Selasa, 29 September 2020

B A I T A L L A H

 

B A I T   A L L A H
 
            Bagi Umat Kristen Bait Allah berarti Rumah Allah. Kadang-kadang Bait Allah juga disebut Bait Suci karena Allah yang berdiam di dalamnya adalah suci atau kudus. Di kalangan umat Kristen, belakangan ini Bait Allah sudah lebih sering disebut “gereja”, walaupun sebutan itu sebenarnya sudah bergeser dari pengertian yang sebenarnya. Karena pengertian dari kata “gereja”  sebenarnya bukan menunjuk kepada bangunannya. Kata itu yang berasal dari bahasa Portugis  “igreja” dan terjemahan dari bahasa Yunani “ekklesia” adalah berarti persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, yang dipanggil keluar dari dunia ini untuk dipersekutukan dalam satu persekutuan oleh Roh Kudus . Dalam kitab Perjanjian Baru, kata “ekklesia” kadang-kadang juga diterjemahkan dengan “jemaat” dalam bahasa Indonesia  yang artinya juga merupakan persekutuan orang orang percaya dalam satu lokasi atau tempat tertentu. Dalam bahasa Batak disebut “huria”.  Tetapi arti kata”jemaat” pun belakangan ini sudah sering  bergeser artinya dimana arti jemaat sudah sering dimaksudkan bukan menunjuk kepada persekutuan atau umat tetapi menunjuk kepada perorangan anggota jemaat itu sendiri. Tetapi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata jemaat sebenarnya adalah  “sehimpunan umat”, jadi bukan menunjuk kepada perorangan. Jadi jemaat itu adalah persekutuan warga gereja dalam suatu lingkungan atau wilayah, atau kampung tertentu. Misalnya dalam naungan HKBP,  Jemaat (Huria )  Pearaja, Jemaat  Tarutung, Jemaat Simorangkir dll.  Jadi Jemaat itu sama artinya dengan “huria marsadasada” atau jemaat setempat yang dalam bahasa asing disebut “congregatio” atau “congregation”. Jadi pengertian kata “jemaat” itu yang sudah bergeser, perlu diluruskan.       
Setelah umat Israel menjadi satu kerajaan di Tanah Kanaan yang dipimpin oleh seorang raja, mereka juga telah mempunyai Bait Allah yakni tempat mereka untuk menyembah Allah Jahwe melaui kurban-kurban persembahan mereka. Bait Allah sebagai bangunan permanen pertama sekali  dibangunan oleh Raja Salomo , yakni raja Isreal yang ketiga, di kota Yerusalem, yang telah dijadikan David sebagai pusat kerajaan Israel. Sebelumnya ayahnyalah, yakni Raja David, yang berencana umtuk membangun Bait Allah bagi umat Israel ( 2 Sam. 7: 1-3), tetapi Allah tidak mengizinkannya, walaupun bahan keperluan untuk itu sudah disediakan. Allah mengatakan bahw Daud tidak layak untuk membangun rumah untuk Dia karena tangannya telah banyak berlumuran dengan darah ( 1 Tawarikh 22: 6-8).  Anaknya sendiri, yakni Salomolah yang diizinkan Allah untuk membangunan Bait Allah itu (1 Raja 6{ 1-28; 1 Raja 8: 18-20) . Ini menunjukkan tidak semua orang bisa membangun Bait Allah, walaupun kemampuan untuk itu ada padanya. Umat Israel sangat berbesar hati dengan adanya Bait Allah yang dibangun Raja Salomo itu, karena Rumah Allah yang Suci itu, dipercayai oleh mereka sebagai tempat kediaman Allah di tengah-tengah mereka. Selama Bait Allah itu ada, mereka percaya Tuhan Allah tidak akan meninggalkan mereka. Bagi mereka Bait Allah itu sebagai jaminan kehadiran Allah untuk melindungi mereka terhadap musuh-musuh mereka. Tetapi kemudian mereka salah memahami dan mempergunakan Bait Allah itu, karena mereka telah mengkultuskan Bait Allah itu sedemikian rupa , sehingga mereka lebih mempercayai kekuatan Bait Allah itu sendiri dari pada kekuasaan Allah. Artinya mereka lebih percaya berlindung ke Bait Allah itu dari pada berlindung  kepada Allah. Mereka patuh untuk menjalankan ritus-ritus keagamaan mereka di Bait Allah, tetapi mengabaikan hukum-hukum atau perintah Allah dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam hubungan kepada sesama manusia. Ini terlihat dari seringnya umat itu ditegur oleh para nabi, karena umat itu lebih mementingkan pemberian kurban kepada Allah di Bait Allah tetapi mengabaikan kasih setia kepada sesama manusia. Terhadap sesama manusia mereka sering berbuat tindak kekerasan, penindasan  dan ketidak adilan. ( Hosea 6: 6; Amsal 21: 3). Tetapi walaupun para nabi sering menegur mereka dengan perbuatan-perbutan mereka yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka tidak mau bertobat, sehingga mereka dihukum oleh Allah dengan membiarkan bangsa-bangsa lain untuk menguasai dan menghancurkan mereka. Tahun 722, kerajaan Isreal bagian Utara yang terdiri dari sepuluh marga, dihancurkan oleh kerajaan Syria, sehingga umat itu menjadi terbuang,  berserak ke mana-mana dan hilang. Lalu kerajaan Israel yang dua marga lagi  ( Juda dan Benjamin) terbuang ke Babilonia mulai tahun 597 seb. M. Pada waktu itu Bait Allah dan kota Yerusalem dihancurkan, sehingga mereka tidak mempunyai Bait Allah lagi sebagai tempat penyembahan mereka kepada Allah. 
Setelah kerajaan Babilonia dikalahkan oleh kerajaan Persia tahun 539 seb.M, maka Kores, raja dari kerajaan Persia itu membebaskan mereka dari pembuangan Babel, dan menyuruh mereka pulang untuk membangun kembali Bait Allah di Yerusalem yang telah hancur itu. Mereka yang pulang itu membangun kembali Bait Allah di Yerusalem yang  selesai tahun 315 seb.M. Itulah pembangunan Bait Allah yang ke dua bagi mereka setelah pembangunan yang pertama yang dilakukan ole Salomo. Tetapi walaupun mereka kembali ke negeri asal mereka di Tanah Yehuda, keberadaan mereka tetap di dalam kekuasaan kerajaan Persia. Karena mereka tidak lagi menjadi satu kerajaan yang berdiri sendiri, maka setelah pembuangan itu mereka menjadikan umat Yehuda bukan lagi menjadi satu kerajaan yang berdiri sendiri, tetapi menjadi seuah organisasi keagamaan yakni Agama Yahudi. Bait Allah di Yerusalem di jadikan sebagai pusat keagamaan mereka. Agama Yahudi itulah yang mereka harapkan bisa mempersatukan seluruh umat Yahudi yang sudah berserak di berbagai  tempat di dunia ini. Dalam Agama itu Hukum Taurat yang diterima oleh nenek moyang mereka melalui Musa dihidupkan dan dijalankan dengan ketat. Sejalan dengan Hukum itu, maka setiap Hari Raya Besar mereja, yakni pada hari Raya Roti Tak Beragi  (Paskah),   Hari Raya Tujuh Minggu ( Pentakosta), dan Hari Raya Pondok Daun, setiap laki-laki dari umat itu diwajibkan datang ke Bait Allah untuk menghadap Tuhan tidak dengan tangan hampa, tetapi harus membawa persembahan sesuai dengan berkat yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan Allah  (Ulangan 16: 16). Dengan persembahan itulah mereka membiayai keperluan mereka dalam menjalankan keagamaan mereka, termasuk memelihara Bait Allah itu sendiri.
Setelah itu, kerajaan dunia  telah berganti-ganti menguasai tanah Yehuda atau Yudea mulai dari kerajaan Babilonia, Kerajaan Persia, kemudian Yunani, dan terakhir adalah kekaisaran Romawi yang mulai mengusai negeri itu tahun 63 seb. M. Kekaisaran Romawi mengangkat raja-raja yang memerintah di negeri Judea itu. Ketika Raja Herodes yang diangkat oleh kekaisaran Romawi memerintah negeri Yudea, dia merenovasi Bait Allah di Yerusalem, karena kekaisaran Romawi memberi kebebasan kepada umat Yahudi untuk menjalankan agama mereka. Bait Allah itu setelah direnovasi menjadi lebih indah dan megah. Tetapi ketika Yeus pernah memasuki Bait Allah itu dalam kunjungan pelayanan-Nya ke Yerusalem, Dia sangat marah sekali, karena Bait Allah itu telah dicemarkan oleh orang-orang Yahudi dan dijadikan oleh  para imam di Bait Allah itu sebagai sarang penyamun.  Mengenai ini Kitab Injil berkata: “Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual-beli di halaman Bait Allah. Ia membalikkan meja-meja penukar uang dan bangku-bangku pedagang merpati dan berkata kepada mereka: "Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun." ( Mat. 21: 12-13). Itulah salah satu penyebab mengapa orang-orang Yahudi pada waktu itu semakin  membenci Yesus dan berusaha membunuh Yesus. Karena orang-orang Yahudi tidak mnerima Yesus sebagai Mesias, yang pada akhirnya membunuh Yesus di kayu salib, maka Allah menghukum mereka dengan membiarkan tentera Romawi di bawah pimpinan Jenderal Titus  menghancurkan Yerusalem dan Bat Allah itu tahun 70, ketika pada waktu itu umat Yahudi melancarkan pemberontakan kepada pemerintah Romawi. Bait Allah itu menjadi hancur-lebur. Tetapi kejadian itu telah dinubuatkan oleh Yesus sebelum kematian-Nya, ketika menangisi kota Yerusalem dan Bait Allah itu seperti diberitakan dalam Kitab Injil  Lukas 21: 5-6 dan ay. 20-22 : “Ketika beberapa orang berbicara tentang Bait Allah dan mengagumi bangunan itu yang dihiasi dengan batu yang indah-indah dan dengan berbagai-bagai barang persembahan, berkatalah Yesus: "Apa yang kamu lihat di situ,  akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan." ... "Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah, bahwa keruntuhannya sudah dekat. Pada waktu itu orang-orang yang berada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan, dan orang-orang yang berada di dalam kota harus mengungsi, dan orang-orang yang berada di pedusunan jangan masuk lagi ke dalam kota, sebab itulah masa pembalasan di mana akan genap semua yang ada tertulis."
            Sejak peristiwa itulah orang-orang Yahudi berserak dari tanah Yudea dan dari  seluruh wilayah Palestina ke berbagai penjuru dunia. Ada yang berserak ke Afrika, ke Mesir,  ke Mesopotamia dan Eropa. Dari Eropa kemudian berserak ke Amerika.  Selain orang-orang Yahudi, orang-orang Kristen juga ikut berserak. Dan itulah  juga jalannya orang-orang Kristen berserak dari Palestina ke berbagai penjuru dunia, yang sekaligus menyebarkan berita Injil itu, terutama di lingkungan wilayah kekaisaran Romawi.
            Pada mulanya umat Kristen itu tidak mempunyai Bait Suci sebagai tempat peribadahan dan persekutuan mereka. Mereka hanya bersekutu di rumah-rumah orang-orang Krsiten itu untuk melakukan persekutuan ibadah dan doa kepada Allah. Setiap hari Minggu mereka bersekutu untuk merayakan  kebangkitan Yesus dan Turunnya Roh Kudus. Seterusmya hari Minggu itulah yang mereka ikuti sebagai waktu persekutuan mereka untuk beribadah dan berdoa kepada Allah. Mereka tidak lagi mengikuti waktu peribadahan Yahudi pada hari Sabat. Selain di rumah-rumah mereka juga sering melakukan persekutuan di “katakombe-katakombe”, yakni lorong-lorong bawah tanah kuburan-kuburan, terutama di kota Roma. Dengan cara itu mereka juga mau menyembunikan dirikan diri dari penghambatan atau persekusi yang dilakukan oleh pemerintah Romawi terhadap orang-orang Kristen tersebut. Tetapi walaupun tidak mempunyai bait khusus untuk tempat beribadah, mereka tidak berkecil hati dan tidak mengurangi semangat beribadah mereka kepada Allah. Mereka telah menghayati apa yang diajarkan oleh rasul Paulus, bahwa diri setiap orang yang percaya kepada Yesus adalah Bait Allah, seperti tertulis dalam 1 Korint 3: 16-17: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu”.
Jadi yang sangat perlu dihayati oleh orang-orang Kristen adalah  bahwa dimanapun mereka menyembah Allah, mereka patut menyembah-Nya di dalam roh dan kebenaran, karena Allah itu adalah Roh. Itulah yang diajarkan oleh Yesus kepada murid-murid-Nya. ( Yoh. 4: 24)
            Tetapi setelah adanya kebebasan bagi umat Kristen untuk menjalankanm agamanya, terlebih setelah adanya raja dari suatu negara atau kerajaan  yang menjadi Kristen, maka dibangunlah Bait Suci sebagai tempat orang-orang Kristen itu untuk bersekutu dan beribadah kepada Allah. Bait Suci orang Kristen yang pertama dijumpai di kerajaan Edessa, Mesopotamia Utara, yang dibangun oleh rajanya, yakni Abgar VIII, segera setelah dia dibabtis menjadi Kristen, tahun 180 M. Dialah yang tercatat sebagai raja pertama di dunia ini yang menjadi Kristen, sekaligus menjadikan agama Kristen sebagai agama resmi di dalam kerajaannya.
            Di kekaisaran Romawi,  kaisar yang pertama mengakui agama Kristen sebagai agama resmi di kekaisaran itu ialah Kaisar Konstantinus Agung, yakni tahun 313 M. Sejak itu penghambatan terhadap agama Kristen dihentikan dan agama Kristen mendapat perlindungan dari negara. Sejak itu pula dengan cepat berdirilah banyak bait suci Kristen di lingkungan kekaisaran itu. Bahkan ibunya sendiri yang bernama Helena, membangun Gereja Makam Suci Yesus Kristus di Yerusalem ketika dia berjiarah ke kota itu. Dia juga membangunan Gereja Nativity, tahun 329, di kandang domba tempat kelahiran Yesus.
                Setelah agama Kristen tersebar ke seluruh belahan Eropa, di mana pada abad Pertengahan, seluruh bangsa di Eropa telah menjadi Kristen, maka berdirilah di Eropa banyak “gereja” besar, yang disebut katedral. Katedral-katedral itulah yang yang menjadi simbol-simbol keagungan kekristenan, yang sangat dibanggakan oleh umat Kristen di Eropa. Memang diakui bahwa kekristenan telah membawa kemajuan bagi bangsa-bangsa Eropa.  Di berbagai katedral itu berdirilah juga pusat-pusat biara yang menjadi awal berdirinya universitas-universitas yang membawa kemajuan di Eropa di berbagai ilmu pengetahuan. Sekitar tahun 1100 M, telah berdiri banyak universitas di Eropa yang menjadi pusat pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan di Eropa.
            Tetapi di kemudian hari,  gereja-gereja besar yang ada di Eropa itu tidak begitu banyak lagi dipergunakan oleh orang-orang Kristen Eropa untuk menjadi tempat beribadah. Orang-orang Kristen Eropa tidak lagi mengutamakan persekutuan dan peribadahan di gereja. Mereka sudah lebih membangkitkan dan mengembangkan pelayanan-pelayanan yang bersifat sosial dan kemanusiaan.
            Sekitar abad ke 17- 18 M, terjadi kebangunan rohani di tengah-tengah umat Kristen di Eropa yang mendorong berdirinya banyak lembaga-lembaga zending yang mempersiapkan dan memberangkatkan pekabar-pekabar Injil ke berbagai bangsa di Asia,  Afrika dan Amerika Selatan, yakni daerah-daerah yang diketahui belum terjangkau oleh berita Injil itu. Sebelum itu, negara-negara di Eropa  mulai dari Portugis, Spanyol, Inggris, Jerman, Belanda, dll, telah mempunyai daerah-daerah jajahan di wilayah-wilayah dunia tersebut. Lembaga-lembaga Zending Eropa yang sudah berdiri itu memanfaatkan  situasi tersebut, yakni dengan ikut bergandengan tangan dengan negara-negara yang sudah mempunyai daerah-daerah jajahan tersebut untuk memberitakan Injil di daerah-daerah jajahan tersebut. Sehingga ketika Indonesia dikuasai oleh pemerintah kolonial Belanda dan Inggris maka masuklah beberapa lembaga zending dari Eropa ke Indonesia seperti “Baptist Missionary Society “ dari Inggris, “Nederlandsch Zendeling genootschap” (NZG) dari  Belanda, dan  “Rheinische Missionsgesellscgaft” ( RMG)  dari Jerman, yang banyak melahirkan gereja-gereja besar di Indonesia. Di beberapa daerah yang didiami oleh suku-suku yang masih menganut kepercayaan suku atau animisme, kekristenan itu cepat berkembang, yang dengan demikian berdirilah gereja-gereja yang berlatar-belakang kesukuan.  Gedung-gedung gereja mereka juga dibangun dengan cepat sebagai tempat persekutuan dan peribadahan mereka, seperti yang terjadi di Tanah Batak, di mana sebuah gereja besar yang bernama “ Huria Kristen Batak Protestan” ( HKBP), hasil penginjilan lembaga zending RMG dari Jrman   berdiri. Gedung-gedung gereja besar yang mengikuti arsitektur gereja-gereja di Eropa pun  segera dibangun sebagai tempat persekutuan dan peribadahan mereka.  Sejalan dengan kemajuan yang diakibatkan oleh kekristenan itu sendiri, maka orang-orang Kristen Batak  anggota jemaat HKBP, banyak yang berserak ke luar daerah Tanah Batak, terutama ke kota-kota besar, untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Di tempat-tempat mereka yang baru, terutama di kota-kota, mereka terrus mendirikan gedung-gedung gereja yang besar dan megah . Gedung-gedung gereja itulah yang dijadikan sebagai pusat-pusat pelayanan kepada anggota jemaat. Selain dari kebaktian-kebaktian minggu, maka terbentuk juga pelayanan-pelayanan anggota jemaat yang bersifat kategorial, mulai dari anak Sekolah Minggu, Remaja, Naposoblung ( kaum pemuda), kaum Bapak, kaum Ibu, dan kaum Lanjut Usia. Mereka semua dilayani sesuai dengan kebutuhan spritual mereka. Karena itu setiap Jemaat setempat ( Huria marsadasada) kelihatannya berlomba untuk membangun gedung-gedung gereja yaang besar dan megah, sesuai dengan berbagai  kebutuhan pelayanan tersebut. Pelayanan kepada anggota jemaat menjadi terpusat di dalam gereja itu sendiri. Potensi setiap jemaat setempat seolah-olah dicurahkan kepada bangunan fisik gereja itu sendiri, melebihi kepada pelayanan yang lain. Sering terjadi dana yang disediakan jemaat setempat kurang kepada pelayanan spritual anggota jemaat itu sendiri, terlebih kepada pembinaan anak-anak sekolahminggu, remaja dan “naposobulung” (kaum pemuda) sebagai generasi yang melanjutkan jemaat itu sendiri, demi tersedianya pembanguan secara fisik. Banyak jemaat setempat bersama dengan majelisnya ( parhalado) merasa puas kalau sudah  berhasil membangunan gedung gereja yang besar dan megah, seolah-olah itu menjadi prestasi kerja mereka. Mungkin di suatu waktu Allah seolah-olah terkurung dalam gedung gereja itu, dimana  Dia tidak perlu tahu apa yang terjadi di luar gedung gereja itu dalam kehidupan anggota jemaat, Di dalam perasaan anggota jemaat itu pun seolah-olah Allah tidak perlu tahu dan mencampuri apa yang mereka lakukan di luar gedung gereja itu sendiri, seperti yang pernah terjadi dalam kehidupan umat Israel. Inilah bahaya besar bagi hidup kekristenan anggota jemaat itu. Orang-orang Kristen itu bisa saja tidak merasa takut lagi melakukan berbagai perbuatan kjahatan yang melanggar hukum kekristenan, karena menganggap Allah tidak perlu mencampuri semua itu, karena mereka menganggap yang perlu dilakukan cukuplah rajin datang beribadah ke gereja, mengikuti ritus-ritus ibadah  gereja secara seremonial, memberikan persembahan ke gereja seperti diaturkan oleh gereja. Dengan melakukan itu semua, mereka menganggap sudah cukup untuk menyenangkan hati Allah. Semoga jangan sampai kepada tingkat pemahaman  seperti itu hidup kekristenan kita, karena Allah adalah Roh, yang ada di manan-mana, yang mengetahui semua kehidupan dan perlakuan semua manusia yang diciptakan-Nya. Kepatuhan kepada Allah tidak cukup dilakukan hanya dengan cara mematuhi rituas-rituas dan aturan-aturan yang diperbuat oleh gereja. Tetapi dalam semua gerak kehidupan, di rumah, di tempat kerja, dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, orang Kristen harus menunjukkan kepatuhan kepada Allah. Kita perlu mengingat dan merenungkan apa yang pernah terjadi dalam kehidupan umat Israel, dan Yahudi yang  mengkultuskan dan memusatkan kehidupan penyembahan mereka kepada Allah hanya di Bait Allah itu, dan di luar Bait Allah mereka mengabaikan Allah, maka sampai beberapa kali Bait Allah di Jerusalaem itu dibiarkan oleh Allah dirutuhkan oleh bangsa lain, karena umat itu mengkultuskan dan menyalah gunakan Bait Allah itu sendiri. Terakhir sekali dimusnahkan oleh tentera Romawi tahun 70 M, yang membuat umat Yahudi terpencar ke seluruh penjuru dunia, sehingga sampai sekarang tidak ada lagi Bait Allah umat Yahudi. Bisa saja juga gereja umat Kristen suatu waktu  dibiarkan oleh Allah dihancurkan oleh masyarakat lain atau tidak diizinkan oleh Allah berdiri kalau ternyata gedung gereja disalah gunakan oleh umat Kristen itu, atau jemaat itu tidak mempunyai kepedulian  kepada masyarakat lingkungan. ( pdt. msm. panjaitan )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar