Selasa, 29 September 2020

B A I T A L L A H

 

B A I T   A L L A H
 
            Bagi Umat Kristen Bait Allah berarti Rumah Allah. Kadang-kadang Bait Allah juga disebut Bait Suci karena Allah yang berdiam di dalamnya adalah suci atau kudus. Di kalangan umat Kristen, belakangan ini Bait Allah sudah lebih sering disebut “gereja”, walaupun sebutan itu sebenarnya sudah bergeser dari pengertian yang sebenarnya. Karena pengertian dari kata “gereja”  sebenarnya bukan menunjuk kepada bangunannya. Kata itu yang berasal dari bahasa Portugis  “igreja” dan terjemahan dari bahasa Yunani “ekklesia” adalah berarti persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, yang dipanggil keluar dari dunia ini untuk dipersekutukan dalam satu persekutuan oleh Roh Kudus . Dalam kitab Perjanjian Baru, kata “ekklesia” kadang-kadang juga diterjemahkan dengan “jemaat” dalam bahasa Indonesia  yang artinya juga merupakan persekutuan orang orang percaya dalam satu lokasi atau tempat tertentu. Dalam bahasa Batak disebut “huria”.  Tetapi arti kata”jemaat” pun belakangan ini sudah sering  bergeser artinya dimana arti jemaat sudah sering dimaksudkan bukan menunjuk kepada persekutuan atau umat tetapi menunjuk kepada perorangan anggota jemaat itu sendiri. Tetapi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata jemaat sebenarnya adalah  “sehimpunan umat”, jadi bukan menunjuk kepada perorangan. Jadi jemaat itu adalah persekutuan warga gereja dalam suatu lingkungan atau wilayah, atau kampung tertentu. Misalnya dalam naungan HKBP,  Jemaat (Huria )  Pearaja, Jemaat  Tarutung, Jemaat Simorangkir dll.  Jadi Jemaat itu sama artinya dengan “huria marsadasada” atau jemaat setempat yang dalam bahasa asing disebut “congregatio” atau “congregation”. Jadi pengertian kata “jemaat” itu yang sudah bergeser, perlu diluruskan.       
Setelah umat Israel menjadi satu kerajaan di Tanah Kanaan yang dipimpin oleh seorang raja, mereka juga telah mempunyai Bait Allah yakni tempat mereka untuk menyembah Allah Jahwe melaui kurban-kurban persembahan mereka. Bait Allah sebagai bangunan permanen pertama sekali  dibangunan oleh Raja Salomo , yakni raja Isreal yang ketiga, di kota Yerusalem, yang telah dijadikan David sebagai pusat kerajaan Israel. Sebelumnya ayahnyalah, yakni Raja David, yang berencana umtuk membangun Bait Allah bagi umat Israel ( 2 Sam. 7: 1-3), tetapi Allah tidak mengizinkannya, walaupun bahan keperluan untuk itu sudah disediakan. Allah mengatakan bahw Daud tidak layak untuk membangun rumah untuk Dia karena tangannya telah banyak berlumuran dengan darah ( 1 Tawarikh 22: 6-8).  Anaknya sendiri, yakni Salomolah yang diizinkan Allah untuk membangunan Bait Allah itu (1 Raja 6{ 1-28; 1 Raja 8: 18-20) . Ini menunjukkan tidak semua orang bisa membangun Bait Allah, walaupun kemampuan untuk itu ada padanya. Umat Israel sangat berbesar hati dengan adanya Bait Allah yang dibangun Raja Salomo itu, karena Rumah Allah yang Suci itu, dipercayai oleh mereka sebagai tempat kediaman Allah di tengah-tengah mereka. Selama Bait Allah itu ada, mereka percaya Tuhan Allah tidak akan meninggalkan mereka. Bagi mereka Bait Allah itu sebagai jaminan kehadiran Allah untuk melindungi mereka terhadap musuh-musuh mereka. Tetapi kemudian mereka salah memahami dan mempergunakan Bait Allah itu, karena mereka telah mengkultuskan Bait Allah itu sedemikian rupa , sehingga mereka lebih mempercayai kekuatan Bait Allah itu sendiri dari pada kekuasaan Allah. Artinya mereka lebih percaya berlindung ke Bait Allah itu dari pada berlindung  kepada Allah. Mereka patuh untuk menjalankan ritus-ritus keagamaan mereka di Bait Allah, tetapi mengabaikan hukum-hukum atau perintah Allah dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam hubungan kepada sesama manusia. Ini terlihat dari seringnya umat itu ditegur oleh para nabi, karena umat itu lebih mementingkan pemberian kurban kepada Allah di Bait Allah tetapi mengabaikan kasih setia kepada sesama manusia. Terhadap sesama manusia mereka sering berbuat tindak kekerasan, penindasan  dan ketidak adilan. ( Hosea 6: 6; Amsal 21: 3). Tetapi walaupun para nabi sering menegur mereka dengan perbuatan-perbutan mereka yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka tidak mau bertobat, sehingga mereka dihukum oleh Allah dengan membiarkan bangsa-bangsa lain untuk menguasai dan menghancurkan mereka. Tahun 722, kerajaan Isreal bagian Utara yang terdiri dari sepuluh marga, dihancurkan oleh kerajaan Syria, sehingga umat itu menjadi terbuang,  berserak ke mana-mana dan hilang. Lalu kerajaan Israel yang dua marga lagi  ( Juda dan Benjamin) terbuang ke Babilonia mulai tahun 597 seb. M. Pada waktu itu Bait Allah dan kota Yerusalem dihancurkan, sehingga mereka tidak mempunyai Bait Allah lagi sebagai tempat penyembahan mereka kepada Allah. 
Setelah kerajaan Babilonia dikalahkan oleh kerajaan Persia tahun 539 seb.M, maka Kores, raja dari kerajaan Persia itu membebaskan mereka dari pembuangan Babel, dan menyuruh mereka pulang untuk membangun kembali Bait Allah di Yerusalem yang telah hancur itu. Mereka yang pulang itu membangun kembali Bait Allah di Yerusalem yang  selesai tahun 315 seb.M. Itulah pembangunan Bait Allah yang ke dua bagi mereka setelah pembangunan yang pertama yang dilakukan ole Salomo. Tetapi walaupun mereka kembali ke negeri asal mereka di Tanah Yehuda, keberadaan mereka tetap di dalam kekuasaan kerajaan Persia. Karena mereka tidak lagi menjadi satu kerajaan yang berdiri sendiri, maka setelah pembuangan itu mereka menjadikan umat Yehuda bukan lagi menjadi satu kerajaan yang berdiri sendiri, tetapi menjadi seuah organisasi keagamaan yakni Agama Yahudi. Bait Allah di Yerusalem di jadikan sebagai pusat keagamaan mereka. Agama Yahudi itulah yang mereka harapkan bisa mempersatukan seluruh umat Yahudi yang sudah berserak di berbagai  tempat di dunia ini. Dalam Agama itu Hukum Taurat yang diterima oleh nenek moyang mereka melalui Musa dihidupkan dan dijalankan dengan ketat. Sejalan dengan Hukum itu, maka setiap Hari Raya Besar mereja, yakni pada hari Raya Roti Tak Beragi  (Paskah),   Hari Raya Tujuh Minggu ( Pentakosta), dan Hari Raya Pondok Daun, setiap laki-laki dari umat itu diwajibkan datang ke Bait Allah untuk menghadap Tuhan tidak dengan tangan hampa, tetapi harus membawa persembahan sesuai dengan berkat yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan Allah  (Ulangan 16: 16). Dengan persembahan itulah mereka membiayai keperluan mereka dalam menjalankan keagamaan mereka, termasuk memelihara Bait Allah itu sendiri.
Setelah itu, kerajaan dunia  telah berganti-ganti menguasai tanah Yehuda atau Yudea mulai dari kerajaan Babilonia, Kerajaan Persia, kemudian Yunani, dan terakhir adalah kekaisaran Romawi yang mulai mengusai negeri itu tahun 63 seb. M. Kekaisaran Romawi mengangkat raja-raja yang memerintah di negeri Judea itu. Ketika Raja Herodes yang diangkat oleh kekaisaran Romawi memerintah negeri Yudea, dia merenovasi Bait Allah di Yerusalem, karena kekaisaran Romawi memberi kebebasan kepada umat Yahudi untuk menjalankan agama mereka. Bait Allah itu setelah direnovasi menjadi lebih indah dan megah. Tetapi ketika Yeus pernah memasuki Bait Allah itu dalam kunjungan pelayanan-Nya ke Yerusalem, Dia sangat marah sekali, karena Bait Allah itu telah dicemarkan oleh orang-orang Yahudi dan dijadikan oleh  para imam di Bait Allah itu sebagai sarang penyamun.  Mengenai ini Kitab Injil berkata: “Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual-beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dan berkata kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." ( Mat. 21: 12-13). Itulah salah satu penyebab mengapa orang-orang Yahudi pada waktu itu semakin  membenci Yesus dan berusaha membunuh Yesus. Karena orang-orang Yahudi tidak mnerima Yesus sebagai Mesias, yang pada akhirnya membunuh Yesus di kayu salib, maka Allah menghukum mereka dengan membiarkan tentera Romawi di bawah pimpinan Jenderal Titus  menghancurkan Yerusalem dan Bat Allah itu tahun 70, ketika pada waktu itu umat Yahudi melancarkan pemberontakan kepada pemerintah Romawi. Bait Allah itu menjadi hancur-lebur. Tetapi kejadian itu telah dinubuatkan oleh Yesus sebelum kematian-Nya, ketika menangisi kota Yerusalem dan Bait Allah itu seperti diberitakan dalam Kitab Injil  Lukas 21: 5-6 dan ay. 20-22 : “Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus: "Apa yang kamu lihat di situ,  akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan." ... "Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah, bahwa keruntuhannya sudah dekat. Pada waktu itu orang-orang yang berada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan, dan orang-orang yang berada di dalam kota harus mengungsi, dan orang-orang yang berada di pedusunan jangan masuk lagi ke dalam kota, sebab itulah masa pembalasan di mana akan genap semua yang ada tertulis."
            Sejak peristiwa itulah orang-orang Yahudi berserak dari tanah Yudea dan dari  seluruh wilayah Palestina ke berbagai penjuru dunia. Ada yang berserak ke Afrika, ke Mesir,  ke Mesopotamia dan Eropa. Dari Eropa kemudian berserak ke Amerika.  Selain orang-orang Yahudi, orang-orang Kristen juga ikut berserak. Dan itulah  juga jalannya orang-orang Kristen berserak dari Palestina ke berbagai penjuru dunia, yang sekaligus menyebarkan berita Injil itu, terutama di lingkungan wilayah kekaisaran Romawi.
            Pada mulanya umat Kristen itu tidak mempunyai Bait Suci sebagai tempat peribadahan dan persekutuan mereka. Mereka hanya bersekutu di rumah-rumah orang-orang Krsiten itu untuk melakukan persekutuan ibadah dan doa kepada Allah. Setiap hari Minggu mereka bersekutu untuk merayakan  kebangkitan Yesus dan Turunnya Roh Kudus. Seterusmya hari Minggu itulah yang mereka ikuti sebagai waktu persekutuan mereka untuk beribadah dan berdoa kepada Allah. Mereka tidak lagi mengikuti waktu peribadahan Yahudi pada hari Sabat. Selain di rumah-rumah mereka juga sering melakukan persekutuan di “katakombe-katakombe”, yakni lorong-lorong bawah tanah kuburan-kuburan, terutama di kota Roma. Dengan cara itu mereka juga mau menyembunikan dirikan diri dari penghambatan atau persekusi yang dilakukan oleh pemerintah Romawi terhadap orang-orang Kristen tersebut. Tetapi walaupun tidak mempunyai bait khusus untuk tempat beribadah, mereka tidak berkecil hati dan tidak mengurangi semangat beribadah mereka kepada Allah. Mereka telah menghayati apa yang diajarkan oleh rasul Paulus, bahwa diri setiap orang yang percaya kepada Yesus adalah Bait Allah, seperti tertulis dalam 1 Korint 3: 16-17: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu”.
Jadi yang sangat perlu dihayati oleh orang-orang Kristen adalah  bahwa dimanapun mereka menyembah Allah, mereka patut menyembah-Nya di dalam roh dan kebenaran, karena Allah itu adalah Roh. Itulah yang diajarkan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya. ( Yoh. 4: 24)
            Tetapi setelah adanya kebebasan bagi umat Kristen untuk menjalankanm agamanya, terlebih setelah adanya raja dari suatu negara atau kerajaan  yang menjadi Kristen, maka dibangunlah Bait Suci sebagai tempat orang-orang Kristen itu untuk bersekutu dan beribadah kepada Allah. Bait Suci orang Kristen yang pertama dijumpai di kerajaan Edessa, Mesopotamia Utara, yang dibangun oleh rajanya, yakni Abgar VIII, segera setelah dia dibabtis menjadi Kristen, tahun 180 M. Dialah yang tercatat sebagai raja pertama di dunia ini yang menjadi Kristen, sekaligus menjadikan agama Kristen sebagai agama resmi di dalam kerajaannya.
            Di kekaisaran Romawi,  kaisar yang pertama mengakui agama Kristen sebagai agama resmi di kekaisaran itu ialah Kaisar Konstantinus Agung, yakni tahun 313 M. Sejak itu penghambatan terhadap agama Kristen dihentikan dan agama Kristen mendapat perlindungan dari negara. Sejak itu pula dengan cepat berdirilah banyak bait suci Kristen di lingkungan kekaisaran itu. Bahkan ibunya sendiri yang bernama Helena, membangun Gereja Makam Suci Yesus Kristus di Yerusalem ketika dia berjiarah ke kota itu. Dia juga membangunan Gereja Nativity, tahun 329, di kandang domba tempat kelahiran Yesus.
                Setelah agama Kristen tersebar ke seluruh belahan Eropa, di mana pada abad Pertengahan, seluruh bangsa di Eropa telah menjadi Kristen, maka berdirilah di Eropa banyak “gereja” besar, yang disebut katedral. Katedral-katedral itulah yang yang menjadi simbol-simbol keagungan kekristenan, yang sangat dibanggakan oleh umat Kristen di Eropa. Memang diakui bahwa kekristenan telah membawa kemajuan bagi bangsa-bangsa Eropa.  Di berbagai katedral itu berdirilah juga pusat-pusat biara yang menjadi awal berdirinya universitas-universitas yang membawa kemajuan di Eropa di berbagai ilmu pengetahuan. Sekitar tahun 1100 M, telah berdiri banyak universitas di Eropa yang menjadi pusat pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan di Eropa.
            Tetapi di kemudian hari,  gereja-gereja besar yang ada di Eropa itu tidak begitu banyak lagi dipergunakan oleh orang-orang Kristen Eropa untuk menjadi tempat beribadah. Orang-orang Kristen Eropa tidak lagi mengutamakan persekutuan dan peribadahan di gereja. Mereka sudah lebih membangkitkan dan mengembangkan pelayanan-pelayanan yang bersifat sosial dan kemanusiaan.
            Sekitar abad ke 17- 18 M, terjadi kebangunan rohani di tengah-tengah umat Kristen di Eropa yang mendorong berdirinya banyak lembaga-lembaga zending yang mempersiapkan dan memberangkatkan pekabar-pekabar Injil ke berbagai bangsa di Asia,  Afrika dan Amerika Selatan, yakni daerah-daerah yang diketahui belum terjangkau oleh berita Injil itu. Sebelum itu, negara-negara di Eropa  mulai dari Portugis, Spanyol, Inggris, Jerman, Belanda, dll, telah mempunyai daerah-daerah jajahan di wilayah-wilayah dunia tersebut. Lembaga-lembaga Zending Eropa yang sudah berdiri itu memanfaatkan  situasi tersebut, yakni dengan ikut bergandengan tangan dengan negara-negara yang sudah mempunyai daerah-daerah jajahan tersebut untuk memberitakan Injil di daerah-daerah jajahan tersebut. Sehingga ketika Indonesia dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda dan Inggris maka masuklah beberapa lembaga zending dari Eropa ke Indonesia seperti “Baptist Missionary Society “ dari Inggris, “Nederlandsch Zendeling genootschap” (NZG) dari  Belanda, dan  “Rheinische Missionsgesellscgaft” ( RMG)  dari Jerman, yang banyak melahirkan gereja-gereja besar di Indonesia. Di beberapa daerah yang didiami oleh suku-suku yang masih menganut kepercayaan suku atau animisme, kekristenan itu cepat berkembang, yang dengan demikian berdirilah gereja-gereja yang berlatar-belakang kesukuan.  Gedung-gedung gereja mereka juga dibangun dengan cepat sebagai tempat persekutuan dan peribadahan mereka, seperti yang terjadi di Tanah Batak, di mana sebuah gereja besar yang bernama “ Huria Kristen Batak Protestan” ( HKBP), hasil penginjilan lembaga zending RMG dari Jrman   berdiri. Gedung-gedung gereja besar yang mengikuti arsitektur gereja-gereja di Eropa pun  segera dibangun sebagai tempat persekutuan dan peribadahan mereka.  Sejalan dengan kemajuan yang diakibatkan oleh kekristenan itu sendiri, maka orang-orang Kristen Batak  anggota jemaat HKBP, banyak yang berserak ke luar daerah Tanah Batak, terutama ke kota-kota besar, untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Di tempat-tempat mereka yang baru, terutama di kota-kota, mereka terrus mendirikan gedung-gedung gereja yang besar dan megah . Gedung-gedung gereja itulah yang dijadikan sebagai pusat-pusat pelayanan kepada anggota jemaat. Selain dari kebaktian-kebaktian minggu, maka terbentuk juga pelayanan-pelayanan anggota jemaat yang bersifat kategorial, mulai dari anak Sekolah Minggu, Remaja, Naposoblung ( kaum pemuda), kaum Bapak, kaum Ibu, dan kaum Lanjut Usia. Mereka semua dilayani sesuai dengan kebutuhan spritual mereka. Karena itu setiap Jemaat setempat ( Huria marsadasada) kelihatannya berlomba untuk membangun gedung-gedung gereja yaang besar dan megah, sesuai dengan berbagai  kebutuhan pelayanan tersebut. Pelayanan kepada anggota jemaat menjadi terpusat di dalam gereja itu sendiri. Potensi setiap jemaat setempat seolah-olah dicurahkan kepada bangunan fisik gereja itu sendiri, melebihi kepada pelayanan yang lain. Sering terjadi dana yang disediakan jemaat setempat kurang kepada pelayanan spritual anggota jemaat itu sendiri, terlebih kepada pembinaan anak-anak sekolahminggu, remaja dan “naposobulung” (kaum pemuda) sebagai generasi yang melanjutkan jemaat itu sendiri, demi tersedianya pembanguan secara fisik. Banyak jemaat setempat bersama dengan majelisnya ( parhalado) merasa puas kalau sudah  berhasil membangunan gedung gereja yang besar dan megah, seolah-olah itu menjadi prestasi kerja mereka. Mungkin di suatu waktu Allah seolah-olah terkurung dalam gedung gereja itu, dimana  Dia tidak perlu tahu apa yang terjadi di luar gedung gereja itu dalam kehidupan anggota jemaat, Di dalam perasaan anggota jemaat itu pun seolah-olah Allah tidak perlu tahu dan mencampuri apa yang mereka lakukan di luar gedung gereja itu sendiri, seperti yang pernah terjadi dalam kehidupan umat Israel. Inilah bahaya besar bagi hidup kekristenan anggota jemaat itu. Orang-orang Kristen itu bisa saja tidak merasa takut lagi melakukan berbagai perbuatan kjahatan yang melanggar hukum kekristenan, karena menganggap Allah tidak perlu mencampuri semua itu, karena mereka menganggap yang perlu dilakukan cukuplah rajin datang beribadah ke gereja, mengikuti ritus-ritus ibadah  gereja secara seremonial, memberikan persembahan ke gereja seperti diaturkan oleh gereja. Dengan melakukan itu semua, mereka menganggap sudah cukup untuk menyenangkan hati Allah. Semoga jangan sampai kepada tingkat pemahaman  seperti itu hidup kekristenan kita, karena Allah adalah Roh, yang ada di manan-mana, yang mengetahui semua kehidupan dan perlakuan semua manusia yang diciptakan-Nya. Kepatuhan kepada Allah tidak cukup dilakukan hanya dengan cara mematuhi rituas-rituas dan aturan-aturan yang diperbuat oleh gereja. Tetapi dalam semua gerak kehidupan, di rumah, di tempat kerja, dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, orang Kristen harus menunjukkan kepatuhan kepada Allah. Kita perlu mengingat dan merenungkan apa yang pernah terjadi dalam kehidupan umat Israel, dan Yahudi yang  mengkultuskan dan memusatkan kehidupan penyembahan mereka kepada Allah hanya di Bait Allah itu, dan di luar Bait Allah mereka mengabaikan Allah, maka sampai beberapa kali Bait Allah di Jerusalaem itu dibiarkan oleh Allah dirutuhkan oleh bangsa lain, karena umat itu mengkultuskan dan menyalah gunakan Bait Allah itu sendiri. Terakhir sekali dimusnahkan oleh tentera Romawi tahun 70 M, yang membuat umat Yahudi terpencar ke seluruh penjuru dunia, sehingga sampai sekarang tidak ada lagi Bait Allah umat Yahudi. Bisa saja juga gereja umat Kristen suatu waktu  dibiarkan oleh Allah dihancurkan oleh masyarakat lain atau tidak diizinkan oleh Allah berdiri kalau ternyata gedung gereja disalah gunakan oleh umat Kristen itu, atau jemaat itu tidak mempunyai kepedulian  kepada masyarakat lingkungan. ( pdt. msm. panjaitan )

Selasa, 15 September 2020

KETIKA ISRAEL UMAT YANG DIPILIH OLEH ALLAH MENGINGKARI PERJANJIAN DENGAN ALLAH DAN JATUH KEPADA KEDUNIAWIAN

 

KETIKA ISRAEL UMAT YANG DIPILIH OLEH ALLAH MENGINGKARI PERJANJIAN DENGAN ALLAH DAN JATUH KEPADA KEDUNIAWIAN

Oleh: Pdt MSM Panjaitan, MTh

            Walaupun Sejarah Israel sering dikhotbahkan oleh para pelayan atau pendeta kepada umat gereja dan umat kristiani pada umumnya, tetapi hal itu mungkin hanya sekedar diberitakan dan dikhotbahkan, namun sangat kurang direnungkan secara mendalam. Sering dikhotbahkan bahwa orang Israel dipilih dan dijadikan oleh Allah sebagai bangsanya tetapi keberadaan  Israel sebagai bangsa Allah sering salah dipahami. Banyak orang Kristen menganggap bahwa keberadaan Israel  sebagai bangsa Allah   sifatnya  permanen,  yang berlaku sepanjang zaman. Karenanya sampai sekarang orang Israel itu sering terlalu diagungkan dan dibanggakan oleh banyak orang Kristen, mereka dianggap sebagai umat yang sangat diistimewakan oleh Allah dari antara bangsa-bangsa . Umat Israel sendiri pun sering memahami dirinya seperti itu, sehingga mereka sering menyombongkan diri dan  beranggapan bahwa apa pun yang mereka lakukan,  Allah akan tetap berpihak kepada mereka, dan melindungi mereka.

            Tetapi kalau kita telusuri sejarah Israel mulai dari pengangkatannya sebagai bangsa Allah, keberadaan  itu sebenarnya tidaklah bersifat permanen. Keberadaan mereka sebagai umat Allah diikat oleh perjanjian di gunung Sinai, di mana mereka dibina oleh Allah untuk percaya kepada Allah Jahwe dan bertindak sesuai dengan firman atau hukum Allah,  sebagaimana diberitakan dalam Keluaran 19 dan 20. Dalam Keluaran 19: 5-6 Allah berfirman kepada umat Israel: “Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus”. Lalu Firman Tuhan yang bersifat janji ini disambut oleh umat Israel dengan mengatakan: “Segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan." ( ayat 8). Sesudah perjanjian ini maka Allah memberikan Firmannya, yang dikenal dengan Hukum Allah yang sepuluh itu, yang dituliskan dalam dua log batu. Inti dari kesepuluh hukum itu sebagaimana jelas terlihat dalam pengajaran Yesus kepada pengikut-Nya di kemudian adalah: mengasihi Tuhan  Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi, dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. ( Matius 22: 37-39). Dengan demikian keberadaan mereka sebagai bangsa Allah, diikat oleh perjanjian, yakni mereka akan menjadi bangsa  Allah,  akan menjadi kerajaan imam dan bangsa yang kudus, jika umat itu tetap setia kepada apa yang mereka janjikan, yaitu mematuhi Firman Tuhan. Jika mereka tidak setia kepada perjanjian itu dan bahkan mengingkarinya, maka keberadaan mereka sebagai bangsa Allah dengan sendirinya  akan lepas dari diri mereka.

Jadi dalam  perjanjian itu, Israel dijadikan  sebagai kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Ini berarti bahwa umat itu dikuduskan oleh Allah dan dipisahkan dari bangsa lain di dunia ini untuk melayani Tuhan Allah dan hidup sepenuhnya bagi Allah. Mereka mau dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk menjalankan missi-Nya di tengah-tengah dunia yakni rencana penyelamatan manusia dari kekuasaan dosa.  Sehubungan dengan itu melalui kesaksian, mereka diharapkan akan memperkenalkan Allah kepada bangsa-bangsa sekitar agar mereka juga ikut mempercayai Allah yang mereka sembah itu. Untuk itu Allah langsung yang menjadi raja dan pemimpin mereka. Allahlah yang  memilih pemimpin bagi  mereka yang dipenuhi dengan Roh Allah dan diberi karunia atau kemampuan khusus untuk memimpin dan melindungi bangsa itu dari tangan musuh. Itu nyata dalam kepemimpinan para hakim-hakim. Sampai empat belas hakim memimpin,  Israel masih mengikuti para hakim itu.

Tetapi pada masa  Samuel ( hakim ke 15) memimpin  mereka, umat Israel mulailah menuntut supaya bagi mereka diangkat seorang raja, karena mereka tidak mau lagi dipimpin oleh hakim, tetapi dipimpin oleh seorang raja sama seperti bangsa-bangsa lain di sekitar mereka. Mereka berkata kepada Samuel: "Engkau sudah tua dan anak-anakmu tidak hidup seperti engkau; maka angkatlah sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah kami, seperti pada segala bangsa-bangsa lain." ( 1 Sam. 8: 5). Dengan rasa menyesal  Samuel menyampaikan tuntutan  umat itu kepada Allah dalam doanya. Tuhan mengabulkan permintaan dari umat itu dengan berfirman kepada Samuel: “Dengarkanlah perkataan umat itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka”. ( ! Sam.8: 9). Itu berarti Allah mengabulkan permintaan mereka, tetapi  harus diberitahu dengan jelas, apa yang menjadi hak raja dan kewajibannya. Tetapi walaupun mereka diberitahu hak dan kewajiban seorang raja yang cukup berat, mereka tidak menghiraukan itu, mereka tetap memaksakan supaya kepada mereka diberi seorang raja, yang berkuasa menghakimi dan memimpin mereka dalam perang, sehingga mereka sama seperti bangsa-bangsa lain. Dengan demikian umat Israel tidak mau sebagai kerajaan imam dan bangsa yang kudus sebagaimana diharapkan oleh. Mereka ingin menjadi sama dengan bangsa-bangsa lain di sekitarnya, yakni kerajaan yang bersifat politis, kerajaan  yang mempunyai raja berkekuasaan, dan yang menjalankan kekuasaaannya dengan cara-cara duniawi. Inilah pengingkaran mereka yang pertama atas apa yang sudah ditetapkan dan dijanjikan Allah pada mereka.

Allah memang masih bersifat “manganju” ( bersabar hati ) atas umat itu. Atas petunjuk Allah, jadilah Saul dari suku Benjamin dipilih dan diurapi oleh Samuel menjadi raja Israel yang pertama. Setelah pengurapan itu maka Saulpun dipenuhi dengan Roh Allah yang memberi kekuatan kepadanya sehingga ia mampu mengalahkan musuh-musuh bangsa itu yakni Moab, Amon, Edom, raja negeri Zoba dan orang Filistin ( 1 Sam. 14: 47}. Tetapi kemudian Roh Allah meninggalkan dia, ketika dia tidak mematuhi perintah Allah, terutama dalam mengalahkan Amalek. Allah memerintahkan supaya Saul memusnahkan bangsa itu beserta seluruh harta dan ternak mereka. Tetapi Saul mengingkari perintah itu, karena dia menyelamatkan Agag,  raja orang Amalek itu dan menyelamatkan seluruh ternak-ternak dari bangsa itu yang terbaik dan yang berharga untuk dirinya. Yang dimusnahkan hanyalah segala hewan yang tidak berharga dan buruk. Setelah Roh Allah meninggalkan Saul maka dia tidak mampu lagi mengalahkan orang Felistim dan musuh-musuh yang lain. Tuhan pun menolak dia sebagai raja, yang membuat dia dirasuki oleh roh jahat sehingga jiwa dan pikirannya menjadi terganggu. Untuk memberi hiburan kepadanya dalam menenteramkan hati, jiwa dan pikirannya, dicarilah seorang yang pandai bermain musik. Untuk itu ditemukanlah  Daud, seorang gembala ternak dari Betlehem, yang setelah Saul ditolak oleh Allah, dia telah diurapi oleh Samuel menjadi raja atas petunjuk Allah. Daudlah yang kemudian menjadi pengganti Saul. Di bawah pemerintahan Daud Israel menjadi kerajaan yang berjaya dan wilayahnya semakin meluas. Bangsa Israel hidup makmur aman dan tenteram.  Namun Daud juga sering tergoda dengan godaan-godaan duniawi, termasuk dalam hubungan kepada perempuan. Selain dengan puluhan istrinya yang dianggap sah, dia juga melakukan perzinahan dengan Batseba istri dari panglima perangnya sendiri yakni Uria. Dia kemudian menjadikan Batseba menjadi istrinya, setelah Uria, panglima perangnya itu dibunuh secara licik. Allah mengutus Nabi Natan untuk menegor dia atas perbuatan jahatnya itu. Di hadapan nabi Natan Daud menyesali dosa dosanya. Namun di mata orang-orang Israel, Daud adalah raja yang diagungkan. Kelemahan-kelemahannya itu seolah-olah bisa ditutupi dengan kebesaran dan kehebatan Daud tersebut. Allah memang mengampuni dosa-dosa Daud. Tetapi walaupun Allah mengampuni dosa-dosa Daud, namun akibat dari dosa-dosanya itu dikenakan oleh Allah kepada anak-anaknya dan kepada bangsa itu. Anak-anaknya menjadi kacau dan saling membunuh untuk merebut kekuasaan dari ayah mereka. Akibatnya Allah tidak membiarkan anak-anaknya itu mewarisi tahta Daud. Itu diberikan kepada Salomo yakni anak Daud dari hubungan dengannya Batseba. Salomo terkenal sebagai raja yang sangat bijaksana dalam menjalankan pemerintahannya. Dia mempunyai hubungan yang baik dengan raja-raja lain dari negeri tetangga. Suatu karya yang membuat dia sangat terkenal ditengah-tengah umat Israel ialah, keberhasilannya membangun Bait Allah di Yerusalem.Walaupun ayahnya Daud telah bertekad membangun Bait Allah itu, tetapi Allah tidak mengijinknnya, karena tangannya telah banyak berlumuran dengan darah.Tetapi setelah masa Salomo,  kerajaan Israel  menjadi kacau dan terbelah menjadi dua, karena setelah kematiannya diketahuilah banyak tindakan-tindakan Salomo yang dirasakan oleh umat itu sebagai penindasan, terutama melalui pajak yang sangat memberatkan  yang dipungut dari rakyat.

Apa yang terjadi menimpa bangsa itu adalah akibat dari ketidak setiaan mereka terhadap perjanjian yang diikat dengan Allah. Israel kemudian menjadi bangsa yang terhukum dan hancur. Itu dimulai dengan perpecahan bangsa itu menjadi dua setelah raja Salomo, yakni kerajaan Israel yang terdiri dari 10 marga ( di bagian Utara) yang berpusat di Samaria,  dan kerajaan Yehuda yang terdiri dari dua marga saja ( di bagian Selatan ), yang berpusat di Yerusalem. Karena di kerajaan Utara para raja yang bukan lagi dari dinasti Daud sibuk dengan perebutan kekuasaan, dan demi kekuasaan, mereka membawa kepada bangsa itu, kepercayaan kepada dewa Baal   maka kerajaan Israel Utara itu, akhirnya hancur tahun 722 seb.M, ditaklukkan bangsa Asyria. Sejak itu keberadaan  kerajaan Israel yang terdiri dari sepuluh marga menjadi hilang, dan sejarahnya tidak bisa ditelusuri lagi sampai sekarang. Ada yang mengatakan, mereka menjadi terbuang dan berserak ke mana-mana ke berbagai belahan  dunia ini, dimana mereka menjadi bercampur baur dengan bangsa atau suku bangsa setempat, baik dalam perkawinan, adat istiadat, budaya bahkan kepercayaan. Identitas mereka sebagai orang Israel tidak ditemukan lagi.

Kerajaan Yehuda yang terdiri dari dua marga yakni Yuda dan Benyamin, di tambah dengan orang-orang Lewi yang khusus melayani di Bait Allah dan beribukota di Yeusalem masih bisa bertahan sampai tahun 596 seb.M. Mereka juga dihukum oleh Allah karena ketidak setiaan mereka kepada janji Allah dan karena tidak mau mendengar suara nabi-nabi yang diutus oleh Allah mengajak mereka untuk bertobat. Sejak tahun 596 seb.M itu Yehuda menjadi bangsa yang terbuang, karena kerajaan itu harus dikuasai oleh bangsa-bangsa lain secara bergantian mulai dari Kerajaan  Babilonia, Persia, Yunani dan Roma. Pada tahun 586 seb.M kota Yerusalem dan Bait Allah di dalamnya dihancurkan oleh tentera Babilonia, dan orang-orang Yehuda khususnya golongan atas dan orang-orang berpengaruh dibawa ke Babilonia sebagai orang-orang tawanan. Pada masa kekuasaan Persia, yang menaklukkan Babilonia, yakni tahun 536 seb. M yang dipimpin oleh raja Kores, orang-orang Yehuda yang  sempat terbuang ke Babilonia diberi kebebasan untuk pulang ke tanah Yehuda dan membangun kota dan Bait Allah Yerusalem yang sudah hancur. Tetapi selama kurun waktu itu Tanah Yehuda dan kota Yerualem adalah tetap sebagai daerah jajahan atau kekuasaan  Persia.  Berbarengan dengan pembangunan Bait Allah, maka orang-orang Jehuda diorganiser bukan lagi dalam bentuk kerajaan, tetapi dalam bentuk keagamaan yang dipimpin oleh imam Esra. Agama itulah yang bernama Agama Jahudi, atau Judaisme,  yang pusatnya Bait Allah di Yerusalem.  Kemudian mulai tahun 333 muncul kerajaan Yunani dari Eropa yang dipimpin oleh Aleksander Agung menguasai negeri itu. Lalu tahun 166 seb. M kerajaan  Yunani menjadi keraaan yang lemah. Pada saat itulah Judaisme yang berobah menjadi sebuah organisasi keagamaan, yakni agama Yahudi mencoba melakukan  suatu gerakan yang dipimpin oleh kaum Makkabeus untuk membebaskan  negeri mereka dari kuasa negara asing. Tetapi gerakan ini tidak bisa berlangsung terus, karena munculnya kekuasaan baru dari Eropa yakni kekaisaran Romawi yang menguasai  seluruh wilayah Israel lama termasuk Yehuda dan Yerusalem mulai tahun 63 seb. M. Romawi menyebut nama negeri itu Palestina. Nama itu berasal dari kata “Filistine”, yakni nama sebuah  suku bangsa yang berdiam di bagian Selatan Tanah Kanaan ( Gaza, Asdod), yang merupakan musuh utama Israel ketika memasuki Tanah Kanaan, dan juga setelah Isreal menjadi sebuah kerajaan.  Sejak itu sampai tahun 614 M, Yerusalem dan daerah-daerah lain di Palestina, serta Asia Barat menjadi bagian dari daerah kekuasaan Romawi dan Byzantium (Romawi Timur). Mereka menjadi warga kekaisaran Romawi yang harus tunduk kepada hukum Romawi, walaupun agama mereka yakni Yahudi diakui oleh Romawi, sebagai agama yang resmi di negeri itu.

Ketika kerajaan Israel dan Yehuda jatuh kepada keduniawian yang menimbulkan timbulnya berbagai masalah dan krisis dalam kehidupan bangsa itu, Allah sudah mengutus nabi-nabi untuk mengingatkan mereka dan mengajak mereka untuk bertobat. Tetapi mereka selalu mengabaikan seruan pertobatan itu. Mereka tetap menuruti kehendak mereka sendiri dan melawan Allah. Karena itulah berbagai hukuman dikenakan Allah kepada mereka, dan para  nabi diutus untuk menubuatkan  kelahiran Raja Damai bagi mereka dan bagi seluruh bangsa di dunia ini, yakni Raja yang diurapi Allah ( Mesias ), yang kekuasaanNya kekal, penuh hikmat, yang mendasarkan kekuasaannya dengan keadilan dan kebenaran ( Yesaya 11: 1 dst). Raja itulah yang akan membawa damai bagi dunia ini. Nubuatan itu digenapkan dalam diri Yesus Kristus, yang lahir di Betlehem, ketika negeri itu dalam kekuasaan Romawi. Teapi orang-orang Yahudi tidak mempercayai Yesus itu sebagai Mesias sebagaimana dinubuatkan oleh nabi-nabi, karena di mata mereka Yesus itu terlalu lemah, tidak mampu membebaskan mereka dari kekuasaan Romawi yang sedang menguasai mereka pada waktu itu. Yesus tidak sesuai dengan harapan mereka sebagai Mesias, yang dijanjikan oleh para nabi.  Akhirnya Yesus yang mengakui dirinya sebagi Mesias atau Kristus dan sebagai Anak Allah didakwa mereka telah menghujat Allah dan menistakan agama mereka. Mahkamah tertertinggi agama mereka menjatuhi Dia hukuman mati. Lalu mereka menyerahkannya kepada penguasa Romawi setempat yakni Pilatus untuk mengeksekusi hukuman mati atas diri Yesus dengan cara disalibkan.

Karena tidak menerima Yesus sebagai Mesias, maka Allah menghukum mereka dengan membiarkan tentera Romawi yang dipimpin oleh Jenderal Titus tahun 70 M menghancurkan  Yerusalem dan menghalau orang-orang Yahudi dari negeri itu. Bait Suci yang pernah direnovasi raja Herodes dalam pemerintahan Romawi dihancurkan, dengan tidak ada sisanya.  Kejadian ini sudah dinubuatkan dan diratapi oleh Yesus, sebelum kematianNya. “Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus: "Apa yang kamu lihat di situ -- akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan."

( Lukas. 21: 5-6 dan ay. 20-24).  Lalu mereka terpencar-pencar ke berbagai negara di dunia ini, terutama ke Eropa dan kemudian ke Amerika. Hancurnya kota Yerusalem dan  Baith Allah,  serta terpencarnya mereka ke seluruh dunia,  itulah akhir sejarah Israel, yang pada awalnya diharapkan oleh Tuhan Allah sebagai umat-Nya untuk menjadi kerajan imam dan bangsa yang kudus, tetapi tidak terwujud, karena mereka mengingkari perjanjian dengan Allah dan jatuh kepada keduniawian.  Keberadaan mereka telah digantikan oleh orang-orang yang percaya kepada Yesus, yang telah dipersekutukan oleh Roh Kudus dalam satu persekutuan yang disebut gereja. Untuk itu Allah telah memperbaharui perjanjiannya, dan sebagai tanda perjanjian yang baru  itu adalah kematian Yesus di kayu salib di Golgata, yang dibunuh oleh orang Yahudi sendiri. Janji itu tidak lagi berlaku hanya  bagi umat Israel saja seperti perjanjian yang lama, tetapi berlaku bagi seluruh umaat manusia yang percaya kepada Yesus, yakni gereja, sebagai persekutuan orang-orang yang percaya kepada Jesus. Gerejalah Israel yang baru, bangsa Allah yang baru,  sebagaimana dikatakan oleh rasul Petrus dalam 1 Petrus 2: 9:  Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.” Perkataan ini persis sama dengan firman Tuhan Allah  yang diberikan dulu kepada umat Israel dalam mengikat perjanjiannya dengan umat itu di gunung Sinai (Kel. 19: 5-6) sebagaimana sudah dijelaskan di atas. Karena itu gerejalah yang dipakai oleh Allah sebagai ganti Israel yang lama yang telah gagal memabawa missi penyelamatan Allah, untuk membawa missi itu dengan memberitakan Injil keselamatan Allah ke seluruh bangsa-bangsa, agar dengan percaya kepada Yesus Kristus, mereka ikut mewarisi keselamatan itu sendiri. Kalau gereja mengingkari perjanjiannya dengan Tuhan, mengabaikan tugas panggilan yang diberikan Tuhan kepadanya, dan melalui pemimpin-pemimpinya gereja juga jatuh kepada keduaniawian, bukan tidak mungkin apa yang terjadi  bagi Israel, akan terjadi juga bagi gereja.  ( MSM Panjaitan)

 

Rabu, 02 September 2020

MAKNA ZIARAH KE KUBURAN MENURUT KEPERCAYAAN KRISTEN

 

MAKNA ZIARAH KE KUBURAN MENURUT KEPERCAYAAN KRISTEN

            Belakangan ini orang-orang Kristen telah banyak yang mempunyai kebiasaan melakukan ziarah ke kuburan. Pada dasarnya kebiasaan itu adalah berasal dari orang muslim. Kata ziarah sendiri  adalah serapan kata Arab, yang berarti berkunjung, bisa berkunjung ke kerabat dan berkunjung ke kuburan. Ziarah ke kerabat mempunyai makna untuk memperteguh tali atau hubungan silaturahmi, sedangkan ziarah ke kuburan untuk mengingat kematian itu sendiri yang menimpa seiap orang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KIBI) kata “ziarah” diartikan sebagai “kunjungan ke tempat-tempat yang dianggap kramat atau mulia ( makam dan sebagainya)”, sedangkan berziarah diartikan sebagai perbuatan “berkunjung ke tempat-tempat yang dianggap kramat atau mulia (makam dan sebagainya) untuk berkirim doa”. Tidak disebut berkirim doa untuk siapa, tetapi dari prakteknya mungkin berkirim doa kepada Allah untuk arwah orang mati yang dikubur dalam kuburan itu, sesuai dengan kepercayaan Islam.

            Walaupun mungkin banyak orang kristen mengartikan ziarah seperti pemahaman Islam atau pengertian yang disebut dalam KIBI itu, tetapi makna ziarah  menurut kepercayaan Kristen yang sebenarnya  tidak seperti itu halnya. Bagi orang Kristen kebiasaan ziarah itu banyak dilakukan pada Hari Paskah atau  masa Akhir Tahun Gerejawi yang sekaligus juga ditetapkan sebagai Peringatan akan orang yang telah meninggal. Tetapi melakukan ziarah tidak dibatasi hanya pada hari-hari seperti itu. Kita bisa melakukan ziarah atau kunjungan ke kuburan setiap waktu. Dalam melakukan kunjungan ke kuburan itu biasanya juga sekaligus membersihkan kuburan itu dari rerumputan yang menumbuhi kuburan tersebut, supaya kuburan itu kelihatan bersih dan indah jangan menyeramkan. Banyak kuburan yang tidak terurus, yang sangat jarang dibersihkan, semak belukar tumbuh begitu saja sehingga kuburan itu kelihatan sangat menyeramkan dan menakutkan sekali.  Kuburan tidak seharusnya ditakuti, seolah-olah roh-roh orang mati itu bergentayangan di sana.  Orang-orang Kristen yang berlatar-belakang Batak, masih ada yang menganggap  bahwa ziarah ke kuburan itu, terutama kuburan orang tua atau moyangnya  adalah untuk menghormati roh orang yang sudah meninggal itu, bahkan ada yang  meminta  berkat kepadanya untuk memperoleh rezeki yang baik dan kesehatan, atau bahkan agar  diberi jodoh bagi yang belum mempunyai jodoh dan keturunan  bagi orang yang belum mempunyai keturunan. Dengan anggapan  seperti itu tidak jarang adanya dulu orang mengunjungi kuburan dengan  membawa makanan dan diletakkan di atas kuburan itu dan dipercyai bahwa perbuatan itu menyenangkan bagi orang mati yang ada di kuburan tersebut,  sehingga rohnya memberkati orang yang menaruh makanan itu. Biasanya orang yang berbuat seperti itu adalah keturunan dari yang meninggal itu, atau kerabat dekatnya. Tetapi perbuatan seperti itu adalah perbutan sesat, karena dalam kepercayaan kristen tidak ada lagi roh orang mati. Yang mempunyai roh adalah orang yang masih hidup, dan roh itu  adalah  kekuatan yang berasal dari Allah yang membuat manusia itu hidup ( Kejadian 2: 7 ). Ada juga yang mengganggap orang mati itu punya hantu atau begu, yang bisa mengganggu atau menyakiti mausia yang hidup yang tidak disukainya. Ini adalah juga pikiran yang sesat. Dalam kepercayaan kristen, orang mati tidak bisa lagi berhubungan dengan orang hidup, dan orang hidup  juga tidak bisa berkomunikasi dengan orang mati. Dalam Pengkotbah 9: 5-6 disebut “....orang mati tak tahu apa-apa, tak ada lagi upah bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap. Baik kasih mereka maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari.” Tetapi  iblis yang selalu berusaha menyesatkan manusia, bisa menyamar sebagai “hantu” orang meninggal mendatangi seseorang, seolah-olah dalam anggapan orang hidup yang didatangi itu seseorang yang sudah meninggal itulah yang mendatangi dirinya.  

            Lalu dalam melakukan ziarah, apakah berdoa bisa dilakukan di kuburan? Di mana-mana kita bisa berdoa, termasuk di kuburan. Tetapi jika kita berdoa di kuburan, tentu yang kita doakan bukanlah orang mati yang ada dalam kuburan itu, dan tidak juga meminta sesuatu dari orang mati iu. Kita tetap berdoa kepada Allah Bapa, dan yang kita doadakan adalah diri kita yang masih hidup, supaya kita diberi kekuatan mejalani hari- hari hidup ini, terutama dalam mengahadapi kematian itu sendiri. Janganlah kiranya kuasa kematian yakni dosa, iblis dan roh-roh duniawi  yang telah ditaklukkan oleh Yesus membuat diri kita merasa cemas dan kuatir akan hidup ini. Cuci muka pun bisa dilakukan yang juga diiringi doa dalam hati, kiranyaTuhan yang telah mengalahkan kuasa maut membersihkan wajah kita dari air mata yang disebabkan oleh berbagai kesedihan di dunia ini.  ( Pdt Mangotang SM Panjaitan, MTh).

KEPERCAYAAN KRISTEN MENGUBAH PANDANGAN ORANG BATAK AKAN KEMATIAN

 




KEPERCAYAAN KRISTEN MENGUBAH PANDANGAN ORANG BATAK AKAN KEMATIAN

(Pdt Mangontang SM Panjaitan, MTH, pendeta HKBP emeritus)

 

Kalau kita mau membicarakan kehidupan, kita juga harus membicarakan  kematian, karena semua manusia harus mati. Tidak seorang pun yang bisa menghindarkan diri dari kematian itu. Tetapi banyak orang yang enggan bahkan takut membicarakan hal mengenai kematian, karena kematian itu dirasa sangat dahsyat sekali. Lagi pula pandangan  bangsa-bangsa dan agama-agama di dunia ini tentang kematian itu berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan pandangan orang-orang Kristen itu sendiri. Itu terjadi karena soal kematian sangat bersifat rahasia. Tidak seorangpun manusia di dunia ini yang bisa menerangkan dengan jelas bagaimana halnya kematian itu, karena kematian adalah sesuatu yang berada di luar kekuasaan manusia.

                Soal kematian adalah rahasia Allah, yang oleh karenanya harus dijelaskan dari sudut iman. Setiap orang yang tidak beriman kepada Allah, akan selalu merasa cemas dan takut apabila berhadapan dengan kematian. Iman bertumbuh dalam hubungan kepada Allah, sedangkan Allah hanya dapat dikenal melalui penyataan-Nya. Karena soal kematian adalah rahasia Allah, maka soal kematian hanya  dapat dimahami melalui penyataan-Nya juga. Orang Kristen dapat memahami persoalan kematian itu hanya melalui kesaksian Alkitab., yang dibantu oleh teolog atau gereja yang sudah banyak menggumuli soal-soal yang dihadapi manusia berdasarkan kesaksian Alkitab itu sendiri.  Sehubungan dengan itu perlu  juga diketahui bagaimana hal mengenai kematian itu dipahami dan dipercayai oleh salah satu suku di Indonesia sebelum kekristenan, yakni suku Batak, yang mayoritas suku itu telah menganut agama Kristen, guna mengetahui sudah sejauh mana pandangan suku itu telah bisa diubah dengan pandangan yang diperoleh menurut kepercayaan orang Kristen.

Pandangan Alkitab mengenai  kematian

                Dasar pemahaman orang Kristen mengenai kematian adalah Alkitab, mulai dari Kitab Perjanjian Lama (PL) dan juga dalam Kitab Perjanjian Baru (PB).

Dalam kitab PL, kematian sering digambarkan sebagai suatu kengerian ( Maz.55: 4-5), suatu kecelakaan ( Ul. 30: 15, 19) dan kepahitan ( 1 Sam. 15: 32). Kematian juga sering disebut sebagai “jalan segala yang fana” (Batak: dalan hatopan ni sandok tano on). Jika seseorang telah merasakan ajalnya telah dekat, maka dia akan mengatakan: “Aku sekarang akan menempuh jalan segala yang fana” ( Yos. 23: 14; 1 Raja 2: 2 ).

Dalam PL juga dikatakan bahwa semua manusia akan mati, tanpa kecuali, karena dia dijadikan dari debu tanah yang dapat rusak ( Kej.3: 19). Dulu ada yang  beranggapan , bahwa pada mulanya manusia dijadikan oleh Allah sebagai makhluk yang kekal, namun  kemudian kehilangan kekekalannya karena dosa. Tetapi anggapan itu tidak bisa dipertahankan. 1) Sejak semulapun manusia telah diciptakan sebagai makhluk yang fana. Hal iu dapat diketahui dari cerita penciptaan itu sendiri. Karena diciptakan dari debu tanah, maka manusia akan kembali menjadi tanah juga, yang artinya dia akan mati ( Kej. 3: 19). Yang membuat manusia hidup adalah nafas hidup ( Ibrani: nefes haya) yang dihembuskan Allah  melalui lubang hidungnya; dengan nafas hidup itu maka manusia menjadi makhluk yang hidup ( Kej.2: 7). Ini berarti bahwa sumber hidup itu adalah Allah, dan nafas hidup itu merupakan kuasa Allah yang menghidupkan, yang tidak pernah menjadi milik manusia iu sendiri. Tetapi banyak yang salah memahami arti nafas hidup itu, yang disamakan dengan roh manusia itu sendiri. Nafas hidup itu tidak bisa diterjemahkan dengan jiwa atau roh manusia.2 Manusia bukan terdiri dari tubuh dan jiwa, tetapi dia adalah tubuh yang berjiwa dimana tubuh dan jiwa adalah satu kesatuan yang utuh.3) Kalau nafas hidup, yang sering juga diartikan sebagai roh kembali kepada Allah ( Pengkh. 12: 7), maka manusia itu, akan mati. Nafas hidup juga merupakan tali penghubung antara manusia dengan Allah. Sehingga dengan demikian, dengan kematian hubungan manusia dari dirinya dengan Allah menjadi putus.

(Catatan: Selain itu dalam Kitab Pengkhotbah juga dikatakan bahwa  orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap. Baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari (Pengkh.9: 5-6).

 

Itu berarti tidak ada lagi hubungan orang yang mati dengan orang yang hidup di dunia ini. Dan orang yang hidup tidak bisa lagi berkomunikasi dengan orang  yang mati, apalagi memberikan sesuatu  kesukaan orang mati itu selama masa hidupnya.

 

Tetapi walaupun pada mulanya manusia diciptakan sebagai makhluk yang fana, namun kematian manusia tidak bisa dipisahkan dari dosa manusia itu sendiri. Memang dalam Kej. 2: 17 dikatakan, manusia akan mati kalau dia melanggar titah Tuhan. Tetapi setelah manusia berdosa,  hukuman yang diberikan secara langsung bukanlah kematian , melainkan adalah “susah payah dalam kehidupan ini”, yakni susah payah mencari makanan bagi  laki-laki dan susah payah untuk melahirkan bagi perempuan ( Kej.3: 16-17). Namun kesusahan tersebut  yang timbul,  setelah dosa dilakukan, maka kefanaan manusia itu telah dirasakan sebagai kutuk dan kuasa kematian itu dirasakan sebagai hal yang sangat menakutkan sekali dalam perjalanan hidupnya.4) Jadi sejak itu, kematian dipandang sebagai peristiwa yang sangat menakutkan, dan tempat orang-orang matipun sering digambarkan dalam kitab PL sebagai tempat yang menakutkan juga. Tempat orang mati itu disebut Sheol, yang sering digambarkan sebagai tempat yang sunyi ( Maz.94: 7), negeri gelap dan kelam pekat ( Ayub 10: 21 dst), tempat kebinasaan ( Maz. 88: 12; Ayub 26: 6) dan tempat dimana tidak terdengar lagi ucapan syukur dan puji-pujian kepada Allah ( Maz.115: 17; Yes. 38: 18 dst).

Dalam dunia sekitar Israel, kuasa kerajaan kematian sering diagung-agungkan atau orang mati sering didewa-dewakan. Atas pengaruh dunia sekitar tersebut, di tengah-tengah umat Israel pun pernah timbul kecenderungan ke arah pemujaan orang mati. 5) Tetapi kepercayaan kepada Allah Yahweh tidak memperbolehkannya, sebagaimana bisa dilihat dari adanya perlawanan yang sangat keras terhadap pemujaan orang mati. Dlam Yes. 8: 19 dikatakan: Apabila orang berkata kepada kamu: "Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-kamit," maka jawablah: "Bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?" ( lihat juga 1 Sam. 28: 16 dst; Luk. 16: 27 dst). Selain mengadakan pemujaan dan pemanggilan arwah orang mati dilarang keras dalam kepercayaan kepada Yahweh,  orang yang kena kepada mayat sendiri pun juga dianggap sebagai najis ( Bil. 19: 16). 6)

                Namun demikian, menurut pandangan PL, Sheol  (tempat orang mati) tidak terlepas dari kekuasaan Allah. Allah juga hadir di sana ( Maz. 139: 8) sebagaimana Dia juga hadir di tengah-tengah bangsa kafir ( Amos 9: 2). Setelah adanya keyakinan bahwa Allah juga hadir di tempat orang-orang mati, maka gambaran tentang pahitnya kematian itu menjadi berubah. Orang mati pun dilukiskan sebagai dalam keadaan tidur atau berbaring ( Dan. 12: 2; bd Yoh. 14: 10) meskipun dalam keadaan tidur untuk selamanya ( Yer. 51: 39.57. Dengan adanya pengertian bahwa orang mati ada dalam keadaan tidur maka di kemudian hari di kalangan umat Israel timbul pulalah pengharapan dan kepercayaan akan adanya kebangkitan orang-orang mati. Kebangkitan itu diartikan hanya bagi orang-orang yang berkenan kepada Allah ( Yes. 26: 14. 19; bd. 2 Makkabi 7: 14; Himat Salomo 3: 1 dst; 2 Barukh 30). Tetapi kadang-kadang juga dikatakan bahwa kebangkitan itu juga menyangkut semua orang ,yang baik maupun yang jahat. Yang berkenan kepada Allah akan mendapat kehidupan kekal, sedangkan yang jahat akan mendapat nista dan kengerian yang kekal ( Dan, 12: 2; bd Enokh 22). 7)

 

Dalam Kitab Perjanjian Baru (PB), pada zaman Yesus ada dua pandangan yang timbul di tengah-tengah umat Yahudi tentang kematian. Pandangan yang pertama adalah dari kelompok Saduki yang begitu keras menyangkal adanya kebangkitan orang-orang mati. Sedangkan yang kedua adalah orang-orang Farisi yang mengharapkan adanya kebangkitan pada akhir zaman, kecuali orang-orang murtad ( Kis. 23: 6 dst; Mat. 22: 23 ). Sikap Yesus tentang orang-orang mati lebih dekat kepada pandangan Farisi. Dia mengajarkan kepada orang-orang Saduki, bahwa orang-orang mati akan dibangkitkan oleh kuasa Allah dan hidup kepada Allah ( Mark. 12: 18-27). Yesus juga mempergunakan istilah tidur bagi orang-orang yang sudah mati ( Mark. 5: 39; Yoh. 11: 11). Tetapi mengenai dihidupkannya kembali ketiga orang mati yang disebutkan dalam PB oleh Yesus, tidak sama dengan kebangkitan Yesus. Mereka yang pernah dihidupkan oleh Yesus itu juga akan mengalami kematian lagi. Sedangkan Yesus yang bangkit dari kematian tidak mengalami kematian lagi. Karena itu arti yang sebenarnya dari kematian dan kebangkitan menurut PB hanya dapat dilihat dalam kematian dan kebangkitan Yesus.8)

Menurut pandangan PB, kematian bukanlah peristiwa alamiah semata-mata, melainkan sebagai hukuman atas dosa yang diperbuat manusia itu sendiri ( Roma 1: 23; 6: 16.21; 8: 6.13 ); disebutkan bahwa upah dosa adalah maut ( Roma 6: 23 ).  Dosalah yang mendatangkan kematian bagi seluruh manusia sejak dari Adam ( Roma 7: 13; 5: 12). Oleh karena dosa, eksistensi manusia telah menjadi tubuh maut yang sudah ditakdirkan untuk mati ( Roma 7: 24 ). Orang-orang yang berbuat dosa sebenarnya telah “mati” walaupun masih hidup ( Kol. 2: 13; Ef. 3: 1-5; Wahyu 3: 1). Tetapi kematian yang diakibatkan oleh dosa itu tidak berakhir dengan kematian yang sudah ditetapkan (kematian alamiah), karena masa penghakiman setelah kebangkitan orang-orang mati masih ada, dimana seluruh orang akan diperhadapkan dengan kehidupan kekal ( Roma 6: 23) atau kematian kedua ( Wahyu 2: 11; 20: 6; 21: 8), yakni kematian untuk selama-lamanya (bd. Barabbas 20: 1). 9) 

       Kematian Yesus Kristus, yang tidak bisa dipisahkan dari kebangkitan-Nya adalah sebagai pusat pemberitaan Injil. Oleh karena kasih karunia Allah, Dia mengalami kematian untuk semua manusia ( Ibr. 2: 9). Dengan kematian-Nya Dia telah memusnahkan Iblis yang berkuasa atas maut ( Ibr. 2: 14-15). Karena itu orang-orang yang percaya kepada Yesus mengertikan kematian Yesus adalah karena dosa-dosa kita ( 1 Kor. 15: 3), dan Dia rela mati untuk menyelamatkan kita dari dunia kejahatan ( Gal.1: 4) dan kuasa kegelapan ( Kol. 1: 13). 10)

      Bagi Yesus Kristus, kematian dan kebangkitan yang dialami-Nya sendiri adalah karena kehadiran-Nya sebagai nabi yang melakukan kehendak Allah ( Luk. 13: 32.33; Mat. 8: 31; 9: 31; 10: 32 ). Dia adalah Anak Manusia yang cukup menderita  untuk menebus manusia dari perbudakan dosa. Tetapi kemudian dipermuliakan Allah. 11)

    

Rasul Paulus salah seorang penulis PB yang banyak menafsirkan arti kematian Kristus menyebutkan bahwa kematian Kristus adalah pembebasan manusia dari dosa dan maut ( Roma 8: 2), sebagai exodus yang baru ( 1 Kor. 10: 1-2); dia juga sering mengartikannya sebagai pembebasan dari perbudakan, korban penebusan, perjanjian baru, pembenaran dan pendamaian manusia dengan Allah.  Di pihak lain, Paulus juga  melihat arti kematian Kristus itu sebagai jalan untuk membinasakan  maut ( 1Kor. 15: 26). Kunci maut dan kerajaan maut telah berada di tangan Kristus ( Wahyu 1: 18). Ketika Dia turun ke dalam kerajaan maut, Dia telah menghancurkan maut itu sendiri ( 1 Petr. 3: 19; 4: 6; Ef. 4: 9). Sebagai pemenang atas maut dan anak sulung dari antara orang mati ( 1 Kor. 15: 20), Yesus  telah memberi jaminan tentang adanya panen yang akan datang dalam kebangkitan. Dialah juga Adam yang terakhir, yang telah membatalkan pelanggaran yang menimbulkan kematian itu. 12)

 

Di dalam Kristus, orang-orang percaya telah melangkah dari kematian kepada kehidupan ( Yoh. 5: 24; 1 Yoh. 3: 14 ). Tetapi di samping itu Alkitab juga menyatakan bahwa orang-orang percaya harus mati.  Kematian yang harus dilalui oleh orang-orang percaya itu sering dikatakan oleh Paulus dengan sebutan “tidur dalam Kristus “, maka setiap orang yang percaya kepada-Nya akan dibangkitkan dari antara orang-orang mati pada akhir zaman( ! Kor. 15: 22 dst; 1 Tes. 4:13 dst ).

Jalan untuk mempersatukan diri dengan kematian Kristus ialah baptisan. Setiap orang yang memperoleh baptisan, telah dibaptiskan ke dalam kematian-Nya dan bersama dengan Kristus dibangkitkan untuk berjalan dalam hidup baru, serta berharap bahwa pada akhir zaman dia akan dipersatukan dengan Kristus sehingga memperoleh kebangkitan yang sama dengan kebangkitan-Nya ( Roma 6: 3-4;  Kol. 2: 12 ). Yesus sendiripun mengartikan kematian-Nya itu sebagai baptisan ( Luk12: 50; Mark. 10: 38 ); sehingga dengan demikian apa yang disebutkan dengan “satu baptisan” dalam Ef. 4: 5 menurut ahli tafir PB  adalah menunjuk kepada kematian Kristus bagi seluruh manusia. Sebagaimana halnya dengan baptisan, Perjamuan Tuhan adalah juga memberitakan tentang kematian Kristus ( 1 Kor. 11: 26 ). Kehidupan orang-orang Kristen juga diartikan sebagai “memikul kematian Yesus dalam tubuh-Nya”, dan dalam waktu yang sama mengharapkan bahwa kebangkitan Kristus juga akan diwujudkan dalam tubuhnya ( 2 Kor.4: 10; 6: 9; Fil. 3: 11). 13)

Bagaimana dengan orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus?  Bagi mereka kematian adalah benar-benar sebagai jalan menuju hukuman yang kekal. Dalam Alkitab dikatakan bahwa hukuman bagi iblis dan pengikutnya adalah api yang kekal pada hari parusia (Mat.18: 8; bd Yudas 7).  Orang-orang yang tidak percaya juga turut dibangkitkan, tetapi mereka dibangkitkan untuk mendapat hukuman yang kekal.

 

Pandangan tokoh gereja

Dalam tulisan ini  dikemukakan pandangan seorang tokoh gereja yang banyak memberi pemahaman kepada orang Kristen mengenai kematian, yakni Martin Luther. Dalam uraiannya tentang kematian, Martin Luther melihat arti kematian itu dari  dua aspek, yakni pertama dari aspek terang Hukum Taurat dan kedua dari aspek  terang Injil.  Bagi dia kematian mempunyai arti yang jauh melebihi sifat biologis belaka. Kematian adalah suatu realitas kemanusiaan, yang berbeda sekali dari berakhirnya hidup tumbuh-tumbuhan atau binatang-binatang.  Berakhirnya hidup tumbuh-tumbuhan dan binatang hanyalah karena hukum alam yang sudah ditetapkan oleh Allah. Sedangkan kematian manusia dipandang dalam terang Hukum Allah adalah disebabkan oleh murka Allah karena pelanggaran manusia itu sendiri terhadap hukum Allah. Dengan demikian kematian manusia adalah kesengsaraan yang kekal. Manusia diciptakan oleh Allah menurut gambar-Nya adalah dengan tujuan untuk kehidupan yang kekal, bukan untuk mati. Tetapi karena pelanggarannya maka manusia memperoleh hukuman kematian. Dengan alasan itulah maka  Martin Luther mengatakan, bahwa kematian bukan karena proses alamiah. Karena disebabkan oleh murka Allah,  maka dalam menghadapi  kematian, setiap orang selalu merasa takut dan mengerikan,  serta berusaha menghindarkan diri daripadanya. Tidak seorang pun yang tidak merasa takut dan gemetar apabila berhadapan dengan kematian. Hal itu terjadi karena dalam kematian dirasakan bahwa Allah telah menghukum manusia. Dengan perasaan terhukum itu manusia melihat di dalam kematian itu mulut neraka telah ternganga untuknya. 14) Perasaan takut itu tumbuh oleh kesadaran bahwa Hukum Taurat Allah tidak bisa dipenuhi. Maka oleh karena itulah bagi Martin Luther sendiri Hukum Taurat selalu memberikan rasa takut dan cemas, istimewa dalam berhadapan dengan kematian. 15)   

Tetapi di pihak lain orang Kristen tidak hanya berdiri di bawah Hukum Taurat, karena dalam waktu yang sama dia juga mendengarkan suara Injil. Oleh Injil maka seluruh pengalaman tentang murka Allah dan kematian telah dirobah sama sekali. Injil telah membimbing kehidupan Kristen kepada anugerah Allah, bukan lagi kepada murka Allah.  Oleh anugerah-Nya dalam Yesus Kristus yang telah mengalahkan kematian itu, Allah telah merobah sifat kematian itu dan telah menjadikannya menjadi alat anugerah-Nya pula. Hal ini dapat diihat dimana Allah telah memenuhi janji-Nya kepada orang Kristen dalam baptisan  dengan menyebutkan bahwa dosa-dosa telah dikuburkan ke dalam kematian-Nya. Usaha perlawanan dan pembunuhan terhadap dosa-dosa itu telah dimulai dalam tugas-tugas dan penderitaan yang telah diletakkan Allah terhadap seseorang dan disempurnakan dalam kematian badani tersebut. Dengan pengertian baru ini setiap orang Kristen harus menerima kematian itu dengan rasa senang. Karena dengan demikian dia telah turut berjuang untuk mengalahkan kuasa dosa. Pekerjaan ini memang sulit dilaksnakan dan tidak seorang pun dapat mengerjakannya dari dirinya sendiri.  Dia baru dapat mengerjakan itu hanya dengan kuasa Kristus yang telah mati dengan penuh kepatuhan. Maka sejak Allah mempergunakan kematian itu sebagai jalan untuk membebaskan manusia dari  dirinya sendiri dan kematiannya, maka orag-orang Kristen tidak perlu lagi  takut menghadapi kematian.  Martin Luther pernah berdoa: “Tolonglah kami untuk tidak menakuti kematian tetapi supaya menginginkannya”. 16)  Karena itu bagi Martin Luther kerelaan untuk mati dalam Yesus Kristus adalah suatu kebahagiaan.  Kesempurnaan orang Kristen terletak dalam kerinduannya kepada kematian itu sendiri. Hal itu didasarkan atas perkataan Paulus dalam Filipi 1: 21-23, dimana Paulus menginginkan untuk segera berangkat dari dunia ini, sehingga seluruh dosanya akan berakhir dan kehendak Allah disempurnakan sepenuhnya  dalam dia.  Dengan demikian maka menurut Martin Luther,  hukum kematian juga bisa menjadi satu bentuk Injil bagi orang-orang Kristen.  Kalau kematian sebelumnya adalah suatu hukuman atas dosa, maka dalam terang Injil, kematian telah berobah menjadi jalan kesembuhan atas dosa. Dalam terang Injil kematian juga telah menjadi berkat. 17) 

Setelah bebas dari murka Allah, maka kematian telah dapat diandaikan sebagai dalam keadaan “tidur” atau beristirahat.  Atau dengan gambaran lain yang pernah dipergunakan oleh Martin Luther ialah bahwa kematian itu sudah merupakan pintu gerbang atau jembatan yang sempit menuju kehidupan yang kekal.  Kematian juga dapat diibaratkan dengan jalan sempit yang dilalui oleh seorang bayi  yang lahir ke dunia ini dari rahim ibunya. Jalan sempit itulah jalan satu-satunya bagi sang bayi untuk bisa keluar dari kandungan ibunya yang sempit menuju dunia yang luas ini. Maka ibarat melalui jalan sempit dan mencemaskan itu seorang Kristen dalam menghadapi kematian itu harus dengan penuh keyakinan dan keberanian, serta berharap bahwa apabila lolos dari sana dia akan masuk ke  dalam suatu tempat yang sangat luas yang penuhK dengan kesukaan yang besar.

 

PANDANGAN ORANG BATAK AKAN KEMATIAN

Dalam pandangan orang Batak, kematian adalah perpisahan antara tubuh (badan) dan jiwa (roh). Walaupun setelah datangnya kekristenan,  orang-orang Batak masih banyak yang   memegang pandangan seperti itu.  Dengan pandangan itu, dalam kematian, hanya badanlah yang dianggap busuk di dalam tanah, sedangkan jiwa atau rohnya hidup terus. Sampai sekarang pandangan itu masih dipegang oleh banyak orang Batak. Walaupun sudah beragama Kristen, orang Batak masih banyak  yang beranggapan bahwa jika seseorang meninggal, maka badannya menjadi tanah, nafasnya menjadi angin dan rohnya menjadi hantu ( dagingna gabe tano,hosana gabe alogo, tondina gabe begu). Kalau seseorang yang meningga; itu sudah tua dan mempunyai banyak keturunan, maka rohnya akan berubah ke tingkat yang lebih tinggi dari “begu” yakni menjadi  “sumangot” dan kemudian sampai lagi ke tingkat yang paling tinggi yakni “sombaon”, yang statusnya sudah bisa disejajarkan dengan “debata” yang disembah. Begu, sumangot dan sombaon,  yang merupakan peralihan dari roh orang yang sudah meninggal dipercayai masih berhubungan dengan orang yang masih hidup. Apabila begu, sumangot dan sombaon itu selalu disembah atau dihormati oleh keturunannya  dengan memberikan sajian-sajian yang disukai semasa hidupnya maka dia akan memberkati keturunannya itu. Tetapi kalau tidak dihormati maka dia akan menyakiti atau mendatangkan malapetaka kepada mereka. Karena itu tugas menghormati orang tua sangat penting bagi orang Batak istimewa menghormati orang tua yang sudah meninggal dunia. Adanya hukum kelima dalam kekristenan yang mengharuskan untuk menghormati orang tuanya, secara salah banyak  dipergunakan oleh orang Batak sebagai dasar yang menguatkan sikap mereka dalam kebiasaan menghormati orang tuanya yang sudah meninggal. Pelaksanaan hukum kelima itu bagi orang Batak lebih menonjol dalam upacara adat yang layak dan terhormat pada saat penguburan orang tua. Misalnya dengan memberangkatkannya dengan “adat na gok”, di mana , dongan tubu dan raja-raja adat  diberi penghormatan yang tinggi,  serta menempatkan mayat dari orang tuanya itu di tempat yang bagus  sampai kepada pembuatan makam atau tugu yang bagus. Semuanya ini masih diyakini oleh banyak orang Batak sebagai cara untuk menghormati orang tua atau roh nenek-moyangnya yang sudah meninggal dunia. Kalau itu dilaksanakan dengan baik, maka mereka berharap akan menerima berkat berupa  keturunan yang banyak (hagabeon), rezeki yang baik dan  kekayaan (hamoraon), umur  yang panjang serta kehormatan dalam status sosial (hasangapon), dan lain-lain.

Karena itu sampai sekarang banyak orang Batak  yang masih sulit menerima pandangan yang mengatakan bahwa dengan kematian hubungan orang yang sudah mati  dan yang masih hidup sudah terputus. Usaha gereja-gereja di Indonesia untuk melarang anggota-anggota jemaatnya untuk mengadakan hubungan dengan orang-orang yang sudah  mati ( seperti pemujaan kepada roh-roh orang mati) masih belum begitu berhasil. Itu juga disebabkan karena pandangan gereja-gereja di Indonesia tentang kematian itu juga tidak sama. Ada juga gereja dari aliran yang berbeda,  tidak jelas melarang perbuatan menyembah roh-roh nenek moyang oleh  anggota gerejanya, dan itu hanya dianggap sebagai perbuatan budaya saja.

Oleh karena itu gereja-gereja  perlu dalam satu kesatuan memikirkan bagaimana caranya untuk menghilangkan adanya keyakinan yang bertentangan dengan pengajaran Alkitab itu. Barangkali orang-orang Kristen di Indonesia khususnya orang-orang Kristen Batak yang masih sangat miskin dengan ajaran atau pemahaman kekristenan  yang berdasarkan Firman Allah, membuat kepercayaan yang lama yang diwarisi dari kepercayaan nenek-moyangnya dengan mudah bisa muncul kembali. Kalau hal itu dibiarkan begitu saja, maka pada suatu waktu iman kepada Allah Tritunggal, akan bergeser kepada kepercayaan atas kuasa roh-roh orang mati. Pengertian akan kematian yang meliputi totalitas eksistensi manusia perlu diajarkan secara mendasar di tengah-tengah orang Kristen, khususnya masyarakat Kristen Batak. Orang yang mati dengan totalitas eksistensinya itulah kemudian yang akan dibangkitkan pada akhir zaman, dan menerima kehidupan yang kekal di surga apabila dirinya dirinya semasa hidupnya di dunia ini menerima Yesus dalam seluruh ekistensinya.

 

KEMATIAN MENURUT KONFESSI HKBP 1996

 

Konfesi ialah suatu pengakuan atau pernyataan iman yang dirumuskan oleh gereja berdasarkan hasil pemahaman, pergumulan dan penghayatan gereja itu akan Firman Allah yang dinyatakan di dalam Alkitab, untuk dijadikan sebagai pegangan bagi setiap warga gereja itu dalam me­nyaksikan imannya di tengah-tengah dunia dan dalam melawan berbagai ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Dalam Konfessi HKBP 1996, pasal 16 mengenai kematian dinyatakan sebagai berikut:

“Kematian adalah akhir hidup manusia di dunia ini, dia berhenti dari segala pekerjaannya. Ada keselamatan bagi orang yang percaya. Yesus Kristus yang telah bangkit itulah yang membangkitkan orang dari  kematian. Dialah Tuhan dari orang yang hidup dan yang mati ( Roma 14: 7-9)”.  Gereja menyelenggarakan  peringatan bagi orang yang meninggal untuk menyadarkan iman umat Kristen untuk mengingat akhir hidupnya serta meneguhkan pengharapan akan kemenangan Kristus mengalahkan kematian, demikian juga pengharapan akan kerajaan sorga sebagai tujuan hidupnya dan persekutuan orang percaya dengan Tuhan Allah hingga kedatangan Kristus yang ke dua kali.

Dengan ajaran ini ditekankan pengharapan akan keselamatan manusia dari antara orang yang mati di dalam Yesus Kristus. Ajaran ini  menentang pandangan yang mengatakan bahwa orang yang hidup dapat menerima berkat dari orang mati. Ajaran ini juga menentang pandangan yang mengatakan bahwa orang yang mati dapat berhubungan dengan orang yang hidup melalui doa, yakni mendoakan  arwah-arwah. Juga ditentang pandangan yang yang mengatakan bahwa harus dengan cara mendirikan tugu untuk menghormati orang yang mati sebagai cara menerima berkat bagi keturunannya. Ajaran ini juga menolak semua bentuk kepercayaan  animisme terutama ajaran yang mengatakan bahwa roh orang yang meninggal itu masih hidup dan orang yang meninggal itu  menjadi  hantu  (begu) dan  roh nenek moyang  atau “sumangot”18).

 

 

 

Catatan kaki:

1). Lihat “Dead-Mati”,  “Death- Kematian”, dan “Sin- Dosa” dalam LLD, Buku Konkordia, 1986 (LKS), hal. 120, 199-200.

2). Band. W.Lempp, Tafsiran Kejadian ( 1: 1- 4: 24), Jakarta 1974 (BPK) hal. 61; juga “Creation –  Ciptaan”, “Man – Manusia” dan “Nature – Sifat”, dalam LLT, Buku Konkordia. 1986 (LKS), hal.118, 158, 165-166.

3). Bnd Chr. Barth, Theologia Perjanjian Lama I, Jakarta, 1970 (BPK), hal.43; lihat juga “Flesh- Daging, Human- Manusia dan “Soul – Jiwa” dalam LLT, Buku Konkordia, 1986 (LKS), hal. 131-132, 200.

4). Lihat “Adam”, “Affliction –Derita”, “Damnation – Kutukan” dan :”Penalty – Hukuman “ dalam LLT, Buku Konkordia , 1986 (LKS), hal. 90-91, 119, 173-174.

5). Bnd H.W.Wolf, Kematian dalam Perjanjian Lama, artikel dalam JR Hutauruk (ed), Ketika Aku dalam Penjara, hal. 33.

6). Lihat “Doa kepada orang-orang Suci”, dalam LLT, hal. 37-38 dan juga fasal XXI, “Pemanggilan kepada orang Suci”, dalam TL, Apologi Konfessi Augsburg Tahun 1531, Pematangsiantar, 1983, LKS, hal.173-182.

7). Lihat “Hope – Harapan”, “Presence – Kehadiran” dan “Resurrection ot the dead – kebangkitan dari orang-orang mati “ dalam LLT, Buku Konkordia, hal. 142, 182, 190.

8). Lihat “Christ – Kristus” dalam LLT, Buku Konkordia, hal. 100-106.

9). Lihat “Adam”, “Judgment of God”, “Penalty”, “Second coming of the Christ”, dan “Sin”, dalam LLT, hal. 90. 147, 173-174, 198-199 dan juga dalam fasal III dalam Katekismus Besar M.Luther, hal.101-109.

10).  Lihat “Christ”, “Gospel”, “Grace” dan “Sin” dalam LLT, hal. 102-106, 135-137, 199-200 juga “ fasal III Kristus”, dalam TL. Apologi Konfwssi Augsburg th. 1531, Pematangsiantar 1983,  LKs, hal. 21.

11). Lihat “Reconsiler, Reconsiliation, Juru Damai, Perdamaian”, dan “Will of God”, dalam LLT, hal. 187-208.

12). Lihat “Absolution – Keampunan Dosa”, “Promise – Janji” dan “Redeemer, Redemption- Penebus, Penebusan”, dalam LLT, hal. 89-90, 184-185, 187.

13). Lihat “Baptism- Pembaptisan”, “Lord Supper-Perjamuan Tuhan”, “Union – Kesatuan”, dalam LLT, hal. 95-96, 154-157, 205.

14). Bnd Paul Althaus, The Theology of Martin Luther, Philadelphia, 1966, hal. 406.

15). Lihat “Law- Hukum”, “Nature – Sifat “ dan “Wrath of God – Murka Allah”, dalam LLT, hal. 150-153, 165-166, 214-215.

16). Bnd Paul Althaus, opcit hal. 408.

17). Lihat “Gospel-Injil”, “ Grace”, Life, Pronise, dalam LLT, hal. 135-138, 153-154.

18). Pengakuan Iman ( Konfessi) HKBP 1996, Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung, fasal 15..