MEMAHAMI ARTI DAN MAKNA SAKRAMEN
PERJAMUAN KUDUS
Kalau
Pembaptisan disebut “Sakramen kelahiran baru” (Sacrament of
Regeneration), maka Perjamuan Kudus disebut
“Sakramen Penyucian” ( Sacrament of Sanctification). Sakramen kelahiran
baru adalah sama dengan “ Sakramen pembenaran” (Sacrament
of Justification). Penyucian atau Sanctification adalah hidup yang sesuai dengan pembenaran itu. Dalam kitab Suci ,
ada empat buku yang memberitakan tentang
Perjamuan Kudus, yaitu: Markus 14:
22-24; Luk.22: 19-20; Mat.26: 26-28, dan
I Korint 11: 23-26. Bahan-bahan atau
sumber-sumber liturgi (agenda) dari gereja –gereja Kristen untuk Perjamuan
Kudus adalah kombinasi dari empat teks
tersebut.
Ada tiga faktor yang harus diingat dalam
Perjamuan Kudus, yaitu:
(1) Bahwa Perjamuan Kudus adalah perbuatan
Allah sendiri (divine institution)
(2) Dalam Perjamuan Kudus terdapat “Unsur-unsur yang dapat
dilihat” (Visible elements)
(3) Dalam Perjamuan Kudus terdapat anugerah Allah
yang tidak kelihatan (invisible gifts)
Persoalan
mengenai “the real presence” (kehadiran yang nyata)
Ini adalah istilah yang dipakai oleh Martin Luther, yang maksudnya, kehadiran yang nyata dari Kristus
dalam Perjamuan Kudus. Pengajaran Martin Luther mengenai “:the real presence” dari Kristus membuat pengajarannya berada di di
antara pengajaran Roma Katolik dan
pengajaran bapak-bapak reformator yang lain. Menurut pengajaran RK,
anggur dan roti secara hurufiah telah
benar-benar berobah menjadi darah dan daging Kristus setelah imam yang melayani telah
mengucapkan kata-kata liturginya, yang
mengikuti kata-kata yang diucapkan oleh Tuhan Yesus dalam perjamuan terakhir
bersama murid-muridnya. Hal itu terjadi sedemikian
berdasarkan pengertian “ex-opere operatio” (secara otomatis bekerja). Karena adanya
keyakinan bahwa zat dari roti dan anggur itu telah benar-bnar berubah menjadi daging dan darah Kristus, maka segala sisa dari roti dan anggur itu tidak boleh
dibagi-bagikan, tetapi harus disimpan atau dimakan sendiri oleh imam atau pendeta yang melayani. Pengajaran
Roma Katolik yang demikian disebut “transubstansiasi”. Dalam diri orang-orang
yang menerima Perjamuan Kudus, roti dan
anggur itu telah benar-benar berubah
menjadi daging dan darah Kristus. Dan
yang dimaksudkan dengan daging adalah sama dengan tubuhnya yang disalib kan dulu. Bagi Martin Luther, roti dan anggur itu
juga telah menjadi daging dan darah
Kristus, tetapi bukan tubuh yang
disalibkan dulu, tetapi adalah tubuh
yang telah dimuliakan.
Pada
pihak ekstrem lainnya, beberapa
aliran gereja Reformasi yang
mengikuti pengajaran Zwingli mengajarkan
bahwa roti dan anggur itu hanya
merupakan simbol dari daging dan darah Kristus, yang oleh karena itu Perjamuan Kudus hanya dianggap sebagai
peringatan (remembrance) saja. Kata ‘ adalah
( esti
) ‘ dalam ungkapan “Ini adalah tubuhku” hanyalah dalam pengertian menyimbolkan saja
(symbolizes).
Calvin
mempunyai tafsiran dan pengajaran yang lebih kaya, yang boleh dikatakan agak
mendekati pengajaran Martin Luther, walaupun memang pengajaran mereka harus
dibedakan. Bagi Calvin Perjamuan Kudus
itu lebih dari ingatan saja. Dikatakan bahwa
roti dan anggur itu menjadi makanan
kerohanian bagi oang-orang percaya dan menjadi pemberitaan tentang kematian
dan kebangkitan Yesus Kristus. Tetapi tidak ada pengajaran Calvin tentang
kehadiran yang nyata dari tubuh dan darah Yesus Kristus di dalam roti dan anggur itu. Kalaupun
dikatakan bahwa Yesus Kristus hadir dalam Perjamuan Kudus itu, kehadirannya
adalah sama saja dengan kehadiran di dalam persekutuan orang-orang percaya, tidak ada kekhusususan dari Perjamuan Kudus.
Memang Calvin sengaja tidak menyebutkan kehadiran nyata dari Yesus Kristus
dalam Perjamuan Kudus itu. Karena menurut pengertian falsafah Calvin, Allah
tidak mungkin masuk ke dalam materi. Dualisme dari filsafat Calvin selalu berusaha mempertahankan pertentangan keilahian terhadap benda-benda material. Karena itu Kristus
yang telah dimuliakan tidak mungkin masuk lagi
dalam benda-benda material yang
fana. Inilah dasar falsafah dari Calvin di dalam pengertiannya mengenai Perjamuan Kudus. Baginya pengajaran yang mengatakan adanya
kehadiran Kristus yang dimuliakan dalam unsur duniawi seperti roti dan anggur
adalah suatu penyelewengan teologis.
Bagi
Martin Luther pengertian Calvin itu sangat miskin. Menurut dia, inilah
keagungan dari Tuhan Allah, bahwa walaupun dia bersifat kekal, dia berhak dan
sanggup masuk di dalam dunia benda-benda. Peristiwa kehadiran Kristus ke dunia ini sampai kepada
kematiannya, adalah justeru peristiwa masuknya Tuhan Allah ke dalam dunia
benda-benda dalam bentuk manusia. Dengan kata lain, Yesus Kristus yang telah
dimuliakan di sorga, hadir juga dalam persitiwa-peristiwa dunia yang fana. Demi
untuk menekankan bahwa Yesus Kristus yang telah dipermuliakan, menyokong
Perjamuan Kudus (karena Yesus Kristus sendirilah yang telah menetapkan
Perjamuan Kudus itu), maka Martin Luther memakai istilah “ di dalam” (in), “bersama” (with), dan “di bawah” (under).
Jadi dengan mengatakan bahwa daging dan
darah Kristus ada “ di dalam, bersama, dan dibawah” roti dan anggur, dia hanya menekankan
bahwa Kristus yang dipermuliakan itu menyokong unsur-unsur yang duniawi ini
menjadi sesuatu yang banyak arti dan luas. Dengan akta lain, kehadiran Kristus
dalam roti dan anggur, itu sajalah yang
dimaksudkan dengan istilah-istilan tersebut di atas. Tetapi janganlah pula
istilah-istilah itu ditafsirkan secara hurufiah. Selanjutnya Martin Luther mengatakan bahwa apabila
kita memberikan air kepada seseorang yang haus, kita memberikan air yang
sesungguhnya, bukan lambang atau simbol dari air itu. Demikian juga apabila
kita memberikan roti bagi orang yang lapar, kita
bukan memberikan lambang atau simbol dari roti itu. Demikianlah halnya, apabila
Kristus mengatakan, makanlah inilah tubuhku, dan minumlah inilah darahku, dia
bukan memberi simbol saja, tetapi
dia memberi tubuh dan darahnya
yang sesungguhnya. Pemahaman inilah yang mendorong Luther memakai ketiga
istilah tadi (in, with, under), dengan
tidak jatuh kepada pengertian gereja Roma Katolik.
Martin
Luther dalam teologianya juga mendasarkan dirinya kepada Paulus yang mengertikan cawan sebagai
partisipasi di dalam darah Kristus, dan roti sebagai partisipasi dalam tubuh
Kristus ( bd I Kor. 11: 26 dst.). Malah
partisipasi inilah yang menjadi dasar “koinonia’ (persekutuan) dengan Allah dan
sesama manusia. Jadi dapat dimengerti bahwa M.Luther
mengalaskan pengajarannnya pada pengajaran Paulus. Oleh sebab itu pengajaran
Martin Luther tentang “the Real presence” dari Yesus Kristus, janganlah ditafsirkan
seolah-olah kehadirannya secara fisik. Kehadiran itu adalah kehadiran Kristus
yang dipermuliakan. Kehadiran itu menjamin anugerahnya yang diberikan kepada
orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya.
Tentang
guna dari Perjamuan Kudus:
Perjamuan
Kudus sebagai pengampunan dosa
Ada beberapa aliran dalam gereja Protestan
yang mengatakan bahwa Perjamuan Kudus tidak ada sangkut pautnya dengan
keampunan dosa. Perjamuan Kudus itu menurut aliran ini hanyalah sekedar memperteguh persekutuan jemaat atau orang-orang
Kristen dengan Kristus saja. Kita
mengerti akan motif dari pengajaran yang demikian. Apalagi pengajaran Protestan
yang mengatakan bahwa keampunan dosa diterima dalam baptisan. Tetapi Kristus
sendiri juga menghubungkan keampunan dosa itu dengan
Perjamuan Kudus, ketika dia mengatakan bahwa cawan yang diberikan itu sebagai
keampunan dosa (Mat. 26: 26 –28). Itu
sebabnya Martin Luther mengertikan bawa
‘the real presence” dari Kristus dalam unsur roti dan anggur untuk menyampaikan
pengampunan dosa. (Lihat Katekismus Kecil Martin Luther).
Memperbaharui
persekutuan
Selain
memberi pengampunan dosa, Perjamuan
Kudus juga dianggap sebagai alat
‘memperbaharui persekutuan kasih” di
dalam gereja dan dalam semua hubungan individual. (catatan: adanya beberapa pendapat di kalangan gereja Lutheran
yang mengatakan bahwa Perjamuan Kudus juga sebagai makanan kerohanian yang
berguna kelak di dalam kebangkitan dari maut, bukanlah asli pengajaran
M.Luther dan bukan asli ajaran Kitab
Suci). Perjamuan Kudus itu melulu adalah tindakan Allah; maknanya tidak
ada sangkut pautnya dengan iman dari yang menerimanya dan tidak ada sangkut
pautnya dengan pendeta yang melayani.
Hal ini perlu diingat untuk menghindarkan kemungkinan
adanya tafsiran yang bersifat magis dari Perjamuan Kudus itu. Perjamuan Kudus
itu terjadi atas kehendak Kristus sendiri, dan berlakunya bukan secara
“ex-opere operator”.
Siapakah
yang seharusnya menerima Perjamuan Kudus itu
Tidak dapat disangkal bahwa Perjamuan Kudus hanya diberika kepada orang
yang telah menerima Yesus Kristus saja, tetapi agar tiap orang beriman dapat
dengan sesungguhnya menghayati makna dari Perjamuan kudus itu, memang perlu
persiapan pribadi seperti dianjukan oleh Paulus dalam I Kor. 11: 28 (Persiapan
itu sejajar dengan apa yang disebut PL dalam Maz. 139: 23-24, dan juga sejalan
dengan pengertian PB dalam II Kor. 13: 5):
“Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji
dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu”.
Perjamuan
kudus sebagai kesetiaan dan pekabaran Injil
Tidak
dapat disangkal bahwa Zwingli dan Calvin
benar juga dalam hal memasukkan faktor “mengingat” (remembrance) di dalam Perjamuan Kudus. Kesalahan mereka
ialah bahwa mereka memandang hanya dari
sudut itu saja. Harus diakui bahwa Perjamuan Kudus itu adalah juga ingatan, sesuai pula dengan yang dikatakan oleh
Kristus: “perbuatlah ini menjadi
peringatan akan Aku” . (Luk. 22: 19).
Tetapi selain dari pada itu, Perjamuan kudus adalah juga sebagai
kesaksian iman dan pekabaran mengenai Yesus Kristus (Injil). Di dalam I Korint 11: 26, dikatakan: “Sebab itu setiap kali kamu makan roti ini
dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.”
Dari
seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa
hal mengenai Perjamuan Kudus:
§ Di dalam
Perjamuan Kudus, Kristus yang dimuliakan memang hadir ( di dalam roti dan
anggur; di dalamnya kita mengingat Kristus yang telah mati dan bangkit untuk
kita; dan dengan berpartisipasi dalam Perjamuan Kudus kita juga menyaksikan
iman kita.
§ The
real presence dari Kristus
hanyalah selama Perjamuan Kudus itu diselenggarakan. Sebelum dan sesudah
Perjamuan Kudus itu, roti itu adalah roti biasa dan angur itu adalah anggur
biasa. Dengan demikian kita menolak segala pandangan yang bersifat magis dari
Perjamuan Kudus itu.(Pdt MSM Panjaitan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar