Kamis, 04 Juni 2020

APA ITU PELAYANAN GEREJA TENTANG: KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN ( KPKC)

APA ITU PELAYANAN GEREJA TENTANG: KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN ( KPKC )

                Pada setiap ibadah Hari Pentakosta II, HKBP menetapkan adanya persembahan untuk mendukung  pelayanan untuk  “Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan “ ( KPKC). Tetapi nampaknya masih banyak anggota jemaat yang belum memahami apa itu KPKC tersebut. Mungkin mengenai hal ini perlu sosialisasi dari pihak gereja. Tetapi di sini saya mencoba menjelaskan sedikit mengenai apa itu KPKC, yang merupakan program dari Dewan Gereja-gereja s-Dunia ( DGD) secara oikumenis untuk ditindak lanjuti oleh  setiap gereja anggota.
                Memperjuangkan “Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan” (KPKC) adalah tugas hakiki dari  setiap gereja dan orang-orang Kristen.  Ketiganya juga merupakan bagian integral dari kehidupan spiritual kristiani.  Tanpa memperjuangkan ketiga hal ini, pemberitaan gereja akan Injil itu akan terasa timpang dan tidak utuh, karena gereja meneruskan tugas pengutusan Yesus ke dunia ini. Pekerjaan Yesus di dunia ini adalah untuk memperjuangkan keadilan dalam kehidupan manusia dan dunia, dengan membebaskan manusia dari kemiskinan dan berbagai penindasan yang dialami manusia, seperti disebutkan dalam Injil Lukas 4: 18-19: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang." Ini dikatakan oleh Jesus ketika mengawali pekerjaan-Nya di dunia ini. Dia menyadari bahwa missinya adalah mewartakan Injil Kerajaan Allah. Mengenai Kerajaan Allah, rasul Paulus mengatakan: “... Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus”. ( Roma 14: 17). Selain itu dalam amanat-Nya sebelum kenaikan-Nya ke sorga, Tuhan Yesus menugaskan murid-murid-Nya untuk memberitakan Injil bukan hanya kepada bangsa-bangsa tetapi juga kepada segala makhluk ciptaan Allah, seperti dituliskan dalam Markus 16: 15: “Lalu Ia berkata kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk”.
                Menyadari semua tugas pengutusan ini, maka gereja-gereja di dunia ini dalam berbagai denominasi mempergumulkan bagaimana tugas memperjuangkan keadilan, perdamain dan keutuhan ciptaan itu bisa diwujudkan. Gereja tidak bisa melepaskan   diri dari semua persoalan-persoalan yang terjadi di dunia ini, karena  gereja hidup dan berada di dunia ini. Seluruh gerak kehidupan di tengah masyarakat dan dunia tidak pernah lepas dari keterlibatan gereja. Baik buruknya dunia ini juga menjadi tanggung-jawab gereja.
            Dalam melaksanakan tugas panggilannya di tengah-tengah dunia, gereja tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Gereja yang memang telah terpecah-pecah karena berbagai persoalan yang menimpa dirinya  di dunia dituntut untuk bersatu dalam menjalankan missinya di tengah-tengah dunia. Karena didorong oleh kesadaran itulah maka terbentuk "Dewan-Gereja-gereja se-Dunia" (DGD), pada tahun 1948 di Amsterdam, Belanda. Pada waktu itu perang dunia II sudah berakhir, tetapi eksesnya di tengah-tengah banyak negara masih terasa. Pada waktu itu pula banyak negara-negara yang baru merdeka dari pemerintahan kolonialis, terutama yang berada di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Pada umumnya negara-negara yang baru merdeka itu masih dalam keadaan miskin. Negara-negara yang baru merdeka ini ditantang untuk bisa bekerja sama dalam memajukan dirinya. Di pihak lain kesenjangan antara negara miskin dan kaya semakin melebar. Ditambah lagi ketegangan antara dua blok besar yang berkuasa,  yakni Blok Barat dan Blok Timur, makin menguat , bahkan sering menimbulkan perang antar bangsa  yang mengancam perdamaian dunia. Banyak negara-negara yang mempunyai kekuatan politis dan ekonomi masih ingin menguasai negara-negara yang lemah, yang melalui perusahaan-perusahaan industrinya mengeksploitiasi sumber daya alam nnegara-negara yang lemah itu, yang menimbulkan kerusakan lingkungan. Hal inipun bisa mengancam kehidupan di dunia ini. Mengahadapi situasi sosial-politik  dan sosial ekonomi global yang makin memprihatinkan, maka DGD yang anggota-anggota banyak berada di dunia ketiga yang masih miskin itu merasa terpanggil untuk mewujudkan masyarakat yang adil, partisipatif dan berkelanjutan. Keadaan dunia ini mendapat pembahasan dalam beberapa kali Sidang Raya DGD, sehingga pada Sidang Raya ke 6,  24 Juli -10 Agustus 1983 di Vancouver,  Kanada, dengan tema:   Yesus Kristus Kehidupan Dunia, anggota-anggota gereja yang bergabung dalam DGD itu sepakat untuk mewujudkan  Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan, yang disngkat KPKC atau Justice, Peace and Integrity 0f Cretaion, yang disingkat JPIC . Komitmen ini bukan hanya  terpusat kepada keselamatan manusia, tetapi  juga keselamatan alam ciptaan Allah, demi keberlangsungan hidup manusia. Dengan sebutan keutuhan ciptaan, gereja tidak  lagi menempatkan manusia lebih penting dari ciptaan Allah yang lain, melainkan seluruh ciptaan saling berhubungan  satu sama lain. Dengan komitmen ini maka dianjurkanlah supaya seluruh gereja anggota DGD ikut memajukan usaha-usaha di bidang keadilan, perdamaian dan pemeliharaan keutuhan ciptaan Allah itu. Inilah yang dimantapkan dalam sidang khusus di Seoul Korea, tahun 1990. Sehingga sejak itu usaha memajukan keadilan, perdamaian dan pemeliharaan keutuhan ciptaan Allah itu dijadikan sebagai bagian intergral dari pelayanan setiap gereja anggota DGD.

                Sampai sekarang masih sering terlihat perbuatan ketidak adilan di tengah-tengh masyarakat dan bangsa. Kasus-kasus perendahan martabat manusia tidak pernah berhenti, mulai dari eksploitasi tenaga kerja yang murah. Perdagangan manusia (trafikking), aborsi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga kekerasan atau pengucilan terhadap kelompok-kelompok minoritas dalam keagamaan, seperti banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat dan bangsa kita di Indonesia ini.   Ketidak adilan terjadi ditengah-tengah masyarakat ketika kelompok yang lebih lemah tidak mampu dan tidak dapat berpendapat atau berbuat sebagaimanna pihak yang lebih kuat. Pihak yang lebih kuat, entah secara politis atau ekonomi, mendapat keuntungan karena mereka dapat memaksakan kehendaknya.  Gagasan bahwa pihak yang paling lemah adalah ukuran keadilan di tengah masyarakat, sejalan dengan konsep keadilan yang kita temukan dalam Alkitab, dimana Allah ditampilkan sebagai pembela kaum lemah yang tidak mampu mempertahankan dirinya di bidang sosial, ekonomi dan hukum (lihat Kel. 22: 21 dst; Maz. 146: 9; Yesaya 10: 12; Yer. 5: 28). Maka membela mereka yang tersingkir, tertindas,  terampas hak-haknya, selain merupakan pembelaan terhadap martabat manusia, juga merupakan bentuk kesaksian akan Injil. 


                Istilah “perdamaian”  berasal dari kata damai, yang istilah Alkitabiahnya adalah “syalom”. Kata ini mempunyai pengertian yang luas dan komprehensif.  Syalom tidak hanya berati tiadanya kekerasan dan perang, tetapi juga mencakup kesehatan, kesejahteraan, kepuasan, ketenangan hidup yang seimbang di dalam masyarakat. Jika seseorang mengalami syalom, maka dia tidak saja mengalami suasana yang aman dan nyaman tanpa gangguan atau ancaman, tetapi juga mempunyai harapan baru karena dia telah mengalami rekonsiliasi dengan Allah, dan mengalami keselarasan dengan yang lain. Syalom menunjuk pada situasi keutuhan, keseimbangan, harmoni, di mana kebutuhan-kebutuhan dua pihak diakui dan diterima secara proporsional. Dengan singkat syalom mencakup pengertian damai antara kita dengan Allah, kita dengan sesama dan kita dengan lingkungan.


    Istilah "keutuhan ciptaan" menunjuk kepada persoalan ekologis yang kini makin disadari oleh banyak kalangan , terutama kalangan orang Kristen. Gerakan-gerakan peduli lingkungan hidup dapat kita temukan di berbagai tempat. Sampai sekarang memang masih juga banyak terlihat perusakan-perusakan alam, terutama hutan yang dieksploitasi oleh pengusaha-pengusaha, pembakaran hutan yang menimbulkan pencemaran udara dan bencana banjir. Situasi ini memang masih menuntut adanya penyadaran untuk meningkatkan kepedulian kepada kelestarian alam dan lingkungan hidup.
Untuk memperjuangkan  semuanya ini gereja perlu membentuk lembaga yang bisa mendorong kerjasama dengan semua pihak yang bersentuhan dengan isu keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan.   Pekerjaan ini memang membutuhkan dana yang cukup, selain dari rasa kepedulian yang besar terhadap isu-isu tersebut. Karena itulah setiap gereja angota DGD dianjurkan menghimpun dana untuk mendukung pekerjaan ini melalui persembahan dan donasi dari setiap anggota jemaat. HKBP sebagai salah satu anggota DGD tentu ikut bertanggung jawab untuk menggiatkan dan memajukan pekerjaan yang mulia ini. Maka bagi HKBP sendiri ditetapkan, bahwa dalam setiap ibadah Hari  Raya Pentakosta II, adalah kesempatan bagi anggota jemaat HKBP untuk memberikan persembahannya dalam mendukung pekerjaan ini. Hanya mungkin belum begitu nyata dilihat oleh anggota jemaat itu sendiri, sampai dimana pekerjaan untuk memajukan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan ini sudah dilakukan oleh HKBP. Kita harapkan pekerjaan ini bisa dilakukan oleh HKBP dengan sungguh-sungguh, sehingga hasilnya bisa dirasakan bukan hanya  oleh warga HKBP saja, tetapi oleh seluruh umat manusia di dunia ini, khususnya di tengah-tengah bangsa dan negara kita. Termasuk disini usaha HKBP untuk menyadarkan seluruh warganya secara khusus dan juga masyarakat sekitar dilingkungannya membiasakan hidup yang berkeadilan, menjaga kerukunan kepada sesama,  dan juga selalu berusaha memelihara keutuhan ciptaan Allah, sebagai pemberian yang paling berharga dari Tuhan untuk tempat tinggal dan lingkungan yang nyaman, dan kehidupan yang damai sejahtera dan sentosa. ( pdt msm panjaitan ).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar