Juru Damai, Perdamaian”, dan
“Will of God”, dalam LLT, hal. 187-208.
12). Lihat “Absolution – Keampunan Dosa”, “Promise – Janji” dan
“Redeemer, Redemption- Penebus, Penebusan”, dalam LLT, hal. 89-90, 184-185,
187.
13). Lihat “Baptism- Pembaptisan”, “Lord Supper-Perjamuan Tuhan”,
“Union – Kesatuan”, dalam LLT, hal. 95-96, 154-157, 205.
14). Bnd Paul Althaus, The Theology of Martin Luther, Philadelphia,
1966, hal. 406.
15). Lihat “Law- Hukum”, “Nature – Sifat “ dan “Wrath of God – Murka
Allah”, dalam LLT, hal. 150-153, 165-166, 214-215.
16). Bnd Paul Althaus, opcit hal. 408.
17). Lihat “Gospel-Injil”, “ Grace”, Life, Pronise, dalam LLT, hal.
135-138, 153-154.
18). Pengakuan Iman ( Konfessi) HKBP 1996, Kantor Pusat HKBP Pearaja
Tarutung, fasal 15..