TUGAS PANGGILAN
SEORANG SINTUA
(PENATUA)
“Sintua” atau Penatua adalah salah satu dari enam tohonan
yang diaturkan dalam gereja HKBP. Keenam tohonan itu adalah: pendeta,
guru Huria, Bibelvrouw, Diakones, Evangelis dan Sintua. Pengertian “tohonan” yang diambil
dari istilah Batak, berarti suatu fungsi
atau pekerjaan yang dikhususkan bagi
seseorang, sesuai dengan statusnya di tengah-tengah masyarakat atau keluarga.
Ada yang mengatakan bahwa istilah itu
berasal dari dua kata, yakni: “toho”
dan “an’. Toho artinya tepat, sedangkankan an artinya, itu atau dia.
Kedua kata itu dipadukan menjadi toho(n)an,
yang artinya dialah yang tepat untuk itu ataulah dia untuk itu (suatu fungsi). Sebelum istilah itu
dipakai dalam fungsi pelayanan di gereja, istilah tohonan sudah dikenal dalam
masyarakat Batak. Kita mengenal adanya “tohonan raja”, “tohonan datu”, “tohonan anak sihahaan”, dll.
Pengertian tohonan di sittu sering diartikan sebagai fungsi kehormatan. Dalam bahasa
Indonesia sekarang “tohonan” sering diterjemahkan dengan “jabatan”, walaupun tidak begitu tepat, karena istilah
jabatan dalam bahasa Indonesia, sering berkonotasi jabatan.
Tohonan sintua di gereja HKBP sekarang
banyak sedikitnya mempunyai latar-belakang pemahaman dari
masyarakat Batak. Tetapi selain itu dalam persekutuan umat Israel dalam PL juga
sudah dikenal adanya tohonan sintua, dan juga
persekutuan Jemaat mula-mula di dalam Perjanjian Baru. Untuk memperoleh
pemahaman yang lebih luas mengenai tohonan sintua
di sini, saya mencoba menjelaskan dari berbagai latar-belakang tersebut.
2.
“Sintua” (penatua) dalam Perjanjian Lama (PL).
Istilah yang banyak dipakai dalam PL untuk menyebut penatua adalah “zaken”.
Menurut tradisi PL, asal-usul
penatua sudah ada pada zaman sebelum
Israel menjadi satu kesatuan bangsa atau ketika mereka masih dalam bentuk
suku-suku yang terpisah. Pada waktu itu
yang dimaksud dengan penatua adalah kepala
suku/marga atau pimpinan suatu kelompok masyarakat tertentu. Tetapi
setelah Israel menjadi satu kesatuan bangsa, maka yang dimaksud dengan
“penatua” adalah perwakilan dari suku-suku bangsa itu, yang menjadi sebuah
badan atau majelis yang membantu
tokoh-tokoh pemimpin sepertri Musa atau Josua dalam hal menyampaikan perintah
atau amanat yang datang dari Allah untuk mereka kerjakan. Misalnya ketika
mengusahakan pembebasan Israel dari perbudakan Mesir, maka atas perintah Allah,
Musa mengumpulkan penatua-penatua Israel
untuk mengumumkan kepada seluruh umat
Isreal mengenai pembebasan yang akan dilakukan oleh Allah (Kel. 3:16; 4:29)
Selanjutnya para penatua itu dimintakan untuk menyertai Musa menemui raja Parao
(Kel.3:18). Dalam perayaan Paskah yang diperintahkan untuk diselenggarakan oleh
umat Israel, para penatua ditugaskan untuk mengadakan penyembelihan domba-domba
Paskah di tengah-tengah kaum mereka sendiri.(Kel.12:21). Dalam perjalanan
menuju Kanaan, para penatua turut menyelenggarakan pesta korban bersama Jetro, mertua Musa (Kel.18:12).
Ketika Musa mau menyampaikan hukuman
bagi ketiga orang (Korah, Datan dan Abiram) yang memberontak kepadanya,
maka para penatua juga turut mendampinginya (Bil.16:25), dll.
Tetapi tidak semua penatua itu turut mengambil peranan
dalam kepemimpinan, hanya mereka yang dipilih secara khusus untuk
itu. Misalnya dari antara
penatua-penatua itu Musa memilih 70
orang yang dikhususkan untuk memikul
tangung-jawab atas bangsa itu. Kepada yang 70 orang itu Allah menaruh sebagian
Roh yang hinggap pada diri Musa, demi meringankan beban yang dipikul oleh Musa
(Bil. 11:16 dst). Ke 70 orang penatua
itulah yang mendapatkan kepercayaan mengatas namakan bangsa itu untuk menghadap
Tuhan bersama-sama dengan Musa. Dari
situ memang kelihatan bahwa tugas dan tanggung-jawab mereka amat berat. Karena
itu setiap orang yang akan dipilih menjadi penatua haruslah orang-orang yang
terpecaya, setia dan mampu menjalankan tugas itu. Dengan kata lain mereka harus
menjadi orang yang bijaksana, dan mempunyai integritas yang tinggi. Apalagi
setelah umat Israel menjadi satu
bangsa yang berdiam menjadi sebuah
kerajaan di Palestina, peranan penatua-penatua kelihatan makin besar. Di setiap wilayah atau kota ada “dewan
penatua” yang mempunyai wewenang untuk memberi keputusan dalam hal yang
menyangkut perkara politis, militer dan hukum.
3.
Penatua-penatua dalam badan
Sanhedrin di Yerusalem
“Dewan penatua” yang sudah
dikenal pada zaman kerajaan Israel di
P.Lama, itulah yang berkembang menjadi
“Sanhedrin” (Ibrani: Synedrion) di dalam umat Yahudi pada zaman Yesus.
Sanhedrin ini dikenal menjadi mahkamah/pengadilan tertinggi agama Yahudi yang berkedudukan di Yerusalem.
Anggotanya terdiri dari imam-imam kepala (sintua
ni malim), ahli-ahli Taurat (sibotosurat),
dan penatua-penatua (bahasa Junani: presbyteroi) (Mark.11:27; 14:43.53; 15:1;
Mat.16:21; 27:41). Para penatua yang menjadi anggota Sanhedrin itu berasal dari
keluarga-keluarga terhormat. Sanhedrin yang lebih dikhususkan untuk mengadili
pelanggaran hukum-hukum ke Jahudian,
diterjemahkan dalam Kitab
Perjanjian Baru dengan “majelis agama” (Mark.13:9).
4.
Penatua di Jemaat mula-mula
(P.Baru)
Sebelum tohonan penatua dikenal dalam gereja mula-mula, sudah ada
beberapa tohonan yang lain, yang
semuanya bekerja sebagai satu kesatuan.
Tohonan-tohonan itu adalah: Apostolos
(apsotel, rasul), Profetes (nabi, panurirang), Presbyteros (penatua, sintua), Euangelistes
(evanelis, pemberita injil), Poimen
(gembala), Didaskalos ( guru, pengajar), Diakonos (pelayan), Episkopos (penilik, pengawas, simatamatai). Dalam Surat Paulus ke jemaat Efesus
dikatakan: “ Dan Ia lah yang memberikan baik rasul-rasul, maupun nabi-nabi,
baik pemberita-pemebrita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar,
untuk memperlengkapi orang-orang kudus
bagi pekerjaan pelayanan, bai pembangunan tubuh Kristus”. (Efes. 4: 11-12).
Dalam Jemaat mula-mula istilah penatua yang dipakai adalah istilah bahasa Yunani yakni: Presbyteros, yang diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia dengan “penatua” dan bahasa Batak “sintua”. Jabatan itu
diambil dari kebiasaan agama Yahudi, dan
juga masyarakat Yunani. Jabatan presbyteros untuk pertama kali ditemukan dalam
Jemaat di Yerusalem, dalam hubungannya dengan pengumpulan kollekte dari Jemaat
Antiokhia untuk membantu orang-orang Kristen di Jemaat Yerusalem yang mengalami
kelaparan. Kollekte yang dibawa Paulus
dan Barnabas disampaikan kepada penatua-penatua di Yerusalem untuk disalurkan kepada orang-orang yang
membutuhkannya.
Kemudian setelah itu ketika
diadakan sidang para rasul di Yerusalem (Kis.15), yang membicarakan soal
pemberlakukan Hukum Taurat bagi orang-orang Kristen asal non-Yahudi, para
penatua juga ikut dalam persidangan itu. Dari situ nampak bahwa sistem
kepenatuaan dalam persekutuan keagamaan Yahudi juga diambil-alih oleh Jemaat
mula-mula. Para penatua diangkat dari
anggota-anggota jemaat untuk membantu para rasul (apostel) memimpin dan
menyelesaikan soal-soal yang timbul ditengah-tengah jemaat mula-mula itu.
Sistem kepenatuaan itu bukan hanya
berkembang di Jemaat asal Jahudi, tetapi juga di Jemaat asal
Yunani, khususnya di jemaat-jemaat
yang didirikan oleh Paulus. Di Jemaat-jemaat yang didirikan dan
dikunjunginya, Paulus segera memilih
para penatua dan diserahkan kepada Tuhan melalui doa, untuk menjadi teman sekerjanya memimpin
jemaat-jemaat itu. (Kis.14:23). Dengan demikian para penatua itu ditetapkan
oleh Tuhan sebagai pemimpin (pengawas)
dan sebagai gembala bagi jemaat. Para penatua itu dibimbing oleh para rasul
untuk mengikuti keteladanan mereka, menjaga
anggota-anggota jemaat dari bahaya guru-guru palsu yang datang dari luar (ay.2)
dan juga dari dalam (ay.30).
Dari kalangan penatua-penatua itu jugalah yang dipilih menjadi “penilik” atau pengawas yang dalam bahasa Yunani disebut: Episkopos, yang sama artinya dengan
bishop atau uskup. Sebagai pemimpin sikap, perangai dan perbuatan mereka
senantiasa dituntut untuk menjadi teladan bagi umat yang dipercayakan kepada
mereka. Misalnya dalam Surat Yakobus dikatakan: jika ada dari antara anggota
jemaat itu yang jatuh sakit, maka para penatua jemaat sebaiknya dipanggil
supaya mereka mengusahakan kesembuhan
yang sakit itu dengan mendoakan dan mengoleskan minyak kepadanya dalam
nama Tuhan (Yak.5:14).
5.
Syarat-syarat menjadi penatua
Karena beratnya tugas yang dipikulkan kepada seorang penatua dalam
Jemaat, maka Paulus menasehatkan Timoteus agar dia jangan terburuburu
menahbiskan seseorang menjadi sintua (1
Tim.5:22). Dan orang yang akan diangklat menjadi sintua di jemaat harus memiliki syarat-syarat tertentu sebagaimana dikemukakan dalam 1
Tim.3: 1-7 dan juga Titus 1:6-9, yakni:
(1)
Seorang yang tidak bercacat (na
so hasurahan pangalahona)
(2)
Suami dari satu istri ( dongan
saripe ni sada halak )
(3)
Dapat menahan diri
(4)
Bijaksana
(5)
Sopan
(6)
Suka memberi tumpangan
(bertamu)
(7)
Cakap mengajar orang
(8)
Bukan peminum (sisobur tuak)
(9)
Bukan pemarah
(10)Peramah
(11)Pendamai
(12)Bukan
hamba uang (na so impolan di perak)
(13)Seorang
kepala keluarga yang baik
(14)Disegani
dan dihormati anak-anaknya
(15)Jangan
seorang yang baru bertobat
(16)Mempunyai
nama baik di luar jemaat.
Dari syarat-syarat itu bisa tergambar
apa yang patut dikerjakan oleh seorang penatua dalam tugas pelayanannya di
dalam gereja dan masyarakat.
6.
Penatua di gereja HKBP.
Dalam sejarah HKBP, “tohonan” pelayanan yang pertama diberikan oleh para
missionaries kepada orang Batak adalah Tohonan sintua (1867), baru kemudian
tohonan guru (1873), tohonan pendeta (1885), tohonan evangelis, tohonan
Bibelvrow (1935) dan tohonan diakones
(1983),. Segera setelah gereja Batak berdiri di Silindung oleh I.L.Nommensen,
jabatan penatua terus diberikan kepada
orang Kristen Batak, untuk membantu para pendeta (missionaries)
menjalankan pelayanannya di dalam jemaat, Namun sebelum itu citra kepenatuaan
telah ada di tengah-tengah masyarakat Batak. Jabatan evangelis pada awalnya
tidaklah melalui suatu pendidikan khusus, tetapi bisa diberikan bagi semua
partohonan yang ada yakni bagi Sintua, guru Injil dan pendeta, yang ditugaskan
secara khusus untuk memberitakan In jil secara keliling ke tempat-tempat yang
masih belum terjangkau oleh berita Injil itu.
Di setiap desa (kampung)
masyarakat Batak dikenal adanya
penatua. Kalau ada sesuatu kegiatan yang akan dilangsungkan, seperti
pesta, perang dsb, harus dimusyawarhkan
dulu oleh para penatua baru bisa dilangsungkan. Penduduk desa adalah
tunduk kepada penatua, dan menghormatinya. Mereka percaya bahwa para penatua
adalah pembawa damai dan kebahagiaan bagi mereka.
Citra penatua yang terdapat dalam masyarakat Batak itu terus dimanfaatkan
oleh I.L.Nommensen. Karena itu tahun 1867, dia menahbiskan 4 orang putera Batak
yang menjadi penatua pertama, yakni: Abraham, Isak, Josep dan Jakobus. Sampai
sekarang marga dari keempat orang ini tidak jelas diketahui. Merekalah yang
membantu I.L.Nommensen untuk membimbing
sesamanya Kristen Batak, yakni dengan cara menegur, menasehati dan membawa ke jalan yang
baik. Kalau Nommensen berhalangan memimpin kebaktian Minggu, merekalah yang
mengantikannya. Tugas mereka dalam melayani kebaktian juga banyak, misalnya
menegur orang yang ribut dalam kebaktian. Apa yang dilakukan oleh Nommensen
ini juga diikuti oleh seluruh jemaat
Kristen Batak yang lain, hasil
penginjilan para missionaries itu. Setiap telah ada jemaat yang baru berdiri,
maka penatua yang dapat melayani di jemaat itu juga segera ditetapkan. Model
inilah juga yang terjadi di HKBP sampai sekarang.
Sampai sekarang penatua
merupakan satu unsur pelayan di dalam gereja HKBP yang diangkat melalui
pemilihan dari antara anggota jemaat itu sendiri. , yang kemudian setelah
satu sampai dua tahun belajar di bawah
bimbingan pendetanya ditahbiskan untuk tugas pelayanan sebagai penatua. Di beberapa gereja yang lain
di luar HKBP ada yang membuat jabatan penatua itu secara periodik. Tetapi
sampai sekarang di gereja HKBP, jabatan
penatua itu dipegang oleh seseorang sejak dia ditahbiskan sampai masa pensiun,
kecuali jika ada yang melanggar peraturan gereja atau tidak menjalankan
tugasnya lagi dengan baik. Para penatua bukanlah pekerja yang penuh waktu melayani di gereja. Sedangkan pelayan yang
penuh waktu adalah pendeta, guru-jemaat,
Bibelvrow, Diakones, yang ditempatkan oleh Pimpinan Gereja ke suatu jemaat atau
resort tertentu, dan memperoleh belanja dari jemaat atau resort yang dilayani.
Para pelayan yang penuh waktu ini juga memperoleh pendidikan khusus di lembaga
pendidikan gereja, sedangkan penatua hanya memperoleh bimbingan dari pendetanya
atau belajar sendiri di bawah bimbingan
pendetanya.
Dalam Aturan Peraturan HKBP 2002, pasal 25, point 6.2., dikatakan bahwa syarat menjadi penatua
adalah sbb:
a.
Warga jemaat yang
mempersembahkan dirinya menjadi penatua di jemaat.
b.
Rajin mengikuti kebaktian
Minggu dan Perjamuan Kudus.
c.
Berperilaku tidak bercela.
d.
Paling sedikitnya berumur 25
tahun.
e.
Sehat rohani dan jasmani.
f.
Sedikitnya berpendidikan
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama.
g.
Dipilih oleh warga jemaat dari
antara mereka dan ditetapkan oleh Rapat Pelayan Tahbisan.
Sedangkan tugasnya dalam pint 6.3., disebutkan:
a.
Sebagaimana tertera dalam
Agenda penerimaan Penatua HKBP.
b.
Melaksanakan baptisan darurat.
c.
Menyusun statistik warga jemaat
di lingkungannya masing-masing.
d.
Mengikuti sermon dan rapat penatua.
e.
Pasahathon pasupasu so pola
mangampehon tangan.
Dalam
Agenda ( Tata Kebaktian) Penahbisan
Penetua (Bagian XIV, hal.44), disebutkan bahwa tugas-tugas pokok pelayanan Penetua adal;ah
sbb:
a.
Mereka adalah pelayan jemaat untuk mengamati anggota-anggota jemaat
yang dipercayaakan kepada mereka dan meneliti perilakunya. Apabila mereka
mengetahui seseorang tidak berperangai dengan baik, dia harus ditegur dan
diberitahukan kepada guru jemaat dan kepada
pendeta untuk dinasehati.
b.
Mengajak anggota jemaat untuk datang beribadah dan meneliti alasan-alasan
orang-orang yang tidak mengikutinya.
c.
Mengajak para anak sekolah untuk rajin bersekolah.
d.
Mengunjungi orang sakit dan memberi bantuan sesuai dengan kemampuannya,
namun yang terpenting adalah mengingatkan mereka akan Firman Allah dan
mendoakannya.
e.
Menghibur orang yang berdukacita, merawat orang yang susah dan orang yang miskin.
f.
Membimbing penyembah berhala, orang sesat, supaya turut serta
memperoleh hidup dalam Yesus Kristus.
g.
Membantu pengumpulan dana dan tugas pelayanan kerajaan Allah.
Tugas-tugas di atas
adalah tugas yang dirumuskan HKBP sejak
dulu yang disampaikan kepada setiap penatua, ketika dia ditahbiskan
menjadi penetua HKBP. Tetapi tugas-tugas
para sintua juga mengalami perkembangan
sesuai dengan perkembangan zaman.
F.H.Sianipar (yang pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal HKBP, pada periode 1974-1978), dalam bukunya yang berjudul” Tohonan
Parmahanion, Tohonan Sintua), menguraikan beberapa tugas pokok dari sintua (penatua), yang banyak didasarkan kepada
Aturan HKBP 1982-1992, yakni”
(1)
Teman sekerja Pendeta dan Guru
Jemaat melaksanakan tugas pelayanan di jemaat.
(2)
Menggembalakan warga jemaat.
(3)
Melaksanakan baptisan darurat.
(4)
Melaksanakan Siasat gereja (
Ruhut Parmahanion Paminsangon: RPP).
(5)
Menyususn statistic warga
jemaat di wyik/lingkungannya.
(6)
Mengajar Sekolah Minggu.
(7)
Mengelola dan menggandakan harta jemaat.
(8)
Menghadiri sermon dan Rapat
Penatua.
(9)
Mengunjungi orang sakit.
(10)Melayani Liturgi kebaktian ( Maragenda).
(11)Berkhotbah
(Marjamita).
(12)Penatua di
tengah-tengah masyarakat.
Itulah gambaran dan ciri-ciri khas dari seorang penatua di dalam
gereja HKBP, dan di dalam gambaran itu tercermin juga gerak pelayanan dari seorang penatua. Itu berarti bahwa
pelayanan itulah yang menunjukkan diri seseorang sebagai penatua. Penatua bukanlah suatu gelar atau status kehormatan, melayankan suatu fungsi
pelayanan di tengah-tengah jemaat dan
masyarakat. Melalui pelayanan itu memang seorang penatua menjadi dihormati di tengah-tengah jemaat dan masyarakat,
karena dia juga dianggap sebagai tokoh panutan
di tengah-tengah gereja dan masyarakat umum.
7.
Penutup
Dari seluruh keterangan di atas terlihat, bahwa baik dalam persekutuan Israel, dalam persekutuan Yahudi, dalam persekutuan Jemaat mula-mula dan juga
dalam persekutuan jemaat sekarang seperti
dalam gereja HKBP, jabatan
penatua itu adalah suatu jabatan mulia yang datang dari Allah. Mereka
terpanggil oleh Allah untuk menjalankan tugas-tugas pelayanan di dalam persekutuan
Umat Allah membimbing umat Allah dan
seluruh orang-orang percaya ke dalam
kehidupan yang penuh kebahagiaan di dunia ini,
dan bahkan sampai kepada kehidupan kelak.
Pdt.
M.S.M.Panjaitan, MTh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar