SEJARAH PERAYAAN NATAL
Mengapa umat Kristen merayakan kelahiran Yesus Kristus pada setiap tanggal 25 Desember? Belakangan ini semakin banyak orang yang mempertanyakan kebenaran dari
Perayaan Hari Natal setiap tanggal 25 Desember., dengan mengatakan tidak benar
Yesus itu lahir pada tanggal 25
Desember. Alasanya tanggal itu tidak
ada disebutkan dalam Kitab Injil yang memberitakan tentang kelahiran Yesus.
Lagi pula katanya, jika dihubungkan dengan berita dalam Kitab Injil Lukas bahwa
kelahiran Yesus itu diberitakan kepada para gembala yang bermalam di Ladang
Efrata, tidak mungkin dalam musim dingin tangal 25 Desember itu para gembala
bisa bermalam di ladang dalam menjaga ternaknya.
Jika dikaji dari sudut historis memang kita ketahui bahwa hampir empat abad
lamanya umat Kristen atau gereja mula-mula belum mengenal adanya perayaan hari
helahiran Yesus, yang belakangan ini lebih dikenal dengan “hari Natal”.
Sedangkan perayaan-perayaan yang sudah dilakukan oleh umat Kristen sebelumnya,
mulai dari hari Minggu, Paskah, Pentakosta dan Kenaikan Yesus ke sorga.
Perayaan hari Minggu yang diadakan setiap minggu dilakukan untuk menggantikan
hari Sabbat Yahudi yang dilakukan setiap hari Sabtu. Hari Minggu dipakai oleh
umat Kristen menggantikan Sabat Yahudi, karena hari itu adalah hari Tuhan, dimana pada saat
itulah Yesus bangkit dari kematian, dan juga pada saat itulah hari turunnya Roh
Kudus yang melahirkan gereja. Perayaan Paskah tetap dilakukan oleh umat Kristen
seperti halnya umat Yahudi sehingga waktunya tetap diseuaikan dengan Paskah Yahudi yang dimulai setiap taggal14 bulan Nissan menurut kalender Yahudia atau
sekitar akhir bulan Maret atau awal bulan April menurut kalender Masehi. Kalau
umat Yahudi merayakan Paskah dengan penuh kegemberiraan mengingat keluarnya
nenek-moyang mereka dari perhambaan Mesir, akan tetapi umat Kristen memulai Paskah tanggal 14
bulan Nissan itu dengan puasa yang sungguh-sungguh mengingat penyaliban yang
terjadi bagi diri Yesus, dan baru kemudian diakhiri dengan perayaan Ekaristi yang penuh sukacita,
mengingat kebangkitan Yesus.
Perayaan lain yang
sudah diikuti oleh umat Krsiten sebelum adanya Perayaan Natal adalah Perayaan
Pentakosta dan Kenaikan Yesus ke Sorga. Perayaan Pentakosta juga mengikuti
tradisi Yahudi yakni hari ke lima puluh sesudah Paskah. Karena Roh Kudus turun bagi murid-murid
Yesus tepat pada hari Pentakosta Yahudi
(suatu pesta Panen bagi orang Yahudi), maka orang-orang Kristen juga menetapkan perayaan kedatangan
Roh Kudus itu setiap hari Pentakosta itu juga, yakni pada Minggu ke tujuh
sesudah Paskah. Hari Pentakosta ini kemudian ditetapkan sebagai hari
kelahiran gereja karena pada hari itulah lahirnya gereja yang pertama sebagai
buah dari pekerjaan Roh Kudus. Pesta Pentakosta adalah merupakan pesta kedua terbesar setelah Pesta
Paskah yang
dirayakan orang Kristen pada mulanya. Pesta itu di beberapa gereja kemudian, seperti di Inggris, sering juga
disebut “Minggu putih” (White Sunday), karena pada hari Pentakosta itu sering juga dilakukan
pembaptisan, di mana orang-orang yang baru dibaptis itu mengenakan pakaian
putih. Pesta Kenaikan Yesus juga dirayakan sejak mulanya, yakni 40 hari setelah
Paskah, sesuai dengan Kis. 1:3.
Epifanias dan Natal. Pada sekitar abad ke 4 M, dua pesta Kristen
yang besar bertambah, yakni: Epifanias yang dirayakan pada tanggal 6 Yanuari
dan Natal yang dirayakan pada tanggal 25 Desember. Sebelum itu orang-orang
Kristen yang mengalami penghambatan dan persekusi (penganyayaan)
selama lebih dari tiga abad lamanya belum mengenal perayaan hari lahir Yesus. Tetapi setelah
agama Kristen atau gereja mulai mendapat pengakuan di kekaisaran Romawi oleh
kaisar Konstatntinus Agung ( tahun 312), dimana umat Kristen telah mendapat
kebebasan untuk melakanakan bebagai kegiatan, maka mulailah gereja memikirkan
perlunya umat Kristen merayakan hari kelahiran Yesus, sebagaimana
masyarakat di lingkungan kekaisaran Romawi telah mempunyai kebiasaan merayakan
hari kelahiran dewa-dewa yang disembah. Karena saat kelahiran Yesus itu sudah
berselang demikian lama, maka orang-orang Kristen pada abad yang keempat itu tidak bisa lagi mengingat kapan tanggal
dan bulan yang tepat dari hari kelahiran Yesus itu. Petunjuk untuk itu pun juga
tidak dijumpai, baik dalam Kitab Injil maupun dalam tulisan-tulisan sejarah pada
waktu itu. Memang dalam kitab Lukas 2:1 disebutkan bahwa kelahiran Yesus itu terjadi bertepatan
dengan keluarnya surat perintah sensus dari Kaisar Agustus untuk seluruh warga
kekaisaran Romawi. Tetapi catatan sejarah tidak menyebut tanggal dan bulan dari
sensus itu diberlakukan, hanya tahunnya yang disebutkan yakni sekitar tahun 6
atau 7 sebelum Masehi.
Karena
tidak ada petunjuk yang tepat, maka
tidak ada lagi yang mengetahui secara persis
hari kelahiran Yesus Kristus itu. Tetapi di bagian bumi belahan Utara
telah ada kebiasaan masyarakat yang sudah lama terjadi mengadakan suatu pesta
pada setiap akhir Desember atau awal Januari, yakni pada waktu melewati hari
yang paling pendek. Di Roma pesta musim dingin seperti itu disebut “pesta
Matahari tak terkalahkan” (Sol Invictus atau Kemenangan Matahari). Kebiasaan itulah yang diambil-alih oleh gereja di Roma
sebagai hari kelahiran Yesus yang ditetapkan pada setiap tanggal 25 Desember, dengan mengisi pemahaman yang baru yakni Yesus Kristuslah Matahari Kemenangan itu, yang telah mengalahkan kegelapan dunia.
Sekitar
abad 4 itu juga, Helena, ibu dari kaisar Konstantinus Agung, yang telah menjadi
pendukung
Kristen, telah membangun sebuah gereja di atas gua kelahiran Yesus di Betlehem.
Setiap tanggal 6 Januari para uskup dan orang banyak datang ke gereja itu
berprosesi untuk merayakan penampakan (Epifania) Yesus. Pesta ini, selain
sebagai peringatan kelahiran Yesus, juga berkaitan dengan peringatan peristiwa
pembaptisan Yesus oleh Yohannes Pembaptis di sungai Jordan, di mana pada waktu
itu Dia “nampak” sebagai Anak Allah yang
dikasihi (Mat.3,17). Di kalangan orang-orang Kristen di wilayah Timur
kekaisaran Romawi, seperti di Mesir, Armenia, Palestina, Yunani, hari Epifanias
tanggal 6 Januari itulah yang ditetapkan pada mulanya sebagai perayaan hari
kelahiran Yesus. Mengapa mereka memilih tanggal 6 Januari itu ? Sebelum
kekristenan, orang-orang Mesir telah merayakan tanggal 6 Januari sebagai hari
mempermuliakan Dewa Kore yang melahirkan “Aion”. “Aion” berarti yang kekal.
Orang-orang Kristen Mesir (gereja Koptik) mengambil hari itu sebagai perayaan
kelahiran Kristus, dengan mengingatkan bahwa Yesus Kristuslah “Aion” atau Yang
kekal itu. Gereja Armenia dan gereja Koptik sampai sekarang masih memegang
Epifania sebagai hari kelahiran Kristus. Demikian juga Gereja Orthoks Syria di
India.
Untuk
pertama kali perayaan Natal pada 25 Desember diadakan di Roma tahun 354, yakni
dengan mengambil “hari pesta Matahari tak terkalahkan” yang dirayakan
masyarakat setempat sebelum kekristenan. Dengan berbuat seperti itu orang-orang
Kristen tersebut mau menunjukkan kepada masyarakat setempat bahwa Yesus
Kristuslah “Matahari yang tak terkalahkan” itu atau “Matahari kemenangan” bagi seluruh
umatNya. Pilihan itu memang tepat, karena sejak abad ke 4, kekristenan telah
menang di seluruh kekaisaran Romawi, sedangkan agama-agama yang lama menjadi
agama yang harus disingkirkan. Orang-orang Kristen Roma menyebut perayaan itu ‘Dies Natalis” atau hari kelahiran -Yesus Kristus. Mulai abad 11, di Inggris hari kelahiran
Kristus itu lebih dikenal dengan “Christmas” ( Mass of Christ) season, yang
berasal dari kata “Cristes Maesse” atau
Misa Kristus. Makna sebenarnya adalah merayakan anugerah terbesar yang Allah
sediakan dalam diri Yesus Kristus yang bersedia turun ke dunia sebagai Raja
damai.
Kebiasaan
merayakan hari kelahiran Yesus Kristus
pada tanggal 25 Desember juga tersebar dengan cepat ke bagian Timur. Di sebagian besar
umat Kristen tanggal 25 Desember itu dapat diterima sebagai
hari kelahiran Kritus, sedangkan tanggal 6 Januari itu dirayakan sebagai hari
Epifanias, yang dihubungkan dengan
pembaptisan Yesus. Di kemudain hari orang-orang Kristen di Barat juga mengambil
hari Epifanias itu juga sebagai pesta Kristen, tetapi mereka menghubungkannya
bukan hanya dengan pembaptisan Yesus saja, tetapi juga dengan saat “penampakan
Kristus” kepada orang-rang kafir, khususnya kepada orang-orang Majus dari Timur itu (
Mat.2:1ff).
Sehubungan dengan
telah ditetapkannya 25 Desember sebagai Perayaan Kelahiran Yesus Kristus, maka
dalam Konsili Saragossa di Spanyol tahun 380 ditetapkanlah adanya masa
Adven sebelum Natal sebagai kewajiban
bagi umat Kristen mempersiapkan diri,
supaya perayaan Natal itu benar-benar perayaan yang bersifat krstiani dan
perayaan itu benar-benar memawa makna keselamatan bagi umat Kristen. Adven yang
berati kedatangan (Kristus) ditetapkan mulai pada hari Minggu terdekat dengan
tanggal 30 Nopember ( antara tanggal 27 Nopember dan 3 Desember) dan
berlangsung sampai malam Natal 24 Desember, yang terdiri 4 minggu Adven. Dalam
masa itu belum diperkenankan untuk merayakan Natal.
Masa Adven itu bukan hanya sekedar untuk
mempersiapkan perayaan Natal, agar perayaan itu secara seremonial dan dekoratif
bisa begitu bagus, indah dan mengaggumkan kelihatannya, tetapi lebih dari itu
yakni untuk mempersiapkan diri supaya kelahiran Yesus itu bisa benar-benar
membawa keselamatan dan kebahagiaan yang sesungguhnya bagi dirinya. Jadi firman
Tuhan yang disoarakan pada minggu adven, adalah firman Allah yang mengarah
kepada perenungan pribadi akan dosa-dosa yang dilakukan sehingga hatinya
terdorong untuk bertobat, dan membuka diri untuk pembaharuan hidup dari Yesus.
Belakangan ini masa-masa Adven itu hampir
tidak mempunyai makna lagi, tinggal hanya sebagai ungkapan-ungkapan tahun gerejawi saja, karena masa adven itu telah dikaburkan
oleh perayaan-perayaan natal yang hanya bersifat seremonial, dekoratif dan
hiburan saja. Ini bisa dilihat karena banyak yang telah merayakan natal mulai
dari hari-hari pertama dari masa adven itu sendiri. Ini disebabkan karena
perayaan natal itu semakin banyak dilakukan. Kalau yang tadinya itu dilakukan
pada malam 24 Desember dan tangal 25-26 Desember saja, dan kalau perlu setelah
itu sampai atas hari Epifanias. Semua kelompok anggota jemaat, kategorial,
kelompok masyarakat, kelompok marga, arisan, sekolah-sekolah, telah melakukan perayaan
natal, sehingga bisa menyita banyak waktu, dana dan energi. Tetapi sering
terkesan perayaan natal itu hanya hanya kesempatan untuk bisa berkumpul,
bergembira ria, dan makan-makan yang lebih enak. Ada orang mengatakan bahwa
dalam satu kali masa natal, seseorang bisa sampai lebih dari sepuluh kali
mengikuti perayaan natal. Tetapi perlu
direnungkan, apakah dengan banyak perayaan natal yang diikuti, dia semakin mengenal Yesus itu, dan juga bisa semakin
memahami atau menghayati arti dan makna kedatangan Yesus itu ke dunia. Sampai
sekarang yang tetap konsisten dengan pemanfaatan mingu-minggu adven untuk
menjadi perenungan pribadi dan mempersiapkan diri akan kedatangan Yesus Kristus ke dunia ini, dan memeprsiapkan diri untuk menantikan kedatangan Kristus yang ke
dua kali adalah gereja Roma Katolik, sedangkan bagi kebanyakan gereja-gereja
Protestan makna masa adven itu semakin kabur karena sudah disingkirkan oleh
perayaan-perayaan natal yang cenderung hanya menonjolkan seremonial, dekoratif
dan kesenangan-kesenangan duniawi yang sifatnya hanya sementara. Ini perlu
direnungkan bersama agar ke depan perayaan natal itu semakin bermakna
sebagaimana dikehendaki oleh Yesus Kristus yang kelahirannya dirayakan itu.
Selamat hari Natal bagi kita semua. (Pdt MSM Panjaitan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar