Rabu, 02 September 2020

KEPERCAYAAN KRISTEN MENGUBAH PANDANGAN ORANG BATAK AKAN KEMATIAN

 




KEPERCAYAAN KRISTEN MENGUBAH PANDANGAN ORANG BATAK AKAN KEMATIAN

(Pdt Mangontang SM Panjaitan, MTH, pendeta HKBP emeritus)

 

Kalau kita mau membicarakan kehidupan, kita juga harus membicarakan  kematian, karena semua manusia harus mati. Tidak seorang pun yang bisa menghindarkan diri dari kematian itu. Tetapi banyak orang yang enggan bahkan takut membicarakan hal mengenai kematian, karena kematian itu dirasa sangat dahsyat sekali. Lagi pula pandangan  bangsa-bangsa dan agama-agama di dunia ini tentang kematian itu berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan pandangan orang-orang Kristen itu sendiri. Itu terjadi karena soal kematian sangat bersifat rahasia. Tidak seorangpun manusia di dunia ini yang bisa menerangkan dengan jelas bagaimana halnya kematian itu, karena kematian adalah sesuatu yang berada di luar kekuasaan manusia.

                Soal kematian adalah rahasia Allah, yang oleh karenanya harus dijelaskan dari sudut iman. Setiap orang yang tidak beriman kepada Allah, akan selalu merasa cemas dan takut apabila berhadapan dengan kematian. Iman bertumbuh dalam hubungan kepada Allah, sedangkan Allah hanya dapat dikenal melalui penyataan-Nya. Karena soal kematian adalah rahasia Allah, maka soal kematian hanya  dapat dimahami melalui penyataan-Nya juga. Orang Kristen dapat memahami persoalan kematian itu hanya melalui kesaksian Alkitab., yang dibantu oleh teolog atau gereja yang sudah banyak menggumuli soal-soal yang dihadapi manusia berdasarkan kesaksian Alkitab itu sendiri.  Sehubungan dengan itu perlu  juga diketahui bagaimana hal mengenai kematian itu dipahami dan dipercayai oleh salah satu suku di Indonesia sebelum kekristenan, yakni suku Batak, yang mayoritas suku itu telah menganut agama Kristen, guna mengetahui sudah sejauh mana pandangan suku itu telah bisa diubah dengan pandangan yang diperoleh menurut kepercayaan orang Kristen.

Pandangan Alkitab mengenai  kematian

                Dasar pemahaman orang Kristen mengenai kematian adalah Alkitab, mulai dari Kitab Perjanjian Lama (PL) dan juga dalam Kitab Perjanjian Baru (PB).

Dalam kitab PL, kematian sering digambarkan sebagai suatu kengerian ( Maz.55: 4-5), suatu kecelakaan ( Ul. 30: 15, 19) dan kepahitan ( 1 Sam. 15: 32). Kematian juga sering disebut sebagai “jalan segala yang fana” (Batak: dalan hatopan ni sandok tano on). Jika seseorang telah merasakan ajalnya telah dekat, maka dia akan mengatakan: “Aku sekarang akan menempuh jalan segala yang fana” ( Yos. 23: 14; 1 Raja 2: 2 ).

Dalam PL juga dikatakan bahwa semua manusia akan mati, tanpa kecuali, karena dia dijadikan dari debu tanah yang dapat rusak ( Kej.3: 19). Dulu ada yang  beranggapan , bahwa pada mulanya manusia dijadikan oleh Allah sebagai makhluk yang kekal, namun  kemudian kehilangan kekekalannya karena dosa. Tetapi anggapan itu tidak bisa dipertahankan. 1) Sejak semulapun manusia telah diciptakan sebagai makhluk yang fana. Hal iu dapat diketahui dari cerita penciptaan itu sendiri. Karena diciptakan dari debu tanah, maka manusia akan kembali menjadi tanah juga, yang artinya dia akan mati ( Kej. 3: 19). Yang membuat manusia hidup adalah nafas hidup ( Ibrani: nefes haya) yang dihembuskan Allah  melalui lubang hidungnya; dengan nafas hidup itu maka manusia menjadi makhluk yang hidup ( Kej.2: 7). Ini berarti bahwa sumber hidup itu adalah Allah, dan nafas hidup itu merupakan kuasa Allah yang menghidupkan, yang tidak pernah menjadi milik manusia iu sendiri. Tetapi banyak yang salah memahami arti nafas hidup itu, yang disamakan dengan roh manusia itu sendiri. Nafas hidup itu tidak bisa diterjemahkan dengan jiwa atau roh manusia.2 Manusia bukan terdiri dari tubuh dan jiwa, tetapi dia adalah tubuh yang berjiwa dimana tubuh dan jiwa adalah satu kesatuan yang utuh.3) Kalau nafas hidup, yang sering juga diartikan sebagai roh kembali kepada Allah ( Pengkh. 12: 7), maka manusia itu, akan mati. Nafas hidup juga merupakan tali penghubung antara manusia dengan Allah. Sehingga dengan demikian, dengan kematian hubungan manusia dari dirinya dengan Allah menjadi putus.

(Catatan: Selain itu dalam Kitab Pengkhotbah juga dikatakan bahwa  orang yang mati tak tahu apa-apa, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap. Baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari (Pengkh.9: 5-6).

 

Itu berarti tidak ada lagi hubungan orang yang mati dengan orang yang hidup di dunia ini. Dan orang yang hidup tidak bisa lagi berkomunikasi dengan orang  yang mati, apalagi memberikan sesuatu  kesukaan orang mati itu selama masa hidupnya.

 

Tetapi walaupun pada mulanya manusia diciptakan sebagai makhluk yang fana, namun kematian manusia tidak bisa dipisahkan dari dosa manusia itu sendiri. Memang dalam Kej. 2: 17 dikatakan, manusia akan mati kalau dia melanggar titah Tuhan. Tetapi setelah manusia berdosa,  hukuman yang diberikan secara langsung bukanlah kematian , melainkan adalah “susah payah dalam kehidupan ini”, yakni susah payah mencari makanan bagi  laki-laki dan susah payah untuk melahirkan bagi perempuan ( Kej.3: 16-17). Namun kesusahan tersebut  yang timbul,  setelah dosa dilakukan, maka kefanaan manusia itu telah dirasakan sebagai kutuk dan kuasa kematian itu dirasakan sebagai hal yang sangat menakutkan sekali dalam perjalanan hidupnya.4) Jadi sejak itu, kematian dipandang sebagai peristiwa yang sangat menakutkan, dan tempat orang-orang matipun sering digambarkan dalam kitab PL sebagai tempat yang menakutkan juga. Tempat orang mati itu disebut Sheol, yang sering digambarkan sebagai tempat yang sunyi ( Maz.94: 7), negeri gelap dan kelam pekat ( Ayub 10: 21 dst), tempat kebinasaan ( Maz. 88: 12; Ayub 26: 6) dan tempat dimana tidak terdengar lagi ucapan syukur dan puji-pujian kepada Allah ( Maz.115: 17; Yes. 38: 18 dst).

Dalam dunia sekitar Israel, kuasa kerajaan kematian sering diagung-agungkan atau orang mati sering didewa-dewakan. Atas pengaruh dunia sekitar tersebut, di tengah-tengah umat Israel pun pernah timbul kecenderungan ke arah pemujaan orang mati. 5) Tetapi kepercayaan kepada Allah Yahweh tidak memperbolehkannya, sebagaimana bisa dilihat dari adanya perlawanan yang sangat keras terhadap pemujaan orang mati. Dlam Yes. 8: 19 dikatakan: Apabila orang berkata kepada kamu: "Mintalah petunjuk kepada arwah dan roh-roh peramal yang berbisik-bisik dan komat-kamit," maka jawablah: "Bukankah suatu bangsa patut meminta petunjuk kepada allahnya? Atau haruskah mereka meminta petunjuk kepada orang-orang mati bagi orang-orang hidup?" ( lihat juga 1 Sam. 28: 16 dst; Luk. 16: 27 dst). Selain mengadakan pemujaan dan pemanggilan arwah orang mati dilarang keras dalam kepercayaan kepada Yahweh,  orang yang kena kepada mayat sendiri pun juga dianggap sebagai najis ( Bil. 19: 16). 6)

                Namun demikian, menurut pandangan PL, Sheol  (tempat orang mati) tidak terlepas dari kekuasaan Allah. Allah juga hadir di sana ( Maz. 139: 8) sebagaimana Dia juga hadir di tengah-tengah bangsa kafir ( Amos 9: 2). Setelah adanya keyakinan bahwa Allah juga hadir di tempat orang-orang mati, maka gambaran tentang pahitnya kematian itu menjadi berubah. Orang mati pun dilukiskan sebagai dalam keadaan tidur atau berbaring ( Dan. 12: 2; bd Yoh. 14: 10) meskipun dalam keadaan tidur untuk selamanya ( Yer. 51: 39.57. Dengan adanya pengertian bahwa orang mati ada dalam keadaan tidur maka di kemudian hari di kalangan umat Israel timbul pulalah pengharapan dan kepercayaan akan adanya kebangkitan orang-orang mati. Kebangkitan itu diartikan hanya bagi orang-orang yang berkenan kepada Allah ( Yes. 26: 14. 19; bd. 2 Makkabi 7: 14; Himat Salomo 3: 1 dst; 2 Barukh 30). Tetapi kadang-kadang juga dikatakan bahwa kebangkitan itu juga menyangkut semua orang ,yang baik maupun yang jahat. Yang berkenan kepada Allah akan mendapat kehidupan kekal, sedangkan yang jahat akan mendapat nista dan kengerian yang kekal ( Dan, 12: 2; bd Enokh 22). 7)

 

Dalam Kitab Perjanjian Baru (PB), pada zaman Yesus ada dua pandangan yang timbul di tengah-tengah umat Yahudi tentang kematian. Pandangan yang pertama adalah dari kelompok Saduki yang begitu keras menyangkal adanya kebangkitan orang-orang mati. Sedangkan yang kedua adalah orang-orang Farisi yang mengharapkan adanya kebangkitan pada akhir zaman, kecuali orang-orang murtad ( Kis. 23: 6 dst; Mat. 22: 23 ). Sikap Yesus tentang orang-orang mati lebih dekat kepada pandangan Farisi. Dia mengajarkan kepada orang-orang Saduki, bahwa orang-orang mati akan dibangkitkan oleh kuasa Allah dan hidup kepada Allah ( Mark. 12: 18-27). Yesus juga mempergunakan istilah tidur bagi orang-orang yang sudah mati ( Mark. 5: 39; Yoh. 11: 11). Tetapi mengenai dihidupkannya kembali ketiga orang mati yang disebutkan dalam PB oleh Yesus, tidak sama dengan kebangkitan Yesus. Mereka yang pernah dihidupkan oleh Yesus itu juga akan mengalami kematian lagi. Sedangkan Yesus yang bangkit dari kematian tidak mengalami kematian lagi. Karena itu arti yang sebenarnya dari kematian dan kebangkitan menurut PB hanya dapat dilihat dalam kematian dan kebangkitan Yesus.8)

Menurut pandangan PB, kematian bukanlah peristiwa alamiah semata-mata, melainkan sebagai hukuman atas dosa yang diperbuat manusia itu sendiri ( Roma 1: 23; 6: 16.21; 8: 6.13 ); disebutkan bahwa upah dosa adalah maut ( Roma 6: 23 ).  Dosalah yang mendatangkan kematian bagi seluruh manusia sejak dari Adam ( Roma 7: 13; 5: 12). Oleh karena dosa, eksistensi manusia telah menjadi tubuh maut yang sudah ditakdirkan untuk mati ( Roma 7: 24 ). Orang-orang yang berbuat dosa sebenarnya telah “mati” walaupun masih hidup ( Kol. 2: 13; Ef. 3: 1-5; Wahyu 3: 1). Tetapi kematian yang diakibatkan oleh dosa itu tidak berakhir dengan kematian yang sudah ditetapkan (kematian alamiah), karena masa penghakiman setelah kebangkitan orang-orang mati masih ada, dimana seluruh orang akan diperhadapkan dengan kehidupan kekal ( Roma 6: 23) atau kematian kedua ( Wahyu 2: 11; 20: 6; 21: 8), yakni kematian untuk selama-lamanya (bd. Barabbas 20: 1). 9) 

       Kematian Yesus Kristus, yang tidak bisa dipisahkan dari kebangkitan-Nya adalah sebagai pusat pemberitaan Injil. Oleh karena kasih karunia Allah, Dia mengalami kematian untuk semua manusia ( Ibr. 2: 9). Dengan kematian-Nya Dia telah memusnahkan Iblis yang berkuasa atas maut ( Ibr. 2: 14-15). Karena itu orang-orang yang percaya kepada Yesus mengertikan kematian Yesus adalah karena dosa-dosa kita ( 1 Kor. 15: 3), dan Dia rela mati untuk menyelamatkan kita dari dunia kejahatan ( Gal.1: 4) dan kuasa kegelapan ( Kol. 1: 13). 10)

      Bagi Yesus Kristus, kematian dan kebangkitan yang dialami-Nya sendiri adalah karena kehadiran-Nya sebagai nabi yang melakukan kehendak Allah ( Luk. 13: 32.33; Mat. 8: 31; 9: 31; 10: 32 ). Dia adalah Anak Manusia yang cukup menderita  untuk menebus manusia dari perbudakan dosa. Tetapi kemudian dipermuliakan Allah. 11)

    

Rasul Paulus salah seorang penulis PB yang banyak menafsirkan arti kematian Kristus menyebutkan bahwa kematian Kristus adalah pembebasan manusia dari dosa dan maut ( Roma 8: 2), sebagai exodus yang baru ( 1 Kor. 10: 1-2); dia juga sering mengartikannya sebagai pembebasan dari perbudakan, korban penebusan, perjanjian baru, pembenaran dan pendamaian manusia dengan Allah.  Di pihak lain, Paulus juga  melihat arti kematian Kristus itu sebagai jalan untuk membinasakan  maut ( 1Kor. 15: 26). Kunci maut dan kerajaan maut telah berada di tangan Kristus ( Wahyu 1: 18). Ketika Dia turun ke dalam kerajaan maut, Dia telah menghancurkan maut itu sendiri ( 1 Petr. 3: 19; 4: 6; Ef. 4: 9). Sebagai pemenang atas maut dan anak sulung dari antara orang mati ( 1 Kor. 15: 20), Yesus  telah memberi jaminan tentang adanya panen yang akan datang dalam kebangkitan. Dialah juga Adam yang terakhir, yang telah membatalkan pelanggaran yang menimbulkan kematian itu. 12)

 

Di dalam Kristus, orang-orang percaya telah melangkah dari kematian kepada kehidupan ( Yoh. 5: 24; 1 Yoh. 3: 14 ). Tetapi di samping itu Alkitab juga menyatakan bahwa orang-orang percaya harus mati.  Kematian yang harus dilalui oleh orang-orang percaya itu sering dikatakan oleh Paulus dengan sebutan “tidur dalam Kristus “, maka setiap orang yang percaya kepada-Nya akan dibangkitkan dari antara orang-orang mati pada akhir zaman( ! Kor. 15: 22 dst; 1 Tes. 4:13 dst ).

Jalan untuk mempersatukan diri dengan kematian Kristus ialah baptisan. Setiap orang yang memperoleh baptisan, telah dibaptiskan ke dalam kematian-Nya dan bersama dengan Kristus dibangkitkan untuk berjalan dalam hidup baru, serta berharap bahwa pada akhir zaman dia akan dipersatukan dengan Kristus sehingga memperoleh kebangkitan yang sama dengan kebangkitan-Nya ( Roma 6: 3-4;  Kol. 2: 12 ). Yesus sendiripun mengartikan kematian-Nya itu sebagai baptisan ( Luk12: 50; Mark. 10: 38 ); sehingga dengan demikian apa yang disebutkan dengan “satu baptisan” dalam Ef. 4: 5 menurut ahli tafir PB  adalah menunjuk kepada kematian Kristus bagi seluruh manusia. Sebagaimana halnya dengan baptisan, Perjamuan Tuhan adalah juga memberitakan tentang kematian Kristus ( 1 Kor. 11: 26 ). Kehidupan orang-orang Kristen juga diartikan sebagai “memikul kematian Yesus dalam tubuh-Nya”, dan dalam waktu yang sama mengharapkan bahwa kebangkitan Kristus juga akan diwujudkan dalam tubuhnya ( 2 Kor.4: 10; 6: 9; Fil. 3: 11). 13)

Bagaimana dengan orang-orang yang tidak percaya kepada Yesus?  Bagi mereka kematian adalah benar-benar sebagai jalan menuju hukuman yang kekal. Dalam Alkitab dikatakan bahwa hukuman bagi iblis dan pengikutnya adalah api yang kekal pada hari parusia (Mat.18: 8; bd Yudas 7).  Orang-orang yang tidak percaya juga turut dibangkitkan, tetapi mereka dibangkitkan untuk mendapat hukuman yang kekal.

 

Pandangan tokoh gereja

Dalam tulisan ini  dikemukakan pandangan seorang tokoh gereja yang banyak memberi pemahaman kepada orang Kristen mengenai kematian, yakni Martin Luther. Dalam uraiannya tentang kematian, Martin Luther melihat arti kematian itu dari  dua aspek, yakni pertama dari aspek terang Hukum Taurat dan kedua dari aspek  terang Injil.  Bagi dia kematian mempunyai arti yang jauh melebihi sifat biologis belaka. Kematian adalah suatu realitas kemanusiaan, yang berbeda sekali dari berakhirnya hidup tumbuh-tumbuhan atau binatang-binatang.  Berakhirnya hidup tumbuh-tumbuhan dan binatang hanyalah karena hukum alam yang sudah ditetapkan oleh Allah. Sedangkan kematian manusia dipandang dalam terang Hukum Allah adalah disebabkan oleh murka Allah karena pelanggaran manusia itu sendiri terhadap hukum Allah. Dengan demikian kematian manusia adalah kesengsaraan yang kekal. Manusia diciptakan oleh Allah menurut gambar-Nya adalah dengan tujuan untuk kehidupan yang kekal, bukan untuk mati. Tetapi karena pelanggarannya maka manusia memperoleh hukuman kematian. Dengan alasan itulah maka  Martin Luther mengatakan, bahwa kematian bukan karena proses alamiah. Karena disebabkan oleh murka Allah,  maka dalam menghadapi  kematian, setiap orang selalu merasa takut dan mengerikan,  serta berusaha menghindarkan diri daripadanya. Tidak seorang pun yang tidak merasa takut dan gemetar apabila berhadapan dengan kematian. Hal itu terjadi karena dalam kematian dirasakan bahwa Allah telah menghukum manusia. Dengan perasaan terhukum itu manusia melihat di dalam kematian itu mulut neraka telah ternganga untuknya. 14) Perasaan takut itu tumbuh oleh kesadaran bahwa Hukum Taurat Allah tidak bisa dipenuhi. Maka oleh karena itulah bagi Martin Luther sendiri Hukum Taurat selalu memberikan rasa takut dan cemas, istimewa dalam berhadapan dengan kematian. 15)   

Tetapi di pihak lain orang Kristen tidak hanya berdiri di bawah Hukum Taurat, karena dalam waktu yang sama dia juga mendengarkan suara Injil. Oleh Injil maka seluruh pengalaman tentang murka Allah dan kematian telah dirobah sama sekali. Injil telah membimbing kehidupan Kristen kepada anugerah Allah, bukan lagi kepada murka Allah.  Oleh anugerah-Nya dalam Yesus Kristus yang telah mengalahkan kematian itu, Allah telah merobah sifat kematian itu dan telah menjadikannya menjadi alat anugerah-Nya pula. Hal ini dapat diihat dimana Allah telah memenuhi janji-Nya kepada orang Kristen dalam baptisan  dengan menyebutkan bahwa dosa-dosa telah dikuburkan ke dalam kematian-Nya. Usaha perlawanan dan pembunuhan terhadap dosa-dosa itu telah dimulai dalam tugas-tugas dan penderitaan yang telah diletakkan Allah terhadap seseorang dan disempurnakan dalam kematian badani tersebut. Dengan pengertian baru ini setiap orang Kristen harus menerima kematian itu dengan rasa senang. Karena dengan demikian dia telah turut berjuang untuk mengalahkan kuasa dosa. Pekerjaan ini memang sulit dilaksnakan dan tidak seorang pun dapat mengerjakannya dari dirinya sendiri.  Dia baru dapat mengerjakan itu hanya dengan kuasa Kristus yang telah mati dengan penuh kepatuhan. Maka sejak Allah mempergunakan kematian itu sebagai jalan untuk membebaskan manusia dari  dirinya sendiri dan kematiannya, maka orag-orang Kristen tidak perlu lagi  takut menghadapi kematian.  Martin Luther pernah berdoa: “Tolonglah kami untuk tidak menakuti kematian tetapi supaya menginginkannya”. 16)  Karena itu bagi Martin Luther kerelaan untuk mati dalam Yesus Kristus adalah suatu kebahagiaan.  Kesempurnaan orang Kristen terletak dalam kerinduannya kepada kematian itu sendiri. Hal itu didasarkan atas perkataan Paulus dalam Filipi 1: 21-23, dimana Paulus menginginkan untuk segera berangkat dari dunia ini, sehingga seluruh dosanya akan berakhir dan kehendak Allah disempurnakan sepenuhnya  dalam dia.  Dengan demikian maka menurut Martin Luther,  hukum kematian juga bisa menjadi satu bentuk Injil bagi orang-orang Kristen.  Kalau kematian sebelumnya adalah suatu hukuman atas dosa, maka dalam terang Injil, kematian telah berobah menjadi jalan kesembuhan atas dosa. Dalam terang Injil kematian juga telah menjadi berkat. 17) 

Setelah bebas dari murka Allah, maka kematian telah dapat diandaikan sebagai dalam keadaan “tidur” atau beristirahat.  Atau dengan gambaran lain yang pernah dipergunakan oleh Martin Luther ialah bahwa kematian itu sudah merupakan pintu gerbang atau jembatan yang sempit menuju kehidupan yang kekal.  Kematian juga dapat diibaratkan dengan jalan sempit yang dilalui oleh seorang bayi  yang lahir ke dunia ini dari rahim ibunya. Jalan sempit itulah jalan satu-satunya bagi sang bayi untuk bisa keluar dari kandungan ibunya yang sempit menuju dunia yang luas ini. Maka ibarat melalui jalan sempit dan mencemaskan itu seorang Kristen dalam menghadapi kematian itu harus dengan penuh keyakinan dan keberanian, serta berharap bahwa apabila lolos dari sana dia akan masuk ke  dalam suatu tempat yang sangat luas yang penuhK dengan kesukaan yang besar.

 

PANDANGAN ORANG BATAK AKAN KEMATIAN

Dalam pandangan orang Batak, kematian adalah perpisahan antara tubuh (badan) dan jiwa (roh). Walaupun setelah datangnya kekristenan,  orang-orang Batak masih banyak yang   memegang pandangan seperti itu.  Dengan pandangan itu, dalam kematian, hanya badanlah yang dianggap busuk di dalam tanah, sedangkan jiwa atau rohnya hidup terus. Sampai sekarang pandangan itu masih dipegang oleh banyak orang Batak. Walaupun sudah beragama Kristen, orang Batak masih banyak  yang beranggapan bahwa jika seseorang meninggal, maka badannya menjadi tanah, nafasnya menjadi angin dan rohnya menjadi hantu ( dagingna gabe tano,hosana gabe alogo, tondina gabe begu). Kalau seseorang yang meningga; itu sudah tua dan mempunyai banyak keturunan, maka rohnya akan berubah ke tingkat yang lebih tinggi dari “begu” yakni menjadi  “sumangot” dan kemudian sampai lagi ke tingkat yang paling tinggi yakni “sombaon”, yang statusnya sudah bisa disejajarkan dengan “debata” yang disembah. Begu, sumangot dan sombaon,  yang merupakan peralihan dari roh orang yang sudah meninggal dipercayai masih berhubungan dengan orang yang masih hidup. Apabila begu, sumangot dan sombaon itu selalu disembah atau dihormati oleh keturunannya  dengan memberikan sajian-sajian yang disukai semasa hidupnya maka dia akan memberkati keturunannya itu. Tetapi kalau tidak dihormati maka dia akan menyakiti atau mendatangkan malapetaka kepada mereka. Karena itu tugas menghormati orang tua sangat penting bagi orang Batak istimewa menghormati orang tua yang sudah meninggal dunia. Adanya hukum kelima dalam kekristenan yang mengharuskan untuk menghormati orang tuanya, secara salah banyak  dipergunakan oleh orang Batak sebagai dasar yang menguatkan sikap mereka dalam kebiasaan menghormati orang tuanya yang sudah meninggal. Pelaksanaan hukum kelima itu bagi orang Batak lebih menonjol dalam upacara adat yang layak dan terhormat pada saat penguburan orang tua. Misalnya dengan memberangkatkannya dengan “adat na gok”, di mana , dongan tubu dan raja-raja adat  diberi penghormatan yang tinggi,  serta menempatkan mayat dari orang tuanya itu di tempat yang bagus  sampai kepada pembuatan makam atau tugu yang bagus. Semuanya ini masih diyakini oleh banyak orang Batak sebagai cara untuk menghormati orang tua atau roh nenek-moyangnya yang sudah meninggal dunia. Kalau itu dilaksanakan dengan baik, maka mereka berharap akan menerima berkat berupa  keturunan yang banyak (hagabeon), rezeki yang baik dan  kekayaan (hamoraon), umur  yang panjang serta kehormatan dalam status sosial (hasangapon), dan lain-lain.

Karena itu sampai sekarang banyak orang Batak  yang masih sulit menerima pandangan yang mengatakan bahwa dengan kematian hubungan orang yang sudah mati  dan yang masih hidup sudah terputus. Usaha gereja-gereja di Indonesia untuk melarang anggota-anggota jemaatnya untuk mengadakan hubungan dengan orang-orang yang sudah  mati ( seperti pemujaan kepada roh-roh orang mati) masih belum begitu berhasil. Itu juga disebabkan karena pandangan gereja-gereja di Indonesia tentang kematian itu juga tidak sama. Ada juga gereja dari aliran yang berbeda,  tidak jelas melarang perbuatan menyembah roh-roh nenek moyang oleh  anggota gerejanya, dan itu hanya dianggap sebagai perbuatan budaya saja.

Oleh karena itu gereja-gereja  perlu dalam satu kesatuan memikirkan bagaimana caranya untuk menghilangkan adanya keyakinan yang bertentangan dengan pengajaran Alkitab itu. Barangkali orang-orang Kristen di Indonesia khususnya orang-orang Kristen Batak yang masih sangat miskin dengan ajaran atau pemahaman kekristenan  yang berdasarkan Firman Allah, membuat kepercayaan yang lama yang diwarisi dari kepercayaan nenek-moyangnya dengan mudah bisa muncul kembali. Kalau hal itu dibiarkan begitu saja, maka pada suatu waktu iman kepada Allah Tritunggal, akan bergeser kepada kepercayaan atas kuasa roh-roh orang mati. Pengertian akan kematian yang meliputi totalitas eksistensi manusia perlu diajarkan secara mendasar di tengah-tengah orang Kristen, khususnya masyarakat Kristen Batak. Orang yang mati dengan totalitas eksistensinya itulah kemudian yang akan dibangkitkan pada akhir zaman, dan menerima kehidupan yang kekal di surga apabila dirinya dirinya semasa hidupnya di dunia ini menerima Yesus dalam seluruh ekistensinya.

 

KEMATIAN MENURUT KONFESSI HKBP 1996

 

Konfesi ialah suatu pengakuan atau pernyataan iman yang dirumuskan oleh gereja berdasarkan hasil pemahaman, pergumulan dan penghayatan gereja itu akan Firman Allah yang dinyatakan di dalam Alkitab, untuk dijadikan sebagai pegangan bagi setiap warga gereja itu dalam me­nyaksikan imannya di tengah-tengah dunia dan dalam melawan berbagai ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Alkitab. Dalam Konfessi HKBP 1996, pasal 16 mengenai kematian dinyatakan sebagai berikut:

“Kematian adalah akhir hidup manusia di dunia ini, dia berhenti dari segala pekerjaannya. Ada keselamatan bagi orang yang percaya. Yesus Kristus yang telah bangkit itulah yang membangkitkan orang dari  kematian. Dialah Tuhan dari orang yang hidup dan yang mati ( Roma 14: 7-9)”.  Gereja menyelenggarakan  peringatan bagi orang yang meninggal untuk menyadarkan iman umat Kristen untuk mengingat akhir hidupnya serta meneguhkan pengharapan akan kemenangan Kristus mengalahkan kematian, demikian juga pengharapan akan kerajaan sorga sebagai tujuan hidupnya dan persekutuan orang percaya dengan Tuhan Allah hingga kedatangan Kristus yang ke dua kali.

Dengan ajaran ini ditekankan pengharapan akan keselamatan manusia dari antara orang yang mati di dalam Yesus Kristus. Ajaran ini  menentang pandangan yang mengatakan bahwa orang yang hidup dapat menerima berkat dari orang mati. Ajaran ini juga menentang pandangan yang mengatakan bahwa orang yang mati dapat berhubungan dengan orang yang hidup melalui doa, yakni mendoakan  arwah-arwah. Juga ditentang pandangan yang yang mengatakan bahwa harus dengan cara mendirikan tugu untuk menghormati orang yang mati sebagai cara menerima berkat bagi keturunannya. Ajaran ini juga menolak semua bentuk kepercayaan  animisme terutama ajaran yang mengatakan bahwa roh orang yang meninggal itu masih hidup dan orang yang meninggal itu  menjadi  hantu  (begu) dan  roh nenek moyang  atau “sumangot”18).

 

 

 

Catatan kaki:

1). Lihat “Dead-Mati”,  “Death- Kematian”, dan “Sin- Dosa” dalam LLD, Buku Konkordia, 1986 (LKS), hal. 120, 199-200.

2). Band. W.Lempp, Tafsiran Kejadian ( 1: 1- 4: 24), Jakarta 1974 (BPK) hal. 61; juga “Creation –  Ciptaan”, “Man – Manusia” dan “Nature – Sifat”, dalam LLT, Buku Konkordia. 1986 (LKS), hal.118, 158, 165-166.

3). Bnd Chr. Barth, Theologia Perjanjian Lama I, Jakarta, 1970 (BPK), hal.43; lihat juga “Flesh- Daging, Human- Manusia dan “Soul – Jiwa” dalam LLT, Buku Konkordia, 1986 (LKS), hal. 131-132, 200.

4). Lihat “Adam”, “Affliction –Derita”, “Damnation – Kutukan” dan :”Penalty – Hukuman “ dalam LLT, Buku Konkordia , 1986 (LKS), hal. 90-91, 119, 173-174.

5). Bnd H.W.Wolf, Kematian dalam Perjanjian Lama, artikel dalam JR Hutauruk (ed), Ketika Aku dalam Penjara, hal. 33.

6). Lihat “Doa kepada orang-orang Suci”, dalam LLT, hal. 37-38 dan juga fasal XXI, “Pemanggilan kepada orang Suci”, dalam TL, Apologi Konfessi Augsburg Tahun 1531, Pematangsiantar, 1983, LKS, hal.173-182.

7). Lihat “Hope – Harapan”, “Presence – Kehadiran” dan “Resurrection ot the dead – kebangkitan dari orang-orang mati “ dalam LLT, Buku Konkordia, hal. 142, 182, 190.

8). Lihat “Christ – Kristus” dalam LLT, Buku Konkordia, hal. 100-106.

9). Lihat “Adam”, “Judgment of God”, “Penalty”, “Second coming of the Christ”, dan “Sin”, dalam LLT, hal. 90. 147, 173-174, 198-199 dan juga dalam fasal III dalam Katekismus Besar M.Luther, hal.101-109.

10).  Lihat “Christ”, “Gospel”, “Grace” dan “Sin” dalam LLT, hal. 102-106, 135-137, 199-200 juga “ fasal III Kristus”, dalam TL. Apologi Konfwssi Augsburg th. 1531, Pematangsiantar 1983,  LKs, hal. 21.

11). Lihat “Reconsiler, Reconsiliation, Juru Damai, Perdamaian”, dan “Will of God”, dalam LLT, hal. 187-208.

12). Lihat “Absolution – Keampunan Dosa”, “Promise – Janji” dan “Redeemer, Redemption- Penebus, Penebusan”, dalam LLT, hal. 89-90, 184-185, 187.

13). Lihat “Baptism- Pembaptisan”, “Lord Supper-Perjamuan Tuhan”, “Union – Kesatuan”, dalam LLT, hal. 95-96, 154-157, 205.

14). Bnd Paul Althaus, The Theology of Martin Luther, Philadelphia, 1966, hal. 406.

15). Lihat “Law- Hukum”, “Nature – Sifat “ dan “Wrath of God – Murka Allah”, dalam LLT, hal. 150-153, 165-166, 214-215.

16). Bnd Paul Althaus, opcit hal. 408.

17). Lihat “Gospel-Injil”, “ Grace”, Life, Pronise, dalam LLT, hal. 135-138, 153-154.

18). Pengakuan Iman ( Konfessi) HKBP 1996, Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung, fasal 15.. 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar