Senin, 26 Agustus 2019

APA DAN UNTUK APA MANUSIA?

APA DAN UNTUK APA MANUSIA?

                Kita semua ingin mengetahui tentang diri kita, dalam arti hakekat kita. Sudah merupakah ciri khasnya,  manusia selalu bertanya-tanya tentang dirinya, pertanyaan mana merupakan pergumulan filsafat dan agama. Apakah manusia? Bermacam-macam jawaban untuk pertanyaan ini, karena jawabannya diwarnai oleh cara berpikir dan pandangan masing-masing.
            Jawaban sederhana mungkin akan kita katakan bahwa manusia bukan binatang, karena memang kita manusia berbeda dari binatang. Secara umum pula dapat dikatakan bahwa  manusia adalah makhluk bermasyarakat, yang mempunyai adat istiadat, budaya dan agama. Dia sanggup berfikir dan berkreasi untuk meningkatkan taraf hidupnya ke tingkat yang lebih tinggi.
            Pandangan naturalis mengatakan bahwa manusia adalah campuran dari beberapa unsur materi, daya-daya elektris, dan unsur-unsur kimiawi lainnya. Tidak ada bedanya dengan sifat dari alam ini. Unsur-unsur tersebut  bercampur  untuk menggerakkan hidup manusia. Jadi hidup ini tidak lain dari proses percampuran  dan akibat-akibat dari proses percampuran itu. Berdasarkan pandangan tersebut, maka penganut paham komunisme menganggap manusia bagaikan mesin belaka, yang kalau dibunuh tidak apa-apa, jika tidak dibutuhkan lagi.
            Tetapi pandangan naturalis ini berbeda dengan pandangan  idealisme, yang melihat hakekat manusia bukan dari aspek yang nampak, tetapi dari aspek yang tidak nampak, yakni idea atau roh. Menunut paham idealisme, idea atau roh  itulah yang menentukan hidup manusia, dan yang menjamin kesatuan manusia dengan alam semesta. Hidup manusia tidak dibatasi oleh maut, karena idea atau roh itu kekal selama-lamanya.
            Kita melihat kedua pandangan di atas berbeda satu sama lain. Yang satu hanya melihat dari segi materinya, dan yang satu lagi hanya melihat dari segi rohaninya. Tetapi kalau kita ingin  mengetahui bagaimana pandangan orang Kristen tentang manusia, kita perlu memahami apa yang dikatakan dalam berita penciptaan  seperti tertulis dalam lembaran permulaan Kitab Suci yang kita percayai itu. Di sana dijelaskan dengan dalam sekali, di mana kita dapat mempelajarinya, siapakah kita , dari mana kita datang dan untuk apa kita adanya.  Itu sangat perlu kita ketahui, karena jika kita tidak tahu sama sekali tentang awal hidup kita, maka kita tidak akan mengetahui apapun tentang arah dan tujuan hidup ini. Awal dan akhir hidup kita adalah berkaitan satu sama lain.
            Menurut Kitab Kejadian, awal manusia terletak sama sekali di dalam diri Allah sendiri. Selain  karena dia  diciptakan oleh Allah, manusia adalah manusia, hanya karena dia memperoleh nafas kehidupan dari Allah. Dialah makhluk yang tertinggi dan terluhur dalam skala pekerjaan Penciptaannya.
            Manusia yang dalam bahasa Ibrani disebut “adam” adalah hasil keputusan perencanaan Tuhan Allah. “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita …” ( Kejadian 1: 28). Itulah keputusan Allah. Manusia adalah gambar dan rupa Allah. Itulah hakekatnya. Itulah juga ketinggian, kebesaran dan keunikan manusia, yang membedakan dia dari makhluk-makhluk ciptaan yang lain. Manusia adalah refleksi Tuhan Allah dalam dunia ciptaan ini, di mana dia terpanggil untuk memelihara dan menguasainya dengan penuh tanggung-jawab sebagai wakil Allah. Untuk itu manusia  dimahkotai oleh Allah dengan kemuliaan dan hormat (Mazmur 8: 6) dan diisi dengan perbekalan hikmat (Yehez. 28:12). Dia ditempatkan ke dalam dunia untuk menguasai seluruh makhluk-makhluk. Dia hanya sedikit lebih rendah dari Allah sendiri ( Mazmur 8), sehingga dia mempunyai kekuasaan dan hak untuk memelihara segala sesuatu yang ada dalam kawasan pemerintahan Allah.
            Karena itu manusia bukanlah seorang raja yang mempunyai kuasa penuh dari dirinya sendiri, dan bukanlah seorang diktator dengan kekejaman yang tidak terkontrol terhadap sesamanya dan  makhluk ciptaan lainnya. Melainkan dia diciptakan untuk  bersekutu dengan Penciptanya, bersekutu dengan sesama manusia , bersekutu dengan   semua makhluk  dan alam  ciptaan Tuhan Allah. Dia bersekutu dan tergantung sama sekali kepada Tuhan Allah. Persekutuan hidup yang harmonis bersama makhluk lainnya itulah warna dari eksistensi dan pemerintahannya. Semuanya itu hanya bersumber dari Allah yang menjadikan adam, laki-laki dan perempuan di dalam gambar dan teladannya.
            Selain dari pada itu penulis-penulis Kitab Suci tempat Allah berbicara kepada kita, bukan hanya memberitahukan sumber asli dari manusia. Mereka  juga memperingatkan kita akan hal kegampangan manusia itu pecah, karena “debu dan tanah”, itulah bagian dari unsur-unsur manusia. Jika campuran dari debu dan tanah yang sangat gampang pecah ini menjadi makhluk hidup, itu hanya terjadi karena kehadiran nafas Allah di dalamnya. Nafas Allah itulah yang nenciptakan debu dan tanah itu sehingga menjadi makhluk hidup ( dalam bahasa Batak: tondi na mangolu, dalam bahasa Ibrani: nefesh hayya). (Terjemahan dalam Bibel bahasa Batak Toba pada  1 Musa (Kejadian ) 2: 7, dengan  “martondi na mangolu” menurut kami kurang tepat, tetapi lebih tepat dengan “tondi na mangolu”). Jika  nafas hidup (bukan tondi atau roh  manusia)  yang merupakan milik Tuhan Allah itu  diambil kembali oleh Allah – dan hanya Dia yang berkuasa  melakukan itu -  maka manusia kembali menjadi debu dan tanah,  dari mana dia dijadikan.  Dalam Kitab Mazmur 90: 3 dikatakan: “Engkau mengembalikan manusia kepada debu dan berkata: “Kembalilah hai anak-anak manusia”.
            Dari keterangan di atas jelaslah bahwa hidup manusia tergantung kepada Allah. Kalau Penciptanya menjadikan dia dengan dasar kasih, maksudnya adalah  supaya manusia dapat mengasihi dan melayani Allah dengan mempergunakan seluruh apa yang telah ada, sedang ada dan akan ada. Itulah jawaban manusia akan hal penciptaannya. Tidak ada jalan lain baginya selain dari bersekutu dan bersembah kepada Dia yang menjadikannya dengan keajaiban, melalui Firman yang telah menjadi daging dalam Yesus Kristus. Itulah ekspressi  dari kesegambarannya dengan Allah.  Itu juga berarti bahwa sebagai makhluk ciptaan Allah, semua manusia adalah anak-anak Allah,  yang mempunyai harkat yang sama.  Karena itu semua manusia adalah bersaudara yang harus saling mengasihi satu sama lain.  Ini tentu diungkapkan dalam sikap saling menghormati, saling menghhargai  dan saling membantu satu sama lain. Dengan demikian, merendahkan sesama manusia adalah merendahkan diri sendiri,  dan menghina sesama manusia adalah menghina diri sendiri.  Sikap merendahkan dan menghina sesama manusia    adalah kesombongan yang ingin menempatkan dirinya setara dengan Allah yang menciptakannya.
            Dalam perkembangannya, manusia itu  kemudian terbentuk dalam keberagaman,  dengan budaya, adat-istiadat, bahasa, suku, bangsa, warna kulit bahkan agama yang berbeda-beda. Tetapi perbedaan itu tidak perlu dipertentangkan, karena itu merupakan kekayaan yang diberikan oleh Allah.  Dengan keberagaman itu manusia tentu bisa saling melengkapi  satu sama lain.  Memang sifat manusia yang telah jatuh dalam dosa, cenderung menganggap dirinya lebih super, lebih tinggi, lebih pintar, dan lebih benar dari  orang lain.  Harkat manusia  tidak dinilai dari status sosialnya di dunia ini, dari keberadaannya, dari jabatannya, atau bahkan dari agamanya, tetapi dari kedekatan hubungannya dengan Allah Penciptanya, dan kedekatan hubungannya dengan sesama manusia, yang sama-sama  anak-anak Allah.  Kedekatan hubungan dengan Allah tidak cukup hanya dengan  kerajinan melakukan ibadah-ibadah secara ritual  menurut aturan dan tradisi agamanya, tetapi terutama dalam kepatuhan dan kesetiaan menuruti Allah  dalam  seluruh aspek kehidupannya,  di mana dia hidup sesuai dengan nilai-nilai, aturan, hukum yang telah  ditanamkan dan diajarkan oleh Allah  kepadanya  dalam menjalin hubungan kepada sesama manusia dan lingkungannya. Kalau sudah demikian, maka kehidupan yang harmonis, rukun, damai dan sejahtera  akan terwujud.  Dalam situasi seperti itulah  kebahagiaan yang didambakan oleh setiap orang akan terwujud.  (Pdt MSM Panjaitan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar