Kamis, 04 November 2021

MEMAHAMI ARTI DAN MAKNA SAKRAMEN PERJAMUAN KUDUS

 

MEMAHAMI ARTI DAN MAKNA SAKRAMEN PERJAMUAN KUDUS

 

Kalau  Pembaptisan disebut “Sakramen kelahiran baru” (Sacrament of Regeneration), maka Perjamuan Kudus disebut   “Sakramen Penyucian” ( Sacrament of Sanctification). Sakramen kelahiran baru adalah sama dengan “ Sakramen pembenaran” (Sacrament of Justification).  Penyucian atau Sanctification adalah hidup yang sesuai dengan pembenaran itu. Dalam kitab Suci , ada  empat buku yang memberitakan tentang Perjamuan Kudus, yaitu:  Markus 14: 22-24; Luk.22: 19-20;  Mat.26: 26-28, dan I Korint 11: 23-26.  Bahan-bahan atau sumber-sumber liturgi (agenda) dari gereja –gereja Kristen untuk Perjamuan Kudus  adalah kombinasi dari empat teks tersebut.

Ada tiga faktor yang harus diingat dalam Perjamuan Kudus, yaitu:

(1)   Bahwa Perjamuan Kudus adalah perbuatan Allah sendiri  (divine institution)

(2)   Dalam Perjamuan Kudus  terdapat “Unsur-unsur yang dapat dilihat”  (Visible elements)

(3)   Dalam Perjamuan Kudus terdapat anugerah Allah yang tidak kelihatan  (invisible  gifts)

 

Persoalan mengenai  “the real presence” (kehadiran yang nyata)

 

Ini adalah istilah  yang dipakai oleh  Martin Luther, yang  maksudnya, kehadiran yang nyata dari Kristus dalam Perjamuan Kudus. Pengajaran Martin Luther mengenai “:the real presence dari Kristus membuat pengajarannya berada di di antara pengajaran Roma Katolik dan  pengajaran bapak-bapak reformator yang lain. Menurut pengajaran RK, anggur dan roti secara  hurufiah telah  benar-benar berobah menjadi darah dan daging  Kristus setelah imam yang melayani telah mengucapkan kata-kata  liturginya, yang mengikuti kata-kata yang diucapkan oleh Tuhan Yesus dalam perjamuan terakhir bersama murid-muridnya. Hal itu terjadi sedemikian berdasarkan pengertian “ex-opere operatio”  (secara otomatis bekerja). Karena adanya keyakinan bahwa zat dari roti dan anggur itu telah benar-bnar berubah menjadi daging dan darah Kristus, maka segala sisa  dari roti dan anggur itu tidak boleh dibagi-bagikan, tetapi harus disimpan atau dimakan sendiri oleh  imam atau pendeta yang melayani. Pengajaran Roma Katolik  yang demikian disebut  “transubstansiasi”. Dalam diri orang-orang yang menerima Perjamuan Kudus,  roti dan anggur itu telah  benar-benar berubah menjadi  daging dan darah Kristus. Dan yang dimaksudkan dengan daging adalah sama dengan tubuhnya yang disalib kan dulu. Bagi Martin Luther, roti dan anggur itu juga telah menjadi  daging dan darah Kristus, tetapi  bukan tubuh yang disalibkan dulu, tetapi adalah  tubuh yang telah dimuliakan.

 

            Pada pihak ekstrem  lainnya, beberapa aliran  gereja Reformasi yang mengikuti  pengajaran Zwingli mengajarkan bahwa  roti dan anggur itu hanya merupakan simbol dari daging dan darah Kristus, yang oleh karena itu  Perjamuan Kudus hanya dianggap sebagai peringatan (remembrance) saja.  Kata ‘ adalah  ( esti ) ‘  dalam ungkapan “Ini adalah tubuhku”  hanyalah dalam pengertian menyimbolkan saja  (symbolizes).

 

            Calvin mempunyai tafsiran dan pengajaran yang lebih kaya, yang boleh dikatakan agak mendekati pengajaran Martin Luther, walaupun memang pengajaran mereka harus dibedakan. Bagi  Calvin Perjamuan Kudus itu lebih dari ingatan saja. Dikatakan bahwa  roti dan anggur itu menjadi makanan kerohanian bagi oang-orang percaya dan menjadi pemberitaan  tentang kematian dan kebangkitan Yesus Kristus. Tetapi tidak ada pengajaran Calvin tentang kehadiran yang nyata dari tubuh dan darah Yesus Kristus  di dalam roti dan anggur itu. Kalaupun dikatakan bahwa Yesus Kristus hadir dalam Perjamuan Kudus itu, kehadirannya adalah sama saja dengan kehadiran di dalam persekutuan orang-orang percaya, tidak ada kekhusususan dari Perjamuan Kudus. Memang Calvin sengaja tidak menyebutkan kehadiran nyata dari Yesus Kristus dalam Perjamuan Kudus itu. Karena menurut pengertian falsafah Calvin, Allah tidak mungkin masuk ke dalam materi. Dualisme dari filsafat Calvin selalu  berusaha mempertahankan pertentangan keilahian terhadap benda-benda material. Karena itu Kristus yang telah dimuliakan tidak mungkin masuk lagi  dalam benda-benda  material yang fana. Inilah dasar  falsafah dari  Calvin di dalam pengertiannya  mengenai Perjamuan Kudus.  Baginya pengajaran yang mengatakan adanya kehadiran Kristus yang dimuliakan dalam unsur duniawi seperti roti dan anggur adalah suatu penyelewengan teologis.

 

            Bagi Martin Luther pengertian Calvin itu sangat miskin. Menurut dia, inilah keagungan dari Tuhan Allah, bahwa walaupun dia bersifat kekal, dia berhak dan sanggup masuk di dalam dunia benda-benda. Peristiwa  kehadiran Kristus ke dunia ini sampai kepada kematiannya, adalah justeru peristiwa masuknya Tuhan Allah ke dalam dunia benda-benda dalam bentuk manusia. Dengan kata lain, Yesus Kristus yang telah dimuliakan di sorga, hadir juga dalam persitiwa-peristiwa dunia yang fana. Demi untuk menekankan bahwa Yesus Kristus yang telah dipermuliakan, menyokong Perjamuan Kudus (karena Yesus Kristus sendirilah yang telah menetapkan Perjamuan Kudus itu), maka Martin Luther memakai istilah “ di dalam” (in),  “bersama” (with), dan “di bawah” (under). Jadi dengan mengatakan bahwa  daging dan darah Kristus ada  di dalam, bersama, dan dibawah” roti dan anggur, dia hanya menekankan bahwa Kristus yang dipermuliakan itu menyokong unsur-unsur yang duniawi ini menjadi sesuatu yang banyak arti dan luas. Dengan akta lain, kehadiran Kristus dalam roti dan anggur,  itu sajalah yang dimaksudkan dengan istilah-istilan tersebut di atas. Tetapi janganlah pula istilah-istilah itu ditafsirkan secara hurufiah. Selanjutnya Martin Luther mengatakan bahwa apabila kita memberikan air kepada seseorang yang haus, kita memberikan air yang sesungguhnya, bukan lambang atau simbol dari air itu. Demikian juga apabila kita memberikan roti bagi orang yang lapar, kita bukan memberikan lambang atau simbol dari roti itu. Demikianlah halnya, apabila Kristus mengatakan, makanlah inilah tubuhku, dan minumlah inilah darahku, dia bukan memberi simbol saja, tetapi  dia  memberi tubuh dan darahnya yang sesungguhnya. Pemahaman inilah yang mendorong Luther memakai ketiga istilah tadi  (in, with, under), dengan tidak jatuh kepada pengertian gereja Roma Katolik.

 

            Martin Luther dalam teologianya juga mendasarkan dirinya kepada  Paulus yang mengertikan cawan sebagai partisipasi di dalam darah Kristus, dan roti sebagai partisipasi dalam tubuh Kristus  ( bd I Kor. 11: 26 dst.). Malah partisipasi inilah yang menjadi dasar “koinonia’ (persekutuan) dengan Allah dan sesama manusia. Jadi dapat dimengerti bahwa M.Luther mengalaskan pengajarannnya pada pengajaran Paulus. Oleh sebab itu pengajaran Martin Luther tentang “the Real presence” dari Yesus Kristus, janganlah ditafsirkan seolah-olah kehadirannya secara fisik. Kehadiran itu adalah kehadiran Kristus yang dipermuliakan. Kehadiran itu menjamin anugerahnya yang diberikan kepada orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya.

 

Tentang guna dari Perjamuan Kudus:

 

Perjamuan Kudus sebagai pengampunan dosa

 

Ada beberapa aliran dalam gereja Protestan yang mengatakan bahwa Perjamuan Kudus tidak ada sangkut pautnya dengan keampunan dosa. Perjamuan Kudus itu menurut aliran ini hanyalah sekedar  memperteguh persekutuan jemaat atau orang-orang Kristen dengan Kristus saja.  Kita mengerti akan motif dari pengajaran yang demikian. Apalagi pengajaran Protestan yang mengatakan bahwa  keampunan dosa  diterima dalam baptisan. Tetapi Kristus sendiri juga menghubungkan keampunan dosa itu dengan Perjamuan Kudus, ketika dia mengatakan bahwa cawan yang diberikan itu sebagai keampunan dosa  (Mat. 26: 26 –28). Itu sebabnya Martin Luther  mengertikan bawa ‘the real presence” dari Kristus dalam unsur roti dan anggur untuk menyampaikan pengampunan dosa. (Lihat Katekismus Kecil Martin Luther).

 

Memperbaharui persekutuan

 

            Selain memberi pengampunan dosa,  Perjamuan Kudus juga dianggap sebagai  alat ‘memperbaharui persekutuan kasih”  di dalam gereja dan dalam semua hubungan individual.  (catatan: adanya  beberapa pendapat di kalangan gereja Lutheran yang mengatakan bahwa Perjamuan Kudus juga sebagai makanan kerohanian yang berguna kelak di dalam kebangkitan dari maut, bukanlah asli pengajaran M.Luther  dan bukan asli ajaran Kitab Suci).  Perjamuan Kudus itu  melulu adalah tindakan Allah; maknanya tidak ada sangkut pautnya dengan iman dari yang menerimanya dan tidak ada sangkut pautnya dengan pendeta yang  melayani. Hal ini perlu diingat untuk menghindarkan kemungkinan adanya tafsiran yang bersifat magis dari Perjamuan Kudus itu. Perjamuan Kudus itu terjadi atas kehendak Kristus sendiri, dan berlakunya bukan secara “ex-opere operator”.

 

Siapakah yang seharusnya menerima Perjamuan Kudus itu

 

Tidak dapat disangkal bahwa Perjamuan Kudus hanya diberika kepada orang yang telah menerima Yesus Kristus saja, tetapi agar tiap orang beriman dapat dengan sesungguhnya menghayati makna dari Perjamuan kudus itu, memang perlu persiapan pribadi seperti dianjukan oleh Paulus dalam I Kor. 11: 28 (Persiapan itu sejajar dengan apa yang disebut PL dalam Maz. 139: 23-24, dan juga sejalan dengan pengertian PB dalam II Kor. 13: 5):  Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu”.

 

 

Perjamuan kudus sebagai kesetiaan dan pekabaran Injil

 

            Tidak dapat disangkal bahwa  Zwingli dan Calvin benar juga dalam hal memasukkan faktor “mengingat” (remembrance)  di dalam Perjamuan Kudus. Kesalahan mereka ialah  bahwa mereka memandang hanya dari sudut itu saja.  Harus diakui bahwa Perjamuan Kudus itu adalah juga  ingatan, sesuai pula dengan yang dikatakan oleh Kristus:  “perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku” . (Luk. 22: 19).  Tetapi selain dari pada itu, Perjamuan kudus adalah juga sebagai kesaksian iman dan pekabaran mengenai Yesus Kristus (Injil).  Di dalam I Korint 11: 26, dikatakan:  “Sebab itu setiap kali kamu makan roti ini dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan sampai Ia datang.”

 

            Dari seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal mengenai Perjamuan Kudus: 

§  Di dalam Perjamuan Kudus, Kristus yang dimuliakan memang hadir ( di dalam roti dan anggur; di dalamnya kita mengingat Kristus yang telah mati dan bangkit untuk kita; dan dengan berpartisipasi dalam Perjamuan Kudus kita juga menyaksikan iman kita.

§  The real presence dari Kristus hanyalah selama Perjamuan Kudus itu diselenggarakan. Sebelum dan sesudah Perjamuan Kudus itu, roti itu adalah roti biasa dan angur itu adalah anggur biasa. Dengan demikian kita menolak segala pandangan yang bersifat magis dari Perjamuan Kudus itu.(Pdt MSM Panjaitan)

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar