Selasa, 15 September 2020

KETIKA ISRAEL UMAT YANG DIPILIH OLEH ALLAH MENGINGKARI PERJANJIAN DENGAN ALLAH DAN JATUH KEPADA KEDUNIAWIAN

 

KETIKA ISRAEL UMAT YANG DIPILIH OLEH ALLAH MENGINGKARI PERJANJIAN DENGAN ALLAH DAN JATUH KEPADA KEDUNIAWIAN

Oleh: Pdt MSM Panjaitan, MTh

            Walaupun Sejarah Israel sering dikhotbahkan oleh para pelayan atau pendeta kepada umat gereja dan umat kristiani pada umumnya, tetapi hal itu mungkin hanya sekedar diberitakan dan dikhotbahkan, namun sangat kurang direnungkan secara mendalam. Sering dikhotbahkan bahwa orang Israel dipilih dan dijadikan oleh Allah sebagai bangsanya tetapi keberadaan  Israel sebagai bangsa Allah sering salah dipahami. Banyak orang Kristen menganggap bahwa keberadaan Israel  sebagai bangsa Allah   sifatnya  permanen,  yang berlaku sepanjang zaman. Karenanya sampai sekarang orang Israel itu sering terlalu diagungkan dan dibanggakan oleh banyak orang Kristen, mereka dianggap sebagai umat yang sangat diistimewakan oleh Allah dari antara bangsa-bangsa . Umat Israel sendiri pun sering memahami dirinya seperti itu, sehingga mereka sering menyombongkan diri dan  beranggapan bahwa apa pun yang mereka lakukan,  Allah akan tetap berpihak kepada mereka, dan melindungi mereka.

            Tetapi kalau kita telusuri sejarah Israel mulai dari pengangkatannya sebagai bangsa Allah, keberadaan  itu sebenarnya tidaklah bersifat permanen. Keberadaan mereka sebagai umat Allah diikat oleh perjanjian di gunung Sinai, di mana mereka dibina oleh Allah untuk percaya kepada Allah Jahwe dan bertindak sesuai dengan firman atau hukum Allah,  sebagaimana diberitakan dalam Keluaran 19 dan 20. Dalam Keluaran 19: 5-6 Allah berfirman kepada umat Israel: “Jadi sekarang, jika kamu sungguh-sungguh mendengarkan firman-Ku dan berpegang pada perjanjian-Ku, maka kamu akan menjadi harta kesayangan-Ku sendiri dari antara segala bangsa, sebab Akulah yang empunya seluruh bumi. Kamu akan menjadi bagi-Ku kerajaan imam dan bangsa yang kudus”. Lalu Firman Tuhan yang bersifat janji ini disambut oleh umat Israel dengan mengatakan: “Segala yang difirmankan TUHAN akan kami lakukan." ( ayat 8). Sesudah perjanjian ini maka Allah memberikan Firmannya, yang dikenal dengan Hukum Allah yang sepuluh itu, yang dituliskan dalam dua log batu. Inti dari kesepuluh hukum itu sebagaimana jelas terlihat dalam pengajaran Yesus kepada pengikut-Nya di kemudian adalah: mengasihi Tuhan  Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi, dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. ( Matius 22: 37-39). Dengan demikian keberadaan mereka sebagai bangsa Allah, diikat oleh perjanjian, yakni mereka akan menjadi bangsa  Allah,  akan menjadi kerajaan imam dan bangsa yang kudus, jika umat itu tetap setia kepada apa yang mereka janjikan, yaitu mematuhi Firman Tuhan. Jika mereka tidak setia kepada perjanjian itu dan bahkan mengingkarinya, maka keberadaan mereka sebagai bangsa Allah dengan sendirinya  akan lepas dari diri mereka.

Jadi dalam  perjanjian itu, Israel dijadikan  sebagai kerajaan imam dan bangsa yang kudus. Ini berarti bahwa umat itu dikuduskan oleh Allah dan dipisahkan dari bangsa lain di dunia ini untuk melayani Tuhan Allah dan hidup sepenuhnya bagi Allah. Mereka mau dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk menjalankan missi-Nya di tengah-tengah dunia yakni rencana penyelamatan manusia dari kekuasaan dosa.  Sehubungan dengan itu melalui kesaksian, mereka diharapkan akan memperkenalkan Allah kepada bangsa-bangsa sekitar agar mereka juga ikut mempercayai Allah yang mereka sembah itu. Untuk itu Allah langsung yang menjadi raja dan pemimpin mereka. Allahlah yang  memilih pemimpin bagi  mereka yang dipenuhi dengan Roh Allah dan diberi karunia atau kemampuan khusus untuk memimpin dan melindungi bangsa itu dari tangan musuh. Itu nyata dalam kepemimpinan para hakim-hakim. Sampai empat belas hakim memimpin,  Israel masih mengikuti para hakim itu.

Tetapi pada masa  Samuel ( hakim ke 15) memimpin  mereka, umat Israel mulailah menuntut supaya bagi mereka diangkat seorang raja, karena mereka tidak mau lagi dipimpin oleh hakim, tetapi dipimpin oleh seorang raja sama seperti bangsa-bangsa lain di sekitar mereka. Mereka berkata kepada Samuel: "Engkau sudah tua dan anak-anakmu tidak hidup seperti engkau; maka angkatlah sekarang seorang raja atas kami untuk memerintah kami, seperti pada segala bangsa-bangsa lain." ( 1 Sam. 8: 5). Dengan rasa menyesal  Samuel menyampaikan tuntutan  umat itu kepada Allah dalam doanya. Tuhan mengabulkan permintaan dari umat itu dengan berfirman kepada Samuel: “Dengarkanlah perkataan umat itu dalam segala hal yang dikatakan mereka kepadamu, sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi akulah yang mereka tolak, supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka”. ( ! Sam.8: 9). Itu berarti Allah mengabulkan permintaan mereka, tetapi  harus diberitahu dengan jelas, apa yang menjadi hak raja dan kewajibannya. Tetapi walaupun mereka diberitahu hak dan kewajiban seorang raja yang cukup berat, mereka tidak menghiraukan itu, mereka tetap memaksakan supaya kepada mereka diberi seorang raja, yang berkuasa menghakimi dan memimpin mereka dalam perang, sehingga mereka sama seperti bangsa-bangsa lain. Dengan demikian umat Israel tidak mau sebagai kerajaan imam dan bangsa yang kudus sebagaimana diharapkan oleh. Mereka ingin menjadi sama dengan bangsa-bangsa lain di sekitarnya, yakni kerajaan yang bersifat politis, kerajaan  yang mempunyai raja berkekuasaan, dan yang menjalankan kekuasaaannya dengan cara-cara duniawi. Inilah pengingkaran mereka yang pertama atas apa yang sudah ditetapkan dan dijanjikan Allah pada mereka.

Allah memang masih bersifat “manganju” ( bersabar hati ) atas umat itu. Atas petunjuk Allah, jadilah Saul dari suku Benjamin dipilih dan diurapi oleh Samuel menjadi raja Israel yang pertama. Setelah pengurapan itu maka Saulpun dipenuhi dengan Roh Allah yang memberi kekuatan kepadanya sehingga ia mampu mengalahkan musuh-musuh bangsa itu yakni Moab, Amon, Edom, raja negeri Zoba dan orang Filistin ( 1 Sam. 14: 47}. Tetapi kemudian Roh Allah meninggalkan dia, ketika dia tidak mematuhi perintah Allah, terutama dalam mengalahkan Amalek. Allah memerintahkan supaya Saul memusnahkan bangsa itu beserta seluruh harta dan ternak mereka. Tetapi Saul mengingkari perintah itu, karena dia menyelamatkan Agag,  raja orang Amalek itu dan menyelamatkan seluruh ternak-ternak dari bangsa itu yang terbaik dan yang berharga untuk dirinya. Yang dimusnahkan hanyalah segala hewan yang tidak berharga dan buruk. Setelah Roh Allah meninggalkan Saul maka dia tidak mampu lagi mengalahkan orang Felistim dan musuh-musuh yang lain. Tuhan pun menolak dia sebagai raja, yang membuat dia dirasuki oleh roh jahat sehingga jiwa dan pikirannya menjadi terganggu. Untuk memberi hiburan kepadanya dalam menenteramkan hati, jiwa dan pikirannya, dicarilah seorang yang pandai bermain musik. Untuk itu ditemukanlah  Daud, seorang gembala ternak dari Betlehem, yang setelah Saul ditolak oleh Allah, dia telah diurapi oleh Samuel menjadi raja atas petunjuk Allah. Daudlah yang kemudian menjadi pengganti Saul. Di bawah pemerintahan Daud Israel menjadi kerajaan yang berjaya dan wilayahnya semakin meluas. Bangsa Israel hidup makmur aman dan tenteram.  Namun Daud juga sering tergoda dengan godaan-godaan duniawi, termasuk dalam hubungan kepada perempuan. Selain dengan puluhan istrinya yang dianggap sah, dia juga melakukan perzinahan dengan Batseba istri dari panglima perangnya sendiri yakni Uria. Dia kemudian menjadikan Batseba menjadi istrinya, setelah Uria, panglima perangnya itu dibunuh secara licik. Allah mengutus Nabi Natan untuk menegor dia atas perbuatan jahatnya itu. Di hadapan nabi Natan Daud menyesali dosa dosanya. Namun di mata orang-orang Israel, Daud adalah raja yang diagungkan. Kelemahan-kelemahannya itu seolah-olah bisa ditutupi dengan kebesaran dan kehebatan Daud tersebut. Allah memang mengampuni dosa-dosa Daud. Tetapi walaupun Allah mengampuni dosa-dosa Daud, namun akibat dari dosa-dosanya itu dikenakan oleh Allah kepada anak-anaknya dan kepada bangsa itu. Anak-anaknya menjadi kacau dan saling membunuh untuk merebut kekuasaan dari ayah mereka. Akibatnya Allah tidak membiarkan anak-anaknya itu mewarisi tahta Daud. Itu diberikan kepada Salomo yakni anak Daud dari hubungan dengannya Batseba. Salomo terkenal sebagai raja yang sangat bijaksana dalam menjalankan pemerintahannya. Dia mempunyai hubungan yang baik dengan raja-raja lain dari negeri tetangga. Suatu karya yang membuat dia sangat terkenal ditengah-tengah umat Israel ialah, keberhasilannya membangun Bait Allah di Yerusalem.Walaupun ayahnya Daud telah bertekad membangun Bait Allah itu, tetapi Allah tidak mengijinknnya, karena tangannya telah banyak berlumuran dengan darah.Tetapi setelah masa Salomo,  kerajaan Israel  menjadi kacau dan terbelah menjadi dua, karena setelah kematiannya diketahuilah banyak tindakan-tindakan Salomo yang dirasakan oleh umat itu sebagai penindasan, terutama melalui pajak yang sangat memberatkan  yang dipungut dari rakyat.

Apa yang terjadi menimpa bangsa itu adalah akibat dari ketidak setiaan mereka terhadap perjanjian yang diikat dengan Allah. Israel kemudian menjadi bangsa yang terhukum dan hancur. Itu dimulai dengan perpecahan bangsa itu menjadi dua setelah raja Salomo, yakni kerajaan Israel yang terdiri dari 10 marga ( di bagian Utara) yang berpusat di Samaria,  dan kerajaan Yehuda yang terdiri dari dua marga saja ( di bagian Selatan ), yang berpusat di Yerusalem. Karena di kerajaan Utara para raja yang bukan lagi dari dinasti Daud sibuk dengan perebutan kekuasaan, dan demi kekuasaan, mereka membawa kepada bangsa itu, kepercayaan kepada dewa Baal   maka kerajaan Israel Utara itu, akhirnya hancur tahun 722 seb.M, ditaklukkan bangsa Asyria. Sejak itu keberadaan  kerajaan Israel yang terdiri dari sepuluh marga menjadi hilang, dan sejarahnya tidak bisa ditelusuri lagi sampai sekarang. Ada yang mengatakan, mereka menjadi terbuang dan berserak ke mana-mana ke berbagai belahan  dunia ini, dimana mereka menjadi bercampur baur dengan bangsa atau suku bangsa setempat, baik dalam perkawinan, adat istiadat, budaya bahkan kepercayaan. Identitas mereka sebagai orang Israel tidak ditemukan lagi.

Kerajaan Yehuda yang terdiri dari dua marga yakni Yuda dan Benyamin, di tambah dengan orang-orang Lewi yang khusus melayani di Bait Allah dan beribukota di Yeusalem masih bisa bertahan sampai tahun 596 seb.M. Mereka juga dihukum oleh Allah karena ketidak setiaan mereka kepada janji Allah dan karena tidak mau mendengar suara nabi-nabi yang diutus oleh Allah mengajak mereka untuk bertobat. Sejak tahun 596 seb.M itu Yehuda menjadi bangsa yang terbuang, karena kerajaan itu harus dikuasai oleh bangsa-bangsa lain secara bergantian mulai dari Kerajaan  Babilonia, Persia, Yunani dan Roma. Pada tahun 586 seb.M kota Yerusalem dan Bait Allah di dalamnya dihancurkan oleh tentera Babilonia, dan orang-orang Yehuda khususnya golongan atas dan orang-orang berpengaruh dibawa ke Babilonia sebagai orang-orang tawanan. Pada masa kekuasaan Persia, yang menaklukkan Babilonia, yakni tahun 536 seb. M yang dipimpin oleh raja Kores, orang-orang Yehuda yang  sempat terbuang ke Babilonia diberi kebebasan untuk pulang ke tanah Yehuda dan membangun kota dan Bait Allah Yerusalem yang sudah hancur. Tetapi selama kurun waktu itu Tanah Yehuda dan kota Yerualem adalah tetap sebagai daerah jajahan atau kekuasaan  Persia.  Berbarengan dengan pembangunan Bait Allah, maka orang-orang Jehuda diorganiser bukan lagi dalam bentuk kerajaan, tetapi dalam bentuk keagamaan yang dipimpin oleh imam Esra. Agama itulah yang bernama Agama Jahudi, atau Judaisme,  yang pusatnya Bait Allah di Yerusalem.  Kemudian mulai tahun 333 muncul kerajaan Yunani dari Eropa yang dipimpin oleh Aleksander Agung menguasai negeri itu. Lalu tahun 166 seb. M kerajaan  Yunani menjadi keraaan yang lemah. Pada saat itulah Judaisme yang berobah menjadi sebuah organisasi keagamaan, yakni agama Yahudi mencoba melakukan  suatu gerakan yang dipimpin oleh kaum Makkabeus untuk membebaskan  negeri mereka dari kuasa negara asing. Tetapi gerakan ini tidak bisa berlangsung terus, karena munculnya kekuasaan baru dari Eropa yakni kekaisaran Romawi yang menguasai  seluruh wilayah Israel lama termasuk Yehuda dan Yerusalem mulai tahun 63 seb. M. Romawi menyebut nama negeri itu Palestina. Nama itu berasal dari kata “Filistine”, yakni nama sebuah  suku bangsa yang berdiam di bagian Selatan Tanah Kanaan ( Gaza, Asdod), yang merupakan musuh utama Israel ketika memasuki Tanah Kanaan, dan juga setelah Isreal menjadi sebuah kerajaan.  Sejak itu sampai tahun 614 M, Yerusalem dan daerah-daerah lain di Palestina, serta Asia Barat menjadi bagian dari daerah kekuasaan Romawi dan Byzantium (Romawi Timur). Mereka menjadi warga kekaisaran Romawi yang harus tunduk kepada hukum Romawi, walaupun agama mereka yakni Yahudi diakui oleh Romawi, sebagai agama yang resmi di negeri itu.

Ketika kerajaan Israel dan Yehuda jatuh kepada keduniawian yang menimbulkan timbulnya berbagai masalah dan krisis dalam kehidupan bangsa itu, Allah sudah mengutus nabi-nabi untuk mengingatkan mereka dan mengajak mereka untuk bertobat. Tetapi mereka selalu mengabaikan seruan pertobatan itu. Mereka tetap menuruti kehendak mereka sendiri dan melawan Allah. Karena itulah berbagai hukuman dikenakan Allah kepada mereka, dan para  nabi diutus untuk menubuatkan  kelahiran Raja Damai bagi mereka dan bagi seluruh bangsa di dunia ini, yakni Raja yang diurapi Allah ( Mesias ), yang kekuasaanNya kekal, penuh hikmat, yang mendasarkan kekuasaannya dengan keadilan dan kebenaran ( Yesaya 11: 1 dst). Raja itulah yang akan membawa damai bagi dunia ini. Nubuatan itu digenapkan dalam diri Yesus Kristus, yang lahir di Betlehem, ketika negeri itu dalam kekuasaan Romawi. Teapi orang-orang Yahudi tidak mempercayai Yesus itu sebagai Mesias sebagaimana dinubuatkan oleh nabi-nabi, karena di mata mereka Yesus itu terlalu lemah, tidak mampu membebaskan mereka dari kekuasaan Romawi yang sedang menguasai mereka pada waktu itu. Yesus tidak sesuai dengan harapan mereka sebagai Mesias, yang dijanjikan oleh para nabi.  Akhirnya Yesus yang mengakui dirinya sebagi Mesias atau Kristus dan sebagai Anak Allah didakwa mereka telah menghujat Allah dan menistakan agama mereka. Mahkamah tertertinggi agama mereka menjatuhi Dia hukuman mati. Lalu mereka menyerahkannya kepada penguasa Romawi setempat yakni Pilatus untuk mengeksekusi hukuman mati atas diri Yesus dengan cara disalibkan.

Karena tidak menerima Yesus sebagai Mesias, maka Allah menghukum mereka dengan membiarkan tentera Romawi yang dipimpin oleh Jenderal Titus tahun 70 M menghancurkan  Yerusalem dan menghalau orang-orang Yahudi dari negeri itu. Bait Suci yang pernah direnovasi raja Herodes dalam pemerintahan Romawi dihancurkan, dengan tidak ada sisanya.  Kejadian ini sudah dinubuatkan dan diratapi oleh Yesus, sebelum kematianNya. “Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus: "Apa yang kamu lihat di situ -- akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan."

( Lukas. 21: 5-6 dan ay. 20-24).  Lalu mereka terpencar-pencar ke berbagai negara di dunia ini, terutama ke Eropa dan kemudian ke Amerika. Hancurnya kota Yerusalem dan  Baith Allah,  serta terpencarnya mereka ke seluruh dunia,  itulah akhir sejarah Israel, yang pada awalnya diharapkan oleh Tuhan Allah sebagai umat-Nya untuk menjadi kerajan imam dan bangsa yang kudus, tetapi tidak terwujud, karena mereka mengingkari perjanjian dengan Allah dan jatuh kepada keduniawian.  Keberadaan mereka telah digantikan oleh orang-orang yang percaya kepada Yesus, yang telah dipersekutukan oleh Roh Kudus dalam satu persekutuan yang disebut gereja. Untuk itu Allah telah memperbaharui perjanjiannya, dan sebagai tanda perjanjian yang baru  itu adalah kematian Yesus di kayu salib di Golgata, yang dibunuh oleh orang Yahudi sendiri. Janji itu tidak lagi berlaku hanya  bagi umat Israel saja seperti perjanjian yang lama, tetapi berlaku bagi seluruh umaat manusia yang percaya kepada Yesus, yakni gereja, sebagai persekutuan orang-orang yang percaya kepada Jesus. Gerejalah Israel yang baru, bangsa Allah yang baru,  sebagaimana dikatakan oleh rasul Petrus dalam 1 Petrus 2: 9:  Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.” Perkataan ini persis sama dengan firman Tuhan Allah  yang diberikan dulu kepada umat Israel dalam mengikat perjanjiannya dengan umat itu di gunung Sinai (Kel. 19: 5-6) sebagaimana sudah dijelaskan di atas. Karena itu gerejalah yang dipakai oleh Allah sebagai ganti Israel yang lama yang telah gagal memabawa missi penyelamatan Allah, untuk membawa missi itu dengan memberitakan Injil keselamatan Allah ke seluruh bangsa-bangsa, agar dengan percaya kepada Yesus Kristus, mereka ikut mewarisi keselamatan itu sendiri. Kalau gereja mengingkari perjanjiannya dengan Tuhan, mengabaikan tugas panggilan yang diberikan Tuhan kepadanya, dan melalui pemimpin-pemimpinya gereja juga jatuh kepada keduaniawian, bukan tidak mungkin apa yang terjadi  bagi Israel, akan terjadi juga bagi gereja.  ( MSM Panjaitan)

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar