Rabu, 23 Oktober 2019

PENTINGNYA BELAJAR DARI SEJARAH. MISALNYA SEJARAH GEREJA

Pembimbing untuk belajar sejarah khususnya Sejarah Gereja

Oleh:Pdt MSM Panjaitan, MTh

01.  Pemahaman akan Sejarah

Sebelum  mengemukakan pemahaman mengenai sejarah agama Kristiani atau sejarah gereja, maka ada baiknya lebih dulu memahami pengertian dari sejarah secara umum.

2.1.Pengertian  Sejarah

Dalam Kamus bahasa Indonesia, ada beberapa pengertian dari sejarah, yakni sebagai asal-usul atau silisilah, tambo, babad; juga sebagai riwayat, hikayat, cerita atau kissah dan sejarah sebagai ilmu. Sejarah diartikan sebagai asal-usul, karena sejarah mengungkapkan asa-usul atau mula-jadi dari suatu tempat, benda, manusia atau suatu badan yang dibentuk oleh manusia. Pengetahuan tentang asal-usul ini biasanya meliputi pengetahuan tentang dari mansa asalnya, bagaimana terjadinya dan kapan terjadi . Pengertian yang hampir sama dengan asal-usul ialah silsilah atau tambo dalam bahasa Minangkabau, babad dalam bahasa Jawa atau tarombo dalam bahasa Batak. Namun pengertian ini lebih  sering dipergunakan untuk menuturkan asa-usul manusia, lengkap dengan garis keturunannya mulai dari nenek-m oyangnya.
Sejarah sebagai riwayat berarti sejarah sebagai laporan tentang suatu kejadian. Bagaimana duduk persoalan dari sesuatu kejadian akan dapat diketahui dengan jelas bila laporan mengenai kejadian itu dapat diperbuat dengan jelas. Dan khusus mengenai riwayat kehidupan manusia sejarah juga sering disebut sebagai hikayat atau dalam bahasa yang lebih modern disebut  biografi. Dan hikayat ini biasanya meliputi: kelahirannya, asal-usulnya, pengalaman hidupnya, prestasi yang dicapai, suka-duka dan kelemahannya, sehingga dengan hikayat itu seseorang dapat dikenal dengan baik. Dan karena sejarah itu biasanya disampaikan dalam bentuk cerita atau kissah maka sejarah sering juga disebut sebagai cerita atau kissah. Sejarah bisa lebih menarik, kalau diusahakan dalam bentuk cerita yangmenarik perhatian orang.
Seluruh pengertian sejarah yang disebut diatas masih merupakan pengertian yang sederhana, belum mencakup pengertian sejarah yang kita maksudkan.   Pengertian sejarah yang kita maksudkan  adalah sejarah sebagai ilmu.  Pengertian sejarah sebagai ilmu memang dipengaruhi oleh pemikiran Eropa, dan pengertian itulah yang dikembangkan dalam dunia akademis.
Di dalam bahasa Belanda istilah yang dipakai untuk sejarah ialah “Geschiedenis”, dan di dalam bahasa Jerman “Geschichte”, yang keduanya berarti sesuatu yang sudah terjadi. Dan di dalam bahasa Inggris disebut :”history”,  yang berasal dari  bahasa Yunani  “historia”, yang berarti pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu atau kejadian-kejadian alam, khususnya yang bersangkut paut dengan kehidupan manusia. Karena itu pengertian  “historia” tidak jauh berbeda dari pengertian “scientia” dalambahasa Latin. Bedanya hanyalah dalam susunan khrononogis, di mana “historia” biasanya disusun secara khronologis, sedangkan “scientia” tidak terikat kepada susunan khronologis.
Dalamdunia akademis, sesuatu hal bisa dikategorikan sebagai ilmu, jika mengikuti persyaratan sbb:
-            Merupakan suatu kumpulan dari hal-hal yang diketahui yang diperoleh dengan memakai suatu metode atau sistem tertentu.
-            Mempunyai general  propostion (diterima umum).
-            Mempunyai kegunaan atau nilai yang praktis.
-            Obyektif.
Dengan mengikuti persyaratan itu, maka suatu sejarah dapat disebut sebagai ilmu jika sejarah itu diperoleh dengan mempergunakan metode-metode tertentu (metode ilmiah), dapat diterima umum, mewariskan nilai-nilai umum bagi yang mempelajarinya, dan isinya  harus obyektif sehingga selalu mencerminkan kebenaran.

2.2.Faktor-faktor sejarah

Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menggali atau meneliti persitiwa masa lalu  agar-agar benar-benar merupakan suatu ilmu  yang historis, yakni:

1)      Wujud dari peristiwa yang diteliti: Apa yang terjadi 
2)      Manusia sebagai pelaku peristiwa: Siapa pelaku sejarah itu.
3)      Tempat di mana peristiwa itu terjadi: Di mana
4)      Waktunya peristiwa itu terjadi:  Kapan
5)      Sebab-musabab terjadinya peristiwa itu: Mengapa

Kalau ke lima faktor  sejarah ini (apa, siapa, dimana- kapan dan mengapa atau bagiamana) dapat dijawab dengan jelas, maka duduk perkara dari suatu peristiwa sejarah akan dapat diketahui dengan jelas.

2.2.1.      Wujud dari peristiwa sejarah

Sudah banyak peristiwa yang terjadi  pada masa lalu, apakah semua itu bisa dianggap sebagai peristiwa sejarah. Tentu tidak. Untuk itu perlu dilakukan seleksi. Dalam seleksi maka peristiwa yang perlu dihidupkan ialah peristiwa-peristiwa yang ada hubungannya dengan tata-kehidupan manusia. Dan kriteria yang dipakai untuk itu ialah:
-            Perristiwa itu harus penting dan relevan. Untuk menentukan apakah peristiwa itu penting memang sulit. Subjektifitas dari orang yang menggali suatu sejarah sering  berpengaruh. Tetapi patokan umum adalah dilihat dari sudut besarnya faedah dan ruang lingkup peristiwa itu untuk kehidupan manusia. Dan relevan maksudnya mempunyai kaitan dengan kehidupan sekarang.
-            Peristiwa itu juga harus  merupakan  kegiatan manusia yang bergerak ke arah perkembangan atau peningkatan taraf kehidupannya. Manusia sebagai pelaku sejarah memang diciptakan Tuhan dengan kesanggupan berfikir, yang dengan demikian manusia mampu melahirkan kebudayaan yang selalu berkembang sepanjang zaman. Adanya perkembangan kebudayaan itulah yang menimbulkan gerak sejarah.

 
2.2.2.      Faktor manusia sebagai pelaku sejarah

Dalam penyusunan sejarah tokoh manusia sebagai pelaku sejarah harus jelas diungkapkan, karena suatu peristiwa sejarah tidak mungkin terjadi tanpa manusia terlibat di dalamnya.  Mengungkap tokoh pelaku sejarah sangat penting, karena salah satu tujuan mempelajari sejarah ialah supaya dapat mengenal lebih banyak manusia dengan segala sifatnya.  Semakin banyak kita mengenal sifat  manusia, semakin banyak pula kita mengenal diri kita sendiri. Secara  garis besarnya, ada dua sifat manusia yang sangat menonjol, yakni  pertama ialah keinginan untuk berkembang dengan kemampuan berfikir yang ada padanya, dan kedua  adanya kecenderungan untuk menipu keadaan dirinya yang sebenarnya, yang mendorong dirinya untuk memperbesar atau meningikan diri sendiri. Atau dengan kata lain sifat yang positif dan sifat yang negatif.  Kedua sifat itulah yang menimbulkan gelombang sejarah. Kalau sifat yang  pertama yang lebih menonjol akan menimbulkan kemajuan dan perkembangan, sedangkan kalau sifat yang kedua yang lebih menonjol maka akan terjadi kemunduran atau kemerosotan.

2.2.3.      Faktor tempat

Faktor tempat juga sangat besar artinya dalam menentukan perjalanan sejarah.  Faktor ini menyangkut keadaan geografis, keadaan alam atau iklim. Jika mengetahui tempat kejadian, maka lebih banyak juga mengetahui sebagian latar-belakang peristiwa itu. Keadaan tempat yang subur atau tandus, strategis atau terpencil, banyak penghasilan atau tidak, merupakan faktor yang turut menentukan perkembangan sejarah manusia. Daerah-daerah yang menjadi pusat peradaban manusia pada zaman dulu, seperti Mesir, Mesopotamia, India dan Tiongkok dikenal sebagai daerah yang subur. Daerah seperti Palestina yang diapit oleh dua peradaban yakni Mesir dan Mesopotamia, dan Asia Tenggara yang diapit oleh India dan Tiongkok juga dikenal sebagai pusat perkembangan peradaban manusia karena letak daerah itu yang strategis. Jadi perkembangan pemikiran , kebudayaan dan keagamaan  manusia itu sangat banyak ditentukan oleh keadaan tempat atau daerah dimana manusia itu berdiam.

2.2.4.      Faktor waktu

Sejarah berjalan di dalam waktu. Karena itu faktor waktu sangat memegang peranan penting di dalam perjalanan sejarah. Dan waktu itu merupakan suatu garis lurus yang berjalan terus tanpa putus-putusnya. Dan dengan demikian ada kesadaran akan waktu yang lampau, sekarang dan yang akan datang.
Berbagai pandangan bangsa-bangsa dan agama mengeai waktu. Orang Hindu misalnya memangdang waktu sebagau kuasa dewa, yang membuat manusia dan dunia binasa dan hancur apabila waktunya telah tiba. Orang-orang Cina Purba memandang waktu yang bergerak terus bagaikan lingkaran , sehingga apa yang terjadi pada masa yang lalu akan terulang kembali pada  suatu waktu tertentu. Karena itu bagi mereka apa yang terjadi pada masa lalu harus menjadi pelajaran yang menentukan dalam menetukan sikap masa sekarang.  Orang Yunani juga melihat perjalanan waktu bagaikan perputaran suatu lingkaran, yang didasarkan atas pengamatan terhadap peristiwa-peristiwa alam yang sering  berulang-ulang terjadi. Apa yang sudah muncul sebelumnya pasti akan muncul lagi pada  kesempatan berikutnya. Menyadari kenyataan itu maka mereka merasakan hidup  ini dilebelunggu oleh lingkaran perputaran  waktu tersebut. Karena itu waktu juga dipandang sebagai kuasa yang telah memperhamba hidup ini. Sepanjang perputaran waktu itu seseorang tidak mungkin mengharapkan adanya kehidupan yang baru, kecuali dia telah dibebaskan dari waktu itu, ke alam yang tanpa waktu.
Dalam pandangan Kristen, yang juga telah menjadi pandangan umum bangsa-bangsa di dunia ini, waktu berjalan bagaikan suatu garis lurus, bersama dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya. Karena itu sama seperti waktu yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain, demikian juga peristiwa-peristiwa yang terjadi didalamnya  berkaitan satu sama lain. Apa yang terjadi masa sekarang, tidak bisa dilepaskan dari apa yang terjadi pada masa yang lalu, dan seterusnya juga akan mempengaruhi apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Karena itu dengan mengetahui waktu peristiwa itu,  maka akan bisa dipahami sebagian dari latar-belakang dan duduk persoalan dari suatu peristiwa.

2.2.5.      Faktor sebab-musabab

Sejarah juga merupakan penjelasan tentang sebab-musabab suatu peristiwa. Apa yang menyebabkan suatu peristiwa terjadi perlu diungkap dalam sejarah. Dan umunya faktor sebab musabab ini pada dasarnya terpendam di dalam diri manusia itu sendiri, walaupun juga diakui bahwa gerak sejarah manusia tidak terlepas dari campur tangan Allah. Faktor penyebab yang terpendam itu  antara lain: kepentingan ekonomi, sosial budaya, sosial politik, ideologi, seksual, alam tidak sadar dan lain-lain. Misalnya mengapa  suatu peperangan terjadi. Bisa saja karena raja ingin mempertahankan kekuasaannya, sehingga melibatkan rakyatnya untuk berperang. Tetapi bisa juga karena rakyat yang memberontak terhadap raja atau pemerintahnya yang bertindak sewenang-wenang. 


02.  Pengertian sejarah gereja atau sejarah agama Kristiani.

3.1.Sejarah Gereja sebagai satu disiplin teologi

Disiplin teologi yang  umumnya dikenal dalam dunia  perguuan teologi meliputi:  Biblika, Sejarah Gereja, Sistematika, Praktika dan Ilmu Agama-agama. Biblika( Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru) merupakan sumber dan dasar dari semua pengetahuan teologi,karena di dalamnyalah Firman dan Perbuatan Allah terhadap manusia dinyatakan . Metode pendekatannya melalui tafsir dan pengetahuan tentang sejarah Israel dan sejarah bangsa-bangsa sekitarnya.  Sejarah Gereja merupakan pengetahuan tentang sejarah pertumbuhan, perkembangan dan pergumulan gereja di dunia ini sejak lahirnya hingga zaman akhir nanti. Teologi Sistematika merupakan  hasil pandangan orang-orang Kristen dan gereja yang didasarkan atas Firman Allah dalam pergumulannya terhadap masalah-masalah yang dihadapi di tengah-tengah dunia yang disusun secara sistematis.  Teologi Praktika ialah teologi yang menyangkut segala usaha praktis gereja dan setiap orang Kristen dalam menghayati Firman Allah dan dalam menjalin hubungan yang erat dengan  Tuhan. Ilmu Agama-gama merupakan pengetahuan mengenai agama-agama lain di luar agama Kristen, yang sangat perlu diketahui dalam menjalin hubungan yang tepat dengan penganut agama lain.
Seluruh disiplin teologi itu saling berhubungan satu-sama lain, yang dengan demikian sejarah  gereja atau agama Kristiani berhubungan erat dengan  semua disiplin teoogi tersebut.  Hubungannya dengan Biblika jelas, karena sejarah gereja dapat diketahui bagaimana gereja dan orang-orang Kristen menghayati dan menafsirkan Alkitab itu pada zamannya, yang bisa merupakan dasar perbandingan untuk penafsiran yang diberikan untuk kehidupan sekarang. Demikian juga dengan teologi sistematika, karena teologi sistematika (dogmatika, Etika)  yang dipergunakan sekarang  berkembang dari warisan pengajaran teologis dari gereja dan orangorang Kristen pada masa yang lalu. Juga menyangkut teologi praktika, karena usaha-usaha praktika yang dijalankan sekarang adalah berkembang dari apa yang sudah dijalankan oleh gereja pada masa yang lampau. Hubungannya dengan ilmu agama-agama juga ada, karena gereja dalam menjalankan missinya sepanjang sejarah juga  bertemu dengan agama-agama yang lain. Karena itu sejarah gereja akan lebih mudah juga didalami, kalau disiplin teologi yang lain telah dikuasai.

3.2.Sejarah gereja sebagai sejarah kehidupan gereja

Sejarah gereja merupakan kissah tentang semua peristiwa  yang berhubungan dengan kehidupan gereja yakni  meliputi: kelahiran, pertumbuhan, perkembangan dan pergumulannya terhadap dunia. Dan yang dimaksud dengan gereja ialah  persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus, yang dipanggil keluar dari dunia ini melalui kuasa Roh Kudus. Kata gereja yang berasal dari bahasa Portugis “igreja”  diterjemahkan dari kata Yunani “ekklesia”.
Dalam PL pengertian gereja juga sudah ada, yakni  yang disebut dengan istilah “qahal”. Pengertian “ekklesia” dan “qahal” pada dasarnya sama. Keduanya menghunjuk kepada umat Allah yang dipanggil keluar dari dunia ini dan dipersiapkan menjadi satu persekutuan yang kudus. Di dalam PL “qahal”  dikenakan secara khusus kepada umat Israel, sedang di dalam PB, ekklesia meliputi seluruh bangsa di dunia yang telah bersedia menjawab panggilan Allah melalui kepercayaan kepada Yesus Kristus. Karena itu wujud gereja adalah panggilan Allah terhadap seluruh bangsa untuk diutus bersaksi di tengah-tengah dunia dan sekaligus juga jawaban manusia terhadap panggilan itu. Dari sudut ini maka sejarah gereja adalah sejarah panggilan Allah dan sejarah jawaban manusia terhadap panggilan itu.

3.3.Yesus Kristus sebagai pusat dari sejarah gereja

Yesus Kristus adalah kepala dari gereja, yang oleh karena itu Dia juga menjadi pusat dari sejarah gereja. Sebagai pusat dari sejarah gereja, maka di dalam diri Yesus, sejarah gereja di dalam PL telah berakhir dan sejarah gereja yang baru dimulai sebagaimana dinyatakan di dalam PB. Titik tolak dari sejarah gereja dalam PB adalah peristiwa Pentakosta (Kis. 2), di mana pada hari itu Roh Kudus yang dijanjikan oleh Yesus sebelum kenaikannya ke sorga telah dicurahkan kepada murid-muridnya. Dan oleh kuasa Roh Kudus itu mereka disanggupkan untuk menjalankan amanat agung dari Yesus Kristus, yakni menjadikan seluruh bangsa menjadi muridnya (Mat. 28: 19-20). Namun sebelum itu, Yesus Kristus telah meletakklan dasar yang kokoh dari gereja itu, yakni dengan karya penyelamatannya yang berpusat pada kematian dan kebangkitannya, yang sering disebut dengan Injil Yesus Kristus.  Bagaimana Injil disebar luaskan ke seluruh penjuru dunia, dan sampai di mana kesetiaan dari gereja untuk menyebarkan Injil itu sehingga Nama Yesus benar-benar dikenal oleh seluruh bangsa sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya, itulah antara lain yang harus dijawab dalam sejarah gereja.

3.4.Sejarah gereja sebagai  interpretasi atau penafsiran atas kehidupan gereja

Sejarah gereja adalah juga sebagai  suatu hasil penafsiran, yakni penafsiran terhadap peristiwa-peristiwa yang dialami oleh gereja pada masa yang lampau. Dan sebagai suatu hasil penafsiran, maka suatu tulisan sejarah gereja bukanlah merupakan hasil yang mutlak berlaku tanpa ada perubahan lagi, melainkan hanyalah salah satu penafsiran terhadap fakta-fakta sejarah yang ada. Namun kalaupun dikatakan suatu penafsiran,  bukanlah penafsiran yang berdasarkan kemauan sendiri dari penulis sejarah itu sendiri. Harus selalu diingat bahwa sejarah gereja adalah salah satu disiplin ilmu teologi, yang mencerminkan Firman Allah.


03.  Cara melakukan pendekatan terhadap sejarah gereja

Sejarah gereja telah menjalani perjalan yang waktu yang sangat panjang,  dan mengandung peristiwa-peristiwa historis yang tidak terhingga banyaknya. Karena itu bagaimana cara pndekatan atasnya.  Ada dua cara pendekatan yang sangat lajim, yakni dengan melakukan pembidangan atas sejarah gereja itu, atau dengan melakukan periodisasi.

4.1.Pendekatan dengan cara pembidangan

Yang dimaksud dengan pembidangan ialah membagi-bagi  sejarah gereja itu atas pokok-pokok atau bidang-bidang  yang dianggap sangat penting misalnya bidang sejarah Mission (Pekabaran Injil),  bidang sejarah ajaran-ajaran Kristen, bidang sejarah organisasi dan disiplin gereja, bidang sejarah penghambatan dan perlawanan yang dihadapi gereja. 
Bidang sejarah Mission mencakup usaha pekabaran Injil ke luar yang dilakukan oleh gereja kepada orang-orang yang belum Kristen, dan pekabaran Injil ke dalam, yakni di lingkungan  warga gereja itu sendiri, termasuk perbuatan-perbuatan sosial dan rumah-sakit. 
Bidang sejarah ajaran dan pandangan Kristen, meliputi sejarah teologi Kristen, sejarah doktrin, sejarah dogma, dan sejarah ajaran-ajaran sesat.
Bidang sejarah organisasi dan disiplin gereja mencakup sejarah bentuk struktur dan pemerintahan gereja mulai: dari apostolik, episkopal, papal, persbyterial, congregational, dll,  sejarah  disiplin gereja,  tata-gereja, dan juga tata ibadah  umat Kristen.
Bidang sejarah penghambatan meliputi penghambatan yang datang dari luar spt. dari agama Yahudi, dari orang-orang kafir, dari penguasa duniawi dan dari penganut agama lain; juga  penghambatan dari dalam seperti munculnya  bidat-bidat, aliran-aliran Kristen yang lain, dan perpecahan dalam gereja.

4.2.Pendekatan  dengan  periodisasi   

            Periodisasi adalah usaha untuk membagi-bagi perjalanan waktu sejarah yang panjang itu atas periode-periode (batas-batas waktu tertentu). Cara pembagian  periode itu bermacam-macam; ada yang membaginya dari segi perkembangan atau perluasan gereja itu; ada yang membaginya dari pertumbuhan atau perkembangan organisasi atau kepemimpinan gereja itu. Di bawah ini dikemukakan dua contoh pembagian periode sejarah gereja atau sejarah kekristenan yang bisa dijadikan sebagai pedoman penyususnan periodisasi sejarah gereja, yakni: yakni periodisasi sistem klasik, dan periodisasi dari sudut pengluasan kekristenan itusendiri.
            Periodisasi sistem klasik masih merupakan  periodisasi yang umum dipakai dalam menyelusuri sejarah gereja umum, walaupun sistem ini dibuat dari sudut pandang Eropa. Dengan sistem ini,  sejarah gereja itu dibagi atas tiga zaman, yakni: Zaman Gereja Lama (Kuno), Zaman Pertengahan dan Zaman Modern atau kadang-kadang ebut juga zaman Reformasi.   
            Zaman Gereja Lama dimulai dari  kelahiran Kristus atau lebih khusus dengan kelahiran gereja, dan diakhiri tahun 590 M, yakni pada saat Uskup Gregorius Agung di Roma ditetapkan sebagai Paus. Penetapan uskup Roma itu sebagai Paus dilihat sebagai  titik peralihan dari tata-gereja yang lama dengan tata-gereja yang baru. Dia berdiri pada batas peralihan, karena dia dikenal sebagai uskup yang terakhir di gereja Roma, dan merupakan Paus yang pertama yang memimpin gereja Katolik di bawah kekuasaannya yang berpusat di Roma. Zaman Gereja Lama itu meliputi masa kehidupan Kristus, kehidupan para apostel, penghambatan-penghambatan, pengakuan atas kekristenan sebagai agama resmi dan seterusnya agama negara, perpindahan bangsa-bangsa Eropa  yang dianggap masih ”barbar” ke wilayah kekaisaran Romawi sehingga mengakhiri kekaisaran Romawi Barat, dan berakhir dengan Gregorius Agung menjadi paus . Wilayah kekristenan pada waktu itu meliputi daerah-daerah sekitar Laut Tengah, Asia Kecil, Asia Barat, Afrika Utara dan Eropa Selatan dan sebagian Eropa Barat.
            Zaman Pertengahan dimulai dari Gregorius Agung menjadi Paus sampai terjadinya Reformasi tahun 1517. Zaman ini merupakan transisi dari gereja yang lama ke gereja yang baru, yang pada waktu itu semua bangsa di Eropa telah menjadi Kristen. Permulaan zaman ini dimulai dengan kemunduran nilai-nilai kekristenan yang lama, munculnya kejahilan, keruetan hukum dan penganyayaan, karena masuknya pengaruh “barbarisme” di tengah-tengah kekristenan. Tetapi berkat usaha-usaha penginjilan yang dirintis oleh Paus Gregorius Agung, maka pada akhirnya kekristenan diterima oleh seluruh bangsa yang ada di Eropa. Timbullah peradaban Kristen yang baru, sebagai perpaduan dari nilai-nilai kekristenan, kebudayaan Junani-Romawi dan kebudayaan bangsa-bangsa Eropa tersebut. Namun pada zaman ini gereja mengalami  perlawanan yang keras dari pihak Islam, sehingga di beberapa daerah gereja terpaksa mengalami kemunduran. Dan pada zaman itu terjadilah perselisihan faham antara gereja-gereja Timur dan Barat mengenai bentuk  kepemimpinan dan ajaran gereja, sehingga terjadi skhisma (perpecahan) antara ke dua belah pihak tahun 1054.  Perkembangan hierarkhi gereja juga menonjol pada zaman ini, di mana pada zaman ini terjadi kekuasaan paus yang mutlak, apapun yang menjadi keputusan paus tidak boleh diganggu gugat. Keadaan ini termasuk  yang ditentang oleh para reformator pada masa Reformasi.
            Zaman Modern dimulai sejak reformasi Martin Luther 1517 hingga sekarang. Pada zaman ini dunia kekristenan semakin luas sejalan dengan ditemukannya dunia baru oleh Colombus tahun 1492 di benua Amerika. Sejak penemuan ini banyak orang-orang Eropa yang beremigrasi ke ke sana, yang sekaligus membawa kekristenan itu sampai ke sana. Tetapi akibat dari reformasi itu kekristenan di bagian Barat menjadi terbagi dua, satu mengikuti jalan yang lama (Roma Katolik), dan satu lagi mengikuti jalan Reformasi  yakni golongan Protestan.  

Contoh yang kedua ialah periodisasi dari sudut pengluasan kekristenan sedunia.  Periodisasi sistem klasik di atas hanya menjangkau perkembangan  Gereja Barat, atau yang berlatar-belakang penginjilan Barat. Dan pengluasan kekristenanke seluruh dunia, ternyata bukan hanya dari jurusan Barat, tetapi ada juga jurusan Timur dan Selatan (band. Kis. 2: 8-11). Oleh karena itu, Kenneth Scott Laturette, tidak mau mengikuti periodisasi  sistem klasik itu, tetapi dia membuat periodisasi berdasarkan pengluasan kekristenan itu dari sudut pandangan yang menyeluruh atau sedunia. Dari sudut pandangan itu dia membagi sejarah kekristenan tersebut atas lima periode, sesuai dengan gelombang pasang-surutnya perluasan dan ekspansi kekristenan di belahan bumi ini. Kelima periode itu ialah:
-            Periode pertama: Lima abad pemulaan: (1-500M), di mana pengluasan kekristenan terutama terjadi di sekitar Laut Tengah bagi warga kekaisaran Romawi. Pada zaman ini gereja lahir sebagai lembaga institusional, penetapan Kanon PB, landasan teologi Kristen, rumusan Pengakuan Iman, serta perkembangan kerahiban. Dari sudut pengluasan, apa yang dicapai itu masih merupakan bagian yang kecil dari belahan dunia.
-            Periode kedua: Seribu tahun yang tidak menentu  (500-1500 M); pada periode ini kekristenan terancam dari pihak Islam sampai tahun 950,  sehingga sebagian besar wilayah kekristenan yang sudah dicapai sebelumnya  berkurang. Tetapi pospos penginjilan telah tersebar dari Irlandia di Eropa Barat, sampai ke Cina di Asia Tumur jauh. Demikian juga dari Scandinavia di Eropa Utara sampai Nubia di Afrika. Tetapi dari tahun 950 – 1350 kemajuan dicapai lagi, bukan saja dari sudut pengluasan wilayah, tetapi juga dari segi pertumbuhan iman dan organisasi, serta peranan kekristenan itu dalam pembentukan kebudayaan baru khususnya di Eropa Barat. Tetapi dari tahun 1350 –1500, terjadi lagi kemunduran. Selain karena hilangnya  sebagian wilayah kekristenan, juga karena terjadinya penyelwengan ajaran dan kuasa gerejawi.
-            Periode ketiga: Tiga abad kemajuan (1500-1800). Pada periode ini muncullah banyak missioner yang berani mejelajah ke seluruh penjuru dunia, sehinga sebagian besar belahan dunia telah dimasuki oleh kekristenan itu.
-            Periode ke empat: Abad yang besar (1800 – 1914): Periode ini merupakan zaman Pekabaran Injil yang besar yang dilakukan oleh Lembaga-lembaga Pekabaran Injil dari Barat, sehingga seluruh benua yang didiami oleh manusia telah dimasuki oleh kekristenan itu.
-            Periode ke lima: Kemajuan melalui badai (1914 – sekarang). Penyebaran kekristenan masih terus dilanjutkan, namun menghadapi banyak hambatan dan tantangan oleh gelombang pergerakan dunia; dan pada periode ini muncul aliran-aliran atau faham yang bertentangan dengan kekristenan seperti: Komunisme.

04.  Faedah dari mempelajari sejarah gereja

Mempelajari sejarah gereja akan memberi banyak faedah bagi kita, baik sebagai pelayan gereja maupun sebagai warga jemaat biasa, antara lain:

1)      Dengan mempelajari sejarah gereja,  maka pengetahuan dan pengenalan kita mengenai apa itu gereja   semakin banyak. Wujud dari gereja itu secara benar tidak mungkin bisa diketahui tanpa mengetahui sejarah dari gereja itu sendiri. Karena itru salah satu cara untuk membina warga gereja agar menjadi warga gereja yang baik dan benar-benar mengasihi gereja itu ialah dengan mengajarkan sejarah gereja kepada mereka.
2)      Memperdalam pengenalan kita akan Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus, dan yang selalu bekerja menuntun dan memelihara gerejanya sepanjang zaman melalui kuasa Roh Kudus.  Allah itu adalah Allah sejarah yang menyatakan diri dalam sejarah manusia, khususnya di dalam sejarah gereja.
3)        Memberi pandangan dan pengalaman yang luas bagi kita dalam mengatasi berbagai persoalan yang kita hadapi, khususnya persoalan kegerejaan. Seorang pendeta yang didalam pelayanannya di tengah-tengah jemaat misalnya menghadapi banyak tantangan dan kesulitan, maka dengan belajar dari pengalaman pelayan-pelayan gereja pada masa yang silam,  dia akan terdorong untuk selalu tabah melayani jemaat itu. Selain itu, masalah-masalah lain seperti: masalah : teologis,  ajaran,  kepemimpinan, oikumenis, dll, juga akan dapat diatasi dengan pandangan yang luas, dengan banyak belajar dari sejarah gereja.
4)      Mengingatkan kita untuk selalu waspada terhadap bahaya-bahaya yang mungkin datang dari dalam dan luar gereja itu sendiri. Dan bagaimana  mengatasi  bahaya-bahaya yang datang,   banyak yang bisa dipelajari dari sejarah gereja . Dari sejarah gereja juga  akan diketahui sampai di mana gereja masih menyadari tanggung-jawabnya dan sejauh mana sudah menyeleweng dari wujudnya sebagai gereja Tuhan. Martin Luther misalnya terdorong untuk mengadakan reformasinya setelah banyak mempelajari sejarah gereja  atau hal-hal yang terjadi di tengah-tengah gereja pada masa yang lampau.
5)      Menyadarkan kita akan identitas kita, yakni mengenai siapa kita dan dari mana kita. Misalnya dengan mempelajari sejarah gereja kita sendiri, akan kita ketahui teologi mana yang melatar-belakangi kekristenan kita.
6)      Memberi kebutuhan batiniah bagi kita. Sejarah akan menolong kita untuk mengungkapkan jiwa kita sendiri. Dengan merenungkan apa-apa yang sudah terjadi pada masa yang lalu, dan berusaha memberi interpretasi terhadap peristiwa-peristiwa itu, akan memberi arti tersendiri dan kepuasan batin bagi diri kita.
7)      Khusus bagi pemimpin-pemimpin gereja, sejarah gereja dapat memberi informasi yang banyak tentang masalah kepemimpinan, seperti halnya mengapa ada pemimpin yang berhasil dan ada yang gagal. Kemungkinan untuk bisa berhasil bagi seorang pemimpin gereja akan lebih banyak, jika dia banyak mengetahui masa lalu dari gereja itu.
8)      Sejarah gereja juga mewariskan nilai-nilai intelektual, serta dorongan untuk maju.Usaha untuk banyak mempelajari dan memberikan penelitian terhadap penyebab dan latar-belakang sesuatu kejadian, akan bisa menumbuhkan dan memperkembang cara berfikir kita. Selain itu dari sejarah gereja akan  dikenal adanya berbagai kebudayaan dan peradaban bangsa di mana gereja itu bertumbuh. Demikian juga halnya, bahwa dari pengalaman-pengalaman orang-orang Kristen pada masa yang lalu yang banyak berjuang untuk memenangkan iman dan kekristenan itu, akan memberikan dorongan dan semangat bagi kita untuk  berani maju ke depan.  


05.  Sejarah Agama Kristen secara garis besar


            Agama Kristen termasuk salah satu agama besar di dunia, dan telah tersebar di seluruh bangsa di dunia ini. Agama itu bermula dalam diri Yesus Kristus, karena sebutan Kristen berarti “pengikut Kristus”. Pemakaian sebutan Kristen yang pertama untuk pengikut Kristus terjadi di jemaat Antiokhia (Kis. 11,26). Kemudian dari Antiokhialah kekristenan itu tersebar ke berbagai penjuru dunia setelah dari Yerusalem.
            Pelayanan Yesus Kristus dimulai di Palestina. Di sanalah Dia mengkhotbahkan bahwa Kerajaan Allah telah dekat dan orang dapat memasukinya melalui pertobatan dan percaya akan Injil yang dibawaNya. Dan untuk melanjutkan pekerjaannya di dunia ini Dia telah mempersiapkan murid-muridNya, yang kemudian dijadikan sebagai rasul-rasul yang diutus untuk memberitakan Injil itu ke seluruh bangsa.
            Peneguhan mereka menjadi rasul-rasul terjadi pada hari Pentakosta (Turunnya Roh Kudus), yakni setelah kenaikan Yesus ke sorga, di mana pada hari itu murid-murid tersebut dipenuhi Roh Kudus. Roh Kudus itulah yang menguatkan, mengajar, melindungi dan membela mereka dalam menjalankan tugas penginjilan itu. Buah pekerjaan mereka juga mulai terlihat pada hari Pentakosta itu, di mana melalui pemberitaan mereka pada hari itu mengenai Injil keselamatan yang dibawa oleh Yesus,  bertambah lebih kurang tiga ribu orang yang bertobat dan memberi dirinya dibaptis  (Kis.2,41). Dengan demikian berdirilah jemaat Kristen yang pertama, atau yang sering juga disebut Israel yang baru.
            Setelah para murid itu menerima kuasa Roh Kudus, sesuai dengan amanat Tuhan Yesus sebelum kenaikanNya ke sorga, mereka akan menjadi saksi Yesus Kristus, yang memberitakan Injil keselamatan itu mulai di Yerusalem, di seluruh Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi (Kis.1,8). Di sini masih diandaikan pusat penyebaran agama Kristen yang pertama adalah Yerusalem. Hal itu memang terlaksana, di mana dari Yerusalem Injil dan kekristenan itu tersebar ke berbagai penjuru dunia atau ke berbagai bangsa di dunia.
            Kitab Perjanjian Lama memang telah berkali-kali membicarakan sifat keuniversalan dari Umat Allah yang akan datang. Dasar yang paling kuat bagi pengharapan ini adalah kenyataan bahwa Allah yang menebus itu adalah juga Allah yang telah menciptakan segala sesuatu. Walaupun manusia telah berdosa, Allah tidak menghentikan pekerjaanNya, tetapi Dia memperbaikinya melalui penebusan yang dilakukan. Pemilihan bangsa Israel juga mempunyai tujuan penyelamatan seluruh bangsa. Di seluruh Kitab Perjanjian Lama dinyatakan bahwa hubungan Israel dengan bangsa-bangsa dipelihara. Palestina sendiri adalah jalan persimpangan kerajaan-kerajaan besar pada waktu itu.
Dalam pelayanannya, Yesus telah menjalankan penyebaran Injil itu. Tetapi sebelum kematiannya dia belum menetapkan program penginjilan ke luar Palestina. Ini baru diberikan setelah kebangkitannya.  “KepadaKu telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman”. (Mat.28,18-20) Tetapi perintah ini tidak dapat dipisahkan dari kedatangan Roh Kudus pada hari Pentakosta. Pada waktu itu Kristus kembali kepada murid-muridNya melalui Roh Kudus untuk memberi kekuatan dan menyertai mereka sampai akhir zaman.
Pada hari Pentakosta itu terjadilah perubahan mendasar  dalam sifat dan struktur Umat Allah. Umat Allah tidak lagi menjadi satu Umat yang bersifat nasional seperti dimiliki oleh bangsa Israel, tetapi telah menjadi satu Umat yang bersifat internasional dan menjadi satu persekutuan yang bersifat universal. Orang-orang yang dibaptis pada hari Pentakosta itu adalah berasal dari berbagai bangsa di Asia, Afrika dan Eropa.
Terpencarnya banyak orang-orang percaya dari Yerusalem karena penganyayaan dari pihak Yahudi mendorong tersebarnya Injil itu ke daerah-daerah lain di Palestina. Filipus, salah seorang dari tujuh orang yang terpilih menjadi pelayan di jemaat Yerusalem (Kis.6, 3 dst), pergi ke Samaria dan memberitakan Injil di sana. Dan ini mendorong jemaat di Yerusalem mengutus  rasul Petrus dan Yohannes untuk melihat pekerjaan Filipus di sana. Dan dalam perjalanan pulang ke Yerusalem, mereka memberitakan Injil itu di banyak kampung di Samaria . Kemudian Filipus dipanggil pergi ke Gaza di Selatan Palestina dan dari sana dia berjumpa dengan seorang pejabat dari istana Etiopia, seorang Yahudi proselit, yang bertobat dan dibaptis melalui pelayanannya. (Kis.8)
Petrus kemudian pergi ke tepi pantai dan memberitakan Injil di Yope dan Kaisarea. Di sana dia membaptis seorang non-Yahudi bernama Kornelius, seorang perwira tentera Romawi. (Kis. 10,23-48)
Ketika jemaat di Yerusalem mendengar bahwa Injil telah mulai berakar di Antiokhia, maka diutuslah Barnabas ke sana. Barnabas  juga mengajak Paulus yang sudah bertobat untuk ikut bersama dia melayani jemaat Antiokhia dan memberitakan Injil ke sana. (Kis. 11,19 dst.) Kemudian jemaat di Antiokhia mengutus Paulus dan Barnabas melakukan penginjilan ke pada orang-orang kafir. Dan Paulus menjadi penginjil yang terbesar dari antara rasul-rasul dan penginjil-penginjil yang dikenal dalam zaman Perjanjian Baru. Melalui Injil yang diberitakan berdirilah jemaat-jemaat Kristen di Asia Kecil, Makedonia dan Yunani di Eropa. Pada akhir hidupnya dia juga sempat mengunjungi jemaat Kristen yang di Roma, dan mati martir di sana sekitar tahun 67 M, yakni di sekitar masa penghambatan yang dilakukan kaisar Nero bagi orang-orang Kristen di Roma.
Di wilayah kekaisaran Romawi, Injil itu dapat tersebar dengan cepat. Setelah para rasul, Injil kemudian banyak disebarkan oleh para evangelis dan uskup yang menggantikan fungsi dari rasul-rasul yang pertama itu. Dan selain itu, kaum awam juga banyak yang ikut berperanan dalam neyebarkan Injil tersebut. Faktor pendukung untuk penyebaran Injil  itu, selain adanya “bahasa kesatuan” di kekaiasaran itu yakni bahasa Yunani, juga karena keadaan “damai” dan sarana transportasi yang cukup lancar pada waktu itu. Dan selain itu, juga karena di wilayah itu belum ada agama yang kuat yang dijadikan sebagai “agama negara”. Filsafat dan pemikiran Yunani juga telah mempersiapkan banyak orang di kekaisaran itu untuk menerima agama Kristen tersebut.
Memang banyak juga tantangan dan hambatan yang dihadapi. Tetapi tantangan yang muncul dari tengah-tengah orang-orang Kristen itu sendiri dengan munculnya berbagai aliran yang dianggap menyimpang, seperti Marcionisme, Gnosticisme dan Montanisme telah mendorong gereja makin memperteguh dirinya dengan menetapkan “senjata-senjata” gereja dalam bentuk: Kanon,  Pengakuan Iman (Konfessi) dan Pewarisan jabatan rasul (Successio apostolica). Juga penghambatan-penghambatan yang terjadi bagi gereja dari penguasa Romawi, telah memperkuat agama Kristen, karena pada akhirnya agama Kristen mendapat pengakuan dari penguasa Romawi (313) dan bahkan kemudian ditetapkan menjadi agama negara (381). Situasi ini sempat membuat posisi gereja dan kekristenan di bawah perlindungan negara. Tetapi tidak lama setelah itu kekaisaran Romawi yang besar dan kuat itu pada akhirnya runtuh juga. Tahun 410 kota Roma telah berhasil dikuasai oleh “orang-orang barbar” yakni suku-suku Jerman dari Eropa Utara. Sejak itu kekaisaran Romawi, khususnya bagian Barat makin lemah, sehingga sekitar tahun 481, semua wilayah kekaisaran Romawi Barat, seperti Italia, Inggris, Perancis telah dikuasai oleh suku-suku Jerman itu. Dan dengan demikian berakhirlah kekaisaran Romawi Barat. Tetapi posisi kekaisaran Romawi Barat ini telah digantikan oleh gereja dan muncullah kepausan yang berpusat di Roma, yang selain bertindak sebagai pimpinan gereja juga bertindak sebagai penguasa di bidang politis. Namun kesempatan itu telah menjadi peluang untuk tersebarnya Injil itu di seluruh Eropa, dan bahkan sekitar tahun 1000, seluruh bangsa dan suku-suku di Eropa telah menganut agama Kristen.
Tetapi selain ke arah Eropa, kekristenan juga disebarkan ke  Afrika dan Asia. Untuk wilayah Afrika yang sudah sempat dikeristenkan pada zaman yang lama ialah Mesir, Afrika Utara dan Etiopia. Namun setelah datangnya serangan orang-orang Islam mulai sekitar abad 7, banyak jemaat Kristen yang di Mesir dan Afrika Utara meninggalkan agama Kristen dan beralih menjadi Islam.Untuk wilayah Asia, selain daerah Asia Kecil di mana pada zaman Perjanjian Baru jemaat Kristen sudah banyak  berdiri, Injil itu juga segera diberitakan ke daerah-daerah di Mesopotamia Utara, kerajaan Partia / Persia, Arabia, India, Cina, Asia Tengah, Asia Timur Jauh dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Setelah tahun 1500, sejarah kekristenan mengalami babak baru. Setelah reformasi gereja di Eropa oleh tokoh-tokoh reformasi seperti Martin Luther, ajaran-jaran Kristen itu makin banyak digumuli oleh orang-orang Kristen Eropa. Sebelumnya gereja  telah jatuh ke dalam pengaruh ke duniawian, dan ajaran-ajaran dan praktek-praktek gereja itu banyak yang menyimpang dari dasarnya yang sesungguhnya yakni Alkitab. Reformasi itu pada satu pihak telah menimbulkan banyak pertikaian dan peperangan agama di Eropa. Tetapi di pihak lain reformasi tersebut telah menumbuhkan semangat penginjilan ke luar Eropa, baik dari pihak gereja Roma Katolik maupun dari pihak Protestan. Kekristenan kemudian tersebar ke seluruh dunia, tetapi bukan lagi dari pusatnya semula di Asia Barat dan Mesopotamia, tetapi dari Eropa. Penyebaran itu berbarengan dengan penemuan-penemuan dunia baru oleh orang-orang Eropa, seperti Amerika, Afrika dan Asia, mulai akhir abad 15.  Dan mulai abad 19 dengan munculnya banyak lembaga penginjilan di Eropa dan Amerika, maka  usaha pekabaran Injil ke seluruh penjuru dunia,  terutama di daerah-daerah yang ditemukan dan diduduki oleh bangsa-bangsa Eropa , banyak dilakukan. (msm)




Rabu, 16 Oktober 2019

MENYONGSONG RAPAT PENDETA HKBP TAHUN 2019

MENYONGSONG


RAPAT PENDETA HKBP 2019


Oleh:

Pdt. M.S.M. Panjaitan, M.Th (Pendeta HKBP Emeritus)




Pata tanggal 21-25 Oktober 2019, akan diselenggarakan Rapat Pendeta HKBP bertempat di Seminari Sipoholon Tarutung. Rapat pendeta adalah suatu momen yang sangat dirindukan oleh para pendeta HKBP, karena di sana para pendeta itu akan bisa bertemu, bisa bercekrama, bisa berbincang-bincang saling menenceritakan pengalaman melayani di Jemaat atau pengalaman  dalam rumah tangga atau keluarga. Belakangan ini sudah ada yang membuat rapat pendeta itu semacam reuni bagi mereka yang satu kelas atau se-angkatan pada waktu mahasiswa.  Tetapi fungsi rapat pendeta sebenarnya bukan hanya sekedar kesempatan untuk bertemu bagi para pendeta itu sendiri. Sekarang ini diperkirakan sudah ada hampir dua ribu orang pendeta HKBP yang melayani diberbagai daerah pelayanan di  jemaat-jemaat, dan “ulaon hatopan” (yang melayani dalam bidang umum), seperti pimpinan di pusat, distrik, tenaga pengajar di sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan HKBP.  Yang melayani di jemaat, ada dari antara mereka yang melayani di jemaat pedesaan, kota-kota kecil, kota-kota sedang, kota-kota besar, sampai kota metropolitan, seperti DKI Jakarta. Masa waktu rapat itu tentu disengaja mulai hari Senen sore, diakhiri hari Jumat, supaya jangan menganggung pelayanan pendeta pada hari Minggu. Walaupun mungkin yang datang dari tempat jauh, telah datang beberapa hari lebih dulu, dan ada juga mengambil cuti di sekitar masa rapat pendeta itu untuk bisa mengunjungi  orang tua atau sanak saudara yang di “bona pasogit” daerah asal.

Tetapi bagaimanapun pengaturan waktu yang dilakukan oleh masing-masing pendeta, yang jelas momen rapat pendeta “hatopan” (umum) ini, yang diadakan sekali dua tahun sangat menggembirakan dan mengesankan bagi para pendeta HKBP tersebut.  Namun keberadaan Rapat Pendeta HKBP yang diaturkan sedemikian tentu sudah didasari pertimbangan bahwa rapat itu sangat berguna bagi HKBP, bukan hanya sekedar kesempatan untuk bertemu dengan  sesama pendeta atau kesempatan untuk berkunjung kepada orang tua atau sanak saudara. Sudah sejak mulanya rapat pendeta mempunyai peranan penting untuk peningkatan pelayanan pendeta terhadap  warga HKBP dalam berbagai bidang pelayanan.. Sejak adanya para pendeta Batak yang dibimbing oleh para missionar mulai dari Seminari Pansurnapitu tahun 1883 (pendeta batak pertama tamat tahun 1885)., kemudian berpindah ke Sipoholon tahun 1901, maka keberadaan rapat pendeta yang khusus untuk para pendeta  Batak terus diupayakan oleh para missionar tersebut. Tujuannya ialah untuk mengembangkan, dan memperdalam pemahaman mereka tentang “tohonan hapanditaon” itu,  demi untuk meningkatkan pemahaman mereka akan tugas pelayanan  seorang pendeta di tengah-tengah gereja atau jemaat dan masyarakat, meningkatkan kemampuan mereka untuk berpikir secara teologis, dan  meningkatkan kemampuan untuk mengatasi berbagai tantangan dan persoalan yang timbul di tengah-tengah gereja dan di lingkungan gereja.

Kapan mulai ada rapat pendeta HKBP memang belum diperoleh data yang pasti. Hanya dalam laporan ephorus Dr. I. L. Nommensen pada konferensi para pendeta utusan (missionar) tahun 1897 disebut bahwa sebelumnya rapat pendeta batak telah dilangsungkan. Jadi rapat pendeta  batak selalui didahulukan dari konferensi para pendeta utusan (missionar). Pada awalnya tentu para pendeta utusanlah yang memberi topik ceramah bagi para pendeta batak itu dalam berbagai bidang teologi, yang khusus membicarakan soal-soal teologia atau ajaran-ajaran  gereja dan tuga-tugas kependetaan, seperti di bidang khotbah, liturgi, penggembalaan, dll. Fungsi seperti itu sudah jelas terlihat pada tahun 1930n. Dalam kumpulan Notulen Rapat Pendeta HKBP 1931-1942 telah dapat dilihat, bahwa setiap rapat pendeta diisi dengan khotbah, pendalaman Alkitab, ceramah-crecamah teologis,  berichkt HKBP satu tahun dari ephorus (pada waktu rapat pendeta diadakan sekali setahun), dan soal-soal yang timbul di tengah-tengah pelayanan mereka. Pada waktu itu ceramah-ceramah teologis tidak lagi hanya disampaikan oleh para missionar, tetapi juga sudah ikut oleh sesama mereka pendeta pribumi yang dianggap sudah berkemampuan untuk itu. Bahkan mulai tahun 1935 semua ceramah sudah disampaikan oleh sesama mereka pendeta Batak. Itu berarti bahwa para pendeta Batak itu telah dibiasakan untuk dapat berpikir secara mandiri di bidang teologi. Dalam setiap rapat sudah sejak awal, khotbah dan ceramah sudah selalu diusahakan tepusat ke tema rapat pendeta yang biasanya disesuaikan dengan sesuatu masalah aktual  yang dihadapi dalam tugas-tugas kependetaan. Dengan pokok-pokok ceramah  seperti tentang gereja, tentang iman, tentang hubungan pendeta dengan guru atau parhalado lainnya, dan juga mengenai hubungan gereja dengan bangsa atau negara, betapa juga memperlihatkan bahwa rapat pendeta juga bertujuan umtuk membenahi para pendeta dalam kemampuan berteologia dan melayani di tengah-tengah gereja dan masyarakat.

Seterusnya setelah HKBP menjadi gereja yang berdiri sendiri, lepas dari kepemiminan zending atau para missionar, dan HKBP telah sepenuhnya dipimpin oleh pendeta batak itu sendiri, maka Rapat Pendeta juga terus dilangsungkan dan dianggap sebagai cabang dari synode godang yang khusus membicarakan  masalah teologis, liturgi (agenda) atau tata ibadah , konfessi, statement of faith, penggembalaan (ruhut parmahananion dohot paminsangon- RPP HKBP), buku pengajaran  untuk semua kategorial  warga jemaat, dan juga buku pengajaran atau katekisasi baptis, katekisasi sidi,  dan juga buku pengajaran untuk calon sintua atau penatua. Sampai sekarang hal-hal seperti itulah juga yang diharapkan dari rapat pendeta. Dari situ bisa terlihat betapa pentingnya rapat pendeta itu.  Karena itulah dalam setiap pelaksanaan Rapat Pendeta, “huria” (jemaat) harus mendoakannya, supaya dalam rapat itu semua para pendeta yang  ikut serta, melaksanakan tugas mulia itu dengan sungguh-sungguh. 

Tema yang dibuat panitia bersama Ketua rapat Pendeta untuk Rapat Pendeta tahun ini adalah sebagai berikut: “Hutangianghon do ho unang mintop haporseaonmu” (Aku berdoa untuk engkau supaya imanmu jangan padam ) (Luk. 22: 32) dan sub-tema: “Pandita HKBP marsiajar huhut patupahon ulaon panjounna asa unang mintop haporseaon di era revolusi industri na paopathon” (Pendeta HKBP belajar untuk melaksanakan tugas panggilannya supaya imannya jangan padam di era industri yang keempat”. Tentu tema ini sudah dipikirkan secara matang sesuai dengan persoalan dan tantangan yang dialami para pendeta sekarang ini. Kalau dulu perkataan ini langsung disampaikan oleh Yesus kepada murid-Nya Simon, yang juga dilihat oleh Yesus rentan tergoda dengan banyak hal seperti mencari kuasa, jabatan, kehormatan dan kemuliaan untuk dirinya karena statusnya sebagai murid Yesus, sementara juga diperhadapkan dengan ancaman untuk keselamatannya dirinya karena mengikut Yesus. Tetapi Yesus meyakinkan Simon, bahwa Yesus akan selalu berdoa untuk dirinya supaya dikuatkan dalam menghadapi godaan-godaan serta ancaman duniawi untuk dirinya. Tentu tema ini dilihat oleh panitia dan ketua rapat pendeta sangat relevan untuk para pendeta HKBP sekarang ini, di era industri yang keempat, yang membawa perubahan yang sangat cepat dalam msyarakat, terutama dalam bidang ilmu dan tehnik digital, dengan segala pengaruhnya dalam berbagai aspek kehidupan manusia.. Banyak pendeta sekarang ini yang tergoda akan kuasa dan kemuliaan duniawi sehingga lupa bahwa dia hanya terpanggil sebagai seorang pendeta yang harus mengabdikan diri sepenuhnya untuk pelayanan Tuhan, gereja atau Kerajaan Allah. Para warga jemaat nyata-nyata melihat bahwa begitu banyak persoalan kependetaan yang terjadi belakangan ini. Banyak penempatan pendeta dirasa kurang sesuai dengan diri masing-masing pendeta itu, atau Surat-surat Kettetapan (SK) perpindahan yang tidak terlaksana, atau macet. Bahkan ada sejumlah pendeta SK perpindahannya sudah lebih setahun diterbitkan, tetapi sampai sekarang belum terlaksana. Entah apa penyebabnya, tidak begitu jelas dikerahui, atau mungkin perlu dibicarakan dalam rapat pendeta yang akan datang. Banyak juga para pendeta yang merasakan ketidak adilan dalam penempatan pendeta, karena dia tidak pernah berpindah dari desa ke kota, sementara banyak pendeta penempatannya hanya di sekitar satu kota berputar-putar (liat-liat di disi – LLD- kata orang).  Ada peraturan bahwa penempatan pendeta tidak diperkenankan lebih dari dua kali dalam satu distrik,  tetapi sekarang ini selama dia bertugas sebagai pendeta, dia  hanya mempunyai penempatan  dalam satu distrik, yang kebetulan distrik tersebut adalah kota metropolitan. Kelihatannya penempatan atau mutasi pendeta tidak mengikuti suatu pedoman atau peraturan mutasi yang sudah ada lagi. Mungkin karena pergumulan yang berat dalam menjalankan tugas panggilan itu,  kita mendengar berita begitu banyak pendeta yang jatuh sakit,  dan bahkan sampai meninggal dalam usia yang masih muda. Rasa persaudaraan kependetan kelihatannya juga sudah makin pudar, dan tentu kita harapkan dan doakan jangan sampai padam. Dulu pembinaan kependetaan terus dilakukan secara berkelanjutan, karena menyadari pengetahuan dan kemampuan pelayanan terus perlu ditingkatkan seiring dengan perkembangan zaman. Jangan sampai pendeta ketinggalan jauh dari kemajuan zaman. Atas dasar semakin banyaknya persoalan kependetaan yang dihadapi gereja kita sekarang ini, maka dirasa perlu mendoakan para pendeta itu lebih sungguh-sungguh  oleh sesama pendeta, pimpinan HKBP, dan juga oleh “huria” (jemaat-jemaat} HKBP sendiri.  

Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam Rapat Pendeta ini adalah bahwa bentuk pelayanan para pendeta  itu  tidak menunjukkan keseragaman lagi. Corak pelayanan atau aliran teologi para pendeta terlihat sudah bermacam-macam. Mungkin contoh kecil yang bisa disebut di sini, misalnya adalah dalam pelayanan khotbah. Sebenarnya sudah ada standar yang harus dipedomani oleh seorang pendeta dalam penyampaian khotbsh melalui bidang “homiletika” (ilmu berkhotbah). Tetapi para pendeta HKBP yang berkhotbah sekarang ini banyak yang  tidak begitu mengindahkan pedoman itu lagi. Mulai dari awal sampai akhir sudah bermacam-macam cara penyampaian.  Pengucapan doa pembukaan saja , sudah bermacam-macam, ada yang membuat doa yang agak panjang dulu, baru kemudian di sambung dengan doa (salam) pendeta yang sudah biasa itu, yakni: “Damai sejahtera Allah ...dst. Setelah ini pengucapan doa itu, ada lagi yang menyampaikan ungkapan salam dengan kata “syalom”. Pada hal ucapan “damai sejahtera” yang merupakan bagian dari doa pembukaan itu juga sudah merupakan  ucapan salam kepada warga jemaat itu sendiri. Lalu dilanjutkan dengan membaca nats Alkitab sebagai evangelium. Di sini pun juga terlihat ketidak seragaman lagi, ada yang membacanya secara responsoria, ada yang langsung pendeta itu membaca semuanya. Dalam rapat pendeta masa yang lalu sudah pernah diputuskan agar janganlah nats evangelium itu dibaca secara responsoria, tetapi harus dibacakan semuanya oleh pengkhotbah itu sendiri dengan baik dan jelas. Alasannya, karena  dengan membaca nats evangelium itu secara baik dan jelas, maka enam puluh persen dari pesan nats tersebut sudah tersampaikan kepada warga jemaat yang mendengarkan. Berhubungan dengan kebermacam-macaman cara berkhotbah ini, telah banyak pendeta karena mungkin dipengaruhi adanya anggapan bahwa pendeta yang pandai berkhotbah adalah pendeta yang ketika berkhotbah bisa membuat warga jemaat yang mendengarkan ketawa-ketawa, telah banyak pendeta yang mengutamakan kemampuan melawak dalam berkhotbah itu, hingga kadang-kadang sudah sulit membedakan yang berkhotbah dari orang yang sedang berlaku sebagai “standing up komedi” (pertunjukan lawak). Yang membedakannya hanya mungkin baju jubah yang dipakai oleh pendeta itu sendiri. Dengan demikian sering terkesan bahwa yang dipegang oleh warga jemaat itu adalah lawak dari pendeta itu bukan Firman Allah yang disampaikan. Hal lain yang membuat pendeta itu kelihatan bermacam-macam, bahwa ada pendeta yang masih menyebut kata Amin  dalam penutup kata-kata berkat pendeta yang terakhir itu, walaupun sudah pernah juga diputuskan dalam rapat Pendeta, bahwa kata Amin itu tidak perlu lagi disebut oleh pendeta, tetapi langsung disambut oleh warga jemaat dengan menyanyikan kata Amin itu.  Demikian juga kata-kata berkat itu, ada yang meyebut “hamu” (kamu) ada yang menyebut “ho” (engkau), pada hal seharusnya secara teologis adalah kata “ho” (engkau), sebagaimana dituliskan dalam i kata-kata “berkat imamat”  dalam Bilangan 6: 24-26), dan juga dirumuskan dalam buku tata-ibadah (Agenda) HKBP. Lagi pula berkat itu kita pahami adalah ditujukan kepada person atau orang-perorangan bukan kepada persekutuan.  Juga pemakaian “baju tohonan” (jubah) pendeta itu, perlu diseragamkan, dalam ibadah yang mana jubah itu bisa  dipakai, dan dalam ibadah mana tidak perlu dipakai. Sekarang ini sudah ada juga pendeta yang memakai jubahnya dalam “partangiangan” (ulang) tahun  warga jemaat yang dilangsungkan di rumah di rumah yang bersangkutan, hanya untuk menyenangkan hati warga jemaat itu sendiri. Mengenai hal keseragaman bentuk pelayanan pendeta dalam segala bidang pelayanannya, sudah pernah ada usul supaya ada semacam “buku pintar” yang merupakan pedoman untuk semuanya pelaksanaan pelayanan pendeta, yang tentu ini ditetapkan oleh rapat pendeta.          

Pelaksnaan tata ibadah ( liturgi ) terlihat sudah bermacam-macam di HKBP, termasuk tata-ibadah kebaktian minggu, seperti dalam doa pengampunan dosa, doa sesudah “tingting” (warta), pengaturan paduan-paduan suara. Di beberapa gereja ada yang membuat musik yang “angonangon” (halus) sebelum doa pengampunan dosa itu dimulai, yang mungkin tujuannya untuk  memusatkan hati warga jemaat itu dalam menyampaikan doa minta pengampunan dosa tersebut.  Ada yang membuat musik itu berupa interval antara doa pengampuan dan “bagabaga hasesaan ni dosa” (janji pengampunan dosa).  Kemudian ada yang membuat doa syafaat sesudah warta oleh pembaca warta atau oleh orang yang sudah dihunjuk dari warga jemaat sebagai “pendoa syafaat”. Doa sesudah  warta saya ingat sudah diputuskan dalam rapat pendeta, itu ditiadakan, dan doa syafaat itu disampaikan oleh pendeta setelah selesai khotbah. Kita pahamai dulu bahwa dengan membacakan warta jemaat, itu sudah sekaligus merupakan ajakan supaya semua warga jemaat masing-masing mendoakan semua yang diwartakan itu, seperti anak lahir, yang berduka, yang akan memperoleh berkar perkawinan, dan berbagi kegiatan dari gereja itu sendiri.. Demikian juga penempatan paduan suara, ada yang menempatkan diselang-selingi di tata ibadah  mulai dari selesainya pembacaan hukum Tuhan, sampai setelah warta sebelum khotbah. Tetapi ada yang memusatkannya, berapa pun banyaknya  paduan suara itu ditempatkan setelah pengakuan iman, yakni sebelum dan sesudah warta. Alasannya sampai pengakuan iman, tidak diperbolehkan adanya paduan suara, supaya kehikmatan dari ibadah itu jangan terganggu oleh paduan suara yang belum tentu sesuai dengan tema minggu atau tema khotbah pada minggu itu.. Jadi semuanya ini perlu dibicarakan supaya ada keseragaman, jangan lain di “huria  “ A, lain lagi di “huria” B, dan lain lagi di “huria” C. Janganlah karena meniru-niru gereja lain, kita jadi kehilangan jati diri kita sendiri di bidang tata-ibadah.

Demikian juga tata-ibadah yang lain, khususnya tata-ibadah “partumpolon” (ikat janji), yang walaupun saya tahu sudah lama ada usul supaya tata-tata ibadah partumpoLon ada dicantumkan dalam buku tata-ibadah ( Agenda) HKBP, tetapi sepertinya sampai sekarang belum ada, sehingga masing-masing “huria” atau pendeta “masibaen baenna be” (masing-masing membuat sendiri-sendiri), sesuai dengan selera atau keinginan masing-masng. Dulu kita tahu dalam “partumpolon”,  yang memimpin acara itulah yang membacakan “padan” dari “pangoli dan oroan“ (calon mempelai laki-laki dan perempuan), baru setelah dikonfirmasi kebenarannya kepada ke dua belah pihak        dan warga jemaat, barulah diadakan penandatanganan dari masing-masing pihak yang perjanji dan para saksi. Tetapi sekarang di banyak “huria’ tidak ada lagi pembacaan dari yang mempin acara itu, tetapi kata-kata dari “padan” (janji) itu langsung diucapkan oleh ke dua calon mempelai laki-laki dan perempuan. Karena melihat ketidak samaan itu antara “huria” yang satu dengan “huria” yang lain, maka mungkin bisa menimbulkan tanda tanya, “boasa songon on di huria on, songon di huria” (mengapa seperti ini di  jemaat ini,  begini di jemaat yang lain. Hal-hal seperti ini juga bisa menimbulkan persoalan.


Masih banyak lagi sebenarnya yang bisa dikatakan disini, sebagai suatu harapan yang akan dibicarakan oleh Rapat Pendeta dengan sungguh-sungguh demi kemajuan dan peningkatan pelayanan di tengah-tengah jemaat. Harapan lain juga ada tentu masih banyak yang bisa dilihat oleh para pendeta, khususnya ketua rapat pendeta yang akan memimpin rapat tersebut. Suatu usul yang sudah lama pernah ada, yakni supaya setiap keputusan, sekecil apapun itu, biarlah dicatat dengan baik, sehingga setiap keputusan bisa langsung dilakukan dalam pelayanan pendeta itu sendiri. Setiap keputusan yang langsung menyangkut “tohonan” dan pelayanan pendeta itu sendiri, tentu tidak perlu memunggu persetujuan dari synode godang untuk melakukannya. Kalau begitu halnya tidak ada gunanya Rapat Pendeta yang sudah dipercayakan oleh HKBP sebagai cabang dari   synode godang  membicarakan hal-hal yang menyangkut persoalan tohonan pendeta, persoalan teologis  atau masalah-masalah dogma. Demikianlah sekilas  harapan kami dan kami ucapkan Selamat melangsungkan Rapat Pendeta HKBP. Tuhan selalu memberkati. 

(Penulis adalah Pdt. M.S.M. Panjaitan, M.Th, Pendeta HKBP Emeritus)                                                                        

Sabtu, 12 Oktober 2019

MANA YANG LEBIH TEPAT DIKATAKAN: MERAYAKAN SERATUS TAHUN PENGINJILAN ATAU SERATUS TAHUN BERDIRINYA HKBP JAKARTA

MANA YANG LEBIH TEPAT DIKATAKAN:
MERAYAKAN SERATUS TAHUN PENGINJILAN

ATAU SERATUS TAHUN BERDIRINYA HKBP JAKARTA
Oleh:
Pdt. M.S.M. Panjaitan, M.Th (Pendeta HKBP Emeritus)





Saya dengar dari teman dan kemudian saya baca di media sosial (facebook) bahwa HKBP Jakarta, yang sekarang lebih dikenal dengan nama HKBP Kernolong, karena berada di daerah Kernolong Jakarta, beberapa waktu yang lalu melakukan Perayaan Seratus Tahun Penginjilan di Jakarta (Pulau Jawa), pada 22 September 2019 dan dilengkapi dengan Seminar sehari Seratus Tahun Penginjilan HKBP di Jakarta dan Pulau Jawa di Sopo Marpingkir HKBP pada 4 Oktober 2019. Informasi mengenai peristiwa perayaan ini semua hanya saya dengar dari teman dan ditambah dengan membaca informasi dari media sosial seperti sudah saya sebutkan di atas, karena mungkin karena hanya sebagai seorang pendeta pensiun di HKBP saya tidak diundang untuk ikut menghadiri  kedua moment  tersebut. Banyak  pendeta yang bertugas di Jakarta yang bertanya kepada saya, terutama para pendeta yang masih pernah menjadi mahasiswa kami di Sekolah Tinggi Theologia (STT) HKBP Pematangsiantar. Selama lebih kurang dua puluh tiga tahun  yakni dari tahun 1985-2008, saya memang bertugas sebagai seorang dosen di tempat persemaian tenaga pendeta HKBP tersebut di bidang Sejarah Gereja, yang kemudian menjelang masa pensiun saya ditugaskan oleh Pimpinan HKBP melayani di Jemaat, yakni di HKBP Ressort Bandung Timur (2008-2011) dan terahir dari mana saya memasuki masa pensiun di HKBP Ressort Kebayoran Selatan Distrik DKI Jakarta (2011-2016). Selama saya menjadi dosen di STT HKBP saya yang mengajar  bidang Sejarah Gereja, termasuk mengajar Sejarah HKBP. Pernah saya melakukan penelitian mengenai berdirinya HKBP Jakarta, dalam rangka perayaan sertatus tahun Zending HKBP, di mana pada waktu itu saya ditugaskan oleh panitia untuk  menuliskan sebuah buku Sejarah Seratus Tahun Zending HKBP (1899-1999). Zending HKBP pada waktu berdirinya 2 Nopember 1899, dinamai “Pardonganon Mission Batak”, kemudian berubah menjadi “Zending Batak”, kemudian berubah menjadi Seksi Zending HKBP, Departemen Zending HKBP, dan sekarang menjadi Biro Zending HKBP. Buku itu pernah diterbitkan oleh L-SAPA STT HKBP tahun 2010 yang lalu.
Dalam Sejarah Zending HKBP tersebut, tidak ditemukan bahwa HKBP  melalui badan zending yang dibentuk pernah melakukan penginjilan ke Jakarta apalagi sampai semua Pulau Jawa. Karena secara umum yang diartikan orang dengan “penginjilan” adalah kira-kira sama dengan usaha zending, yakni memberitakan Injil itu kepada orang yang belum menerima Injil itu, supaya dengan demikian mereka menerima Injil itu, dan percaya kepada Yesus Kristus, lalu mereka dibaptis di dalam nama Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus, sehingga mereka menjadi ikut memperoleh keselamatan yang dibawa oleh Yesus Kristus.

Mengenai berdirinya HKBP Jakarta, yang saya tahu sejarahnya adalah sebagai berikut. Bahwa pada mulai awal abad 20 yang lalu, telah banyak  orag-orang Kristen Batak yang merantau sampai ke Pulau Jawa, khususnya ke kota Jakarta yang dulu disebut Batavia. Sebagian dari antara mereka ingin mencari pekerjaan yang lebih baik ke sana sebagai pegawai pemerintah, swasta atau pengusaha dan sebagian lagi terutama para pemuda mau melanjutkan sekolahnya ke tingkat yang lebih tinggi. Di daerah perantauan itu mereka tidak melupakan agama Kristen yang telah dianut dari “bonapasogit” (daerah asal) di Tapanuli. Pada mulanya mereka yang mengerti bahasa Belanda, terutama yang tama dari HJS dan MULO, mengikuti kebaktian Minggu di Gereja Pemerintah Belanda (Indische Kerk atau Gereja Protestan Indonesia) di Pejambon Pasar Baru, Meester Cornelis atau di Gereja Portugis di Pusat Kota. Mereka memuji Tuhan Allah dengan nyanyian, doa dan khotbah dalam bahasa Belanda. Tetapi ada juga yang mengikuti kebaktian dalam gereja yang menggunakan bahasa Melayu, misalnya di Gereja Methodist yang juga mulai masuk di kota itu pada awal abad 20. Orang-orang Kristen Batak tersebut ada juga yang sekaligus  masuk menjadi anggota gereja Methodis tersebut.
 
Setelah informasi mengenai orang-orang Kristen Batak di Jakarta itu semakin banyak diketahui oleh para pendeta atau missionaris yang mengasuh Gereja Mission Batak (begitu namanya dulu sebelum bernama HKBP), maka mereka dianjurkan untuk mengikuti kebaktian di gereja yang sealirann dengan Gereja Kristen Batak yakni Gereformerde Kerk, yang pada waktu itu diasuh oleh seorang pendeta Belanda yang bernama Ds. L.Tiemersma. Para orang-orang Kristen Batak itu dengan resmi dilayani atau digembalai oleh pendeta Gereformerde Kerk tersebut. Gereja inilah kemudian yang menjadi Gereja Kristen Indonesia di Jalan Kwitang sekarang. Dengan demikian terjadilah kerja sama antara gereja Gereformerde ini dengan Geereja Kristen Batak.

                Tetapi lama-kelamaan setelah orang-orang Kristen Batak makin banyak yang datang ke  Jakarta, maka merekapun berniat untuk membuat Persekutuan Kristen Batak yang tersendiri, yang mempergunakan bahasa Batak. Mereka merindukan kebaktian mereka dalam bahasa Batak, yakni benrnyanyi, berdoa, dan mendengar Firman Tuhan dalam bahasa Batak, seperti sudah mereka “hangoluhon” (hayati) sebelumnya ketika mereka masih berada di Tanah Batak. Kerinduan mereka itu disampaikan kepada Ds L.Tiemersma , yang sudah melayani mereka sebelumnya, dan pendeta tersebut menyetujui permintaan mereka itu. Jadilah persekutuan khusus mereka berbahasa Batak dilakukan dan itu dimulai  20 September 1919, bertempat di  Sekolah Alkitab (Bijbel School) Pasar Baru. Inilah awal berdirinya Jemaat (Huria) Kristen Batak di Jakarta, yang pada waktu itu beranggotakan lima puluh orang.  Kemudian setelah nama Huria Kristen Batak Protestan resmi tahun 1929, maka menjadi Huria Kristen Batak Protestan Jakarta (Batavia).
Setelah persekutuan jemaat berbahasa Batak itu mulai berjalan, ternyata dari mereka ada juga yang mempunyai kemampuan untuk  melayani kebaktian “parmingguon” dan khotbah, seperti Guru S.Hasibuan, tamatan Seminari Pansurnapitu Silindung, Gru F. Harahap tamatan Seminari Depok,  dan Guru P.W.Lumbantobing, tamatan Seminari Sipoholon. Setelah berlangsung beberapa lama maka timbul juga keinginan bagi mereka untuk dilayani  pendeta Batak.  Untuk itu permintaanpun disampaikan ke pusat Jemaat Kristen Batak yang pada waktu itu masih dalam asuhan RMG. Karena masa Jemaat Kristen Batak pusat masih dalam transisi kepemimpinan  pada waktu itu dengan meninggalnya IL Nommensen 23 Mei 1918, maka permintaan mereka itu belum bisa terus  dipenuhi.  Barulah pada pada tahun 1922 permintaan itu bisa dipenuhi, yakni setelah Pdt Dr. J.Warneck menjadi ephorus Huria Kristen Batak menggantikan Pdt Valentin Kessel yang sempat menjadi pejabat sementara ephorus sampai tahun 1920. Pendeta pertama yang ditugaskan oleh ephorus Warneck ke Jakarta adalah Pdt Mulia Nanggolan yang sebelumnya melayani di HKBP Pematangsiantar sejak tahun 1919. Atas kesepakatan, belanja pendeta ini ditanggung oleh kas Zending Batak, sebagai mana juga pendeta-pendeta Batak lainnnya yang ditugaskan melayani orang-orang Kristen Batak yang merantau di daerah diaspora, karena jemaat-jemaat yang mereka layani belum mampu untuk membelanjai pendetanya. Tetapi status pendeta ini di sana bukanlah sebagai penginjil, tetapi sebagai pendeta yang melayani dan menggembalai orang-orang-orang Kristen Batak yang membentuk Jemaat Kristen Batak yang baru itu. Ini memang menjadi beban bagi kas Zending Batak pada waktu itu. Tetapi untunglah kemudian ada kesepakatan dengan Gereja Greformeerde Kerk yang dipimpin oleh Ds L.Tiemersma, bahwa mereka bersedia menanggung setengah dari belanja pendeta tersebut, setengah lagi dari kas Zending Batak. Dana Zending Batak ini adalah usaha dari jemaat-jemat Kristen Batak (baca HKBP) di “bona pasogit, yang berusaha untuk mengumpulkan dana zneidng berupa pesta tahunan zending, persembahan ke depan, dan ucapan-ucapan syukur perorangan, yang pada waktu itu anggota-anggota jemaat mempunyai semangat yang sangat besar untuk mengumpulkan dana keperluan zending Batak. Ini perlu menjadi renungan bagi jemaat-jemaat HKBP yang ada di kota Jakarta sekarang yang tergolong telah menjadi jemaa-jemaatt yang kaya, bahwa pada awalnya kehidupan  Jemaat Kristen Batak yang berdiri di Jakarta mulai tahun 1919 itu adalah atas dukungan atau biaya dari Jemaat-jemaat yang ada di bona pasogit melalui kas zending Batak. Namun banyak Jemaat-jemaat HKBP di Jakarta sekarang ini tidak menyadari itu, mereka hanya memikirkan diri mereka sendiri dan tidak mempunyai keinginan untuk membantu jemaat-jemaat tertinggal di bonapasogit yang pernah dulu membantu mereka.
Ephorus J. Warneck pun pernah melakukan kunjungan kepada Jemaat Kristen Batak yang dijakarta, yakni ketika beliau melakukan urusan sekolah-sekolah zending ke Departemen Pendidikan Pemerintahan kolonial Belanda di Jakarta, yakni dari tanggal  4-19 Maret 1923. Pada waktu itu beliau diundang untuk menghadiri Rapat Kerkeraad dan Penatua Gereja Gereformerde Kwitang. Dalam kesempatan  itu beliau memintakan agar Kerkeraad dan Penatua gereja itu  berusaha untuk membantu Pdt Mulia Nainggolan dalam melayani Jemaat Kristen Batak tersebut. Kerkeraad dan Penatua gerja tersebut menyanggupi permintaan itu, sehingga terus ada hubungan dan kerjasama yang baik antara gereja itu dengan Jemaat Kristen Batak yang masih muda. Sejak datangnya pendeta itu, Jemaat Kristen Batak tersebut memang terus mengupayakan pembangunan gedung gereja untuk tempat persekutuan dan ibadah mereka. Pada tahun 1922 itu telah dibentuk sebuah panitia yang disebut (Panitia Pesta Mission Huria Batak Batavia).
Namun dalam perkembangan selanjutnya Jemaat Kristen Batak yang di Jakarta ini tidak lepas dari persoalan yang cukup berat. Tidak lama setelah berdirinya Jemaat ini menghadapi suatu pergoalan inernal, yang pada akhirnya mengakibatkan perpecahan.  Karena mungkin terpengaruh dari bentuk gereja Gereformeerde Kwitang yang bersifat kongregationalis, Jemaat Kristen Batak tersebut juga terus menginginkan agar Jemaat tersebut mempunyai status yang berdiri sendiri (independent), lepas dari kepemimpinan zending RMG. Tetapi dalam beberapa tahun kehadiran dari pendeta Mulia tersebut, beliau masih bisa meredam gejolak itu dan Jemaat itu masih bisa tetap mempunyai hubungan organisatoris deng dengan Jemaat-jemaat Kristen batak Batak di Tapanuli, yang sampai saat itu memang masih dalam asuhan zending RMG.
Tetapi tahun 1926, perselisihan timbul ketika terjadi pergantian pengurus di dalam Jemaat itu, karena masa kepengurusan yang lama telah berakhir. Dalam kepengurusan yang baru itu yang terpilih menjadi ketua adalah seorang anggota jemaat yang  berasal dari daerah Tapanuli Utara, sedangkan sebelumnya jabatan itu dipegang oleh seorang anggota yang berasal dari Tapanuli Selatan. Karena pihak yang lama tidak setuju dengan hasil itu maka mereka mengajukan suatu protes kepada Ephorus J.Warneck, di mana juga dinyatakan beberapa perlakuan yang tidak baik dari ketua yang baru itu. Persoalan itu tidak dapat lagi diselesaikan oleh pendeta setempat. Karena itu Ephorus mencoba meminta bantuan dari Zendingsconsul di Jakarta, yakni Dr. Slotemaker de Bruine. De Bruine mencoba menyelesaikan dengan menyarankan agar persoalan itu diselesaikan berdasarkan Tata Gereja Huria Kristen Batak yang ada. Pada waktu itu sejak Ephorus J. Warneck, sistem “kerkeraad” (dewan gereja) Jemaat Kristen Batak asuhan RMG, yang namanya telah ditetapkan bukan lagi Huria Mission Batak, tetapi telah menjadi “Huria Kristen Batak”. Sampai terjadinya persoalan itu sistem Kerkeraad itu belum diberlakukan di Jemaat Kristen Batak yang di Jakarta. Karena itu dalam mengatasi persoalan tersebut dinasehatkan agar sistem yang diatur dalam Tata-Gereja yang mulai diberlakukan tahun 1922 itu juga diberlakukan di Jemaat Kristen Batak Jakarta. Tetapi setelah adanya saran itu maka persoalan menjadi terbalik, karena pihak ketua yang baru terpilih tidak menetujui demikian. Karena dengan sistem Kerkeraad yang sesuai dengan Tata Gereja yang baru itu, ketua dewan (majelis) gereja tidak perlu lagi dipilih, karena otomatis jabatan itu dipegang oleh pendeta jemaat setempat atau guru jemaat setempat, kalau jemaat setempat itu masih dipimpin oleh seorang guru jemaat.

Karena persoalan belum selesai, akhirnya ephorus J. Warneck mengutus seorang pendeta dari pusat (Pearaja), yakni Pdt Tyranus Hasibuan, untuk menyelesaikannya. Dia adalah seorang pendeta Batak yang cukup berpengaruh dan  disegani padawaktu itu di tengah-tengah “Huria Kristen Batak”. Namun usaha dari pendeta inipun tidak berhasil, karena tidak lama setelah itu pihak yang tidak setuju diberlakukannya sistem “Kerkeraad” tersebut,  di  “Huria Kristen Batak” Jakarta telah terbentuk sebuah perhimpunan yang tersendiri, yakni pada tanggal 10 Juli 1927,yang diberi nama “ Punguan Kristen Batak’ (PKB). Mereka melakukan persekutuan dan kebaktian mereka di bekas Gereja Portugis yang di Jakarta Pusat. Gereja ini sampai sekarang masih ada di Jakarta, dengan nama “Gereja Punguan Kristen Batak” (GPKB).

Dari keterangan  di atas, maka sesuai dengan judul yang saya buat di atas, “Mana yang lebih tepat disebut Perayaan Seratus Penginjilan HKBP di Jakarta atau Seratus Tahun berdirinya  “Huria Kristen Batak Protestan” di Jakarta”, maka saya berkesimpulan bahwa yang lebih tepat adalah Perayaan Seratus Tahun berdirinya  Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Jakarta. Kalau pun mungkin HKBP Jakarta sudah ada melakukan tugas pengijilan (zending) kepada orang-orang yang belum menerima Injil itu,  itu kita pahami hanya sebagai  salah satu tugas panggilan yang harus di lakukan oleh gereja itu sendiri. Sekarang ini kita pahami adanya Tri Tugas panggilan Gereja, yakni Koinonia (parsaoran atau persekutuan), Marturia (kesaksian), Diakonia (Pelayanan Masyarakat).  Tugas penginjilan adalah salah satu tugas panggilan gereja dalam bidang marturia, sebagaimana dulu tugas itu telah dilakukan oleh umat Kristen dari Eropa melalui badan-badan zending yang mereka bentuk, dan salah satu hasil penginjilan yang mereka lakukan itulah lahirnya HKBP atau orang-orang Kristen Batak. Orang-orang Kristen Batak dari bonapasogit itulah yang merantau ke Jakarta dan membentuk Jemaat Kristen Batak di Jakarta, dan kemudian diberi nama HKBP  Jakarta. Itulah yang perlu disyukuri dan perjalanan hidupnya selama seratus tahun ini bisa dipelajari termasuk gelombang pasang surut yang dilalui bisa menjadi pelajaran dalam perjalanan “huria” itu ke depan. Kita ucapkan Selamat  merayakan Jubileum Seratus Tahun HKBP Jakarta (1919 – 20 September - 2019,  semoga gereja itu semakin maju, semakin jaya, dan tetap menjadi pelopor dalam menjalankan tugas panggilannya di tengah-tengah dunia, bangsa dan masyarakat ke depan, bagi huria-huria HKBP yang lain, khususnya yang berada di kota Jakarta.
 Jakarta 12 Oktober 2019 (msm).