APA ITU PELAYANAN GEREJA TENTANG: KEADILAN, PERDAMAIAN DAN KEUTUHAN CIPTAAN ( KPKC)
APA ITU PELAYANAN GEREJA TENTANG: KEADILAN, PERDAMAIAN
DAN KEUTUHAN CIPTAAN ( KPKC )
Pada
setiap ibadah Hari Pentakosta II, HKBP menetapkan adanya persembahan untuk
mendukung pelayanan untuk “Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan “ (
KPKC). Tetapi nampaknya masih banyak anggota jemaat yang belum memahami apa itu KPKC
tersebut. Mungkin mengenai hal ini perlu sosialisasi dari pihak gereja. Tetapi
di sini saya mencoba menjelaskan sedikit mengenai apa itu KPKC, yang merupakan
program dari Dewan Gereja-gereja s-Dunia ( DGD) secara oikumenis untuk ditindak
lanjuti oleh setiap gereja anggota.
Memperjuangkan “Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan”
(KPKC) adalah tugas hakiki dari setiap
gereja dan orang-orang Kristen. Ketiganya
juga merupakan bagian integral dari kehidupan spiritual kristiani. Tanpa memperjuangkan ketiga hal ini,
pemberitaan gereja akan Injil itu akan terasa timpang dan tidak utuh, karena
gereja meneruskan tugas pengutusan Yesus ke dunia ini. Pekerjaan Yesus di dunia
ini adalah untuk memperjuangkan keadilan dalam kehidupan manusia dan dunia,
dengan membebaskan manusia dari kemiskinan dan berbagai penindasan yang dialami
manusia, seperti disebutkan dalam Injil Lukas 4: 18-19: "Roh Tuhan
ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik
kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan
pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta,
untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat
Tuhan telah datang." Ini dikatakan oleh Jesus ketika mengawali
pekerjaan-Nya di dunia ini. Dia menyadari bahwa missinya adalah mewartakan Injil
Kerajaan Allah. Mengenai Kerajaan Allah, rasul Paulus mengatakan: “... Kerajaan
Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera
dan sukacita oleh Roh Kudus”. ( Roma 14: 17). Selain itu dalam amanat-Nya
sebelum kenaikan-Nya ke sorga, Tuhan Yesus menugaskan murid-murid-Nya untuk
memberitakan Injil bukan hanya kepada bangsa-bangsa tetapi juga kepada segala
makhluk ciptaan Allah, seperti dituliskan dalam Markus 16: 15: “Lalu Ia berkata
kepada mereka: "Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada
segala makhluk”.
Menyadari
semua tugas pengutusan ini, maka gereja-gereja di dunia ini dalam berbagai
denominasi mempergumulkan bagaimana tugas memperjuangkan keadilan, perdamain
dan keutuhan ciptaan itu bisa diwujudkan. Gereja tidak bisa melepaskan
diri dari semua persoalan-persoalan yang
terjadi di dunia ini, karena gereja
hidup dan berada di dunia ini. Seluruh gerak kehidupan di tengah masyarakat dan
dunia tidak pernah lepas dari keterlibatan gereja. Baik buruknya dunia ini juga
menjadi tanggung-jawab gereja.
Dalam melaksanakan
tugas panggilannya di tengah-tengah dunia, gereja tidak bisa berjalan
sendiri-sendiri. Gereja yang memang telah terpecah-pecah karena berbagai
persoalan yang menimpa dirinya di dunia
dituntut untuk bersatu dalam menjalankan missinya di tengah-tengah dunia.
Karena didorong oleh kesadaran itulah maka terbentuk "Dewan-Gereja-gereja
se-Dunia" (DGD), pada tahun 1948 di Amsterdam, Belanda. Pada waktu itu perang dunia II
sudah berakhir, tetapi eksesnya di tengah-tengah banyak negara masih terasa.
Pada waktu itu pula banyak negara-negara yang baru merdeka dari pemerintahan
kolonialis, terutama yang berada di Asia, Afrika dan Amerika Selatan. Pada
umumnya negara-negara yang baru merdeka itu masih dalam keadaan miskin. Negara-negara
yang baru merdeka ini ditantang untuk bisa bekerja sama dalam memajukan dirinya.
Di pihak lain kesenjangan antara negara miskin dan kaya semakin melebar.
Ditambah lagi ketegangan antara dua blok besar yang berkuasa, yakni Blok Barat dan Blok Timur, makin
menguat , bahkan sering menimbulkan perang antar bangsa yang mengancam perdamaian dunia. Banyak
negara-negara yang mempunyai kekuatan politis dan ekonomi masih ingin menguasai
negara-negara yang lemah, yang melalui perusahaan-perusahaan industrinya
mengeksploitiasi sumber daya alam nnegara-negara yang lemah itu, yang
menimbulkan kerusakan lingkungan. Hal inipun bisa mengancam kehidupan di dunia
ini. Mengahadapi situasi sosial-politik dan sosial ekonomi global yang makin
memprihatinkan, maka DGD yang anggota-anggota banyak berada di dunia ketiga
yang masih miskin itu merasa terpanggil untuk mewujudkan masyarakat yang adil,
partisipatif dan berkelanjutan. Keadaan dunia ini mendapat pembahasan dalam
beberapa kali Sidang Raya DGD, sehingga pada Sidang Raya ke 6, 24 Juli -10 Agustus 1983 di Vancouver, Kanada, dengan tema: Yesus Kristus Kehidupan Dunia, anggota-anggota gereja yang bergabung dalam DGD itu sepakat untuk mewujudkan
Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan, yang disngkat KPKC atau Justice,
Peace and Integrity 0f Cretaion, yang disingkat JPIC . Komitmen ini bukan
hanya terpusat kepada keselamatan
manusia, tetapi juga keselamatan alam
ciptaan Allah, demi keberlangsungan hidup manusia. Dengan sebutan keutuhan
ciptaan, gereja tidak lagi menempatkan manusia
lebih penting dari ciptaan Allah yang lain, melainkan seluruh ciptaan saling
berhubungan satu sama lain. Dengan
komitmen ini maka dianjurkanlah supaya seluruh gereja anggota DGD ikut
memajukan usaha-usaha di bidang keadilan, perdamaian dan pemeliharaan keutuhan
ciptaan Allah itu. Inilah yang dimantapkan dalam sidang khusus di Seoul Korea,
tahun 1990. Sehingga sejak itu usaha memajukan keadilan, perdamaian dan
pemeliharaan keutuhan ciptaan Allah itu dijadikan sebagai bagian intergral dari
pelayanan setiap gereja anggota DGD.
Sampai
sekarang masih sering terlihat perbuatan ketidak adilan di tengah-tengh
masyarakat dan bangsa. Kasus-kasus perendahan martabat manusia tidak pernah
berhenti, mulai dari eksploitasi tenaga kerja yang murah. Perdagangan manusia
(trafikking), aborsi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), hingga kekerasan
atau pengucilan terhadap kelompok-kelompok minoritas dalam keagamaan, seperti
banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat dan bangsa kita di Indonesia ini. Ketidak adilan terjadi ditengah-tengah
masyarakat ketika kelompok yang lebih lemah tidak mampu dan tidak dapat
berpendapat atau berbuat sebagaimanna pihak yang lebih kuat. Pihak yang lebih
kuat, entah secara politis atau ekonomi, mendapat keuntungan karena mereka
dapat memaksakan kehendaknya. Gagasan
bahwa pihak yang paling lemah adalah ukuran keadilan di tengah masyarakat,
sejalan dengan konsep keadilan yang kita temukan dalam Alkitab, dimana Allah
ditampilkan sebagai pembela kaum lemah yang tidak mampu mempertahankan dirinya
di bidang sosial, ekonomi dan hukum (lihat Kel. 22: 21 dst; Maz. 146: 9; Yesaya
10: 12; Yer. 5: 28). Maka membela mereka yang tersingkir, tertindas, terampas hak-haknya, selain merupakan pembelaan
terhadap martabat manusia, juga merupakan bentuk kesaksian akan Injil.
Istilah “perdamaian” berasal dari kata damai, yang istilah Alkitabiahnya
adalah “syalom”. Kata ini mempunyai pengertian yang luas dan komprehensif. Syalom tidak hanya berati tiadanya kekerasan
dan perang, tetapi juga mencakup kesehatan, kesejahteraan, kepuasan, ketenangan
hidup yang seimbang di dalam masyarakat. Jika seseorang mengalami syalom, maka
dia tidak saja mengalami suasana yang aman dan nyaman tanpa gangguan atau
ancaman, tetapi juga mempunyai harapan baru karena dia telah mengalami
rekonsiliasi dengan Allah, dan mengalami keselarasan dengan yang lain. Syalom
menunjuk pada situasi keutuhan, keseimbangan, harmoni, di mana
kebutuhan-kebutuhan dua pihak diakui dan diterima secara proporsional. Dengan
singkat syalom mencakup pengertian damai antara kita dengan Allah, kita dengan sesama
dan kita dengan lingkungan.
Istilah "keutuhan ciptaan" menunjuk kepada persoalan ekologis yang kini makin disadari
oleh banyak kalangan , terutama kalangan orang Kristen. Gerakan-gerakan peduli
lingkungan hidup dapat kita temukan di berbagai tempat. Sampai sekarang memang
masih juga banyak terlihat perusakan-perusakan alam, terutama hutan yang
dieksploitasi oleh pengusaha-pengusaha, pembakaran hutan yang menimbulkan
pencemaran udara dan bencana banjir. Situasi ini memang masih menuntut adanya
penyadaran untuk meningkatkan kepedulian kepada kelestarian alam dan lingkungan
hidup.
Untuk
memperjuangkan semuanya ini gereja perlu
membentuk lembaga yang bisa mendorong kerjasama dengan semua pihak yang
bersentuhan dengan isu keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan. Pekerjaan
ini memang membutuhkan dana yang cukup, selain dari rasa kepedulian yang besar
terhadap isu-isu tersebut. Karena itulah setiap gereja angota DGD dianjurkan menghimpun
dana untuk mendukung pekerjaan ini melalui persembahan dan donasi dari setiap
anggota jemaat. HKBP sebagai salah satu anggota DGD tentu ikut bertanggung
jawab untuk menggiatkan dan memajukan pekerjaan yang mulia ini. Maka bagi HKBP
sendiri ditetapkan, bahwa dalam setiap ibadah Hari Raya Pentakosta II, adalah kesempatan
bagi anggota jemaat HKBP untuk memberikan persembahannya dalam mendukung
pekerjaan ini. Hanya mungkin belum begitu nyata dilihat oleh anggota jemaat itu
sendiri, sampai dimana pekerjaan untuk memajukan keadilan, perdamaian dan
keutuhan ciptaan ini sudah dilakukan oleh HKBP. Kita harapkan pekerjaan ini
bisa dilakukan oleh HKBP dengan sungguh-sungguh, sehingga hasilnya bisa
dirasakan bukan hanya oleh warga HKBP
saja, tetapi oleh seluruh umat manusia di dunia ini, khususnya di tengah-tengah
bangsa dan negara kita. Termasuk disini usaha HKBP untuk menyadarkan seluruh
warganya secara khusus dan juga masyarakat sekitar dilingkungannya membiasakan
hidup yang berkeadilan, menjaga kerukunan kepada sesama, dan juga selalu berusaha memelihara keutuhan
ciptaan Allah, sebagai pemberian yang paling berharga dari Tuhan untuk tempat
tinggal dan lingkungan yang nyaman, dan kehidupan yang damai sejahtera dan
sentosa. ( pdt msm panjaitan ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar