Rabu, 09 Oktober 2019

TUGAS PANGGILAN SEORANG ‘SINTUA’ (PENATUA)

TUGAS PANGGILAN  


SEORANG  SINTUA 


(PENATUA)






   

“Sintua” atau Penatua adalah salah satu dari enam  tohonan  yang diaturkan dalam gereja HKBP. Keenam tohonan itu adalah: pendeta, guru Huria, Bibelvrouw, Diakones, Evangelis dan Sintua.  Pengertian “tohonan” yang diambil dari istilah Batak, berarti  suatu fungsi atau pekerjaan  yang dikhususkan bagi seseorang, sesuai dengan statusnya di tengah-tengah masyarakat atau keluarga. Ada yang mengatakan bahwa  istilah itu berasal dari dua kata, yakni: “toho” dan “an’Toho artinya  tepat, sedangkankan an artinya, itu atau dia.  Kedua kata itu dipadukan menjadi toho(n)an, yang artinya dialah yang tepat untuk itu ataulah dia untuk itu (suatu fungsi). Sebelum istilah itu dipakai dalam fungsi pelayanan di gereja, istilah tohonan sudah dikenal dalam masyarakat Batak. Kita mengenal adanya “tohonan raja”,  “tohonan datu”, “tohonan anak sihahaan”, dll. Pengertian tohonan di sittu sering diartikan sebagai fungsi kehormatan. Dalam bahasa Indonesia sekarang “tohonan” sering diterjemahkan dengan “jabatan”,  walaupun tidak begitu tepat, karena istilah jabatan dalam bahasa Indonesia, sering berkonotasi jabatan.
Tohonan sintua  di gereja HKBP sekarang banyak sedikitnya mempunyai latar-belakang pemahaman  dari masyarakat Batak.  Tetapi selain itu  dalam persekutuan umat Israel dalam PL juga sudah dikenal adanya  tohonan sintua,  dan juga  persekutuan Jemaat mula-mula di dalam Perjanjian Baru. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas mengenai  tohonan sintua di sini, saya mencoba menjelaskan dari  berbagai latar-belakang tersebut.

2.       “Sintua” (penatua) dalam Perjanjian Lama (PL).

Istilah yang banyak dipakai dalam PL untuk menyebut  penatua adalah  “zaken”.  Menurut  tradisi PL, asal-usul penatua  sudah ada pada zaman sebelum Israel menjadi satu kesatuan bangsa atau ketika mereka masih dalam bentuk suku-suku yang terpisah.  Pada waktu itu yang dimaksud dengan penatua adalah kepala  suku/marga atau pimpinan suatu kelompok masyarakat tertentu. Tetapi setelah Israel menjadi satu kesatuan bangsa, maka yang dimaksud dengan “penatua” adalah  perwakilan dari  suku-suku bangsa itu, yang menjadi sebuah badan atau majelis yang  membantu tokoh-tokoh pemimpin sepertri Musa atau Josua dalam hal menyampaikan perintah atau amanat yang datang dari Allah untuk mereka kerjakan. Misalnya ketika mengusahakan pembebasan Israel dari perbudakan Mesir, maka atas perintah Allah, Musa mengumpulkan penatua-penatua  Israel untuk mengumumkan  kepada seluruh umat Isreal mengenai pembebasan yang akan dilakukan oleh Allah (Kel. 3:16; 4:29) Selanjutnya para penatua itu dimintakan untuk menyertai Musa menemui raja Parao (Kel.3:18). Dalam perayaan Paskah yang diperintahkan untuk diselenggarakan oleh umat Israel, para penatua ditugaskan untuk mengadakan penyembelihan domba-domba Paskah di tengah-tengah kaum mereka sendiri.(Kel.12:21). Dalam perjalanan menuju Kanaan, para penatua turut menyelenggarakan pesta korban  bersama Jetro, mertua Musa (Kel.18:12). Ketika Musa mau menyampaikan hukuman  bagi ketiga orang (Korah, Datan dan Abiram) yang memberontak kepadanya, maka para penatua juga turut mendampinginya (Bil.16:25), dll.
Tetapi tidak semua penatua itu turut mengambil  peranan  dalam kepemimpinan, hanya mereka yang dipilih secara khusus untuk itu.  Misalnya dari antara penatua-penatua itu Musa memilih  70 orang yang dikhususkan  untuk memikul tangung-jawab atas bangsa itu. Kepada yang 70 orang itu Allah menaruh sebagian Roh yang hinggap pada diri Musa, demi meringankan beban yang dipikul oleh Musa (Bil. 11:16 dst). Ke 70 orang  penatua itulah yang mendapatkan kepercayaan mengatas namakan bangsa itu untuk menghadap Tuhan bersama-sama dengan Musa.  Dari situ memang kelihatan bahwa tugas dan tanggung-jawab mereka amat berat. Karena itu setiap orang yang akan dipilih menjadi penatua haruslah orang-orang yang terpecaya, setia dan mampu menjalankan tugas itu. Dengan kata lain mereka harus menjadi orang yang bijaksana, dan mempunyai integritas yang tinggi. Apalagi setelah  umat Israel menjadi satu bangsa   yang berdiam menjadi sebuah kerajaan di Palestina, peranan penatua-penatua kelihatan makin besar.  Di setiap wilayah atau kota ada “dewan penatua” yang mempunyai wewenang untuk memberi keputusan dalam hal yang menyangkut perkara politis, militer dan hukum.

3.       Penatua-penatua dalam badan Sanhedrin di Yerusalem
“Dewan penatua” yang   sudah dikenal pada zaman kerajaan Israel  di P.Lama,  itulah yang berkembang menjadi “Sanhedrin” (Ibrani: Synedrion) di dalam umat Yahudi pada zaman Yesus. Sanhedrin ini dikenal menjadi mahkamah/pengadilan tertinggi  agama Yahudi yang berkedudukan di Yerusalem. Anggotanya terdiri dari imam-imam kepala (sintua ni malim), ahli-ahli Taurat (sibotosurat), dan penatua-penatua (bahasa Junani: presbyteroi) (Mark.11:27; 14:43.53; 15:1; Mat.16:21; 27:41). Para penatua yang menjadi anggota Sanhedrin itu berasal dari keluarga-keluarga terhormat. Sanhedrin yang lebih dikhususkan untuk mengadili pelanggaran hukum-hukum ke Jahudian,  diterjemahkan dalam Kitab  Perjanjian Baru dengan “majelis agama” (Mark.13:9).

4.       Penatua di Jemaat mula-mula (P.Baru)
Sebelum tohonan penatua dikenal dalam gereja mula-mula, sudah ada beberapa tohonan yang lain, yang  semuanya bekerja sebagai satu kesatuan.  Tohonan-tohonan itu adalah: Apostolos (apsotel, rasul),  Profetes (nabi, panurirang), Presbyteros (penatua, sintua),  Euangelistes (evanelis, pemberita injil), Poimen (gembala),  Didaskalos ( guru, pengajar), Diakonos (pelayan), Episkopos  (penilik, pengawas, simatamatai).  Dalam Surat Paulus ke jemaat Efesus dikatakan: “ Dan Ia lah yang memberikan baik rasul-rasul, maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemebrita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi  orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bai pembangunan tubuh Kristus”. (Efes. 4: 11-12).
Dalam Jemaat mula-mula istilah penatua yang dipakai adalah  istilah bahasa Yunani yakni: Presbyteros, yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan “penatua” dan bahasa Batak “sintua”. Jabatan itu diambil dari kebiasaan  agama Yahudi, dan juga masyarakat Yunani. Jabatan presbyteros untuk pertama kali ditemukan dalam Jemaat di Yerusalem, dalam hubungannya dengan pengumpulan kollekte dari Jemaat Antiokhia untuk membantu orang-orang Kristen di Jemaat Yerusalem yang mengalami kelaparan.  Kollekte yang dibawa Paulus dan Barnabas disampaikan kepada penatua-penatua di Yerusalem  untuk disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkannya.
Kemudian setelah itu ketika  diadakan sidang para rasul di Yerusalem (Kis.15), yang membicarakan soal pemberlakukan Hukum Taurat bagi orang-orang Kristen asal non-Yahudi, para penatua juga ikut dalam persidangan itu. Dari situ nampak bahwa sistem kepenatuaan dalam persekutuan keagamaan Yahudi juga diambil-alih oleh Jemaat mula-mula.  Para penatua diangkat dari anggota-anggota jemaat untuk membantu para rasul (apostel) memimpin dan menyelesaikan soal-soal yang timbul ditengah-tengah  jemaat mula-mula itu.
Sistem kepenatuaan itu bukan hanya  berkembang di Jemaat asal Jahudi, tetapi juga di Jemaat asal Yunani,  khususnya di jemaat-jemaat yang  didirikan oleh Paulus.  Di Jemaat-jemaat yang didirikan dan dikunjunginya, Paulus  segera memilih para penatua dan diserahkan kepada Tuhan melalui doa, untuk  menjadi teman sekerjanya memimpin jemaat-jemaat itu.  (Kis.14:23).  Dengan demikian para penatua itu ditetapkan oleh Tuhan  sebagai pemimpin (pengawas) dan sebagai gembala bagi jemaat. Para penatua itu dibimbing oleh para rasul untuk mengikuti keteladanan mereka,  menjaga anggota-anggota jemaat dari bahaya guru-guru palsu yang datang dari luar (ay.2) dan juga dari dalam (ay.30).
Dari kalangan penatua-penatua itu jugalah yang dipilih menjadi  “penilik” atau pengawas  yang dalam bahasa Yunani disebut: Episkopos, yang sama artinya dengan bishop atau uskup. Sebagai pemimpin sikap, perangai dan perbuatan mereka senantiasa dituntut untuk menjadi teladan bagi umat yang dipercayakan kepada mereka. Misalnya dalam Surat Yakobus dikatakan: jika ada dari antara anggota jemaat itu yang jatuh sakit, maka para penatua jemaat sebaiknya dipanggil supaya mereka mengusahakan kesembuhan  yang sakit itu dengan mendoakan dan mengoleskan minyak kepadanya dalam nama Tuhan (Yak.5:14).

5.       Syarat-syarat menjadi penatua
Karena beratnya tugas yang dipikulkan kepada seorang penatua dalam Jemaat, maka Paulus menasehatkan Timoteus agar dia jangan terburuburu menahbiskan  seseorang menjadi sintua (1 Tim.5:22). Dan orang yang akan diangklat menjadi sintua  di jemaat harus memiliki syarat-syarat  tertentu sebagaimana dikemukakan dalam 1 Tim.3: 1-7 dan juga Titus 1:6-9, yakni:
(1)    Seorang yang tidak bercacat (na so hasurahan pangalahona)
(2)    Suami dari satu istri ( dongan saripe ni sada halak )
(3)    Dapat menahan diri
(4)    Bijaksana
(5)    Sopan
(6)    Suka memberi tumpangan (bertamu)
(7)    Cakap mengajar orang
(8)    Bukan peminum (sisobur tuak)
(9)    Bukan pemarah
(10)Peramah
(11)Pendamai
(12)Bukan hamba uang (na so impolan di perak)
(13)Seorang kepala keluarga yang baik
(14)Disegani dan dihormati anak-anaknya
(15)Jangan seorang yang baru bertobat
(16)Mempunyai nama baik di luar jemaat.

Dari syarat-syarat itu bisa tergambar apa yang patut dikerjakan oleh seorang penatua dalam tugas pelayanannya di dalam  gereja dan masyarakat.

6.       Penatua di gereja HKBP.

Dalam sejarah HKBP, “tohonan”  pelayanan yang pertama diberikan oleh para missionaries kepada  orang Batak  adalah Tohonan sintua (1867), baru kemudian tohonan guru (1873), tohonan pendeta (1885), tohonan evangelis, tohonan Bibelvrow (1935) dan tohonan  diakones (1983),. Segera setelah gereja Batak berdiri di Silindung oleh I.L.Nommensen, jabatan penatua terus diberikan kepada  orang Kristen Batak, untuk membantu para pendeta (missionaries) menjalankan pelayanannya di dalam jemaat, Namun sebelum itu citra kepenatuaan telah ada di tengah-tengah masyarakat Batak. Jabatan evangelis pada awalnya tidaklah melalui suatu pendidikan khusus, tetapi bisa diberikan bagi semua partohonan yang ada yakni bagi Sintua, guru Injil dan pendeta, yang ditugaskan secara khusus untuk memberitakan In jil secara keliling ke tempat-tempat yang masih belum terjangkau oleh berita Injil itu.
Di setiap desa (kampung)  masyarakat Batak dikenal adanya  penatua. Kalau ada sesuatu kegiatan yang akan dilangsungkan, seperti pesta, perang dsb, harus dimusyawarhkan  dulu oleh para penatua baru bisa dilangsungkan. Penduduk desa adalah tunduk kepada penatua, dan menghormatinya. Mereka percaya bahwa para penatua adalah pembawa damai dan kebahagiaan bagi mereka.
Citra penatua yang terdapat dalam masyarakat Batak itu terus dimanfaatkan oleh I.L.Nommensen. Karena itu tahun 1867, dia menahbiskan 4 orang putera Batak yang menjadi penatua pertama, yakni: Abraham, Isak, Josep dan Jakobus. Sampai sekarang marga dari keempat orang ini tidak jelas diketahui. Merekalah yang membantu I.L.Nommensen untuk membimbing  sesamanya Kristen Batak, yakni dengan cara  menegur, menasehati dan membawa ke jalan yang baik. Kalau Nommensen berhalangan memimpin kebaktian Minggu, merekalah yang mengantikannya. Tugas mereka dalam melayani kebaktian juga banyak, misalnya menegur orang yang ribut dalam kebaktian. Apa yang dilakukan oleh Nommensen ini  juga diikuti oleh seluruh jemaat Kristen Batak yang lain,  hasil penginjilan para missionaries itu. Setiap telah ada jemaat yang baru berdiri, maka penatua yang dapat melayani di jemaat itu juga segera ditetapkan. Model inilah juga yang terjadi di HKBP sampai sekarang.
Sampai  sekarang penatua merupakan satu unsur pelayan di dalam gereja HKBP yang diangkat melalui pemilihan dari antara anggota jemaat itu sendiri. , yang kemudian setelah satu  sampai dua tahun belajar di bawah bimbingan pendetanya ditahbiskan untuk tugas pelayanan  sebagai penatua. Di beberapa gereja yang lain di luar HKBP ada yang membuat jabatan penatua itu secara periodik. Tetapi sampai sekarang  di gereja HKBP, jabatan penatua itu dipegang oleh seseorang sejak dia ditahbiskan sampai masa pensiun, kecuali jika ada yang melanggar peraturan gereja atau tidak menjalankan tugasnya lagi dengan baik. Para penatua bukanlah pekerja yang penuh waktu  melayani di gereja. Sedangkan pelayan yang penuh waktu adalah  pendeta, guru-jemaat, Bibelvrow, Diakones, yang ditempatkan oleh Pimpinan Gereja ke suatu jemaat atau resort tertentu, dan memperoleh belanja dari jemaat atau resort yang dilayani. Para pelayan yang penuh waktu ini juga memperoleh pendidikan khusus di lembaga pendidikan gereja, sedangkan penatua hanya memperoleh bimbingan dari pendetanya atau belajar  sendiri di bawah bimbingan pendetanya.
Dalam Aturan Peraturan HKBP 2002, pasal 25, point  6.2., dikatakan bahwa syarat menjadi penatua adalah sbb:
a.       Warga jemaat yang mempersembahkan dirinya menjadi penatua di jemaat.
b.      Rajin mengikuti kebaktian Minggu dan Perjamuan Kudus.
c.       Berperilaku tidak bercela.
d.      Paling sedikitnya berumur 25 tahun.
e.      Sehat rohani dan jasmani.
f.        Sedikitnya berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
g.       Dipilih oleh warga jemaat dari antara mereka dan ditetapkan oleh Rapat Pelayan Tahbisan.

Sedangkan tugasnya  dalam pint 6.3., disebutkan:
a.       Sebagaimana tertera dalam Agenda penerimaan Penatua HKBP.
b.      Melaksanakan baptisan darurat.
c.       Menyusun statistik warga jemaat di lingkungannya masing-masing.
d.      Mengikuti   sermon dan rapat penatua.
e.      Pasahathon pasupasu so pola mangampehon tangan.

Dalam Agenda ( Tata Kebaktian) Penahbisan  Penetua (Bagian XIV, hal.44), disebutkan bahwa   tugas-tugas pokok pelayanan Penetua adal;ah sbb:
a.      Mereka adalah pelayan jemaat untuk mengamati anggota-anggota jemaat yang dipercayaakan kepada mereka dan meneliti perilakunya. Apabila mereka mengetahui seseorang tidak berperangai dengan baik, dia harus ditegur dan diberitahukan  kepada guru jemaat dan kepada pendeta untuk dinasehati.
b.      Mengajak anggota jemaat untuk datang beribadah dan meneliti alasan-alasan orang-orang yang tidak mengikutinya.
c.       Mengajak para anak sekolah untuk rajin bersekolah.
d.      Mengunjungi orang sakit dan memberi bantuan sesuai dengan kemampuannya, namun yang terpenting adalah mengingatkan mereka akan Firman Allah dan mendoakannya.
e.       Menghibur orang yang berdukacita, merawat  orang yang susah dan orang yang miskin.
f.        Membimbing penyembah berhala, orang sesat, supaya turut serta memperoleh hidup dalam Yesus Kristus.
g.      Membantu pengumpulan dana dan tugas pelayanan kerajaan Allah.

Tugas-tugas di atas adalah tugas yang dirumuskan  HKBP sejak dulu   yang disampaikan kepada  setiap penatua, ketika dia ditahbiskan menjadi penetua  HKBP. Tetapi tugas-tugas para sintua juga mengalami  perkembangan sesuai dengan perkembangan zaman.  F.H.Sianipar (yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal HKBP,  pada periode 1974-1978),  dalam bukunya yang berjudul” Tohonan Parmahanion, Tohonan Sintua), menguraikan beberapa tugas pokok  dari sintua (penatua),  yang banyak didasarkan  kepada  Aturan HKBP 1982-1992, yakni”   
(1)    Teman sekerja Pendeta dan Guru Jemaat melaksanakan tugas pelayanan di jemaat.
(2)    Menggembalakan warga jemaat.
(3)    Melaksanakan baptisan darurat.
(4)    Melaksanakan Siasat gereja ( Ruhut Parmahanion Paminsangon: RPP).
(5)    Menyususn statistic warga jemaat di wyik/lingkungannya.
(6)    Mengajar Sekolah Minggu.
(7)    Mengelola dan menggandakan  harta jemaat.
(8)    Menghadiri sermon dan Rapat Penatua.
(9)    Mengunjungi orang sakit.
(10)Melayani  Liturgi kebaktian ( Maragenda).
(11)Berkhotbah (Marjamita).
(12)Penatua di tengah-tengah masyarakat.

Itulah gambaran dan ciri-ciri khas dari seorang penatua di dalam gereja HKBP, dan di dalam gambaran itu tercermin juga gerak pelayanan  dari seorang penatua. Itu berarti bahwa pelayanan itulah yang menunjukkan diri seseorang sebagai penatua. Penatua  bukanlah suatu gelar  atau status kehormatan, melayankan suatu fungsi pelayanan di tengah-tengah  jemaat dan masyarakat. Melalui pelayanan itu memang seorang penatua menjadi dihormati  di tengah-tengah jemaat dan masyarakat, karena dia juga dianggap sebagai tokoh panutan  di tengah-tengah gereja dan masyarakat umum.

7.       Penutup

Dari seluruh keterangan di atas terlihat, bahwa  baik dalam persekutuan Israel,  dalam persekutuan Yahudi,  dalam persekutuan Jemaat mula-mula dan juga dalam persekutuan jemaat sekarang seperti  dalam gereja HKBP,  jabatan penatua itu adalah suatu jabatan mulia yang datang dari Allah. Mereka terpanggil  oleh Allah untuk menjalankan  tugas-tugas pelayanan di dalam persekutuan Umat Allah membimbing  umat Allah dan seluruh orang-orang percaya  ke dalam kehidupan  yang penuh kebahagiaan  di dunia ini,  dan bahkan sampai kepada kehidupan kelak. 

                                                                                                                Pdt. M.S.M.Panjaitan, MTh


Tidak ada komentar:

Posting Komentar