Senin, 23 Desember 2019

SEJARAH PERAYAAN NATAL

SEJARAH PERAYAAN NATAL

Mengapa umat Kristen merayakan kelahiran Yesus Kristus pada setiap tanggal 25 Desember? Belakangan ini semakin banyak orang yang mempertanyakan kebenaran dari Perayaan Hari Natal setiap tanggal 25 Desember., dengan mengatakan tidak benar Yesus itu lahir pada tanggal 25 Desember. Alasanya tanggal itu tidak ada disebutkan dalam Kitab Injil yang memberitakan tentang kelahiran Yesus. Lagi pula katanya, jika dihubungkan dengan berita dalam Kitab Injil Lukas bahwa kelahiran Yesus itu diberitakan kepada para gembala yang bermalam di Ladang Efrata, tidak mungkin dalam musim dingin tangal 25 Desember itu para gembala bisa bermalam di ladang dalam menjaga ternaknya.
Jika dikaji dari sudut historis memang kita ketahui bahwa hampir empat abad lamanya umat Kristen atau gereja mula-mula belum mengenal adanya perayaan hari helahiran Yesus, yang belakangan ini lebih dikenal dengan “hari Natal”. Sedangkan perayaan-perayaan yang sudah dilakukan oleh umat Kristen sebelumnya, mulai dari hari Minggu, Paskah, Pentakosta dan Kenaikan Yesus ke sorga. Perayaan hari Minggu yang diadakan setiap minggu dilakukan untuk menggantikan hari Sabbat Yahudi yang dilakukan setiap hari Sabtu. Hari Minggu dipakai oleh umat Kristen menggantikan Sabat Yahudi,  karena  hari itu adalah hari Tuhan, dimana pada saat itulah Yesus bangkit dari kematian, dan juga pada saat itulah hari turunnya Roh Kudus yang melahirkan gereja. Perayaan Paskah tetap dilakukan oleh umat Kristen seperti halnya umat Yahudi sehingga waktunya tetap diseuaikan dengan Paskah Yahudi yang dimulai setiap taggal14 bulan Nissan menurut kalender Yahudia atau sekitar akhir bulan Maret atau awal bulan April menurut kalender Masehi. Kalau umat Yahudi merayakan Paskah dengan penuh kegemberiraan mengingat keluarnya nenek-moyang mereka dari perhambaan Mesir, akan tetapi umat Kristen memulai Paskah tanggal 14 bulan Nissan itu dengan puasa yang sungguh-sungguh mengingat penyaliban yang terjadi bagi diri Yesus, dan baru kemudian diakhiri dengan  perayaan Ekaristi yang penuh sukacita, mengingat kebangkitan Yesus.
      Perayaan lain yang sudah diikuti oleh umat Krsiten sebelum adanya Perayaan Natal adalah Perayaan Pentakosta dan Kenaikan Yesus ke Sorga. Perayaan Pentakosta juga mengikuti tradisi Yahudi yakni hari ke lima puluh sesudah Paskah. Karena Roh Kudus turun bagi murid-murid Yesus tepat pada hari Pentakosta Yahudi  (suatu pesta Panen bagi orang Yahudi), maka orang-orang  Kristen juga menetapkan perayaan kedatangan Roh Kudus itu setiap hari Pentakosta itu juga, yakni pada Minggu ke tujuh sesudah Paskah. Hari Pentakosta ini kemudian ditetapkan sebagai hari kelahiran gereja karena pada hari itulah lahirnya gereja yang pertama sebagai buah dari pekerjaan Roh Kudus. Pesta Pentakosta adalah merupakan pesta kedua terbesar setelah Pesta Paskah yang dirayakan orang Kristen pada mulanya. Pesta itu di beberapa gereja  kemudian, seperti di Inggris, sering juga disebut “Minggu putih” (White Sunday), karena pada  hari Pentakosta itu sering juga dilakukan pembaptisan, di mana orang-orang yang baru dibaptis itu mengenakan pakaian putih. Pesta Kenaikan Yesus juga dirayakan sejak mulanya, yakni 40 hari setelah Paskah, sesuai dengan Kis. 1:3.

 Epifanias dan Natal.  Pada sekitar abad ke 4 M, dua pesta Kristen yang besar bertambah, yakni: Epifanias yang dirayakan pada tanggal 6 Yanuari dan Natal yang dirayakan pada tanggal 25 Desember. Sebelum itu orang-orang Kristen yang mengalami penghambatan dan persekusi (penganyayaan) selama lebih dari tiga abad lamanya belum mengenal perayaan hari lahir Yesus. Tetapi setelah agama Kristen atau gereja mulai mendapat pengakuan di kekaisaran Romawi oleh kaisar Konstatntinus Agung ( tahun 312), dimana umat Kristen telah mendapat kebebasan untuk melakanakan bebagai kegiatan, maka mulailah gereja memikirkan perlunya umat Kristen  merayakan hari kelahiran Yesus, sebagaimana masyarakat di lingkungan kekaisaran Romawi telah mempunyai kebiasaan merayakan hari kelahiran dewa-dewa yang disembah. Karena saat kelahiran Yesus itu sudah berselang demikian lama, maka orang-orang Kristen pada abad yang keempat itu tidak bisa lagi mengingat kapan tanggal dan bulan yang tepat dari hari kelahiran Yesus itu. Petunjuk untuk itu pun juga tidak dijumpai, baik dalam Kitab Injil maupun dalam tulisan-tulisan sejarah pada waktu itu.  Memang dalam kitab Lukas 2:1 disebutkan  bahwa kelahiran Yesus itu terjadi bertepatan dengan keluarnya surat perintah sensus dari Kaisar Agustus untuk seluruh warga kekaisaran Romawi. Tetapi catatan sejarah tidak menyebut tanggal dan bulan dari sensus itu diberlakukan, hanya tahunnya yang disebutkan yakni sekitar tahun 6 atau 7 sebelum Masehi.
      Karena tidak ada petunjuk yang tepat,  maka tidak ada lagi yang mengetahui secara persis  hari kelahiran Yesus Kristus itu. Tetapi di bagian bumi belahan Utara telah ada kebiasaan masyarakat yang sudah lama terjadi mengadakan suatu pesta pada setiap akhir Desember atau awal Januari, yakni pada waktu melewati hari yang paling pendek. Di Roma pesta musim dingin seperti itu disebut “pesta Matahari tak terkalahkan” (Sol Invictus atau Kemenangan Matahari). Kebiasaan  itulah yang diambil-alih oleh gereja di Roma sebagai hari kelahiran Yesus yang ditetapkan pada setiap tanggal 25 Desember, dengan mengisi pemahaman yang baru yakni Yesus Kristuslah Matahari Kemenangan itu, yang telah mengalahkan kegelapan dunia. 
      Sekitar abad 4 itu juga, Helena, ibu dari kaisar Konstantinus Agung, yang telah menjadi pendukung Kristen, telah membangun sebuah gereja di atas gua kelahiran Yesus di Betlehem. Setiap tanggal 6 Januari para uskup dan orang banyak datang ke gereja itu berprosesi untuk merayakan penampakan (Epifania) Yesus. Pesta ini, selain sebagai peringatan kelahiran Yesus, juga berkaitan dengan peringatan peristiwa pembaptisan Yesus oleh Yohannes Pembaptis di sungai Jordan, di mana pada waktu itu  Dia “nampak” sebagai Anak Allah yang dikasihi (Mat.3,17). Di kalangan orang-orang Kristen di wilayah Timur kekaisaran Romawi, seperti di Mesir, Armenia, Palestina, Yunani, hari Epifanias tanggal 6 Januari itulah yang ditetapkan pada mulanya sebagai perayaan hari kelahiran Yesus. Mengapa mereka memilih tanggal 6 Januari itu ? Sebelum kekristenan, orang-orang Mesir telah merayakan tanggal 6 Januari sebagai hari mempermuliakan Dewa Kore yang melahirkan “Aion”. “Aion” berarti yang kekal. Orang-orang Kristen Mesir (gereja Koptik) mengambil hari itu sebagai perayaan kelahiran Kristus, dengan mengingatkan bahwa Yesus Kristuslah “Aion” atau Yang kekal itu. Gereja Armenia dan gereja Koptik sampai sekarang masih memegang Epifania sebagai hari kelahiran Kristus. Demikian juga Gereja Orthoks Syria di India.
      Untuk pertama kali perayaan Natal pada 25 Desember diadakan di Roma tahun 354, yakni dengan mengambil “hari pesta Matahari tak terkalahkan” yang dirayakan masyarakat setempat sebelum kekristenan. Dengan berbuat seperti itu orang-orang Kristen tersebut mau menunjukkan kepada masyarakat setempat bahwa Yesus Kristuslah “Matahari yang tak terkalahkan” itu atau “Matahari kemenangan” bagi seluruh umatNya. Pilihan itu memang tepat, karena sejak abad ke 4, kekristenan telah menang di seluruh kekaisaran Romawi, sedangkan agama-agama yang lama menjadi agama yang harus disingkirkan. Orang-orang Kristen Roma menyebut perayaan itu ‘Dies Natalis atau hari kelahiran -Yesus Kristus. Mulai abad 11, di Inggris hari kelahiran Kristus itu lebih dikenal dengan “Christmas” ( Mass of Christ) season, yang berasal dari kata “Cristes Maesse”  atau Misa Kristus. Makna sebenarnya adalah merayakan anugerah terbesar yang Allah sediakan dalam diri Yesus Kristus yang bersedia turun ke dunia sebagai Raja damai.
      Kebiasaan merayakan  hari kelahiran Yesus Kristus pada tanggal 25 Desember juga tersebar dengan cepat ke bagian Timur. Di sebagian besar umat Kristen  tanggal 25 Desember itu dapat diterima sebagai hari kelahiran Kritus, sedangkan tanggal 6 Januari itu dirayakan sebagai hari Epifanias, yang dihubungkan  dengan pembaptisan Yesus. Di kemudain hari orang-orang Kristen di Barat juga mengambil hari Epifanias itu juga sebagai pesta Kristen, tetapi mereka menghubungkannya bukan hanya dengan pembaptisan Yesus saja, tetapi juga dengan saat “penampakan Kristus” kepada orang-rang kafir, khususnya kepada orang-orang Majus dari Timur itu ( Mat.2:1ff).
      Sehubungan dengan telah ditetapkannya 25 Desember sebagai Perayaan Kelahiran Yesus Kristus, maka dalam Konsili Saragossa di Spanyol tahun 380 ditetapkanlah adanya masa Adven  sebelum Natal sebagai kewajiban bagi  umat Kristen mempersiapkan diri, supaya perayaan Natal itu benar-benar perayaan yang bersifat krstiani dan perayaan itu benar-benar memawa makna keselamatan bagi umat Kristen. Adven yang berati kedatangan (Kristus) ditetapkan mulai pada hari Minggu terdekat dengan tanggal 30 Nopember ( antara tanggal 27 Nopember dan 3 Desember) dan berlangsung sampai malam Natal 24 Desember, yang terdiri 4 minggu Adven. Dalam masa itu belum diperkenankan untuk merayakan Natal.
      Masa Adven itu bukan hanya sekedar untuk mempersiapkan perayaan Natal, agar perayaan itu secara seremonial dan dekoratif bisa begitu bagus, indah dan mengaggumkan kelihatannya, tetapi lebih dari itu yakni untuk mempersiapkan diri supaya kelahiran Yesus itu bisa benar-benar membawa keselamatan dan kebahagiaan yang sesungguhnya bagi dirinya. Jadi firman Tuhan yang disoarakan pada minggu adven, adalah firman Allah yang mengarah kepada perenungan pribadi akan dosa-dosa yang dilakukan sehingga hatinya terdorong untuk bertobat, dan membuka diri untuk pembaharuan hidup dari Yesus.
      Belakangan ini masa-masa Adven itu hampir tidak mempunyai makna lagi, tinggal hanya sebagai ungkapan-ungkapan tahun  gerejawi saja, karena masa adven itu telah dikaburkan oleh perayaan-perayaan natal yang hanya bersifat seremonial, dekoratif dan hiburan saja. Ini bisa dilihat karena banyak yang telah merayakan natal mulai dari hari-hari pertama dari masa adven itu sendiri. Ini disebabkan karena perayaan natal itu semakin banyak dilakukan. Kalau yang tadinya itu dilakukan pada malam 24 Desember dan tangal 25-26 Desember saja, dan kalau perlu setelah itu sampai atas hari Epifanias. Semua kelompok anggota jemaat, kategorial, kelompok masyarakat, kelompok marga, arisan,  sekolah-sekolah, telah melakukan perayaan natal, sehingga bisa menyita banyak waktu, dana dan energi. Tetapi sering terkesan perayaan natal itu hanya hanya kesempatan untuk bisa berkumpul, bergembira ria, dan makan-makan yang lebih enak. Ada orang mengatakan bahwa dalam satu kali masa natal, seseorang bisa sampai lebih dari sepuluh kali mengikuti perayaan natal.  Tetapi perlu direnungkan, apakah dengan banyak perayaan natal yang diikuti, dia semakin  mengenal Yesus itu, dan juga bisa semakin memahami atau menghayati arti dan makna kedatangan Yesus itu ke dunia. Sampai sekarang yang tetap konsisten dengan pemanfaatan mingu-minggu adven untuk menjadi perenungan pribadi dan mempersiapkan diri akan kedatangan Yesus Kristus ke dunia ini, dan memeprsiapkan diri untuk menantikan kedatangan Kristus yang ke dua kali adalah gereja Roma Katolik, sedangkan bagi kebanyakan gereja-gereja Protestan makna masa adven itu semakin kabur karena sudah disingkirkan oleh perayaan-perayaan natal yang cenderung hanya menonjolkan seremonial, dekoratif dan kesenangan-kesenangan duniawi yang sifatnya hanya sementara. Ini perlu direnungkan bersama agar ke depan perayaan natal itu semakin bermakna sebagaimana dikehendaki oleh Yesus Kristus yang kelahirannya dirayakan itu. Selamat hari Natal bagi kita semua. (Pdt MSM Panjaitan).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar